BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan secara retrospektif, yaitu untuk mengevaluasi peristiwa yang sudah berlangsung.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan mulai dari bulan Agustus 2010 sampai Oktober 2010.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini ialah seluruh penderita apendisitis perforata umur
0-14 tahun yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan mulai tanggal 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2009. Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh populasi digunakan sebagai sampel.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu rekam medis anak yang penderita apendisitis perforata. Hal yang diperlukan dalam penelitian ini
dikhususkan pada penderita apendisitis perforata. Data yang diperlukan tersebut dicatat dan diuraikan berdasarkan kebutuhan peneliti.
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Semua data yang telah dicatat diolah menggunakan program SPSS 17.0 Statistical Product and Service Solution yang sesuai dengan tujuan penelitian
dan kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan. Rumah sakit ini berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, kelurahan
Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan, kota Medan 20136. Bagian rekam medis terletak di lantai dasar tepat dibelakang poliklinik Obstetri
Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
355MenkesSKVII1990, RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan adalah rumah sakit pusat
rujukan wilayah pembangunan A, yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 502MenkesSKIX1991, RSUP H. Adam Malik Medan dijadikan sebagai rumah
sakit pendidikan.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh penderita apendisitis perforata umur 0-14 tahun yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan mulai tanggal 1 Januari
2006 hingga 31 Desember 2009. Total sampel adalah 9 orang. Karakteristik sampel dideskripsikan berdasarkan umur dan jenis kelamin.
5.1.2.1. Karakteristik Berdasarkan Umur Tabel 5.1 Distribusi Sampel Menurut Umur Tahun 2006-2009
Umur tahun Frekuensi
Persentase
0 - 4 5 - 10
1 5
11,1 55,6
11 - 14 3
33,3
Total 9
100,0
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sampel dengan apendisitis perforata mayoritas berumur antara 5 – 10 tahun dengan jumlah 5 orang
55,6.
5.1.2.2. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi
Persentase
Laki – laki 4
44,4 Perempuan
5 55,6
Total 9
100,0
Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang mengalami apendisitis perforata yang berjenis kelamin laki-laki adalah
sebanyak 4 orang 44,4, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang 55,6.
5.1.3. Deskripsi Manifestasi klinis Sampel
5.1.3.1. Nyeri Viseral Tabel 5.3 Distribusi Sampel Menurut Manifestasi klinis
Nyeri Viseral Nyeri Viseral
Jumlah Persentase
Ya 9
100,0 Tidak
0,0
Total 9
100,0
Dari hasil tabulasi, sampel yang mengalami gejala klinis nyeri viseral adalah seluruh sampel dengan jumlah 9 orang 100
5.1.3.2. Muntah Tabel 5.4 Distribusi Sampel Menurut Manifestasi klinis Muntah
Muntah Jumlah
Persentase
Ya 5
55,6 Tidak
4 44,4
Total 9
100,0
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil tabulasi, sampel yang mengalami gejala klinis muntah sebanyak 5 orang 55,6 dan yang tidak mengalami muntah sebanyak 4
orang 44,4.
5.1.3.3. Mual Tabel 5.5 Distribusi Sampel Menurut Manifestasi klinis Mual
Mual Jumlah
Persentase
Ya 3
33,3 Tidak
6 66,7
Total 9
100,0
Dari hasil tabulasi, sampel yang mengalami gejala klinis mual dari seluruh data sampel sebanyak 3 orang 33,3 dan yang tidak mengalami
mual sebanyak 6 orang 66,7.
5.1.3.4. Demam Tabel 5.6 Distribusi Sampel Menurut Manifestasi klinis Demam
Demam Jumlah
Persentase
Ya 5
55,6 Tidak
4 44,4
Total 9
100,0
Dari hasil tabulasi, sampel yang mengalami gejala klinis demam sebanyak 5 orang 55,6 dan yang tidak mengalami demam sebanyak 4
orang 44,4.
5.1.3.5. Mencret Tabel 5.7 Distribusi Sampel Menurut Manifestasi klinis Mencret
Mencret Jumlah
Persentase
Ya 1
11,1 Tidak
8 88,9
Total 9
100,0
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil tabulasi, sampel yang mengalami gejala klinis mencret sebanyak 1 orang 11,1 dan yang tidak mengalami mencret sebanyak 8
orang 88,9.
5.1.3.6. Berak Darah Tabel 5.8 Distribusi Sampel Menurut Manifestasi klinis
Berak Darah Berak Darah
Jumlah Persentase
Ya 1
11,1 Tidak
8 88,9
Total 9
100,0
Dari hasil tabulasi, sampel yang mengalami gejala klinis berak darah 1 orang 11,1 dan yang tidak mengalami berak darah sebanyak 8
orang 88,9.
5.1.4. Deskripsi Gambaran Laboratorium Sampel
5.1.4.1. Pemeriksaan Darah Leukosit Tabel 5.9 Distribusi Sampel Menurut Gambaran Laboratorium
Leukosit Darah Leukosit
Jumlah Persentase
Normal 3
33,3 Tinggi
6 66,7
Total 9
100,0
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap sampel, didapati sampel dengan nilai leukosit yang normal sebanyak 3
orang 33,3, sampel dengan nilai leukosit sampel di atas normal sebanyak 6 orang 66,7. Nilai leukosit darah yang normal ialah 4,8-
10,8 x 10
3
selμL Sacher dan McPherson, 2004.
Universitas Sumatera Utara
5.1.4.2. Pemeriksaan Urin Tabel 5.10 Distribusi Sampel Menurut Gambaran Laboratorium
Eritrosit Urin Eritrosit
Jumlah Persentase
Normal 4
44,4 Tinggi
1 11,1
Tidak dilakukan 4 44,4
Total 9
100,0 Dari hasil tabulasi, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan,
sampel dengan nilai normal didapati sebanyak 4 orang 44,4. Sampel dengan nilai eritrosit urin di atas normal sebanyak 1 orang 11,1 dan
pasien yang tidak melakukan pemeriksaan sebanyak 4 orang 44,4. Nilai eritrosit urin yang normal ialah 0-3Lapangan Pandang Besar
Sacher dan McPherson, 2004.
Tabel 5.11 Distribusi Sampel Menurut Gambaran Laboratorium Leukosit Urin
Leukosit Jumlah
Persentase
Normal 5
55,6 Tinggi
1 11,1
Tidak dilakukan 3 33,3
Total 9
100,0
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan, tidak didapati sampel dengan nilai leukosit urin di bawah normal, sedangkan sampel
dengan nilai normal didapati sebanyak 5 orang 55,6. Nilai leukosit urin sampel yang diatas normal sebanyak 1 orang 11,1 dan pasien
yang tidak melakukan pemeriksaan sebanyak 3 orang 33,3. Nilai leukosit urin yang normal ialah 0-5Lapangan Pandang Besar Sacher dan
McPherson, 2004.
Universitas Sumatera Utara
5.1.5. Deskripsi Gambaran Radiologi Sampel
Tabel 5.12 Distribusi Sampel Menurut Gambaran Radiologi Gambaran Radiologi
Jumlah Persentase
Appendicolins 1
11,1 Dilatasi usus halus, penebalan
dinding usus dan multiple air fluid level
1 11,1
Tidak tampak gambaran ileus 1 11,1
Tidak dilakukan 6
66,7
Total 9
100,0
Dari 9 sampel, ada 1 orang 11,1 yang mendapatkan gambaran appendicolins. Yang mendapatkan gambaran dilatasi usus halus,
penebalan dinding usus dan multiple air fluid level ada 1 orang 11,1. Sampel yang mendapatkan hasil berupa gambaran ileus yang tidak
tampak ada 1 orang 11,1. Kemudian, didapati 6 sampel 66,7 yang tidak dilakukan pemerikasaan radiologi.
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian, pasien yang mengalami apendisitis perforata paling banyak berumur 5-10 tahun, yaitu sebanyak 5 orang 55,6. Di Amerika, anak
yang lebih muda memiliki kecenderungan perforata yang lebih tinggi, yaitu sebesar 50-85 Santacocre dan Craig, 2006. Persentase perforata berhubungan
dengan umur, di mana paling tinggi terdapat pada anak yang sangat muda 40 - 57, di mana terjadi diagnosis yang terlambat ditegakkan karena gejala yang
tidak khas dan mirip dengan penyakin lain, seperti: kelainan ginekologi, divertikulosis, batu ureter, sehingga tatalaksana terlambat dilakukan. Anak-anak
dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang,
memudahkan terjadinya perforata Birnbaum dan Wilson, 2000. Hasil distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin mendapatkan jumlah
perempuan lebih banyak, yaitu 5 orang 55,6. Insidensi laki-laki lebih banyak daripada perempuan, diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera
Universitas Sumatera Utara
dilakukan. Keterlambatan diagnosis menyebabkan penyulit perforata dengan segala akibatnya Kartono, 1995. Menurut asumsi penulis, hal ini mungkin
disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit didapati oleh penulis sehingga hasil yang didapat belum tentu menggambarkan keseluruhan populasi.
Dari hasil frekuensi distribusi berdasarkan manifestasi klinis nyeri, didapati bahwa seluruh sampel mengalami nyeri viseral. Nyeri diawali pada
periumbilikal kemudian menyebar ke kuadaran kanan bawah. Nyeri bersifat viseral dan berasal dari kontraksi apendikeal atau distensi dari lumen. Biasanya,
nyeri disertai dengan adanya rasa ingin defekasi atau flatus. Nyeri biasanya ringan, seringkali disertai kejang, dan jarang menjadi somatik, berlokasi di
kuadran kanan bawah Silen W, 2005. Gejala ini ditemukan pada 80 kasus. Biasanya pasien berbaring melakukan fleksi pada pinggang, serta mengangkat
lututnya untuk mengurangi pergerakan dan menghindari nyeri yang semakin berat Santacocre, 2006. Pada perforata nyeri menjadi menyeluruh Hartman, 2000.
Selanjutnya, dapat terjadi episode mual, muntah bersamaan dengan mencret pada anak-anak Schwartz, 2000. Pada penelitian ini didapatkan hasil distribusi sampel
dengan manifestasi klinis muntah sebanyak 5 orang 55,6, mual sebanyak 3 orang 33,3, dan mencret sebanyak 1 orang 11,1. Mual dan muntah terjadi
pada 50-60 kasus, tetapi muntah biasanya bersifat self limited Silen W, 2005. Sampel dengan manifestasi klinis demam didapatkan sebanyak 5 orang 55,6.
Demam tidak terlalu tinggi jika belum terjadi perforata dengan peritonitis Hartman, 2000. Sampel dengan manifestasi klinis berak darah sebanyak 1 orang
11,1. Pada teori ataupun penelitian sebelumnya tidak ditemukan adanya gejala berak darah pada penderita apendisitis perforata, tetapi pada penelitian ini
ditemukan 1 pasien yang memiliki gejala tersebut dari 9 pasien. Evaluasi laboratorium anak dengan kecurigaan apendisitis biasanya
terdiri dari hitung darah lengkap dan analisis urin. Walaupun banyak anak dengan apendisitis menderita leukositosis atau pergeseran pada hitung jenis, tetapi banyak
yang tidak. Dekatnya apendiks pada ureter bisa menimbulkan sel-sel radang dalam urin Hartman, 2000. Pada pemeriksaan laboratorium, peneliti
memperhatikan dua jenis pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan darah dan
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan urinalisa. Yang dilihat pada pemeriksaan darah adalah nilai leukosit, sedangkan pada pemeriksaan urinalisa adalah nilai eritrosit dan leukosit. Dari
hasil distribusi pemeriksaan laboratorium darah, didapati sampel dengan jumlah leukosit yang tinggi sebanyak 6 orang 66,7. Pada hasil distribusi pemeriksaan
urinalisa, didapatkan sampel dengan nilai eritrosit urin yang normal sebanyak 4 orang 44,4, sampel dengan nilai eritrosit yang tinggi sebanyak 1 orang
11,1, dan ada 4 orang 44,4 tidak melakukan pemeriksaan. Sedangkan nilai leukosit urin, hasil yang didapat ialah 5 orang 55,6 dengan nilai yang normal,
1 orang 11,1 dengan nilai yang tinggi, dan 3 orang 33,3 yang tidak melakukan pemeriksaan. Dari hasil distribusi sampel menurut pemeriksaan
radiologi, didapati 1 orang 11,1 dengan gambaran appendicolins, 1 orang 11,1 dengan gambaran dilatasi usus, penebalan dinding usus, dan multiple air
fluid level. Terdapat 1 orang 11,1 dengan hasil gambaran ileus yang tidak tampak. Sedangkan, sisanya 6 orang 66,7 tidak melakukan pemeriksaan
radiologi. Pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi anak dengan kecurigaan apendisitis adalah foto polos perut atau dada,
ultrasonogram, enema barium, dan kadang-kadang sken CT Hartman, 2000. Radiograf bermanfaat tetapi tidak bersifat diagnostik Schwartz, 2000.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan