Definisi Etiologi Patofisiologi Apendisitis

2.3. Apendisitis

2.3.1. Definisi

Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10cm 4 inci, melekat pada sekum tepat dibawah katup ilosekal Smeltzer dan Bare, 2002. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering Mansjoer dkk., 2000. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, dan bedah abdomen darurat Smeltzer dan Bare, 2002.

2.3.2. Etiologi

Pada penelitian, ligasi obstruksi apendiks menyebabkan peningkatan mencolok tekanan intralumen, yang dengan cepat melebihi tekanan darah sistolik. Pada awalnya kongesti darah vena menjelek menjadi trombosis, nekrosis dan perforata. Secara klinis, obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Obstruksi ini disebabkan oleh pengerasan bahan tinja fekolit. Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Bahan yang mengeras ini bisa mengapur, terlihat dalam foto rontgen sebagai apendikolit 15-20. Obstruksi akibat dari edema mukosa dapat disertai dengan infeksi virus atau bakteri Yersinia, Salmonella, Shigella sistemik. Mukus yang tidak normal terkesan sebagai penyebab meningkatnya insidens apendisitis pada anak dengan kistik fibrosis. Tumor karsinoid, benda asing, dan ascaris jarang menjadi penyebab apendisitis Hartman, 2000. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan Universitas Sumatera Utara kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut Pieter, 2005.

2.3.3. Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur pada fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma Mansjoer dkk., 2000. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya, terjadi peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi iga menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga meningkatkan tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml Schwartz, 2000. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi memperberat pembengkakan apendiks edema. Trombosis pada pembuluh darah intramural dinding apendiks menyebabkan iskemik. Pada saat ini, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium Mansjoer dkk., 2000. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut Mansjoer dkk., 2000. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan Universitas Sumatera Utara apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforata Mansjoer dkk., 2000. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang Mansjoer dkk., 2000. Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Ini merupakan usaha pertahanan tubuh yang membatasi proses radang melalui penutupan apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa. Akibatnya, terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforata. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang, dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat Pieter, 2005. Pada anak-anak, perforata mudah terjadi karena omentum lebih pendek, apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis, dan daya tahan tubuh yang masih kurang. Pada orang tua, perforata mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah Mansjoer dkk., 2000. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi membentuk jaringan parut dan menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitar. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut Pieter, 2005.

2.3.4. Manifestasi klinis