Pemanfaatan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Keluarga terhadap Pendidikan Anak (Studi Komparatif antara Keluarga Petani Kelapa Sawit Kelas Bawah dan Menengah ke Atas di Desa Sialang Pamoran, Kabupaten Labuhan Batu Terhadap Pendidikan Anak)

(1)

Skripsi

PEMANFAATAN HASIL PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT RAKYAT DALAM KELUARGA

TERHADAP PENDIDIKAN ANAK

(Studi Komparatif antara Keluarga Petani Kelapa Sawit Kelas Bawah dan Menengah ke Atas di Desa Sialang Pamoran, Kabupaten Labuhan Batu Terhadap Pendidikan Anak)

D

I

S

U

S

U

N

Oleh:

Devi Marina Afda Hsb

040901035

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

ABSTRAK

Pendidikan di Indonesia pada saat ini semakin berkembang. Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam mencapai suatu kedudukan. Status sosial ekonomi menjadi faktor utama dalam meningkatkan pendidikan anak. Hal ini tampak pada perbedaan status keluarga yakni antara keluarga kelas bawah dengan keluarga kelas menengah atas, dimana dalam menentukan tingkat pendidikan anak menjadi acuan untuk menentukan status keluarga. Tingkat pendidikan akan berimplikasi terhadap pekerjaan yang akan digelutinya kelak. Hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan anak menjadi tolak ukur suatu keluarga dalam membenahi status sosial ekonomi keluarga. Hal ini menjadi landasan peneliti untuk melihat apakah ada perbedaan antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dengan keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas dalam menentukan tingkat pendidikan anak.

Penelitian ini menggunakan penelitian komparatif dengan pendekatan kuantitatif terhadap 60 responden. Seluruh populasi merupakan sampelnya, dimana masing – masing 20 responden pada keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan 40 responden pada keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden dan dengan menggunakan studi dokumenter.

Berdasarkan analisis data diketahui bahwa adanya asumsi tentang perbedaan pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit dalam keluarga terhadap pendidikan anak pada keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dengan keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas dalam menentukan tingkat pendidikan anak, dimana 2 orang (10%) responden keluarga kelas bawah yang menyatakan tingkat pendidikan anak terakhir pada perguruan tinggi dan 4 orang (10%) responden keluarga kelas menengah atas yang menyatakan tingkat pendidikan anak terakhir pada perguruan tinggi. Hal ini berimplikasi terhadap perbedaan tingkat pendidikan anak responden, dimana tingkat pendidikan anak responden kelas bawah dengan keluarga kelas menengah atas adalah rata – rata sama. Hal ini terbukti dari perhitungan nilai terkecil anatara U1 dan U2 = 626, untuk U pada tabel dengan signifikan 0,05 = 274. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan antara keluarga kelas bawah dengan keluarga kelas menengah atas dalam menentukan tingkat pendidikan anak.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pemanfaatan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Dalam Keluarga Terhadap Pendidikan Anak (Studi Komparatif antara Keluarga Kelas Bawah dan Keluarga Kelas Menengah Atas di Desa Sialang Pamoran, Kabupaten Labuhan Batu Terhadap Pendidikan Anak)”, guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Serta tidak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang safa’atnya sangat diharapkan dihari kelak.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi hambatan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan wawasan penulis, kurangnya pengalaman, serta sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang ditemukan oleh peneliti. Akan tetapi, berkat-Nya semua hambatan tersebut dapat dilalui, sehingga penulisan skripsi ini selesai. Hal ini tak luput dari keluarga dan teman – teman yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta do’a. oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra Rosmiani, MA, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Sismudjito, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam membantu, membimbing, memberikan sumbangan pemikiran serta tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi


(4)

5. Ibu Dra. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si, selaku dosen tamu pada ujian komprehensif penulis yang mana telah memberikan masukan.

6. Ibu Harmona Daulay, S.Sos., M.Si, selaku dosen wali penulis yang telah membimbing penulis semenjak semester pertama sampai akhir dengan selalu mengoreksi penulis setiap semester berganti dan selalu memberi masukan dan membantu penulis jika ada masalah.

7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara khususnya Depaertemen Sosiologi, terutama buat Kak Fenni yang udah banyak bantu penulis selama berada di Departemen Sosiologi (terima kasih kak atas semua yang udah kakak berikan) dan juga buat Kak Beti dan Bang Ria.

8. Teristimewa buat kedua orang tua penulis, Ayahanda Khairul Ganif Hasibuan dan Ibunda Ernawati Dalimunthe yang selalu mendidik dan mengajari penulis dengan kasih sayang semnejak kecil dan selalu memberikan do’a – do’a yang tiada bandingnya dengan apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Begitu juga dengan 3 (tiga) adikku yang sangat penulis sayangi. Terima kasih atas do’a dan dukungan untuk kakak.

9. Terima kasih pada seluruh keluarga besar penulis, nenek, uwak, om, ibuk, dan semua sepupu – sepupu penulis.

10.Buat teman – teman stambuk ’04 yang selalu kompak terutama Fadilla Hermeyda yang menjadi teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi penulis, Kasiati (makasih jawa), Anita (makasih ya nit2 atas bantuannya), Ika, Florence (makasih flo da nemeni penulis sampe sore), Diana, Ira, Kiki, Herna, Hesti, Juni, Dini, Tuit, Faisal, Ferika, Suyadi, Rosma, Wildan, Renova, Mestika, Yanti (dua-duanya), Reni, Heru, Abdi (alm), May, Titin, dan lain – lain, maaf penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan semua kenangan yang telah ada.

11.Buat senior Sos ’02 (bang Bornok, makasih banyak atas dukungannya bang) dan Sos ’03 (kak Eva, kak Dewi, makasih kak atas masukannya) serta buat junior ’05 (Jojo, Tiul, Lenni, Irda, makasih ya dek atas supportnya).


(5)

12.Buat Responden, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk menjawab kuesioner yang diberikan oleh penulis.

13.Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini. Akan tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan dari kesempurnaan skripsi ini.

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL...viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang……… 1

1.2.Perumusan Masalah……… 6

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 6

1.3.1. Tujuan Penelitian………. 6

1.3.2. Manfaat Penelitian……… 7

1.4.Kerangka Teori………... 7

1.5.Hipotesis……….14

1.6.Defenisi Konsep………. 15

1.7.Operasional variabel………... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 20

2.1. Kebutuhan Dasar Manusia... 20

2.2. Motivasi Berprestasi... 21

2.3. Peranan Pendidikan………... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 27

3.1. Jenis Penelitian………... 27

3.2. Lokasi Penelitian……… 27

3.3. Populasi, Sampel dan Informan………. 28

3.4. Teknik Pengumpulan Data………. 28

3.5. Analisis Data……….. 29

3.6. Jadwal Kegiatan………. 31

3.7. Keterbatasan Peneliti……….. 32

BAB IVHASIL DAN ANALISIS PENELITIAN... 33

4.1. Deskripsi Lokasi, Sarana dan Prasarana di Lokasi Penelitian... 33

4.2. Tabel Distribusi... 35

4.2.1. Identitas Responden... 35

4.2.2 Pemanfaatan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat (Variabel Bebas)……….. 41

4.2.3. Motivasi (Variabel Antara)………. 53


(7)

4.3. Analisis Perbandingan……….. 75

4.6. Analisis Penelitian……… 79

BAB IV PENUTUP……… 83

5.1. Kesimpulan……… 83

5.2. Saran ……….. 83

DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Usia ... 34

Tabel 4.2. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Agama ... 37

Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Status Kawin ... 38

Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Status Pendidikan 38 Tabel 4.6. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pekerjaan... 39

Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Penghasilan ... 40

Tabel 4.8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Lama Tinggal di Desa 41 Tabel 4.9. Distribusi Jawaban Responden Tentang Status Kepemilikan Rumah ... 42

Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Tidaknya Lahan Perkebunan Kelapa Sawit... 43

Tabel 4.11. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kepemilikan Perkebunan Kelapa Sawit ... 44

Tabel 4.12. Distribusi Jawaban Responden Tentang Luas Perkebunan Kelapa Sawit ... 45

Tabel 4.13. Distribusi Jawaban Responden Tentang Lama Bekerja Dalam Sehari ... 46

Tabel 4.14. Distribusi Jawaban Responden Tentang Hasil Panen Sawit Per Bulan ... 47

Tabel 4.15. Distribusi Jawaban Responden Tentang Alokasi Dana Yang Didapatkan Dari Perkebunan Kelapa Sawit ... 48

Tabel 4.16. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kesulian Dalam Hal Keuangan ... 49

Tabel 4.17. Distribusi Jawaban Responden Tentang Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan Yang Pernah Dialami Responden ... 50

Tabel 4.18. Distribusi Jawaban Responden Tentang Hubungan Kekeluargaan Antara Masyarakat Desa ... 51

Tabel 4.19. Distribusi Jawaban Responden Tentang Hubungan Tolong Menolong Masyarakat Dalam Hal Keuangan ... 52

Tabel 4.20. Distribusi Jawaban Responden Tentang Tingkat Kepuasan Akan Penghasilan Yang Didapatkan Responden ... 53

Tabel 4.21. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kecukupa n Penghasilan Yang Diterima Dengan Biaya Pendidikan Anak ... 54

Tabel 4.22. Distribusi Jawaban Responden Tentang Motivasi Orang Tua Dalam Menyekolahkan Anak ... 55

Tabel 4.23. Distribusi Jawaban Responden Tentang Motivasi Anak Dalam Mengikuti Pendidikan di Sekolah ... 56


(9)

Tabel 4.24. Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlunya Penerapan Motivasi Akan Pendidikan ... 57 Tabel 4.25. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pemberian Hadiah Pada

Anak Yang Berprestasi di Sekolah ... 58 Tabel 4.26. Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Hukuman Bagi

Anak Yang Bermasalah di Sekolah ... 59 Tabel 4.27. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pentingnya

Pendidikan... 60 Tabel 4.28. Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlunya Pendidikan

Setinggi Mungkin ... 61 Tabel 4.29. Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlunya Anggaran Biaya

Tersendiri Dalam Pendidikan ... 62 Tabel 4.30. Distribusi Jawaban Responden Tentang Rata-rata Biaya Per

Bulan Untuk Pendidikan Anak ... 63 Tabel 4.31. Distribusi Jawaban Responden Tentang Jumlah Anak Yang

Bersekolah ... 64 Tabel 4.32. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pendidikan Tertinggi

Anak ... 65 Tabel 4.33. Distribusi Jawaban Responden Tentang Prestasi Anak di Sekolah…66 Tabel 4.34. Distribusi Jawaban Responden Tentang Biaya Pendidikan Pada

Saat Ini ... 67 Tabel 4.35. Distribusi Jawaban Responden Tentang Fasilitas Pendidikan di

Desa... 68 Tabel 4.36. Distribusi Jawaban Responden Tentang Prioritas Pendidikan

Dibanding Dengan Biaya Yang Lainnya ... 69 Tabel 4.37. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Anak Untuk

mengikuti Pendidikan di Luar Sekolah ... 70 Tabel 4.38. Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Bantuan

Beasiswa di Sekolah ... 71 Tabel 4.39. Distribusi Jawaban Responden Tentang Perolehan Beasiswa Pada

Anak di Sekolah ... 72 Tabel 4.40. Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Beasiswa Dalam

Pembiayaan Sekolah Anak ... 73 Tabel 4.41. Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Beasiswa


(10)

ABSTRAK

Pendidikan di Indonesia pada saat ini semakin berkembang. Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam mencapai suatu kedudukan. Status sosial ekonomi menjadi faktor utama dalam meningkatkan pendidikan anak. Hal ini tampak pada perbedaan status keluarga yakni antara keluarga kelas bawah dengan keluarga kelas menengah atas, dimana dalam menentukan tingkat pendidikan anak menjadi acuan untuk menentukan status keluarga. Tingkat pendidikan akan berimplikasi terhadap pekerjaan yang akan digelutinya kelak. Hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan anak menjadi tolak ukur suatu keluarga dalam membenahi status sosial ekonomi keluarga. Hal ini menjadi landasan peneliti untuk melihat apakah ada perbedaan antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dengan keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas dalam menentukan tingkat pendidikan anak.

Penelitian ini menggunakan penelitian komparatif dengan pendekatan kuantitatif terhadap 60 responden. Seluruh populasi merupakan sampelnya, dimana masing – masing 20 responden pada keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan 40 responden pada keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden dan dengan menggunakan studi dokumenter.

Berdasarkan analisis data diketahui bahwa adanya asumsi tentang perbedaan pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit dalam keluarga terhadap pendidikan anak pada keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dengan keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas dalam menentukan tingkat pendidikan anak, dimana 2 orang (10%) responden keluarga kelas bawah yang menyatakan tingkat pendidikan anak terakhir pada perguruan tinggi dan 4 orang (10%) responden keluarga kelas menengah atas yang menyatakan tingkat pendidikan anak terakhir pada perguruan tinggi. Hal ini berimplikasi terhadap perbedaan tingkat pendidikan anak responden, dimana tingkat pendidikan anak responden kelas bawah dengan keluarga kelas menengah atas adalah rata – rata sama. Hal ini terbukti dari perhitungan nilai terkecil anatara U1 dan U2 = 626, untuk U pada tabel dengan signifikan 0,05 = 274. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan antara keluarga kelas bawah dengan keluarga kelas menengah atas dalam menentukan tingkat pendidikan anak.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehiduan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang didalamnya. Namun kehidupan dimulai di dalam lingkungan keluarga karena kita besar dan di didik di dalamnya. Tidak hanya pendidikan di dalam keluarga yang perlu tetapi pendidikan formal dan informal juga diperlukan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budi pekerti, serta keterampilan yang diperlukan di dalam diri dan masyarakat.

Untuk mengikuti pendidikan tersebut ada beberapa jenjang yang harus dilalui. Jenjang pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal 3 (tiga) jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan menengah (SMU/SMK), dan pendidikan tinggi.

Ada dua bagian bentuk pendidikan yang banyak diikuti oleh masyarakat, yaitu:

1. Pendidikan Formal.


(12)

dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pada pendidikan tinggi.

2. Pendidikan Informal.

Pendidikan ini dilakukan melalui jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Pada dasarnya pendidikan dilakukan dalam keluarga, dalam masyarakat dan melalui sistem sekolah. Karena setiap manusia bermula kehidupannya dengan dilahirkan ibunya dalam lingkungan keluarganya, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga menjadi landasan segenap usaha pendidikan sepanjang hidup manusia. Pendidikan di lingkungan keluarga sebagai landasan kehidupan bangsa.

Bermula dari keluarga, nilai-nilai yang telah diberikan orang tua menjadi bekal bagi anak dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Dengan demikian pendidikan dalam keluarga berperan penting dalam membentuk kepribadian seorang anak.

Selanjutnya, menanamkan pendidikan tidak hanya di lingkungan keluarga , namun dapat berkembang ke lingkup yag lebih luas lagi. Lingkungan masyarakat dan sekolah merupakan sarana yang dapat mendidik anak . sekolah sebagai pendidikan formal dan lingkungan masyarakat sebagai pendidikan informal. Sekolah dapat menjadi tempat bagi seorang anak untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan lingkungan masyarakat merupakan suatu tempat bagi anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.


(13)

Sektor perkebunan merupakan salah satu ujung tombak dalam penanggulangan kemiskinan, pengembangan wilayah, dan pencegahan urbanisasi. Perkebunan kelapa sawit rakyat merupakan suatu areal kebun yang masing-masing berukuran sangat kecil (small holdings). Pada perkebunan kelapa sawit rakyat, keluarga merupakan prioritas utama dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, dimana hasil dari perkebunan tersebut seutuhnya digunakan untuk kebutuhan terutama kebutuhan pendidikan bagi anak dan kelangsungan hidup keluarga. Keluarga menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai sumber pendapatan terbesar.

Dalam hal ini keluarga pada daerah perkebunan merupakan suatu keluarga yang disatukan oleh ikatan perkawinan, dimana keluarga ini bertempat tinggal di daerah perkebunan. Keluarga di jajaran perkebunan umumnya memiliki lahan perkebunan yang dijadikan sebagai sumber penghasilan tetap, dimana hasil perkebunan tersebut menjadi lahan perekonomian keluarga. Ogburn dalam Khairuddin (1997, 48-49), mengungkapkan bahwa keluarga memiliki salah satu fungsi, yakni ekonomi, yaitu menjadi tempat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok terutama kebutuhan akan tanggungjawab pendidikan untuk anak. Demikian juga yang terdapat pada keluarga petani kelapa sawit di Desa Sialang Pamoran dimana, peran anggota keluarga sangat dibutuhkan dalam mengelola lahan yang ada, sehingga kebutuhan akan pendidikan anak mereka dapat terpenuhi.

Dalam kaitan ini, keadaan sosial-ekonomi suatu keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak-anak mereka. Dengan tercukupinya kebutuhan ekonomi keluarga secara materil, anak-anak akan


(14)

pendidikan memiliki pengaruh yang sangat penting. Dengan mendapatkan pendidikan seseorang akan mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga orang akan bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan. Selain itu, pendidikan juga akan memperoleh bekal berupa pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi kehidupan dimasa depan dengan relatif lebih baik dan juga untuk membentuk manusia yang mandiri serta berkepribadian.

Namun, seperti kita ketahui, tidak semua keluarga juga mampu untuk membiayai pendidikan anaknya. Misalnya kita lihat pada masyarakat pedesaan khususnya pada masyarakat petani kelapa sawit yang hanya memiliki pendapatan tidak lebih dari untuk kebutuhan pokoknya saja, sehingga untuk biaya pendidikan anaknya perlu pertimbangan yang matang. Mungkin bagi petani yang hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit kecil, hanya mampu menyekolahkan anaknya pada sekolah yang relatif murah atau bahkan petani tersebut tiidak sanggup untuk menyekolahkan anaknya. Sementara bagi petani kelapa sawit yang memiliki areal perkebunan besar, lebih mudah untuk menyekolahkan anaknya dimanapun sang anak memintanya. Bahkan petani tersebut mampu untuk melanjutkan sekolah anaknya hingga ke perguruan tinggi.

Pada Desa Sialang Pamoran, luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat berbeda-beda jumlahnya. Ini merupakan suatu perbedaan jenjang kehidupan antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan menegah ke atas. Dapat dikatakan bahwa semakin luas areal perkebunan tersebut maka samakin tinggi status sosial-ekonomi suatu keluarga, sehingga pada Desa ini persepsi pendidikan menjadi hal yang sangat biasa.


(15)

Akan tetapi hal ini tidak dialami bagi semua keluarga yang ada di desa Sialang Pamoran, dimana terdapat juga fenomena yang berbeda pada daerah ini dengan asumsi yang lain dari masyarakat pada umumnya. Perlu kita ketahui bahwa lingkungan tempat tinggal suatu keluarga mempengaruhi pola berfikir orang tua dalam mendidik anaknya. Dimana keluarga petani kelapa sawit pada Desa ini memiliki pemikiran yang bertolak belakang dari fenomena yang terjadi pada saat ini. Bagi keluarga petani kelapa sawit yang memiliki areal perkebunan besar, pendidikan bukanlah prioritas utama dalam hidupnya. Seorang anak tidak perlu mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, karena mereka beranggapan bahwa hasil dari perkebunan kelapa sawit lebih mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sampai kepada keturunannya kelak. Sedangkan bagi keluarga petani kelapa sawit yang hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit kecil, lebih mengutamakan pendidikan anaknya, karena mereka beranggapan pendidikan dapat mengubah status sosial hidupnya. Dimana, seorang anak dituntut untuk bisa hidup lebih baik dari kehidupan keluarganya.

Oleh karena itu pendidikan menjadi prioritas utama bagi keluarga petani kelapa sawit yang hanya memiliki lahan perkebunan kecil. Sementara bagi keluarga petani kelapa sawit yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit besar pendidikan tidak menjadi hal yang utama. Artinya luasnya perkebunan menjadi alokasi dana untuk kebutuhan pendidikan terutama bagi keluarga petani kelapa sawit kelas bawah. Dimana bagi keluarga ini pendidikan menjadi tolak ukur untuk memperbaiki taraf kehidupan. Berbeda dengan keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas yang


(16)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, adapun perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit di Desa Sialang Pamoran tersebut dapat memotivasi orang tua dalam meningkatkan pendidikan anak? 2. Apakah perbedaan antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan

menegah ke atas di Desa Sialang Pamoran dalam memanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat terhadap pendidikan anak?

3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan antara petani kelapa sawit kelas bawah dan menegah ke atas di Desa Sialang Pamoran dalam memanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat untuk memberikan pendidikan kepada anak?

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

• Untuk mengetahui apakah pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit di Desa Sialang Pamoran tersebut dapat memotivasi orang tua dalam meningkatkan pendidikan anak.

• Untuk mengetahui bagaimana perbedaan pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan menegah ke atas di Desa Sialang Pamoran dalam


(17)

memanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat terhadap pendidikan anak.

• Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan perbedaan antara petani kelapa sawit kelas bawah dan menegah ke atas di Desa Sialang Pamoran dalam memanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat untuk memberikan pendidikan kepada anak.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas cakrawala pengetahuan bagi peneliti, akademis, instansi pemerintahan dan masyarakat sehubungan dengan kehidupan masyarakat perkebunan kelapa sawit.

1.4.Kerangka Teori

Perkebunan kelapa sawit milik pribadi membutuhkan suatu kegigihan dalam mengelolanya. Kerja keras sangat berarti demi memenuhi kebutuhan ekonomi


(18)

keluarga. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dalam masyarakat. Suatu keluarga akan berusaha meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat. Seperti halnya dalam fungsi keluarga salah satunya yaitu fungsi Ekonomi, dimana keluarga menjadi tempat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok, sehingga produksi dan konsumsi dilakukan sendiri.

Dalam pengaturan ekonomi keluarga, terutama pada masyarakat tradisional yang lebih diutamakan adalah kebutuhan pokoknya. Mereka banyak mengesampingkan kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Namun dari fenomena yang terjadi kebanyakan para petani kelapa sawit menghabiskan keuntungannya untuk membeli lahan baru, guna memperluas areal perkebunannya. Karena pada dasarnya keluarga yang memiliki areal perkebunan yang lebih luas dianggap sebagai orang yang terpandang dan keluarga tersebut menjadi lebih disegani.

Ada banyak dimensi yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan stratifikasi sosial yang ada dalam suatu kelompok sosial (komunitas), salah satunya yaitu dimensi kekayaan seperti pada kepemilikan tanah (rumah, sawah, atau perkebunan).

Menurut teori fungsional dasar, terjadinya stratifikasi sosial karena adanya kepentingan fungsional dan kekurangan yang bersifat relatif. Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya pembedaan atau pengelompokkan suatu suatu kelompok sosial secara bertingkat. Stratifikasi sosial diperlukan dan dikehendaki oleh suatu masyarakat yang komplek yang berorientasi pada kemajuan. Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakt itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk


(19)

mengejar suatu tujuan bersama. Terjadinya lapisan sosial atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat pedesaan didasarkan atas kepemilikan tanah, (Soerjono Soekanto, 1990: 253).

Hal ini sangat tampak jelas bagi kehidupan para petani kelapa sawit di pedesaan. Dengan demikian telah terbagi dua kelas dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pedesaan tersebut. Seperti halnya kelas atas dan kelas bawah. Dalam stratifikasi sosial terwujud unsur status sosial dan peranan sosial. Status sosial atau kedudukan sosial adalah tempat dimana seseorang dalam suatu sistem sosial sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam sistem sosial atau hasil dari penilaian orang lain terhadap diri seseorang dengan siapa ia berhubungan. Seseorang dikatakan berada pada status sosial yang tinggi karena orang-orang lain menempatkan dia pada tempat yang lebih tinggi dari dirinya atau lebih berharga dari dirinya. Sedangkan peranan sosial merupakan perilaku normatif seseorang karena kedudukannya atau sebagai pola perilaku yang diharapkan dari seseorang sesuai dengan status yang disandangnya dalam sistem tertentu. Dengan demikian, status sosial dan peranan sosial seseorang ditandai atas sesuatu yang berharga dari dirinya sehingga orang lain dapat menempatkan dirinya di tempat yang lebih tinggi dari masyarakat lainnya.

Dalam stratifikasi ini, faktor ekonomi merupakan faktor utama atau dominan yang timbul di masyarakat pedesaan. Hal ini dibedakan karena kesempatan yang dimilikinya dalam bidang ekonomi. Kesempatan-kesempatan itu antara lain dapat dilihat dalam pendapatan yang diperoleh oleh suatu keluarga dan kekayaan yang dimilikinya yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu untuk meningkatkan


(20)

keberhasilan dalam meningkatkan ekonomi keluarganya. Misalnya saja pada masyarakat pedesaan, dapat dikatakan orang yang duduk dilapisan atas jika memiliki lahan pertanian dan pendidikan atau pengetahuan yang tinggi dan sebaliknya bagi posisi kelas bawah tidak mempunyai lahan pertanian dan berpendidikan rendah.

Popkin dalam Heddy (2003: 31-32) beranggapan bahwa seorang petani pertama-tama memperhatikan kesejahteraan dan keamanan diri dan keluarganya. Apapun nilai-nilai dan tujuan hidupnya dia akan bertindak ketika dia memperhitungkan kemungkinan memperoleh hasil yang diinginkan atas dasar tindakan-tindakan individual. Kedua, hubungan petani dengan orang lain tidak selalu didasarkan atas beberapa prinsip moral yang umum, tetapi pada kalkulasi apakah hubungan-hubungan semacam itu akan dapat menguntungkan diri dan keluarganya atau malah merugikan.

Kebanyakan rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas subsistensi dan menjadi sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan-tuntutan dari pihak luar, maka mereka meletakkan landasan etika subsistensi atas dasar pertimbangan prinsip safety frist (dahulukan selamat). Maksudnya bahwa para petani lebih memperhatikan kegagalan apa yang akan dihadapi dan berusaha untuk manghindarinya karena dapat berakibat menghancurkan kehidupan mereka. Mereka tidak terlalu mementingkan keuntungan yang besar dengan mengambil resiko yang berat, (Damsar, 2002: 99).

Dengan kalimat lain, suatu keluarga lebih termotivasi dalam melihat kegagalan yang pernah dialaminya. Hal ini menjadi suatu acuan orang tua dalam meningkatkan nilai pendidikan anak-anaknya. Mc Clelland dalam Suwarsono (1991:


(21)

8), menegaskan bahwa keberhasilan ekonomi baik individu atau kelompok tidak hanya ditentukan oleh indikator-indikator ekonomi semata, tetapi perlu dilakukan pengujian bahwa indikator lain yaitu semangat atau yang disebut dengan faktor internal, yakni pada nilai-nilai motivasi yang sesungguhnya mendorong untuk mengeksploitasi peluang dalam meraih kesempatan.

Dalam pada itu Mc Clelland mengemukakan bahwa indikator dari keinginan pencapaian tujuan yang akan dicapai adalah keinginan kuat untuk mencapai prestasi gemilang, yang dikerjakan melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berfikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru dalam memperbaiki kualitas yang akan dicapai. Indikator tersebut sebagai pemotivasi berprestasi.

Lebih lanjut Mc Clelland mendefenisikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan yang mendorong manusia untuk berbuat lebih dari pada orang lain, guna mencapai kesuksesan di masa yang akan datang sesuai dengan standard kehidupan yang ditetapkannya sendiri. Pada dasarnya motivasi mengandung tiga komponen pokok yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laku manusia. Gambaran dari ketiga komponen tersebut adalah:

1. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan individu memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.

2. motivasi juga menggerakkan dan menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap tujuan.


(22)

3. untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan interkasi, arah dorongan dan kekuatan-kekuatan individu (Purwanto, 1996: 71).

Bagi mereka yang memiliki dorongan dan perilaku dalam kehidupan “need for achievement” yang tinggi, maka pasti akan bekerja lebih keras, belajar lebih cepat untuk pencapaian tujuan dengan kualitas yang baik. Need for achievement merupakan hasrat untuk bekerja secara baik, bukan demi pengakuan sosial atau gengsi, melainkan dorongan kerja untuk kepuasan batin. Motivasi berprestasi dalam masyarakat akan membantu untuk memiliki kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.

Dalam sebuah keluarga, yang berfungsi untuk memberikan pendidikan awal bagi seorang anak adalah ayah dan ibu, karena ada pertalian darah secara langsung dan keluarga bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya, dimana pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran (kegiatan) yang sadar akan tujuan penting bagi perkembangan anak. Secara umum tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah tingkat kedewasaan, yang artinya membawa anak untuk dapat berdiri sendiri (mandiri) di dalam hidupannya di tengah-tengah masyarakat (Jalaluddin, 1997: 119).

Dalam menaikkan skala kebutuhan berprestasi, Mc Clelland lebih menekankan dari lingkungan keluarga, khususnya pada tahapan pembimbingan anak, yakni:


(23)

• Orang tua hendaknya menentukan standar motivasi yang tinggi pada anak-anaknya, misalnya melalui pengharapan agar anaknya memliki perstasi yang gemilang dan pekerjaan yang mapan serta menjadi dikenal di masyarakat. • Hendaknya orang tua lebih menggunakan metode dalam memberikan

dorongan dan hubungan yang hangat dalam sosialisasi dengan anak-anak mereka serta memberikan perhatian yang cukup terhadap anak-anak mereka. • Orang tua hendaknya tidak bersikap otoriter, orang tua tidak diharapkan

memanjakan atau berinisiatif sendiri demi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh anak-anaknya, tetapi justru mereka hendaknya membrikan kesempatan kepada anak untuk mengambil inisiatif dan menentukan cara-caranya sendiri dalam mengatasi persoalan yang dihadapinya, (Suwarsono, 1991: 31-32).

Disamping itu orang tua juga mempunyai peranan dan harapan dalam menentukan pendidikan anak. Hal ini dapat dilihat dalam teori harapan menurut Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraannya bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya tersebut. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, maka seseorang tersebut akan berupaya untuk mendapatkannya, (http://www.psb-psma.org/content/blog/teori-teori-motivasi).

Teori harapan dari Victor H. Vroom ini menyatakan bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, maka


(24)

yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, maka motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Selanjutnya, pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di dalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk meningkat ke golongan sosial yang lebih tinggi. Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing anak dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya.

Oleh sebab itu nilai pendidikan menjadi tolak ukur bagi setiap individu untuk meningkatkan status sosialnya. Pendidikan menjadi motivasi utama setiap keluarga. Meningktnya status sosial seseorang bisa dipengaruhi oleh tingginya tingkat pendidikan dan juga dapat dipengaruhi dari luasnya perkebunan kelapa sawit.

1.5.Hipotesis

Hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau merupakan salah satu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, (Prasetyo, 2005: 76). Berdasarkan penjelasan teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho: Tidak ada perbedaan pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan menegah ke atas terhadap pendidikan anak.


(25)

Ha: Ada perbedaan pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan menegah ke atas terhadap pendidikan anak.

1.6. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan dimana kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian, (Singarimbun, 1989: 33). Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga masalah atau menjadi pembatasan masalah dan menghindarkan timbulnya kesalahan-kesalahan defenisi yang dapat mengaburkan

Beberapa konsep yang dibatasi dengan pendefenisiannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pemanfataan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat dalam keluarga terdiri dari dua unsur yaitu:

• Pemanfaatan adalah penggunaan fungsi dari suatu hal yang diperoleh dengan cara menggunakannya sebaik mungkin guna keperluan tertentu.

• Hasil perkebunan kelapa sawit rakyat dalam keluarga adalah sesuatu yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat itu sendiri dan bukan berasal dari perusahaan tertentu serta digunakan untuk keperluan keluarga.


(26)

Dengan demikian pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat merupakan penggunaan hasil sebaik mungkin agar kelangsungan hidup keluarga dapat terpenuhi, seperti misalnya, untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, yang diantaranya adalah pemenuhan kebutuhan pokok keluarga, pemenuhan kebutuhan akan biaya pendidikan, kesehatan dan juga untuk bantuan sosial lainnya.

2. Motivasi Berprestasi terdiri dari 2 kata, yaitu:

• Motivasi adalah dorongan, keinginan, hasrat yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak/melakukan sesuatu hingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

• Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang/individu, hal ini berkaitan dengan anak-anak dari keluarga petani kelapa sawit yang memiliki prestasi yang cukup baik.

Dengan demikian motivasi berprestasi merupakan dorongan, keinginan, hasrat yang dimiliki seseorang, dalam hal ini adalah keluarga yang memiliki motivasi dalam mendidik anak-anaknya untuk meningkatkan pendidikan seorang anak. Hal tersebut dapat tercermin dari tersedianya keuangan yang memadai dan pola pengasuhan dari orang tua tersebut.


(27)

3. Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran menuju arah kedewasaan. Pendidikan diperoleh baik dalam keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat yang telah diatur sedemikian rupa dan diarahkan pada tujuan yang pasti dan baik sehingga seorang anak dapat mempelajarinya.

1.7. Operasional Variabel

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisa dari variabel-variabel tersebut, (Singarimbun, 1989:46). Defenisi operasional merupakan gambaran teliti mengenai prosedur yang diperlukan untuk memasukkan unit-unit dalam kategori tertentu dari tiap-tiap variabel. Variabel adalah konsep yang secara empiris dapat diukur dan dinilai. Dalam penelitian kuantitatif secara umum terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah :

Variabel pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat dalam keluarga, dengan indikator variabelnya yaitu :

- Pengalokasian Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2005:32), alokasi dana merupakan suatu penentuan banyaknya biaya yang disediakan oleh keluarga untuk keperluan dalam kehidupan sebuah keluarga.


(28)

2. Pemenuhan biaya pendidikan anak

3. Pemenuhan kebutuhan biaya kesehatan keluarga

4. Dan bantuan sosial lainnya terutama bagi kehidupan masyarakat setempat, misalnya pada pembangunan rumah ibadah dilokasi tersebut.

- Keluarga petani kelapa sawit kelas menengah atas

Keterangan : bahwa yang termasuk dalam kategori keluarga ini yaitu keluarga yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit 5-10 Ha dan memiliki pekerja/buruh kurang lebih 6 orang.

- Keluarga petani kelapa sawit kelas bawah.

Keterangan: bahwa yang termasuk dalam kategori keluarga ini yaitu keluarga yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit 1-2 Ha dan umumnya keluarga ini mempunyai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan keluarga.

Variabel antaranya yaitu motivasi

Motivasi adalah “pendorongan” yaitu suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu hingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Tujuan motivasi adalah menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu hingga dapat emmperoleh hasil atau tujuan tertentu.


(29)

Variabel terikatnya yaitu pendidikan dengan indikator variabelnya yaitu: - Pendidikan Formal yang terdiri dari

1. TK (Taman Kanak-kanak) 2. SD (Sekolah Dasar)

3. SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) 4. SMA (Sekolah Menengah Atas)

5. PT (Perguruan Tinggi)

- Pendidikan Informal seperti bimbingan belajar di luar jam sekolah yang sering disebut dengan “les (Kursus)”.

Bagan Operasional Variabel

Motivasi

(variabel antara)

Pendidikan (variabel terikat) Pemanfaatan

(variabel bebas)

- Pengalokasian hasil

- Status sosial-ekonomi berdasarkan kepemilikan lahan perkebunan

Motivasi orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya

- Pendidikan Formal (TK, SD, SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi] - Pendidikan

Informal (Les/Kursus)


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan Dasar Manusia

Teori kebutuhan Maslow merupakan konsep aktualisasi diri yang merupakan keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk menjadi apapun yang mampu dicapai oleh setiap indivi kebutuhan Abraham Maslow). Kehidupan keluarga petani kelapa sawit memiliki keinginan untuk mewujudkan impian-impiannya melalui anak. Kebutuhan akan prestise/pengharagaan dari orang lain sangatlah diinginkan.

Abraham Maslow menerangkan lima tingkatan kebutuhan dasar manusia adalah sebagai berikut :

1. Basic needs atau kebutuhan fisiologi, merupakan kebutuhan yang paling penting seperti kebutuhan akan makanan. Dominasi kebutuhan fisiologi ini relatif lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan lain dan dengan demikian muncul kebutuhan-kebutuhan lain.

2. Safety needs atau kebutuhan akan keselamatan, merupakan kebutuhan yang meliputi keamanan, kemantapan, ketergantungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas kekuatan pada diri, pelindung dan sebagainya.

3. Love needs atau kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, merupakan kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan telah terpenuhi. Artinya orang dalam kehidupannya akan membutuhkan rasa untuk disayang dan menyayangi antar sesama dan untuk berkumpul dengan orang lain.


(31)

4. Esteem needs atau kebutuhan akan harga diri. Semua orang dalam masyarakat mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat yang biasanya bermutu tinggi akan rasa hormat diri atau harga diri dan penghargaan dari orang lain. Kebutuhan ini di bagi dalam dua peringkat :

a. Keinginan akan kekuatan, akan prestasi, berkecukupan, unggul, dan kemampuan, percaya pada diri sendiri, kemerdekaan dan kebebasan. b. Hasrat akan nama baik atau gengsi dan harga diri, prestise

(penghormatan dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian dan martabat.

5. Self Actualitation needs atau kebutuhan akan perwujudan diri, yakni

kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan kemampuannya (Maslow, 1988 : 39).

2.2 Motivasi Berprestasi

Dalam hidup ini setiap orang pastilah memilki tujuan – tujuan yang hendak dicapai. Mereka yang sekolah memiliki target agar dapat nilai baik dan lulus dengan baik, mereka yang berusaha juga memiliki target agar usahanya lancar dan menghasilkan keuntungan, dan mereka yang bekerja berharap dapat menempati posisi yang strategis dan mendapatkan gaji yang memadai. Namun tidak semua keinginan itu dapat terwujud sesuai dengan apa yang diharapkan.


(32)

Sementara itu motivasi juga mempunyai peranan yang penting dalam menimbulkan gairah, merasa tenang dan bersemangat belajar untuk mencapai tujuan, yaitu prestasi yang tinggi.

M. Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa, motivasi adalah “pendorongan” yaitu suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu hingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Tujuan motivasi adalah menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu hingga dapat memperolah hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 1997 : 141).

Mc Clellend mengemukakan bahwa motivasi berprestai merupakan kecenderungan individu untuk menyeleksi aktivitas dengan usaha yang efektif sehingga memberikan hasil terbaik yang pada dasarnya berkaitan dengan harapan untuk sukses. Mc Clelland mendefenisikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan yang mendorong manusia untuk berbuat lebih dari pada orang lain, guna mencapai kesuksesan di masa yang akan datang sesuai dengan standard kehidupan yang ditetapkannya sendiri.

Berbagai keinginan atau kebutuhan akan memunculkan dorongan. Dorongan ialah desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan – kebutuhan hidup danmerupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Adanya pemuasan kebutuhan individu menimbulkan suatu motivasi bagi individu tersebut diantaranya kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kebutuhan afiliasi. Namun terkadang kita melihat ada orang – orang yang bisa berhasil dalam waktu yang singkat dan ada pula mereka yang justru belum bisa berhasil dalam waktu yang


(33)

singkat. Memang banyak variabel yang menentukan hal itu semua, variabel itu adalah yang berkaitan dengan motivasi individu.

Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung menjadi lebih pintar sewaktu mereka dewasa, namun perbedaan motivasi berprestasi individu sudah dapat diketahui sejak seseoran berusia lima tahun dan yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah hubungan antara orangtua denan anak.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu: 1. Keluarga dan Kebudayaan

Motivasi berprestasi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti orangtua dan teman. Mc Clelland mengatakan bahwa bagaimana cara orangtua mengasuh anak mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi anak.

2. Konsep Diri

Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berfikir mengenai dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam tingkah laku.

3. Jenis Kelamin

Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada diantara para pria yang disebut dengan motivasi menghindari kesuksesan.


(34)

4. Pengakuan dan Prestasi

Individu akan lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras apabila dirinya merasa diperdulikan atau diperhatikan oleh orang lain.

Pada dasarnya motivasi mengandung tiga komponen pokok yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laku manusia. Apabila ketiga komponen tersebut dirinci lebih lanjut dapat memberikan gambaran bahwa :

- Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan individu memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.

- Motivasi juga mengarahkan dan menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap tujuan.

- Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan interaksi, arah dorongan dan kekuatan-kekuatan individu (Purwanto, 1996 : 71).

Untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat menumbuhkan motivasi berprestasi bagi orang tua maupun anak tersebut, maka faktor-faktor motivasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

1. Motivasi Intrinsik yaitu sesuatu perbuatan memang diinginkan karena seseorang senang melakukannya. Dalam hal ini, motivasi datang dari dalam diri orang itu sendiri. Seseorang senang melakukan suatu perbuatan demi perbuatan itu sendiri. Dengan kata lain orang tua senang jika anaknya memperoleh pendidikan setinggi mungkin. Sehingga motivasi untuk menyekolahkan anaknya timbul dari dalam dirinya sendiri dan bukan


(35)

karena orang lain. Terdapat beberapa komponen dari motivasi intrinsik antara lain:

- Dorongan ingin tahu - Tingkat aspirasi

2. Motivasi Ekstrinsik yaitu sesuatu perbuatan yang dilakukan atas dorongan atau perasaan dari luar. Orang melakukan perbuatan itu karena ia didorong atau dipaksa dari luar. Seseorang menyibukkan diri dalam suatu kegiatan demi memperoleh ganjaran materil tertentu untuk dirinya. Motivasi ini salah satu strategi orang tua dalam menyekolahkan anknya. Dimana keinginan seorang anak untuk sekolah termotivasi dengan adanya ganjaran-anjaran yang berupa hadiah yang dapat menjadi dorongannya untuk sekolah.

2.3. Peranan Pendidikan

Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di dalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk meningkat ke golongan sosial yang lebih tinggi. Pendidikan dilihat sebagai kesempatan untuk beralih dari golongan yang satu ke golngan yang lebih tinggi. Dikatakan bahwa pendidikan merupakan jalan bagi mobilitas sosial. Pada jaman dahulu keturunanlah yang menentukan status sosial seseotrang sukar ditembus karena sistem golongan yang ketat.


(36)

Dengan memperluas dan meratakan pendidikan diharapkan dicairkannya batas-batas antara golongan-golongan sosial. Diharapkan bahwa kesempatan belajar yang sama membuka jalan bagi setiap anak untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Diwajibkan belajar atau pendidikan universal memberikan pengetahuan atau keterampilan yang sama bagi semua anak dari semua golongan sosial.

Pendidikan diperoleh dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar. Pendidikan disekolah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang dapat menjadi pedoman hidup seorang anak untuk mencapai kesuksesan.

Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya. Akan tetapi sekolah sendiri tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan sosial itu, oleh sebab itu banyak daya-daya diluar sekolah yang memilihara atau mempertajamnya. Sehingga pendidikan luar sekolah juga mepengaruhi keberhasilan seorang anak.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah komparatif dengan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan menjelaskan suatu fenomena yang menjadi objek penelitian melalui teknik pengumpulan data, (Moleong, 2006:31).

Penelitian komparatif dalam Nasir (1988: 68), adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawab secara mendasar tetang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomena tertentu. Penelitian komparatif ini merupakan prosedur statistik untuk menguji perbedaan di antara dua kelompok data (variabel) atau lebih.

Dalam hal ini peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan antara keluarga petani kelapa sawit kelas bawah dan menegah ke atas dalam memanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit rakyat terhadap pendidikan anak

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di desa Sialang pamoran, Kecamatan Silangkitang, Kabupaten Labuhan Batu, Rantau Prapat, Sumatera Utara.

Alasan pemilihan lokasi atau desa tersebut adalah karena daerah ini merupakan desa yang hampir seluruh penduduknya bermata pencaharian dari berkebun kelapa sawit. Masyarakat desa ini menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai sumber pendapatan utamanya, dimana mereka memanfaatkan hasil


(38)

bahwa keturunan merekalah yang akan mengelolanya kembali guna meningkatkan ekonomi keluarganya. Sehingga secara turun-menurun, keluargalah yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan perkebunan kelapa sawit tersebut.

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel

Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti, (Prasetyo, 2005: 119). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah para keluarga yang memiliki perkebunan kelapa sawit di Desa Sialang Pamoran, Kecamatan Silangkitan, Kabupaten Labuhan Batu.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dianggap dapat menggambarkan populasinya. Dalam penelitian ini populasi penelitian sebanyak 60 orang yang merupakan keluarga petani kelapa sawit yang terbagi atas:

1. Petani kelapa sawit yang menengah ke bawah yang berjumlah 20 orang. 2. Petani kelapa sawit yang menengah ke atas yang berjumlah 40 orang.

Dengan demikian sampel yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 60 orang, dimana jumlah populasi sama dengan jumlah sampel, karena jumlah populasi dalam penelitian ini kurang dari 100, (Arikunto, 2002: 112).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data (informasi) yang dapat menjelaskan dan atau menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data dengan metode kuantitatif, sebagai berikut.


(39)

o Observasi

Yaitu peneliti ikut aktif berpartisipasi dalam aktivitas yang sedang diamati. Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian.

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengamati secara langsung lokasi penelitian dan melihat segala bentuk aktivitas keluarga petani kelapa sawit tersebut.

o Kuesioner

Yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan angket yang berisi pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada keluarga petani kelapa sawit sebagai responden.

o Studi Dokumenter

Yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dari suatu dokumentasi untuk membantu penelusuran data historis, dapat berupa foto, artikel, jurnal, dokumen, buku, atau catatan-catatan lainnya yang masih berhubungan dengan topik penelitian.

3.5. Analisis Data

Bogdan dan Biklen, (dalam Moleong, 2006: 248) menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan


(40)

Untuk melihat dan menguji hipotesis komparatif dua sampel independen dapat digunakan rumus U-test oleh Mann Whitney, yaitu:

U1 = n1 n2 + n1(n1 + 1) - R1 2

dan

U1 = n1 n2 + n2(n2 + 1) - R2 2

Keterangan:

n1 = jumlah sampel 1 n2 = jumlah sampel 2 U1 = jumlah peringkat 1 U2 = jumlah peringkat 2

R1 = jumlah rangking pada sampel n1 R2 = jumlah rangking pada sampel n2


(41)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Jenis Kegiatan Bulan ke

2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pra Observasi

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal

Penelitian

√ √

4 Seminar Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √ 6 Penyerahan Hasil Seminar

Proposal

7 Operasional Penelitian √

8 Bimbingan √ √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √


(42)

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasa dalam penelitian ini karena peneliti mengalami kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya waktu, berhubungan dengan tempat penelitian yang merupakan areal perkebunan, dimana peneliti mengalami kendala dalam menentukan waktu yang tepat untuk peneliti menyebarkan angket kepada responden, karena ketika peneliti melakukan penelitian berbenturan dengan jam kerja para responden. Disamping itu peneliti juga memperhatikan bahwa dalam menjawab pertanyaan yang dibagikan melalui angkat, masih ada responden yang sulit memahami angket tersebut sehingga peneliti membutuhkan waktu yang lama dalam menerangkannya.


(43)

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi, Sarana dan Prasarana di Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sialang Pamoran, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Desa ini tapatnyaberada pada Kecamatan Silangkitang yang terbagi menjadi 5 Desa, diantaranya Desa Sialang Pamoran. Kecamatan Silangkitang ini memiliki luas wilayah 303,70 km2 dengan jumlah penduduk 23.070 juwa dan kepadatan 76 jiwa/km2. Jumlah penduduk Desa Sialang Pamoran 1405 jiwa yang terbagi berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 409 jiwa sedangkan perempuan 856 jiwa.

Secara administrasi desa Sialang Pamoran berbatasan dengan : ∗ Sebelah Utara : Desa Perjuangan

∗ Sebelah Selatan : Desa Pulung Rejo ∗ Sebelah Timur : Desa Ujung Padang ∗ Sebelah Barat : Desa Aek Kulim

Dalam kehidupan keluarga sehari – hari baik menyangkut kesehatan, pendidikan, dan lain – lainnya di Desa ini tersedia prasarana sebagai berikut:

• Pada Bidang Pendidikan

Untuk bidang pendidikan, di Desa ini hanya memiliki satu sarana pendidikan yaitu Sekolah Dasar, sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA)


(44)

• Pada Bidang Kesehatan

Desa Sialang Pamoran memilki satu unit Puskesmas yang memilki 3 orang Bidan Desa dan 1 Mantri. Mereka merupakan penduduk tetap Desa tersebut.

• Sistem Mata Pencaharian

Desa Sialang Pamoran adalah desa yang dikelilingi oleh perkebunan kelapa sawit. Masyarakat desa ini umumnya berpenghasilan dari berkebun kelapa sawit. Pada umumnya masyarakat memiliki areal perkebunan kelapa sawit sendiri. Namun ada juga yang hanya bekerja pada seseorang yang memiliki perkebunan.

• Sarana Keagamaan

Dalam kegiatan keagamaan di Desa ini terdapat sarana satu unit Mesjid sebagai tempat Agama Islam Beribadah. Namun untuk rumah ibadah umat Kriten tidak ada.

• Sistem Organisasi Sosial

Sebagai wadah kegiatan sosial dimasyarakat, Desa ini membentuk beberapa organisasi sosial yaitu STM (Serikat Tolong Menolong), Arisan Puja Kesuma, dan Remaja Mesjid.


(45)

4.2. Tabel Distribusi

4.2.1. Identitas Responden

Tabel 4.1.

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Usia

No Usia

Responden

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. 26 – 35 tahun 6 30 9 22,5 15 25

2. 36 – 45 tahun 5 25 13 32,5 18 30

3. 46 – 55 tahun 5 25 14 35 19 31,66

4. 56 – 65 tahun 4 20 4 10 8 13,33

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui jumlah responden berdasarkan Usia, untuk kelas bawah yaitu yang berusia antara 26 – 35 tahun sebanyak 6 orang (30%), yang berusia antara 36 – 45 tahun sebanyak 5 orang (25%), yang berusia antara 46 – 55 tahun sebanyak 5orang (25%), dan yang berusia antara 56 – 65 tahun sebanyak 4 orang (20%), sedangkan jumlah responden berdasarkan Usia untuk kelas menengah atas yatu yang berusia antara 26 – 35 tahun sebanyak 15 orang (25%), yang berusia antara 26 – 35 tahun sebanyak 13 orang (32,5%), yang berusia antara 26 – 35 tahun sebanyak 14 orang (35%), dan yang berusia antara 26 – 35 tahun sebanyak 4 orang (10%).

Dari hasil tabel diatas distribusi, dapat diambil kesimpulan bahwa pada kelas bawah responden yang berusia antara 26 – 35 tahun lebih banyak jumlahnya dan merupakan usia yang produktif untuk bekerja. Pada kelas menengah atas responden


(46)

maka areal perkebunan lebih banyak dikelola oleh para pekerja/buruh dan mereka hanya menerima hasilnya saja.

Tabel 4.2

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Responden

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Laki – laki 19 95 39 97,5 58 96,67

2. Perempuan 1 5 1 2,5 2 3,33

Jumlah

20 100,0

0 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui jumlah responden berdasarkan Jenis Kelamin, untuk kelas bawah yaitu responden laki-laki sebanyak 19 orang (95%) dan responden perempuan sebanyak 1 orang (5%), sedangkan jumlah responden berdasarkan Jenis Kelamin, untuk kelas menengah atas yaitu responden laki-laki sebanyak 39 orang (97,5%) dan responden perempuan sebanyak 1 orang (2,5%).

Dari hasil tabel distribusi diatas diketahui bahwa laki – laki ditetapkan sebagai responden merupakan kepala keluarga baik bagi keluarga kelas bawah maupun bagi keluarga kelas menengah atas, sedangkan 1 (satu) orang perempuan pada keluarga kelas bawah maupun bagi keluarga kelas menengah atas ditetapkan sebagai kepala keluarga karena berstatus janda.


(47)

Tabel 4.3.

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Agama

No Agama Responden

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Islam 20 100,00 39 97,5 59 98,33

2. Kristen - - 1 2,5 1 1,67

3. Hindu - - - -

4. Budha - - - -

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel diatas diketahui jumlah responden berdasarkan Agama, untuk kelas bawah yaitu yang beragama Islam sebanyak 20 orang (100,00%), yang beragama Kristen tidak ada, yang beragama Hindu tidak ada dan yang beragama Budha tidak ada, sedangkan jumlah responden berdasarkan Agama, untuk kelas mengah atas yaitu yang beragama Islam sebanyak 39 orang (97,5%), yang beragama Kristen sebanyak 1 orang (2,5%), yang beragama Hindu tidak ada dan yang beragama Budha tidak ada.

Di Desa ini mayoritas agamanya adalah Islam khususnya pada keluarga kelas bawah. Pada keluarga kelas menenga atas terdapat 1 (satu) orang yang beragama Kristen, dan agama Islam merupakan agama yang mayoritas dianut masyarakat Desa tersebut.


(48)

Tabel 4.4.

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Status Kawin

No Status Kawin

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuen

si (F) %

Frekuensi

(F) %

1. Kawin 20 100,00 40 100,00 60 100,

00

2. Belum Kawin - - - -

Jumlah

20 100,00 40 100,00 60 100,

00 Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui jumlah responden berdasarkan Status Kawin, untuk kelas bawah yaitu status kawin sebanyak 20 orang (100,00%) dan status belum kawin tidak ada, sedangkan jumlah responden berdasarkan Status Kawin, untuk kelas menengah atas yaitu status kawin sebanyak 40 orang (100,00%) dan status belum kawin tidak ada. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari seluruh jumlah responden berstatus kawin.

Tabel 4.5.

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Status Pendidikan

No

Status Pendidikan Responden

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. SD 8 40 18 45 26 43,33

2. SMP 7 35 12 30 19 31,67

3. SMA 5 25 10 25 15 25

4. Perguruan

Tinggi - - - -

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00


(49)

Berdasarkan tabel diatas diketahui jumlah responden berdasarkan Status Pendidikan Responden, untuk kelas bawah yaitu SD sebanyak 8 orang (40%), SMP sebanyak 7 orang (35%), SMA sebanyak 5 orang (25%) dan perguruan tinggi tidak ada, sedangkan jumlah responden berdasarkan Status Pendidikan Responden, untuk kelas menengah atas yaitu SD sebanyak 18 orang (45%), SMP sebanyak 12 orang (30%), SMA sebanyak 10 orang (25%) dan perguruan tinggi tidak ada.

Dari hasil tabel distribusi diaas diketahui bahwa mayoritas responden adalah berpendidikan SD (Sekolah Dasar). Rendahnya pendidikan respnden disebabkan karena dalam mengelola lahan perkeunan tidak membutuhkan pengetahuan yang lebih melainkan dapat dipelajari secara informal melalui sosialisasi secara turun – temurun, serta mengamati secara kasat mata bagaimana cara mengelola lahan perkebunan tersebut. Namun demikian, responden pada kelas menengah atas lebih banyak yang menamatkan pendidikannya sampai pada tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) dari pada responden kelas bawah. Ini dikarenakan keluarga petani kelas menengah atas lebih mapan dari pada kelas bawah.

Tabel 4.6.

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Responden

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Petani Kelapa

Sawit 20 100,00 29 72,5 49 81,67

2. PNS - - - -

3. Wiraswasta - - 11 27,5 11 18,33

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00


(50)

Berdasarkan tabel diatas diketahui jumlah responden berdasarkan Pekerjaan Responden, untuk kelas bawah yaitu Petani Kelapa Sawit sebanyak 20 orang (100,00%), PNS tidak ada, dan Wiraswasta tidak ada, sedangkan jumlah responden berdasarkan Pekerjaan Responden, untuk kelas menengah atas yaitu Petani Kelapa Sawit sebanyak 29 orang (72,5%), PNS tidak ada, dan Wiraswasta sebanyak 11 orang (27,5%).

Dapat dilihat bahwa di Desa ini mayoritas pekerjaan responden adalah sebagai petani kelapa sawit. Namun bagi keluarga kelas menengah atas ada juga yang bekerja sebagai wiraswasta, dan lahan perkebunannya lebih banyak dikelola oleh para pekerja.

Tabel 4.7.

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Penghasilan

No Penghasilan Responden

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Kurang dari Rp.1.000.000 9 45 - - 9 15

2. Rp.1.500.000 - Rp.3.000.000 11 55 - - 11 18,33

3. Rp.3.500.000 - Rp.5.000.000 - - 9 22,5 9 15

4. Lebih dari Rp.5.000.000 - - 31 77,5 31 51,67

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel diatas diketahui jumlah responden berdasarkan Penghasilan Responden, untuk kelas bawah yaitu kurang dari Rp.1.000.000 sebanyak 9 orang (45%), antara Rp.1.500.000 - Rp.3.000.000 sebanyak 11 orang (55%), Rp.3.500.000 - Rp.5.000.000, tidak ada dan Lebih dari Rp.5.000.000 tidak ada, sedangkan jumlah


(51)

responden berdasarkan Penghasilan Responden, untuk kelas menengah atas yaitu kurang dari Rp.1.000.000 tidak ada, Rp.1.500.000 - Rp.3.000.000 tidak ada, Rp.3.500.000 - Rp.5.000.000 sebanyak 9 orang (22,5%) dan lebih dari Rp.5.000.000 sebanyak 31 orang (77,5%).

Dari hasil tabel distribusi diatas diketahui bahwa penghasilan bagi responden kelas bawah lebih banyak pada jumlah yang kurang dari Rp. 1.000.000,-. Hal ini dikarenakan keluarga tidak banyak memiliki lahan perkebunan. Penghasilan yang mereka dapatkan rata – rata dari hasil bekerja dengan keluaga petani kelas menengah atas. Sedangkan bagi keluarga petani kelas menengah atas banyak berpenhasilan lebih dari Rp. 5.000.000,- karena pada umumnya keluarga ini memiliki lahan perkebunan lebih luas dan banyak memperkerjakan orang lain dalam mengelola perkebunannya.

4.2.2 Pemanfaatan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat (Variabel Bebas)

Tabel 4.8.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Lama Tinggal di Desa

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. 1 – 2 tahun 1 5 - - 1 1,67

2. 3 – 4 tahun 1 5 1 2,5 2 3,33

3. 5 – 6 tahun 2 10 9 22,5 11 18,33

4. Diatas 7 tahun 16 80 30 75 46 76,67

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00


(52)

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang lama tinggal responden di Desa, untuk responden kelas bawah yaitu antara 1 – 2 tahun sebanyak 1 orang (5%), antara 3 – 4 tahun sebanyak 1 orang (5%), antara 5 – 6 tahun sebanyak 2 orang (10%), dan Lain- lain sebanyak 16 orang (80%), sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu antara 1 – 2 tahun tidak ada, antara 3 – 4 tahun sebanyak 1 orang (2,5%), antara 5 – 6 tahun sebanyak 9 orang (22,5%), dan Lain- lain sebanyak 30 orang (75%).

Dari hasil tabel distribusi diatas diketahui bahwa mayoritas responden yang lama tinggal di Desa ini lebih dari 7 (tujuh) tahun. Karena memang mereka merupakan penduduk pertama yang menempati Desa tersebut dan membuka lahan perkebunan sebagai sumber mata pencaharian.

Tabel 4.9.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Status Kepemilikan Rumah

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Milik Sendiri 14 70 39 97,5 53 88,33

2. Menumpang dengan

Keluarga 3 15 - - 3 5

3. Menyewa/mengontrak 3 15 1 2,5 4 6,67

4. Dll (sebutkan) - - - -

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang status kepemilikan rumah, untuk responden kelas bawah yaitu


(53)

milik sendiri sebanyak 14 orang (70%), menumpang dengan keluarga sebanyak 3 orang (15%), menyewa/mengontrak sebanyak 3 orang (15%), dan Lain- lain tidak ada, sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu milik sendiri sebanyak 39 orang (97,5%), menumpang dengan keluarga tidak ada, menyewa/mengontrak sebanyak 1 orang (2,5%), dan Lain- lain tidak ada.

Di desa ini mayoritas responden yang memiliki tempat tinggal yaitu rumah merupakan milik pribadi/sendiri baik itu bagi keluarga petani kelapa sawit kelas bawah maupun bagi keluarga kelas menengah atas. Namun bagi keluarga yang belum mapan terutama bagi keluarga kelas bawah masih lebih banyak yang menyewa/mengontrak rumah daripada keluarga kelas menengah atas. Ini disebabkan keluarga kelas bawah belum mampu untuk membeli rumah sendiri.

Tabel 4.10.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Tidaknya Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Punya 13 65 40 100,00 53 88,33

2. Tidak punya 7 35 - - 7 11,67

3. Tidak tahu - - - -

4. Dll (sebutkan) - - - -

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang tidak adanya lahan perkebunan kelapa sawit, untuk responden


(54)

kelas bawah yaitu yang menyatakan punya sebanyak 13 orang (65%), yang menyatakan tidak punya sebanyak 7 orang (35%), yang menyatakan tidak tahu tidak ada, dan Lain- lain tidak ada, sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu yang menyatakan punya sebanyak 40 orang (100,00%), yang menyatakan tidak punya tidak ada, yang menyatakan tidak tahu tidak ada, dan Lain- lain tidak ada.

Dari hasil tabel distribusi diatas diketahui bahwa mayoritas responden memiliki lahan perkebunan kelapa sawit baik itu keluarga kelas bawah maupun keluarga kelas atas. Akan tetapi, ada sekitar 7 (tujuh) keluarga pada kelas bawah yang belum mempunyai lahan perkebunan, karena mereka tidak mampu untuk membeli lahan perkebunan. Sehingga mereka lebih banyak bekerja pada keluarga kelas menengah atas dalam mengelola lahan perkebunan yang dimiliki oleh keluarga kelas menengah atas.

Tabel 4.11.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Kepemilikan Perkebunan Kelapa Sawit

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Milik sendiri 14 70 40 100,00 54 90

2. Milik PT - - - -

3. Milik keluarga 1 5 - - 1 1,67

4. Dll (sebutkan) 3 15 - - 3 5

Jumlah 18 90 40 100,00 78 96 ,67

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang kepemilikan perkebunan kelapa sawit, untuk responden kelas


(55)

bawah yaitu milik sendiri sebanyak 14 orang (70%), milik PT tidak ada, milik keluarga sebanyak 1 orang (5%), dan Lain- lain sebanyak 3 orang (15%), sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu milik sendiri sebanyak 40 orang (100,00%), milik PT tidak ada, milik keluarga tidak ada, dan Lain- lain juga tidak ada.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa status kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit mayoritas milik sendiri baik bagi keluarga kelas bawah maupun keluarga kelas menengah atas. Dan ada 1 (satu) keluarga terutama pada keluarga kelas bawah yang lahan perkebunannya bukan milik sendiri melainkan milik keluarganya.

Tabel 4.12

Distribusi Jawaban Responden Tentang Luas Perkebunan Kelapa Sawit

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. 3 ha - - - -

2. 5 ha - - 2 5 2 3,33

3. 10 ha - - 7 17,5 7 11,67

4. Dll (sebutkan) 15 75 31 77,5 46 76,67

Jumlah 15 75 40 100,00 55 91,67

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang luas perkebunan kelapa sawit, untuk responden kelas bawah yaitu yang menyatakan 3 ha tidak ada, yang menyatakan 5 ha tidak ada, yang menyatakan 10 ha tidak ada, dan Lain- lain sebanyak 15 (75%), sedangkan untuk


(56)

menyatakan 5 ha sebanyak 2 orang (5%), yang menyatakan 10 ha sebanyak 7 orang (17,5%), dan Lain- lain 31 orang (77,5%). Mayoritas responden menjawab bahwa lahan perkebunan mereka di bawah 3 ha bagi keluarga kelas bawah dan di atas 10 ha bagi keluarga kelas menengah atas.

Tabel 4.13.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Lama Bekerja Dalam Sehari

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. 1 – 2 jam - - 7 17,5 7 11,67

2. 1 – 3 jam 5 25 2 5 7 11,67

3. 1 – 4 jam 14 70 - - 14 23,33

4 Dll (sebutkan) 1 5 31 77,5 32 53,33

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang lama bekerja dalam sehari, untuk responden kelas bawah yaitu antara 1 – 2 jam tidak ada, antara 1 – 3 jam sebanyak 5 orang (25%), antara 1 – 4 jam sebanyak 14 orang (70%), dan Lain- lain sebanyak 1 orang (5%), sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu antara 1 – 2 jam sebanyak 7 orang (17,5%), antara 1 – 3 jam sebanyak 2 orang (5%), antara 1 – 4 jam tidak ada, dan Lain- lain sebanyak 31 orang (77,5%).

Dari hasil tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden kelas bawah lebih banyak bekerja di antara 1 – 4 jam dalam sehari. Sedangkan bagi keluaraga kelas menengah atas lebih banyak memperkerjakan orang lain dalam mengelola


(57)

perkebunanya sehingga dalam sehari keluarga ini tidak berada di areal perkebunan dan mereka hanya menerima hasil dari perkebunan tersebut.

Tabel 4.14.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Hasil Panen Sawit Per Bulan

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. 2 ton 1 5 - - 1 1,67

2. 5 ton - - 4 10 4 6,67

3. 8 ton - - 6 15 6 10

4. Dll (sebutkan) 14 70 30 75 44 73,33

Jumlah 15 75 40 100,00 55 91,67

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang hasil panen sawit per bulan, untuk responden kelas bawah yaitu yang menyatakan 2 ton sebanyak 1 orang (5%), yang menyatakan 5 ton tidak ada, yang menyatakan 8 ton tidak ada, dan Lain- lain sebanyak 14 orang (70%), sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu yang menyatakan 2 ton tidak ada, yang menyatakan 5 ton sebanyak 4 orang (10%), yang menyatakan 8 ton sebanyak 6 orang (15%), dan Lain- lain sebanyak 30 orang (75%). Mayoritas responden menjawab bahwa hasil panen dari perkebunan mereka per bulannya di atas 3 ton bagi keluarga kelas bawah dan di atas 8 ton bagi keluarga kelas menengah atas.


(58)

Tabel 4.15.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Alokasi Dana Yang Didapatkan Dari Perkebunan Kelapa Sawit

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah Atas Total Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1.

Pembelian perkebunan kelapa sawit

- - 35 87,5 35 58,33

2. Untuk kebutuhan

hidup keluarga 4 20 3 7,5 7 11,67

3. Biaya pendidikan

anak 16 80 2 5 18 30

4. Dll (sebutkan) - - - -

Jumlah

20 100,0

0 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang alokasi dana yang didapatkan dari perkebunan kelapa sawit, untuk responden kelas bawah yaitu untuk pembelian perkebunan kelapa sawit tidak ada, untuk kebutuhan hidup keluarga sebanyak 4 orang (20%), biaya pendidikan anak sebanyak 16 orang (80%), dan Lain- lain tidak ada, sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu untuk pembelian perkebunan kelapa sawit 35 orang (87,5%), untuk kebutuhan hidup keluarga sebanyak 3 orang (7,5%), biaya pendidikan anak sebanyak 2 orang (5%), dan Lain- lain tidak ada.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Alokasi Dana yang didapatkan dari perkebunan kelapa sawit bagi keluarga kelas bawah lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pendidikan anaknya sedangkan bagi keluarga kelas menengah atas lebih banyak digunakan untuk pembelian lahan perkebunan kelapa sawit.


(59)

Tabel 4.16.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Kesulian Dalam Hal Keuangan

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Sering 11 55 - - 11 18,33

2. Kadang – kadang 6 30 10 25 16 26,67

3. Pernah 3 15 10 25 13 21,67

4. Tidak pernah - - 20 50 20 33,33

Jumlah 20 100,00 40 100,00 60 100,00

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang kesulitan dalam hal keuangan, untuk responden kelas bawah yaitu yang menyatakan sering sebanyak 11 orang (55%), yang menyatakan kadang – kadang sebanyak 6 orang (30%), yang menyatakan pernah sebanyak 3 orang (15%), dan yang menyatakan tidak pernah tidak ada, sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu yang menyatakan sering tidak ada, yang menyatakan kadang – kadang sebanyak 10 orang (25%), yang menyatakan pernah sebanyak 10 orang (25%), dan yang menyatakan tidak pernah sebanyak 20 orang (50%).

Di Desa ini keluarga kelas bawah sering mengalami kesulitan dalam hal keuangan karena pada dasarnya keluarga ini belum berpenghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sedangkan bagi responden kelas menengah atas tidak pernah mengalami kesulitan dalam hal keuangan karena keluarga ini sudah terlalu cukup berpenghasilan.


(60)

Tabel 4.17.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan Yang Pernah Dialami Responden

No Pernyataan

Kelas Bawah Kelas Menengah

Atas Total

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

Frekuensi

(F) %

1. Meminjam kepada

tetangga 8 40 2 5 10 16,67

2. Meminjam kepada

koperasi 11 55 4 10 15 25

3. Memakai tabungan - - 15 37,5 15 25

4. Dll (sebutkan) 1 5 - - 6 10

Jumlah 20 100,00 21 52,5 46 76,67

Sumber Data Kuesioner Tahun 2008

Berdasarkan tabel distribusi diatas diketahui bahwa responden yang menyatakan tentang cara mengatasi kesulitan keuangan yang pernah dialami responden, untuk responden kelas bawah yaitu meminjam kepada tetangga sebanyak 8 orang (40%), meminjam kepada koperasi sebanyak 11 orang (55%), memakai tabungan tidak ada, dan Lain – lain sebanyak 1 orang (5%), sedangkan untuk responden kelas menengah atas yaitu meminjam kepada tetangga sebanyak 2 orang (5%), meminjam kepada koperasi sebanyak 4 orang (10%), memakai tabungan sebanyak 15 orang (52,5%), dan Lain – lain tidak ada. Mayoritas responden menjawab bahwa cara mengatasi kesulitan keuangan tersebut terutama bagi keluarga kelas bawah dengan cara meminjam kepada koperasi maupun kepada tetangga. Sedangkan bagi keluarga kelas menengah atas lebh sering memakai tabungannya.


(1)

menginginkan anaknya sukses dalam hidup dan tidak menjadi petani kelapa sawit seperti orang tuanya, melainkan para orang tua berharap anaknya dapat meningkatkan taraf hidupnya kelak. Ini merupakan salah satu faktor pemicu agar orang tua dapat memberikan pendidikan setinggi mungkin bagi anaknya.

Namun demikian, tidak semua orang tua termotivasi untuk menyekolahkan anaknya. Karena ada bebrapa orang tua beranggapan bahwa kesuksesan hidup bukan dari tingginya pendidikan melainkan kesuksesan itu merupakan hasil dari kerja keras. Begitu juga dengan anak-anak yang sebagian besar termotivasi untuk sekolah. Pada 60 responden ada sebanyak 27 (48,33%) yang memiliki motivasi untuk sekolah. Namun ada juga yang tidak termotivasi karena mereka lebih senang memperoleh uang dari hasil kerja dari pada menimba ilmu dengan sekolah. Hal tersebut diakibatkan dari dorongan orang tua untuk mengikuti persekolahan atau malah lebih memilih membantu orang tuanya dalam mengelola perkebunan.

Pendidikan merupakan komponen penting dalam hidup. Anak merupakan harapan bagi orang tua. Kesuksesan seorang anak juga didukung oleh orang tua. Dengan kata lain ada sebagian orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu penting dan sebagian menyatakan pendidikan itu tidak terlalu penting bagi anak.. hal ini terlihat pada jawaban responden, yaitu pada 60 responden ada sebanyak 40 (66,67%) responden yang menyatakan bahwa pendidikan itu penting bagi seorang anak.

Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan akhir dari seorang anak menjadi tolak ukur untuk menemukan hasil penelitian ini. Pada 60 responden ada sebanyak 10 (16,67%) responden yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan anak mereka sampai


(2)

kepada Perguruan Tinggi. Hal ini disebabkan semakin minimnya keinginan orang tua untuk meningkatkan pendidikan anaknya. Banyak para orang tua beranggapan pendidikan setinggi mungkin bukanlah hal yang utama dalam hidup melainkan mengelola perkebunan dan meningkatkan luas perkebunan lebih utama karena hal tersebut mereka anggap dapat menjamin kehidupan keluarganya kelak tanpa harus merubah pola kehidupannya. Walaupun demikian ada sebagian keluarga yang masih mengetahui pentingnya pendidikan tersebut yang dapat merubah kehidupannya kelak. Sehingga mereka lebih banyak menaruh harapan untuk anak-anaknya. Dengan demikian mereka lebih mengutamakan pendidikan dari pada memperluas areal perkebunan.

Biaya pendidikan pada saat ini memang tidaklah murah. Sehingga membutuhkan pengeluaran biaya yang besar untuk menyekolahkan anak-anaknya. Pada 60 responden ada sebanyak 13 (21,67%) responden yang menyatakan bahwa biaya pendidikan itu mahal dan ada juga sebagian lagi yang menyatakan pendidikan itu tidak mahal. Walaupun demikian masih banyak cara lain untuk mencapai pendidikan tersebut.

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan anak bagi dua keluarga yaitu keluarga petani kelapa sawit kelas menegah bawah dengan keluarga petani kelas menengah atas sama pentingnya. Namun tidak semua keluarga menginginkan pendidikan anak setinggi mungkin.


(3)

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Dari data-dat yang telah diperolejh dan diuraikan, maka peneliti menarik kesimpulan penting antara lain:

1. Tidak ada perbedaan pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit antara kelas menengah bawah dengan kelas menengah atas terhadap pendidikan anak, dimana motivasi orang tua dalam menyekolahkan anak adalah rata-rata sama dengan tingkat pendidikan tertinggi anak.

2. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua dalam meningkatkan pendidikan anak, seperti faktor biaya, faktor motivasi yang terbagi menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dimana Motivasi intrinsik merupakan hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri orang tua itu sendiri yang dapat mendorongnya untuk menyekolahkan anaknya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu yang juga mendorongnya untuk menyekolahkan anaknya.

5.2. Saran

Pendidikan adalah variabel penting dalam meraih kesuksesan. Pendidikan menjadi tolak ukur utama dalam hidup. Pendidikan dapat terlaksana dengan adanya motivasi dalam diri individu. Oleh karena itu orang tua dituntut untuk bisa memotivasi diri dan anak agar dapat meningkatkan pendidikan anak-anaknya melalui sekolah.


(4)

Motivasi merupakan suatu dorongan sebagai kebutuhan yang mendorong manusia untuk berbuat lebih daripada orang lain, guna mencapai kesuksesan di masa yang akan datang sesuai dengan standard kehidupan yang ditetapkannya sendiri. Dengan demikian anak menjadi harapan utama orang tua dalam meningkatkan taraf kehidupannya melalui pendidikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi., (2002), “Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Damsar., (2002), “Sosiologi Ekonomi”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Heddy Shri Ahimsa-Putra, dkk., (2003), “Ekonomi Moral, Rasional dan Politik”,

Yogyakarta: KEPEL Press.

Jalaluddin, dkk., (1997), “Filsafat Pendidikan”, Jakarta: Gaya Media Pratama. Khairuddin, H., (1997), “Sosiologi Keluarga”, Yogyakarta: Liberty.

Moeleong, J. Lexi., (2006), “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Maslow, H.A. 1988,”Motivasi dan Kepribadian”, Jakarta: Pustaka Binaman Persindo. Nasir, Moh., “Metode Penelitian”, Ghalia Indonesia.

Prasetyo, Bambang., (2005), “Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Purwanto, Ngalim, M., (1996),“Psikologi Pendidikan”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Singarimbun, Masri, dkk., (1989),“Metode Penelitian Survei”, Jakarta: LP3ES. Soerjono, Soekanto., (1990), “Sosiologi Suatu Pengantar”, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.


(6)

Suwarsono dan Alvin Y. So., (1991), “Perubahan Sosial dan Pembagunan di Indonesia”, Jakarta: LP3ES.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa., (2005), “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka.

Wisadirana. Darsono, Dr. Ir. Ms., (2004), “Sosiologi Pedesaan”, Malang: Univ. Muhammadiyah Malang.

sawit”, oleh: Litbang Pertanian).

pendidikan”, oleh: Akhmad sudrajat, Mpd).

oleh: Ade Rahmawati Siregar).