PNEUMONIA PADA STROKE Patofisiologi

11 dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder bukan hipertensif terjadi antara lain akibat anomali vaskular kongenital, koagulopati, obat anti koagulan. Diperkirakan hampir 50 penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensif kronis, 25 karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain. 21 Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau massa pada otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding arteri arteriosklerosis atau karena kelainan kongenital atau trauma. 21

II.2 PNEUMONIA PADA STROKE

Pneumonia merupakan salah satu komplikasi medis yang paling sering pada penderita stroke dan sebagai penyebab demam yang paling sering dalam 48 jam setelah serangan stroke. Pneumonia akan meningkatkan risiko kematian 3 kali lipat pada penderita stroke. 8 Penelitian Vermeij, dkk, 2009 menunjukkan bahwa infeksi sebagai komplikasi stroke yang terbanyak adalah pneumonia, dimana 7,5 separuh dari total infeksi pada penderita stroke 15 adalah penderita pneumonia. Dan ditemukan juga outcome yang jelek saat keluar rumah sakit 9,5 kali, outcome jelek dalam 1 tahun 12 kali dan angka mortalitas 3,3 kali lebih tinggi dibandingkan dari penderita stroke yang tidak pneumonia. 9 Kebanyakan pneumonia tersebut disebabkan sebagai akibat aspirasi yaitu terhinhalasinya kolonisasi bakteri yang ada di faring ataupun gingiva. 8 Pneumonia yang terjadi juga dapat merupakan hospital- aquirednasocomial pneumonia yaitu inflamasi dari parenkim paru yang Universitas Sumatera Utara 12 disebabkan agen infeksius dan tidak muncul pada saat masuk rumah sakit, dimana keadaan tersebut didapat lebih dari 48 jam setelah masuk r umah sakit. 22 Bakteri penyebab tersering dari pneumonia aspirasi pada orang dewasa meliputi: 23 - Enterobacteriaceae - S. Aureus - S. Pneumoniae - H. influenzae. Sedangkan bakteri penyebab tersering pada hospital-aquirednasocomial pneumonia di Amerika: - P. aeruginosa 21 - Acinetobacter spp. 6 - Patogen enteric : Enterobacter spp. 9 - K. pneumoniae 8 - S. aureus mencapai 2 sampai 64. 23 Diagnosis umumnya ditegakkan secara klinis dengan konfirmasi oleh hasil kultur cairan pleura, punksi paru atau kultur darah. Diagnosis dengan demikian dapat dibuat menurut kriteria diagnosis CDC Center for Disease Control, yaitu: 22 Pneumonia harus memenuhi satu dari kriteria berikut: 1. Ronki atau dullness pada perkusi toraks. Ditambah satu dari : a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya. Universitas Sumatera Utara 13 b. Isolasi kuman dari kultur darah. c. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirat transtrakeal, biopsi atau hapusan bronkus. 2. Gambaran radiologik berupa infiltrat baru atau yang progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi pleura. Dan satu dari: a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya. b. Isolasi kuman dari kultur darah. c. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirat transtrakeal, biopsi atau hapusan bronkus. d. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret saluran nafas. e. Diagnostik titer antibodi tunggal IgM atau peningkatan 4 kali titer IgG dari kuman. Diagnosis lain dapat dibuat dengan kriteria The Center for Disease Control CDC-Atlanta yang telah diadaptasi oleh PDPI Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, yaitu: 24,25 Pneumonia ditegakkan atas dasar: 1. Gambaran foto toraks terdapat infiltrat baru atau progresif. 2. Ditambah dua di antara kriteria berikut: a. Batuk – batuk bertambah. b. Perubahan karakteristik dahak sekret purulen c. Suhu tubuh ≥ 38 C diukur di aksila. d. Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda – tanda konsolidasi, suara nafas bronkial dan ronki. Universitas Sumatera Utara 14 e. Leukositosis ≥10.000 atau leukopenia 4500 Pencegahan dan deteksi pneumonia pada penderita stroke akut dapat dilakukan sebagai berikut: 26 - Pneumonia akibat disfagia atau gangguan refleks menelan, erat hubungannya dengan aspirasi pneumonia, oleh karena itu maka tes refleks batuk perlu dilakukan untuk mengidentifikasi risiko pneumonia. - Pemberian pipa nasogastrik segera dalam 48 jam dianjurkan pada pasien gangguan menelan. - Pencegahan aspirasi dapat dilakukan dengan:  Elevasi kepala 30-45  Menghindari sedasi berlebihan  Mempertahankan tekanan cuff endotrakeal yang tepat pada pasien dengan intubasi dan trakeostomi.  Memonitor volume residual lambung selama pemberian makanan secara enteral  Menghindari pemakaian pipa nasogastrik yang lama  Seleksi diit yang tepat pada pasien dengan disfagia.  Mengaspirasi sekret subglotis secara teratur  Rehabilitasi fungsi menelan. Penatalaksanaan pneumonia pada penderita stroke meliputi: 26 - Pemberian antibiotik sesuai indikasi kalau perlu tes resistensi kuman, antara lain:  Tanpa komorbiditas: macrolide azitromisin, klaritromisin atau Universitas Sumatera Utara 15 eritromisin atau doksisiklin.  Disertai penyakit lain seperti diabetes melitus, alkoholisme, keganasan, penyakit jantung serta penyakit imunosupresi: fluorokuinolon moksifloksasin, gemifloksasin atau levofloksasin atau beta-laktam dengan macrolide. Alternatif lainnya adalah ceftriakson dan doksisiklin sebagai pengganti macrolide. - Fisioterapi chest therapy dengan spirometri, inhalasi ritmik dan menepuk-nepuk dada.

II.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA