15 eritromisin atau doksisiklin.
  Disertai penyakit lain seperti diabetes melitus, alkoholisme, keganasan, penyakit jantung serta penyakit imunosupresi:
fluorokuinolon moksifloksasin, gemifloksasin atau levofloksasin atau beta-laktam dengan macrolide. Alternatif lainnya adalah
ceftriakson dan doksisiklin sebagai pengganti macrolide. -
Fisioterapi chest therapy dengan spirometri, inhalasi ritmik dan menepuk-nepuk dada.
II.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
PNEUMONIA PADA PENDERITA STROKE
Chumbler,  dkk,  2010  melakukan  penelitian  dan  menghasilkan  3  level sistem skor untuk memprediksi terjadinya pneumonia pada stroke akut. Faktor-
faktor  yang  dapat  memprediksi  terjadinya  pneumonia  pada  penelitiannya meliputi  adanya  riwayat  menderita  pneumonia  nilai  4,  disfagia  nilai  4,  nilai
NIHSS yang tinggi pada saat masuk NIHSS ≥ 2 nilai 3, penurunan kesadaran nilai  3  dan  usia  lebih  dari  70  niai  2  tahun.  Kemudian  membagi  menjadi  3
level,  yaitu:  nilai 0  memiliki risiko rendah terjadinya  pneumonia pada fase  akut 2,1,  nilai  1-
3  memiliki  risiko  sedang  4,2  dan  nilai  ≥  risiko  tinggi 22,9.
11
Skor pneumonia dalam penelitian Kwon, dkk, 2006 menunjukkan faktor- faktor  yang  meningkatkan  kemungkinan  terjadinya  pneumonia  meliputi:  skor
NIHSS, usia, jenis kelamin, pemakaian ventilasi mekanik dan disfagia. Penelitian  Sellars,  dkk,  2007  menghasilkan  bahwa  faktor-faktor  berikut:  usia
65  tahun,  disartria  atau  tidak  dapat  berbicara  karena  afasia,  skor  modified
Universitas Sumatera Utara
16 Rankin  Scale
≥  4,  skor  Abbreviated  Mental  Test    8  dan  ketidakmampuan melakukan  tes  menelan  air,  jika  ditemukan  2  atau  lebih  akan  mendapatkan
pneumonia dengan sensitifitas 90,9 dan spesifisitas 75,6.
12
Petroianni, dkk, 2006 menyatakan bahwa usia tua secara independen berkaitan dengan pneumonia pada pasien stroke, dikarenakan usia tua berkaitan dengan
kondisi  medis  komorbid  dan  gangguan  menelan  dan  refleks  batuk.
27
Jenis kelamin  laki-laki  merupakan  prediktor  terjadinya  pneumonia  pada  penderita
stroke,  hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  Reid,  dkk,  2008  yang  menunjukkan bahwa  pasien  laki-laki  memiliki  risiko  yang  tinggi  untuk  stroke-associated
pneumonia.
28
Penelitian Hoffman,  dkk,  2012  Perry  L,  dkk, 2001  menyatakan  bahwa nilai  skor  NIHSS  yang  tinggi  berkaitan  dengan  penurunan  tingkat  kesadaran
dan penurunan refleks bulbar, yang membuat aspirasi lebih mungkin terjadi.
29
Penelitian  Martino,  dkk,  2005  menyatakan  bahwa  disfagia  juga  merupakan prediktor  dari  terjadinya  pneumonia  pada  penderita  stroke,  dimana  penderita
yang  disfagia  sangat  rentan  terjadinya  aspirasi,  sehingga  risiko  terjadinya pneumonia  semakin  besar.
30
Hubungan  fibrilasi  atrial  dengan  pneumonia ditunjukkan  hanya  pada  studi  Ovbiagele,  dkk,  2006.
31
Dimana  fibrilasi  atrial merupakan  penyebab  dari  stroke  kardioemboli,  yang  berkaitan  dengan  infark
kortikal dan keparahan stroke yang lebih besar.
6,32
Hoffmann, dkk, 2012  mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya  pneumonia  pada  penderita  stroke,  yang  mana  faktor-faktor  tersebut
dimasukkan  ke  dalam  suatu  skor  klinis  A
2
DS
2
:  age  usia,  atrial  fibrillation, disfagia,  sex  jenis  kelamin  dan  stroke  severity  yang  dinilai  dengan  NIHSS.
Universitas Sumatera Utara
17 Faktor-faktor  ini  diteliti terbatas  pada populasi  penderita stroke iskemik  akut,
6
sementara  aplikasi  skor  ini  pada  populasi  stroke  hemoragik  akut  belum  ada dilakukan penelitian.
II.4.   SCREENING TEST UNTUK DISFAGIA