Hubungan Skor Klinis A2DS2 (Age, Atrial Fibrillation, Dysphagia, Sex And Stroke Severity) Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Penderita Stroke Akut

(1)

HUBUNGAN SKOR KLINIS A

2

DS

2

(AGE, ATRIAL

FIBRILLATION, DYSPHAGIA, SEX AND STROKE

SEVERITY) TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA

PADA PENDERITA STROKE AKUT

dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu), Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK, MEDAN

2015


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini dibuat untuk mewujudkan tridarma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat) dalam hal publikasi hasil penelitian.

Dalam pelaksanaan Karya ilmiah, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan materi maupun bantuan dukungan moril. Rasa hormat dan terimakassih juga Saya persembahkan kepada (Alm) Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S (K) dan Dr.dr. Aldy S Rambe, Sp.S (K).

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2015

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR SINGKATAN iv

DAFTAR LAMPIRAN v

Abstract vi

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1. Latar Belakang 1

I.2. Rumusan Masalah 4

I.3. Tujuan Penelitian 4

I.3.1. Tujuan Umum 4

I.3.2. Tujuan Khusus 4

I.4. Hipotesis 5

I.5. Manfaat 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

II.1 STROKE 6


(4)

II.1.2. Faktor Risiko 6

II.1.3. Klasifikasi 7

II.1.4. Patofisiologi 9

II.2. PNEUMONIA PADA STROKE 11

II.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA 15

PNEUMONIA PADA PENDERITA STROKE

II.4. SCREENING TEST UNTUK DISFAGIA 17

II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL 19

BAB III METODE PENELITIAN 20

III.1. Tempat dan Waktu 20

III.2. Subjek Penelitian 20

III.2.1. Populasi Sasaran 20

III.2.2. Populasi Terjangkau 20

III.2.3. Besar Sampel 20

III.2.4. Kriteria Inklusi 21

III.2.5. Kriteria Eksklusi 21

III.3. Batasan Operasional 21


(5)

III.5. Pelasanaan Penelitian 23

III.5.1. Instrumen Penelitian 23

III.5.2. Pengambilan Sampel 23

III.5.3. Kerangka Operasional 24

III.5.4. Variabel yang Diamati 25

III.5.5. Analisa Statistik 25

III.5.6. Jadwal Penelitian 25

III.5.7. Biaya Penelitian 26

III.5.8. Personalia Penelitian 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 27

IV.1. HASIL PENELITIAN 27

IV.1.1 Karateristik Subjek Penelitian 27

IV.1.2. Hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian 29 pneumonia pada penderita stroke iskemik

IV.1.3. Nilai sensitifitas dan spesifisitas dari skor klinis 30 A2DS2

IV.1.4. Hubungan tiap komponen skor A2DS2 terhadap 31 Kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

IV.2. PEMBAHASAN 33


(6)

IV.2.2. Hubungan tiap komponen skor A2DS2 terhadap 34 Kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

BAB V KESIMPULAN 38

DAFTAR PUSTAKA 39


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel. 1 Gambaran karakteristik demografik subjek penelitian Tabel. 2 Hubungan skor A2DS2 dengan insidens pneumonia pada penderita stroke iskemik

Tabel. 3 Nilai sensitifitas dan spesifisitas masing-masing dari skor A2DS2 Tabel. 4 Hubungan usia dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

Tabel. 5 Hubungan disfagia dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

Tabel. 6 Hubungan seks dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

Tabel. 7 Hubungan keparahan stroke (NIHSS) dengan kejadian pneumonia pada stroke akut


(8)

DAFTAR SINGKATAN

A2DS2 Age, Atrial Fibrillation, Dysphagia, Sex, And Stroke Severity

SKRT Survei Kesehatan Rumah Tangga

ASNA Asean Neurologic Association

NIHSS National Institutes of Health Stroke Scale

PIS Perdarahan intraserebral

PSA Perdarahan subarakhnoid

TIA Transient Ischemic Attack CDC Center for Disease Control

PDPI Perhimpunan Dokter Paru Indonesia CT SCAN Computed Tomography Scan EKG Elektrokardiograf

SPSS Statistical Product and Science Service

FK USU Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN LAMPIRAN 2 LEMBAR PENGUMPULAN DATA

LAMPIRAN 3 NATIONAL INSTITUTE OF HEALTH STROKE SCALE (NIHSS) LAMPIRAN 4 SCREENING TEST DISFAGIA


(10)

ABSTRACT

Intoduction: Pneumonia is one of the most frequent medical complications of stroke, which is consistently associated with a high attributable risk of early mortality in acute stroke. The A2DS2 score is a new valid tool for predicting poststroke pneumonia. The purpose of this study was to confirm our hypothesized that there was association between A2DS2 score and incidence of pneumonia in acute phase of stroke patients.

Methods: This cross sectional study observed 32 acute stroke patients who stayed in Adam Malik General Hospital from September until November 2012. Patients were excluded if admitted with pneumonia or others pulmonary infections and were using antiobiotics. A 10-point score was derived for prediction of poststroke pneumonia ( Age ≥ 75 years = 1, Atrial fibrillation = 1, Dysphagia = 2, male Sex = 1, stroke Severity, National Institutes of Health Stroke Scale 0 – 4 = 0, 5 –15 = 3, ≥ 16 = 5 ; A2DS2 ). Patients were followed in acute phase and pneumonia was diagnosed based on Center for Disease Control criterias that were adopted by Indonesia Association of Lung Doctors.

Results: There were 32 subjects in this study, consist of 40,6% male and 59,4% female, with the mean of age 62,38 years. The proportion of pneumonia varied between 6,25% in patients with a score of <5 point to 62,5% in patients with a score of ≥ 5 points. There was a significant associaton between A2DS2 score and incidence of pneumonia in patients with acute stroke (p=0,038), with a significant positive correlation (r = 0,200 ; p = 0,040). An A2DS2score of ≥ 5 predicts with a sensitivity of 90,9% and a specificity of 70% the occurrence of poststroke pneumonia; an A2DS2 score of ≥ 6 yields a sensitivity of 90,9% and a specificity of 100%.

Conclusion: There was a significant positive weak association between A2DS2 score and incidence of pneumonia in acute stroke patients, and this score had high sensitivity and spesificity in predicting poststroke pneumonia. Further prospective study with larger subjects is needed to confirm this study.


(11)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada sebagian besar negara di dunia.(1) Di Amerika Serikat, stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker,(2) Biaya perawatan stroke adalah sangat besar, pada tahun 2004 diperkirakan 53,6 miliar dolar Amerika.(1) Di Indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani segera, tepat dan cermat.(3) Di Indonesia juga telah dilakukan penelitian yang berskala cukup besar oleh survei ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survei mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%.(4)

Lebih dari 40% penderita stroke mempunyai prognosis outcome yang jelek, meliputi kematian, dan disabilitas dalam 3 bulan setelah serangan stroke.(5) Banyak penelitian telah mengidentifikasi komplikasi awal selama perawatan sebagai faktor potensial utama yang dapat dimodifikasi yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas stroke.(6,7,8) Infeksi saluran kemih dan


(12)

terutama pneumonia merupakan komplikasi yang serius pada penderita stroke. Komplikasi ini dilaporkan terjadi 5 – 65% pada penderita stroke akut.(9) Penelitian Vermeij, dkk, 2009 mendapati 15% infeksi terjadi pada penderita stroke dalam 7 hari masa rawatan (stroke-associated infection), dimana 7,5% menderita pneumonia dan 4,4% infeksi saluran kemih.(9) Penelitian Koennecke HC, dkk, 2011, dalam waktu 3 tahun, mendapati dari 16.518 penderita stroke iskemik dan hemoragik, 12,2% mengalami komplikasi berupa pneumonia.(10)

Pneumonia erat kaitannya dengan risiko mortalitas yang tinggi pada stroke fase akut, sehingga identifikasi yang segera pada pasien dengan risiko tinggi mendapatkan pneumonia dapat menentukan panderita stroke yang memerlukan pengawasan ketat dan pengobatan profilaksis.(6)

Parameter klinis seperti keparahan stroke, disfagia, usia dan diabetes telah menunjukkan hubungan yang erat dengan pneumonia pada penderita stroke.(6) Penelitian Chumbler, dkk, 2010 mendapati bahwa usia > 70 tahun, disfagia, nilai NIHSS dan riwayat menderita pneumonia sebelumnya dapat digunakan untuk mengetahui risiko pneumonia post-stroke.(11) Penelitian Sellar, dkk, 2007 menyimpulkan bahwa pneumonia pada penderita stroke berkaitan dengan usia tua ( > 65 tahun ), disartria, keparahan disabilitas poststroke, gangguan kognitif dan abnormalitas hasil tes menelan air.(12)

Namun demikian sampai saat ini belum didapati sistim skor untuk memprediksi pneumonia pada penderita stroke yang dapat digunakan dengan rutin secara klinis dan pada penelitian-penelitian. Hoffmann, dkk, 2012 meneliti suatu sistim skor A2DS2 untuk memprediksi pneumonia pada penderita stroke iskemik akut. Dimana A=age (usia), A=atrial fibrilasi, D=disfagia, S=sex (jenis


(13)

kelamin) dan S=stroke severity (keparahan stroke) yang dinilai dengan NIHSS. Penelitiannya menyimpulkan skor A2DS2 merupakan alat yang valid untuk memprediksi pneumonia post stroke dan mungkin sebagai petunjuk pengawasan pada penderita stroke dengan risiko tinggi menderita pneumonia atau penatalaksanaan profilaksis pneumonia. Dari penelitiannya tersebut didapatkan bahwa skor klinis A2DS2 ≥ 4 memiliki sensitifitas 91% dan spesifisitas 57% untuk memprediksi kejadian poststroke pneumonia.(6)

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut, apakah terdapat hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut ?

I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1.3.1 Tujuan Umum :

Untuk mengetahui hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut.

1.3.2. Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan masing-masing komponen skor

klinis A2DS2 (age/usia, atrial fibrilasi, disfagia, sex/jenis kelamin dan stroke severity (NIHSS)) terhadap kejadian pneumonia pada penderita


(14)

stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan.

3. Untuk melihat gambaran karakteristik demografi penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan.

I.4. Hipotesis

Ada hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut.

I.5. Manfaat

Dengan mengetahui hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut, dapat diupayakan tindakan preventif terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut, sehingga outcome menjadi lebih baik.


(15)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1. STROKE

II.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskuler.(3,13) Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA).(14)

Iskemik adalah kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.(15,16) Sedangkan hemoragik adalah keluarnya darah ke jaringan otak dan ke ektravaskular di dalam kranium.(16)

II.1.2. Faktor Risiko

Penelitian prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai faktor-faktor yang dipertimbangkan sebagai risiko yang kuat terhadap timbulnya stroke. Faktor risiko timbulnya stroke: (1,15,17)

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : a. Umur

b. Jenis kelamin

c. Ras dan suku bangsa d. Faktor turunan


(16)

e. Berat badan lahir rendah 2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a. Prilaku:

1. Merokok

2. Diet tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, kurang buah

3. Alkoholik

4. Obat-obatan: narkoba (kokain), anti koagulansia, antiplatelet, amfetamin, pil kontrasepsi

5. Kurang gerak badan b. Fisiologis

1. Penyakit hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Diabetes mellitus

4. Infeksi/lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus 5. Gangguan ginjal

6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan 8. Kelainan anatomi pembuluh darah

9. Stenosis karotis asimtomatik II.1.3. Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama.(18)


(17)

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Thrombosis serebri

c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid

II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution 3. Completed stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler IV. Berdasarkan tipe infark :

1. Total Anterior Circulation Infarction 2. Partial Anterior Circulation Infarction 3. Posterior Circulation Infarction 4. Lacunar Infarction

V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST(15,19)

1. Aterosklerosis arteri besar 2. Kardioembolisme


(18)

3. Oklusi pembuluh darah kecil (Lakunar)

4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menetukan

5. Stroke akibat dari penyebab lain yang tak dapat ditentukan: a. Dua atau lebih penyebab teridentifikasi

b. Tidak ada evaluasi c. Evaluasi tidak lengkap II.1.4. Patofisiologi

Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark otak.(20) Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi – fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis.

Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan


(19)

jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian.(4)

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu: (15)

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dankegagalan homeostasis ion b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis

Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbnyak setelah infark otak, yaitu 20-30% dari semua stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), pada penelitian stroke oleh Misbach (1997) menunjukkan stroke perdarahan 26%, terdiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebellar 1%, batang otak 2% dan subarakhnoid 4%.(21)

Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan intraserebral dan subarakhnoid. Sedangkan berdasarkan

penyebabnya, perdarahan intraserebral dibagi menjadi perdarahan

intraserebral primer dan sekunder. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral


(20)

dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat anomali vaskular kongenital, koagulopati, obat anti koagulan. Diperkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensif kronis, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain.(21)

Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau massa pada otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital atau trauma.(21)

II.2 PNEUMONIA PADA STROKE

Pneumonia merupakan salah satu komplikasi medis yang paling sering pada penderita stroke dan sebagai penyebab demam yang paling sering dalam 48 jam setelah serangan stroke. Pneumonia akan meningkatkan risiko kematian 3 kali lipat pada penderita stroke.(8) Penelitian Vermeij, dkk, 2009 menunjukkan bahwa infeksi sebagai komplikasi stroke yang terbanyak adalah pneumonia, dimana 7,5% (separuh dari total infeksi pada penderita stroke (15%)) adalah penderita pneumonia. Dan ditemukan juga outcome yang jelek saat keluar rumah sakit 9,5 kali, outcome jelek dalam 1 tahun 12 kali dan angka mortalitas 3,3 kali lebih tinggi dibandingkan dari penderita stroke yang tidak pneumonia.(9) Kebanyakan pneumonia tersebut disebabkan sebagai akibat aspirasi yaitu terhinhalasinya kolonisasi bakteri yang ada di faring ataupun gingiva.(8) Pneumonia yang terjadi juga dapat merupakan hospital-aquired/nasocomial pneumonia yaitu inflamasi dari parenkim paru yang


(21)

disebabkan agen infeksius dan tidak muncul pada saat masuk rumah sakit, dimana keadaan tersebut didapat lebih dari 48 jam setelah masuk r umah sakit.(22)

Bakteri penyebab tersering dari pneumonia aspirasi pada orang dewasa meliputi: (23)

- Enterobacteriaceae - S. Aureus

- S. Pneumoniae - H. influenzae.

Sedangkan bakteri penyebab tersering pada hospital-aquired/nasocomial pneumonia di Amerika:

- P. aeruginosa (21%) - Acinetobacter spp. (6%)

- Patogen enteric : Enterobacter spp. (9%) - K. pneumoniae (8%)

- S. aureus mencapai 2% sampai 64%.(23)

Diagnosis umumnya ditegakkan secara klinis dengan konfirmasi oleh hasil kultur cairan pleura, punksi paru atau kultur darah. Diagnosis dengan demikian dapat dibuat menurut kriteria diagnosis CDC (Center for Disease Control), yaitu: (22)

Pneumonia harus memenuhi satu dari kriteria berikut:

1. Ronki atau dullness pada perkusi toraks. Ditambah satu dari : a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya.


(22)

b. Isolasi kuman dari kultur darah.

c. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirat transtrakeal, biopsi atau hapusan bronkus.

2. Gambaran radiologik berupa infiltrat baru atau yang progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi pleura. Dan satu dari:

a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya. b. Isolasi kuman dari kultur darah.

c. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirat transtrakeal, biopsi atau hapusan bronkus.

d. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret saluran nafas.

e. Diagnostik titer antibodi tunggal (IgM) atau peningkatan 4 kali titer IgG dari kuman.

Diagnosis lain dapat dibuat dengan kriteria The Center for Disease Control (CDC-Atlanta) yang telah diadaptasi oleh PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), yaitu: (24,25)

Pneumonia ditegakkan atas dasar:

1. Gambaran foto toraks terdapat infiltrat baru atau progresif. 2. Ditambah dua di antara kriteria berikut:

a. Batuk – batuk bertambah.

b. Perubahan karakteristik dahak/ sekret purulen c. Suhu tubuh ≥ 38 0C (diukur di aksila).

d. Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda – tanda konsolidasi, suara nafas bronkial dan ronki.


(23)

e. Leukositosis (≥10.000) atau leukopenia (<4500) Pencegahan dan deteksi pneumonia pada penderita stroke akut dapat dilakukan sebagai berikut:(26)

- Pneumonia akibat disfagia atau gangguan refleks menelan, erat hubungannya dengan aspirasi pneumonia, oleh karena itu maka tes refleks batuk perlu dilakukan untuk mengidentifikasi risiko pneumonia.

- Pemberian pipa nasogastrik segera (dalam 48 jam) dianjurkan pada pasien gangguan menelan.

- Pencegahan aspirasi dapat dilakukan dengan:  Elevasi kepala 30-450

 Menghindari sedasi berlebihan

 Mempertahankan tekanan cuff endotrakeal yang tepat pada pasien dengan intubasi dan trakeostomi.

 Memonitor volume residual lambung selama pemberian makanan secara enteral

 Menghindari pemakaian pipa nasogastrik yang lama  Seleksi diit yang tepat pada pasien dengan disfagia.  Mengaspirasi sekret subglotis secara teratur

 Rehabilitasi fungsi menelan.

Penatalaksanaan pneumonia pada penderita stroke meliputi: (26)

- Pemberian antibiotik sesuai indikasi (kalau perlu tes resistensi kuman), antara lain:


(24)

eritromisin) atau doksisiklin.

 Disertai penyakit lain seperti diabetes melitus, alkoholisme, keganasan, penyakit jantung serta penyakit imunosupresi:

fluorokuinolon (moksifloksasin, gemifloksasin atau levofloksasin) atau beta-laktam dengan macrolide. Alternatif lainnya adalah ceftriakson dan doksisiklin sebagai pengganti macrolide. - Fisioterapi (chest therapy) dengan spirometri, inhalasi ritmik dan menepuk-nepuk dada.

II.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PNEUMONIA PADA PENDERITA STROKE

Chumbler, dkk, 2010 melakukan penelitian dan menghasilkan 3 level sistem skor untuk memprediksi terjadinya pneumonia pada stroke akut. Faktor-faktor yang dapat memprediksi terjadinya pneumonia pada penelitiannya meliputi adanya riwayat menderita pneumonia (nilai 4), disfagia (nilai 4), nilai NIHSS yang tinggi pada saat masuk (NIHSS ≥ 2 nilai 3), penurunan kesadaran (nilai 3) dan usia lebih dari 70 (niai 2) tahun. Kemudian membagi menjadi 3 level, yaitu: nilai 0 memiliki risiko rendah terjadinya pneumonia pada fase akut (2,1%), nilai 1-3 memiliki risiko sedang (4,2%) dan nilai ≥ risiko tinggi (22,9%).(11)

Skor pneumonia dalam penelitian Kwon, dkk, 2006 menunjukkan faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya pneumonia meliputi: skor NIHSS, usia, jenis kelamin, pemakaian ventilasi mekanik dan disfagia.

Penelitian Sellars, dkk, 2007 menghasilkan bahwa faktor-faktor berikut: usia > 65 tahun, disartria atau tidak dapat berbicara karena afasia, skor modified


(25)

Rankin Scale ≥ 4, skor Abbreviated Mental Test < 8 dan ketidakmampuan melakukan tes menelan air, jika ditemukan 2 atau lebih akan mendapatkan pneumonia dengan sensitifitas 90,9% dan spesifisitas 75,6%.(12)

Petroianni, dkk, 2006 menyatakan bahwa usia tua secara independen berkaitan dengan pneumonia pada pasien stroke, dikarenakan usia tua berkaitan dengan kondisi medis komorbid dan gangguan menelan dan refleks batuk.(27) Jenis kelamin laki-laki merupakan prediktor terjadinya pneumonia pada penderita stroke, hal ini sesuai dengan penelitian Reid, dkk, 2008 yang menunjukkan bahwa pasien laki-laki memiliki risiko yang tinggi untuk stroke-associated pneumonia.(28)

Penelitian Hoffman, dkk, 2012 & Perry L, dkk, 2001 menyatakan bahwa nilai skor NIHSS yang tinggi berkaitan dengan penurunan tingkat kesadaran dan penurunan refleks bulbar, yang membuat aspirasi lebih mungkin terjadi.(29) Penelitian Martino, dkk, 2005 menyatakan bahwa disfagia juga merupakan prediktor dari terjadinya pneumonia pada penderita stroke, dimana penderita yang disfagia sangat rentan terjadinya aspirasi, sehingga risiko terjadinya pneumonia semakin besar.(30) Hubungan fibrilasi atrial dengan pneumonia ditunjukkan hanya pada studi Ovbiagele, dkk, 2006.(31) Dimana fibrilasi atrial merupakan penyebab dari stroke kardioemboli, yang berkaitan dengan infark kortikal dan keparahan stroke yang lebih besar.(6,32)

Hoffmann, dkk, 2012 mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada penderita stroke, yang mana faktor-faktor tersebut dimasukkan ke dalam suatu skor klinis A2DS2: age (usia), atrial fibrillation, disfagia, sex (jenis kelamin) dan stroke severity (yang dinilai dengan NIHSS).


(26)

Faktor-faktor ini diteliti terbatas pada populasi penderita stroke iskemik akut,(6) sementara aplikasi skor ini pada populasi stroke hemoragik akut belum ada dilakukan penelitian.

II.4. SCREENING TEST UNTUK DISFAGIA

Disfagia sering terjadi pada penderita stroke, yang akan meningkatkan risiko aspirasi dan pneumonia. Screening menelan merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi risiko disfagia dan aspirasi. Deteksi awal dari disfagia memungkinkan tindakan yang segera dalam penatalaksanaan, sehingga menurunkan morbiditas, masa rawatan dan biaya perawatan pasien.(33)

Tes menelan air sebaiknya digunakan sebagai screening risiko terjadinya aspirasi pada penderita stroke. Cara melakukannya sebagai berikut: (13)

- Penderita stroke yang akan dilakukan tes screening menelan harus bisa didudukkan tegak dan sadar setidaknya selama 15 menit. Jika tidak maka tes tidak dapat dilakukan dan penderita tidak

diperbolehkan makan/ minum dari mulut.

- Periksa apakah rongga mulut panderita bersih atau tidak. Jika kotor, maka segera dibersihkan.

- Dudukkan penderita dan berikan satu sendok air sebanyak 3 kali. Letakkan jari di garis tengah di atas dan bawah laring lalu rasakan saat penderita menelan. Kemudian perhatikan apakah ada tanda- tanda: ketidakmampuan menelan, batuk, tersedak atau perubahan kualitas suara (suruh penderita menyebut ”aah”). Jika ada tanda-tanda tersebut maka penderita tidak diperbolehkan makan/ minum dari mulut.


(27)

- Selanjutnya penderita disuruh minum dengan jumlah air yang lebih besar dari gelas dan diamati tanda-tanda seperti sebelumnya. Jika ada tanda-tanda tersebut maka penderita tidak diperbolehkan makan/ minum dari mulut.

- Jika hal tersebut dapat dilakukan penderita stroke maka makanan/ minuman dapat diberikan melalui mulut.(13)


(28)

II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL

Hoffmann, dkk, 2012: Skor A2DS2 merupakan alat yang valid untuk memprediksi pneumonia post stroke dan mungkin sebagai petunjuk pengawasan pada penderita stroke dengan risiko tinggi menderita pneumonia atau penatalak-sanaan profilaksis pneumonia.

Vermeij, dkk, 2009: Infeksi saluran kemih dan terutama pneumonia merupakan komplikasi yang serius pada penderita stroke. Komplikasi ini dilaporkan terjadi 5-65% pada penderita stroke akut.

Koennecke HC, dkk, 2011: dalam waktu 3 tahun, mendapati dari 16.518 penderita stroke iskemik dan hemoragik, 12,2% mengalami komplikasi berupa pneumonia.

Kumar S, dkk, 2010: Pneumonia akan meningkatkan risiko kematian 3 kali lipat pada penderita stroke.

STROKE AKUT

SKOR KLINIS A

2

DS

2 A = Age (Usia):

A = Atrial Fibrillation:

D = Disfagia:

S = Sex (Jenis Kelamin):

S = Stroke Severity (NIHSS): Petroianni, dkk, 2006: usia tua secara independen berkaitan dengan pneumonia pada pasien stroke, dikarenakan usia tua berkaitan dengan kondisi medis komorbid dan gangguan menelan dan refleks batuk

Hubungan fibrilasi atrial dengan pneumonia ditunjukkan hanya pada studi Ovbiagele, dkk, 2006. Dimana fibrilasi atrial merupakan penyebab dari stroke kardioemboli, yang berkaitan dengan infark kortikal dan keparahan stroke yang lebih besar.

Penelitian Martino, dkk, 2005: disfagia juga merupakan prediktor dari terjadinya pneumonia pada penderita stroke, dimana penderita yang disfagia sangat rentan terjadinya aspirasi, sehingga risiko terjadinya pneumonia semakin besar.

Reid, dkk, 2008: pasien laki-laki memiliki risiko yang tinggi untuk stroke-associated pneumonia.

Penelitian Hoffman, dkk, 2012 & Perry L, dkk, 2001: nilai skor NIHSS yang tinggi berkaitan dengan penurunan tingkat kesadaran dan penurunan refleks bulbar, yang membuat aspirasi lebih mungkin terjadi.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN III.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Departemen/SMF Neurologi FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan dari tanggal 19 September 2012 – 17 November 2012. III.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling konsekutif.

III.2.1 Populasi Sasaran

Semua penderita stroke akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT-Scan kepala.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke akut yang dirawat di ruang rawat inap neurologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus: (34)

Zα√ P0 (1 – P0) + Zβ√ Pa (1 – Pa) 2

n = P0 – Pa

Zα = Deviat baku α (α = 0,05) => Zα = 1,96 Zβ = Deviat baku β (β = 0,10) => Zβ = 1,282


(30)

P0 = Proporsi pneumonia dengan skor klinis

A2DS2 ==> 39,4% (Hoffmann, dkk, 2012)

P0 – Pa ==> Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna (25%) Pa = Proporsi yang ditentukan peneliti

(P0 – 25% = 0,394 – 0,25 = 0,144) Maka n = 32,17

~

minimal 32 orang. III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Penderita stroke akut yang dirawat di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan dan telah dilakukan pemeriksaan klinis dan CT-Scan kepala.

2. Memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian ini III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Penderita stroke akut yang pada saat masuk telah menderita pneumonia atau infeksi paru lainnya.

2. Penderita stroke akut yang telah mendapatkan antibiotik pada saat masuk rumah sakit.

III.3. Batasan Operasional

1. Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.(3,14)

2. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke yang berlangsung sampai satu minggu.(4)


(31)

3. Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru yang disebabkan oleh agen infekius (22) yang ditegakkan dengan kriteria The Center for Disease Control (CDC-Atlanta) yang telah diadaptasi oleh PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia).(24,25)

4. Skor klinis A2DS2 adalah skor klinis yang dinilai pada saat penderita stroke masuk ke rumah sakit (dalam fase akut), yang terdiri dari 10 poin untuk memprediksi pneumonia pada penderita stroke (Age (usia) ≥ 75 tahun = 1, Atrial Fibrillation = 1, Disfagia = 2, Sex (jenis kelamin) laki-laki = 1 dan Stroke severity dinilai dengan NIHSS 0-4=0, 5-15=3, ≥ 16=5)).(6)

5. Atrial fibrilasi ditandai dengan ketidakteraturan kontraksi dari atrial, dimana elektrokardiogram menunjukkan tidak adanya gelombang P dengan fluktuasi yang cepat dan interval R-R yang tidak teratur.(35) 6. Disfagia adalah suatu gangguan menelan yang berkaitan dengan

kesulitan dalam memindahkan makanan/cairan dari mulut ke lambung.(36) Disfagia dapat dideteksi dengan menggunakan screening test untuk disfagia.(13)

7. Stroke severity dinilai dengan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS merupakan pengkuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12 pertanyaan: tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi.(35,36) Nilai skor 0 – 4


(32)

menunjukkan stroke ringan (mild), 5 – 15 stroke sedang (moderately severe) dan ≥ 16 menunjukkan stroke berat (severe/ very severe).(6) III.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode pengambilan data secara potong lintang.

III.5. Pelaksanaan Penelitian III.5.1. Instrumen Penelitian :

1. Head Computed Tomography Scan (CT Scan): CT Scan yang digunakan adalah X-Ray CT System, merk Hitachi seri W 450.

2. Foto Toraks: menggunakan X-Ray merk Hitachi tipe P-O-105H-B dan tipe PM 155VCII(U51).

3. Kultur darah: menggunakan reagen Bactec kemudian akan diinkubasikan menggunakan Bactec 9050. Setelah bakteri tumbuh dikultur di Mc Conkey atau Blood agar. Jenis bakteri dilihat menggunakan mikroskop olympus optical model CH20BIMF200 dan model 8MOI88.

4. Elektrokardiograf (EKG): yang digunakan tipe MAC 500 dengan nomor seri 510003266.

III.5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke akut yang masuk ke ruang rawat inap neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan telah ditegakkan dengan anamnese, pemeriksaan fisik (toraks), pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan CT Scan kepala yang diambil secara konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, dilakukan foto toraks. Dinilai skor klinis A2DS2.


(33)

Kemudian diamati jika muncul tanda-tanda pneumonia maka ditegakkan dengan kriteria The Center for Disease Control (CDC-Atlanta) yang telah diadaptasi oleh PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia).

III.5.3. Kerangka Operasional

Penderita Stroke

Anamnese

Pemeriksaan fisik (toraks) Pemeriksaan neurologis

Head CT Scan

Surat persetujuan ikut penelitian

Skor klinis A2DS2

Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi


(34)

III.5.4. Variabel yang Diamati

Variabel Bebas : Skor A2DS2 Variabel Terikat : Pneumonia III.5.5. Analisa Statistik :

Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science Service). Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :

a. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik demografi yang disajikan dalam bentuk tabulasi.

b. Untuk melihat hubungan dan kekuatan hubungan antara skor klinis A2DS2 dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut digunakan uji Lamda.

c. Untuk mengetahui hubungan masing-masing komponen skor klinis A2DS2 (age/usia, atrial fibrilasi, disfagia, sex/jenis kelamin dan stroke severity (NIHSS)) dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut digunakan uji Fisher.

III.5.6. Jadwal Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan mulai tanggal 19 September 2012 – 17 November 2012.

Kegiatan Waktu

Persiapan 09 Agustus – 18 September 2012

Pengumpulan data 19 September – 17 November 2012

Analisis data 18 November – 24 November 2012


(35)

Penyajian laporan 01 Desember 201 III.5.7. Biaya Penelitian

Biaya pencetakan lembar pengumpulan data = Rp 200.000

Penulisan laporan penelitian = Rp 500.000

Jumlah = Rp 700.000

III.5.8. Personalia Penelitian

Peneliti Utama : dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu.) Pembimbing : 1. dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S

2. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S (K) 3. Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S (K)


(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari keseluruhan pasien stroke akut yang dirawat di ruang rawat inap Neurologi FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode September hingga November 2012, terdapat 32 pasien stroke akut yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian.

Dari 32 orang penderita stroke akut yang ikut dalam penelitian, 18 orang (56,2%) menderita stroke iskemik akut dan 14 orang (43,8%) stroke hemoragik. Dari keseluruhan sampel 13 orang adalah pria (40,6%) dan sisanya 19 orang (59,4%) adalah wanita. Rerata usia keseluruhan peserta 62,38 ± 12,02 dengan rentang usia 42 tahun hingga 88 tahun. Kelompok usia yang terbanyak adalah < 75 tahun yaitu sebanyak 25 orang (78,1%), sedangkan jumlah kelompok usia ≥ 75 tahun sebanyak 7 orang (21,9%).

Kemudian dari 32 orang subjek penelitian, suku yang terbanyak adalah suku Batak yaitu 15 orang (46,9%), sedangkan yang paling sedikit adalah suku Minang yang terdiri dari 1 orang (3,1%). Pekerjaan terbanyak ialah ibu rumah tangga yaitu 15 orang (46,9%) dan wiraswasta yang paling sedikit dari keseluruhan sampel 4 orang (12,5%).


(37)

Tabel 1. Gambaran karakteristik demografik subjek penelitian.

Variabel n (%)

Total Iskemik Hemoragik 32 (100) 18 (56,2) 14 (43,8) Jenis kelamin Pria Wanita 13 (40,6) 19 (59,4) Usia (tahun) 41-56 57-72 73-88 12 (37,5) 13 (40,6) 7 (21,9) Suku Batak Jawa India Melayu Minang Aceh 15 (46,9) 6 (18,8) 2 (6,3) 5 (15,6) 1 (3,1) 3 (9,4) Pendidikan Pensiunan Petani IRT Wiraswasta 8 (25,0) 5 (15,6) 15 (46,9) 4 (12,5) Faktor risiko Hipertensi Diabetes Merokok Kel. Jantung Dislipidemia 28 (87,5) 7 (21,9) 9 (28,1) 1 (3,1) 9 (28,1) Skor A2DS2

Age (≥75tahun) Atrial Fibrillation

Disfagia Seks (Pria)

Stroke severity (NIHSS) 0-4 5-15 >16 7 (21,9) 1 (3,1) 23 (71,9) 13 (40,6) 3 (9,4) 9 (28,1) 20 (62,5)


(38)

Sementara itu faktor risiko stroke yang paling banyak jumlah subjeknya adalah hipertensi yaitu sebanyak 28 orang (87,5%) dan yang paling sedikit adalah kelainan jantung (atrial fibrillation) yang berjumlah 1 orang (3,1%).

Dari segi skor A2DS2, rerata skor 6 ± 2,5. Dengan komponen yang terbanyak menyumbang untuk skor A2DS2 ialah keparahan stroke yang berat (NIHSS > 16), yaitu 20 orang (62,5%). Sementara itu komponen yang paling sedikit menyumbang untuk skor tersebut ialah fibrilasi atrial dengan jumlah 1 orang (3,1%). Keseluruhan gambaran karakteristik sampel yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1.

IV.1.2 Hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke iskemik

Untuk mendapatkan hubungan antara skor A2DS2 dengan kejadian/ insidens pneumonia pada penderita stroke akut digunakan uji Lamda, dan didapatkan hasil ada hubungan skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut. Hubungan yang didapat ialah searah (positif) dan signifikan, serta mempunyai kekuatan korelasi yang lemah (p = 0,04 ; r = 0,200). Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2: Hubungan skor A2DS2 dengan insidens pneumonia pada penderita stroke

iskemik

Pneumonia

Total: r * p *

Ya Tidak

Skor A2DS2: ≥5: <5:

20 6 26

0,200 0,040

2 4 6

Total: 22 10 32


(39)

IV.1.3. Nilai sensitifitas dan spesifisitas dari skor klinis A2DS2

Untuk mendapatkan nilai sensitifitas dan spesifisitas dari skor A2DS2 dalam memprediksi terjadinya pneumonia pada penderita stroke akut dapat dihitung dengan rumus: sensitifitas = a/(a+c) dan spesifisitas = d/(b+d) atau

dengan program SPSS menggunakan prosedur Receiver Operating

Characteristic. Adapun untuk menentukan titik potong kurvanya dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel. Hasilnya didapati titik potong di antara skor A2DS2 5 dan 6. Sensitifitas 90,9% dan spesifisitas 70% didapati untuk skor ≥ 5, serta sensitifitas 90,9% dan spesifisitas 100% untuk skor ≥ 6. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dan grafik 1 berikut:

Tabel 3. Nilai sensitifitas dan spesifisitas masing-masing dari skor A2DS2

Skor A2DS2

Sensitifitas (%)

Spesifisitas (%)

1 100 0

2 100 20,0

3 100 30,0

4 90,9 40,0

5 90,9 70,0

6 90,9 100

7 45,5 100

8 9,1 100


(40)

Grafik 1. Titik potong kurva skor A2DS2

IV.1.4. Hubungan tiap komponen skor A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut.

Skor klinis A2DS2 terdiri dari komponen age (usia), atrial fibrillation (fibrilasi atrial), disfagia, seks dan stroke severity (keparahan stroke). Hubungan usia dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut diperoleh dengan uji Fisher dan didapati tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut (p = 0,387). Hasil dapat dilihat pada tabel 4. Adapun hubungan fibrilasi atrial dengan kejadian pneumonia tidak dapat diuji karena jumlah sampel yang menderita fibrilasi atrial hanya 1 orang.

Tabel 4. Hubungan usia dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

Pneumonia

Total: p *

Ya Tidak

Age (usia) : ≥75: <75:

6 1 7

0,387

16 9 25

Total : 22 10 32


(41)

Hubungan antara disfagia dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut diperoleh dengan uji Fisher dan didapat hubungan yang bermakna antara keduanya (p = 0,001). Dapat dilihat pada tabel 5:

Tabel 5. Hubungan disfagia dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

Kemudian hubungan antara seks dengan kejadian pneumonia pada penelitian ini diperoleh dengan uji Lamda, dan didapati tidak ada hubungan antara keduanya (p = 0,244). Dapat dilihat pada tabel 6:

Tabel 6. Hubungan seks dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut

Keparahan stroke yang dinilai dengan NIHSS memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,0001). Hubungan ini diperoleh dengan uji Fisher. Hasil dapat dilihat pada tabel 7:

Pneumonia

Total: p *

Ya Tidak

Disfagia : Ya : Tidak:

20 3 23

0,001

2 7 9

Total : 22 10 32

* Uji Fisher

Pneumonia

Total: p *

Ya Tidak

Disfagia : Pria : Wanita:

7 6 13

0,244

15 4 19

Total : 22 10 32


(42)

Tabel 7. Hubungan keparahan stroke (NIHSS) dengan kejadian pneumonia pada stroke akut

IV.2 PEMBAHASAN

IV.2.1 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian

Dari hasil penelitian ini didapati 32 orang penderita stroke akut yang ikut dalam penelitian, 18 orang (56,2%) menderita stroke iskemik akut dan 14 orang (43,8%) stroke hemoragik. Hal ini berbeda dengan penelitian Hoffmann, dkk, 2012 dimana jumlah sampel yang jauh lebih besar dan hanya pada stroke iskemik saja dilakukan.(6)

Dari keseluruhan sampel 13 orang adalah pria (40,6%) dan sisanya 19 orang (59,4%) adalah wanita. Rerata usia keseluruhan peserta 62,38 ± 12,02 dengan rentang usia 42 tahun hingga 88 tahun. Kelompok usia yang terbanyak adalah < 75 tahun yaitu sebanyak 25 orang (78,1%), sedangkan jumlah kelompok usia ≥ 75 tahun sebanyak 7 orang (21,9%). Sementara penelitian sebelumnya oleh Hoffmann, dkk, 2012 didapati hasil persentase pria 50,6% dan sisanya 49,4% wanita, dengan rerata usia subjek penelitian 71,2 ± 13,1 serta dengan kelompok usia terbanyak < 75 tahun sebesar 56,7% dan ≥ 75 tahun sebesar 43,2%.(6)

Pneumonia

Total: p *

Ya Tidak

NIHSS :

0-4 : 5-15:

≥ 16:

0 3 3

0,0001

2 7 9

20 0 20

Total : 22 10 32


(43)

Sementara itu dari penelitian ini, faktor risiko stroke yang paling banyak jumlah subjeknya adalah hipertensi yaitu sebanyak 28 orang (87,5%) dan yang paling sedikit adalah kelainan jantung (atrial fibrillation) yang berjumlah 1 orang (3,1%). Hasil ini mendukung penelitian Hoffmann, dkk, 2012 yang juga mendapati faktor risiko terbanyak ialah hipertensi sebesar 85,9% dan yang paling sedikit ialah fibrilasi atrial sebesar 28,3%.(6)

IV.2.2. Hubungan tiap komponen skor A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut.

Penelitian dengan menggunakan skor klinis A2DS2 dalam memprediksi terjadinya pneumonia pada penderita stroke baru dilakukan oleh Hoffmann, dkk, 2012. Penelitian mereka mendapati nilai cut off point antara 4 dan 5, dimana nilai skor ≥ 4 memiliki sensitifitas 91% dan spesifisitas 57%. Sedangkan nilai skor ≥ 5 mempunyai sensitifitas 83% dan spesifisitas 72%.(6) Pada penelitian ini didapati hubungan yang bermakna antara skor klinis A2DS2 terhadap kejadian pneumonia, hubungan didapati searah dengan kekuatan hubungan yang lemah (p = 0,04 ; r = 0,200). Hasil penelitian ini mendapatkan nilai cut off point antara 5 dan 6. Dimana sensitifitas 90,9% dan spesifisitas 70% didapati untuk skor ≥ 5, serta sensitifitas 90,9% dan spesifisitas 100% untuk skor ≥ 6.

Terdapat dua cara untuk menentukan titik potong (cut off point). Pertama, titik potong ditentukan secara klinis. Kedua, titik potong ditentukan secara statistik. Penentuan titik potong secara klinis merupakan penentuan titik potong yang ditetapkan peneliti sesuai dengan harapan peneliti dan


(44)

kepentingan klinis. Apabila akan digunakan untuk tujuan screening, tentunya dipilih titik potong yang mempunyai nilai sensitifitas yang tinggi. Akan tetapi, apabila akan digunakan sebagai tahap akhir diagnosis, ditetapkan titik potong dengan nilai spesifisitas yang tinggi.(39) Pada penelitian ini diharapkan skor A2DS2 dapat digunakan sebagai penilaian awal pada saat pasien stroke masuk, untuk memprediksi terjadinya pneumonia di fase akut (screening). Dengan demikian dipakailah titik potong dengan nilai sensitifitas yang tinggi yaitu 90,9%, yang berada antara skor 4, 5 atau 6. Nilai 4 sebaiknya dipilih dikarenakan dengan skor 4 (batas skor terkecil) sudah didapati kemungkinan terjadinya pneumonia sebesar 90,9%. Diharapkan dengan screening yang lebih awal, sesegera mungkin dapat dilakukan pencegahan pneumonia yang adekuat.

Komponen yang membentuk skor klinis A2DS2 terdiri dari age (usia), atrial fibrillation (fibrilasi atrial), disfagia, seks dan stroke severity (keparahan stroke). Hubungan usia dan seks dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut tidak signifikan. Sementara hubungan fibrilasi atrial dengan kejadian pneumonia tidak dapat dinilai karena jumlah sampel yang hanya 1 orang. Adapun hubungan disfagia dan keparahan stroke (NIHSS) mempunyai hubungan yang signifikan.

Usia tua mempunyai hubungan dengan pneumonia post-stroke dikarenakan pada dasarnya usia lanjut/ tua berkaitan dengan keadaan-keadan medis komorbid dan gangguan menelan dan refleks batuk.(27) Pada penelitian Hoffmann, dkk, 2012 didapati hubungan antara usia dengan kejadian pneumonia pada stroke iskemik signifikan, sementara pada penelitian ini


(45)

hubungan tersebut tidak signifikan. Hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel pada penelitian Hoffmann, dkk tersebut didapati pebandingan persentasi usia ≥ 75 dengan < 75 tahun (43,2% : 56,7% = 0,76) dengan rerata usia 71,2 ± 13,1 lebih besar dibandingkan pada penelitian ini (21,9% : 78,1% = 0,28) dengan rerata usia yang lebih muda 62,38 ± 12,02.

Pada penelitian ini disfagia memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,001) dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut. Hal ini mendukung penelitian Hoffman, dkk, 2012, yang juga mendapati hubungan yang signifikan antara keduanya. Dan penelitian Martino, dkk, 2005 juga mendapati peningkatan risiko pneumonia 3 kali pada penderita stroke dengan disfagia. Penderita disfagia rentan untuk aspirasi sehingga merupakan faktor risiko yang kuat terjadinya pneumonia.(30)

Jenis kelamin pria merupakan prediktor pneumonia post-stroke, penelitian Reid, dkk, 2008 menunjukkan pasien pria berisiko lebih tinggi mendapat pneumonia post-stroke.(28) Hal ini mungkin berkaitan dengan prevalensi merokok dan penyakit paru yang sebelumnya diderita lebih tinggi pada pria. Namun penelitian lain tidak mendapatkan hasil yang demikian.(6) Pada penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan kejadian pneumonia. Pengaruh perbedaan seks pada infeksi post-stroke memerlukan penelitian lebih lanjut.(6)

Keparahan stroke (NIHSS) pada penelitian ini memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,0001) terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut. Hal ini mendukung penelitian Hoffmann, dkk, 2012. Nilai yang tinggi dari


(46)

skor NIHSS berkaitan dengan penurunan kesadaran dan penurunan refleks bulbar, yang membuat aspirasi lebih mungkin terjadi.(6)


(47)

BAB V KESIMPULAN

Didapati hubungan positif yang signifikan, dengan kekuatan hubungan yang lemah antara skor A2DS2 terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut, dan skor ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dalam memprediksi pneumonia post-stroke.

Adapun komponen yang memberikan kontribusi yang besar pada skor ini dalam memprediksi pneumonia ialah disfagia dan nilai skor NIHSS yang tinggi. Penelitian prospektif yang lebih lanjut dengan jumlah subjek yang lebih besar diperlukan untuk menguatkan hasil penelitian ini.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution D. Strategi Pencegahan Stroke Primer. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Neurologi FK USU. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2007.

2. Soertidewi L, Misbach J. Epidemiologi Stroke. Dalam: Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. (Ed.). Stroke, aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2011.

3. Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri PERDOSSI. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta: PERDOSSI, 1999. 4. Misbach J. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam : Rasyid A dan

Soertidewi L (Ed.). Unit stroke, manajemen stroke secara komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit Universitas Indonesia, 2007.

5. Heuschmann PU, Wiedmann S, Wellwood I, Rudd A, Di Carlo A, Bejot Y, et al. Three-month stroke outcome: the European Registers of Stroke (EROS) investigators. Neurology. 2010;43:458–463.

6. Hoffmann S, Malzahn U, Harms H, Koennecke HC, Berger K, Kalic M, et al. Development of a Clinical Score (A2DS2) to Predict Pneumonia in Acute Ischemic Stroke. Stroke. 2012;43:00-00.

7. Balami JS, Chen RL, Grunwald IQ, Buchan AM. Neurological complications of acute ischaemic stroke. Lancet Neurol. 2011;10:357–371.

8. Kumar S, Selim MH, Caplan LR. Medical complications after stroke.Lancet Neurol. 2010;9:105–118.


(49)

9. Vermeij FH, Reimer WJMS, Man PD, Oostenbrugge RJV, Franke CL, Jong GD, et al. Stroke-Associated Infection Is an Independent Risk Factor for Poor Outcome after Acute Ischemic Stroke: Data from the Netherlands Stroke Survey. Cerebrovasc Dis 2009;27:465–471.

10. Koennecke HC, Belz W, Berfelde D, Endres M, Fitzek S, Hamilton F, et al. Factors influencing in-hospital mortality and morbidity in patients treated on a stroke unit. Neurology. 2011;77:965–972.

11. Chumbler NR, Williams LS, Wells CK, Lo AC, Nadeau S, Peixoto AJ, et al. Derivation and validation of a clinical system for predicting pneumonia in acute stroke. Neuroepidemiology. 2010;34:193–199.

12. Sellars C, Bowie L, Bagg J, Sweeney MP, Miller H, Tilston J, et al. Risk factors for chest infection in acute stroke: a prospective cohort study Stroke. 2007;38:2284–2291.

13. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia. A national clinical guideline. 2010.

14. Gofir A. Definisi Stroke, Anatomi Vaskularisasi Otak dan Patofisiologi Stroke. Dalam: Indera, Noer A, Utomo AB. (Ed.). Manajemen stroke, evidence based medicine. Jakarta: 2009.

15. Sjahrir H. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung, 2003.

16. Caplan LR. Caplan’s Stroke: A Clinical Approach, Fourth Edition. Philadelphia, Saunders Elsevier, 2009.


(50)

17. Howard G, Howard FG. Stroke Epidemiology. In : Goldstein LB (Ed.). A primer on stroke prevention and treatment, an overview based on AHA/ ASA guidelines. p: 3-10. USA: Wiley-Blackwell, 2009.

18. Misbach J, Jannis J. Diagnosis Stroke. Dalam: Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. (Ed.). Stroke, aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2011.

19. Adams HPJ, Bendixen BH, Kappelle LJ, Biller J, Love BB, Gordon DL, Marsh EE. 1993. Classification of subtype of acute ischemic stroke: definitions for use in a multicenter clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment. Stroke.;24:35–41.

20. Becker JU, Wira CR, Arnold JL. Stroke, Ischemic. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904. Cited at:11/17/2010

21. Misbach J, Soertidewi L. Anatomi Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke. Dalam: Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. (Ed.). Stroke, aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2011. 22. Rotstein C, Evans G, Born A, Grossman R, Light RB, Magder S, et al.

Clinical practice guidelines for hospital-acquired pneumonia and ventilator-associated pneumonia in adults. AMMI Canada Guidelines. Can J Infect Dis Med Microbiol 2008;19(1):19-53.

23. Marrie TJ, Campbell GD, Walker DH, Low DE. Pneumonia. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL and Jameson JL (Ed.). Harrison’s principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill, 2005. 24. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pneumonia Nasokomial,


(51)

25. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI, 2003.

26. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guideline Stroke, Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI, 2011.

27. Petroianni A, Ceccarelli D, Conti V, Terzano C. Aspiration pneumonia.

Pathophysiological aspects, prevention and management. A

review.Panminerva Med. 2006;48:231–239.

28. Reid JM, Dai D, Gubitz GJ, Kapral MK, Christian C, Phillips SJ. Gender differences in stroke examined in a 10-year cohort of patients admitted to a Canadian teaching hospital. Stroke. 2008;39:1090–1095.

29. Perry L, Love CP. Screening for dysphagia and aspiration in acute stroke: a systematic review. Dysphagia. 2001;16:7–18.

30. Martino R, Foley N, Bhogal S, Diamant N, Speechley M, Teasell R.

Dysphagia after stroke: incidence, diagnosis, and pulmonary

complications.Stroke. 2005;36:2756–2763.

31. Ovbiagele B, Hills NK, Saver JL, Johnston SC. Frequency and determinants of pneumonia and urinary tract infection during stroke hospitalization. J Stroke Cerebrovasc Dis. 2006;15:209–213.

32. Schwammenthal Y, Bornstein N, Schwammenthal E, Schwartz R,Goldbourt U, Tsabari R, et al. Relation of effective anticoagulation in patients with atrial fibrillation to stroke severity and survival (from the National Acute Stroke Israeli Survey [NASIS]). Am J Cardiol. 2010;105:411–416.


(52)

33. Daniels SK, Anderson JA and Willson PC. Valid Items for Screening Dysphagia Risk in Patients With Stroke : A Systematic Review. Stroke. 2012;43:892-897.

34. Basuki N. A. Perhitungan Besar Sampel. Diunduh dari:

http://www.scribd.com/doc/49889615/PENGHITUNGAN-BESAR-SAMPEL. Dikutip pada: 10/09/2012.

35. Blayer FL.Atrial Fibrillation. In: Schmitz PG, Martin KJ, Miller DD. (Ed.). Internal medicine, just the facts. USA: Mc-Graw Hill, 2008.

36. Heart and Stroke Foundation of Ontario. Management of Dysphagia in Acute Stroke, An Educational Manual for the Dysphagia Screening Professional. Toronto: Heart and Stroke Foundation of Ontario, 2006.

37. Meyer BC, Hemmen TM, Jackson CM and Lyden PD. Modified National Institute of Health Stroke Scale for Use in Stroke Clinical Trials : Prospective Reliability and Validity. Stroke. 2002.33:1261-1266.

38. Soertidewi L. Pemantauan Dengan Skala Stroke. Dalam: Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. (Ed.). Stroke, aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2011.

39. Dahlan MS. Seri Evidence Based Medicine 5. Penelitian Diagnostik. Dasar-dasar Teoritis dan Aplikasi dengan Program SPSS dan Stata. Jakarta: Salemba Medika, 2009.


(53)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN ( Informed Consent )

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Pekerjaan :

Alamat :

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN

untuk ikut dalam penelitian: ”Hubungan Skor Klinis A2

DS2 (Age, Atrial Fibrillation, Dysphagia, Sex and Stroke Severity) Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Penderita Stroke Akut.” dan dilakukan pemeriksaan foto toraks serta kultur darah terhadap diri/suami/istri/ ayah/ ibu / ___________________ saya :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Pekerjaan :

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta resiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, ... 2012 Yang memberikan penjelasan: Yang membuat pernyataan persetujuan dr. Chairil Amin Batubara

...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ... 2. ... ...


(54)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENGUMPULAN DATA I. DATA PRIBADI PENDERITA

Nama :………..

Umur :………..

Jenis Kelamin : Lk / Pr

Pekerjaan :………..

Suku :………..

Alamat :………..

Telepon :………..

Status Perkawinan: Kawin / Tidak kawin

Nomor MR :………..

Tanggal MRS :………..

II. HASIL PEMERIKSAAN A. Saat Masuk Rumah Sakit

1. Vital Sign

Kesadaran : □ CM □ Apatis □ Somnolens □ Sopor □ Koma

SKG : ………

Tekanan Darah : ………mmHg

Heart Rate : ………x/menit (reguler/ireguler)

Nadi : ………x/menit (reguler/ireguler)

Pernafasan : ………x/menit

Temperatur : ………ºC

2. Riwayat Hipertensi : □ ada □ tidak ada

3. Riwayat Diabetes Mellitus : □ ada □ tidak ada

4. Kebiasaan merokok : □ ada □ tidak ada

5. Waktu antara saat serangan stroke sampai di RS :………jam…………hari

6. Riwayat infeksi paru/infeksi lainnya :………

7. Pemeriksaan Klinis Traktus Respiratorius :………


(55)

B. Setelah Masuk Rumah Sakit

1. Kesadaran : □ CM □ Apatis □ Somnolens □ Sopor □ Koma

SKG : ………

Tekanan Darah : ………mmHg

Heart Rate : ………x/menit (reguler/ireguler)

Nadi : ………x/menit (reguler/ireguler)

Pernafasan : ………x/menit

Temperatur : ………ºC

2. Waktu mulai terjadi infeksi paru (pneumonia) hari ke : ……… 3. Infeksi lain (infeksi saluran kemih, dll) : ...

4. Pemeriksaan Klinis Traktus Respiratorius :……….

5. Gambaran Foto Toraks : ………

6. Hasil Kultur Darah : ………...

III.HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Hasil Pemeriksaan Head CT Scan

……… ……… ………

B. Hasil Pemeriksaan EKG

……… ……… ………

C. Hasil Pemeriksaan Laboratorium:

Saat Masuk RS Setelah Masuk RS (Hari Ke....)

Hemoglobin :...g% ...g% Hematokrit : ...% ...% Leukosit : ... ... Trombosit : ... ... Eritrosit : ... ... KGD puasa : ...mg% ...mg%

2 jam pp : ...mg% ...mg% SGOT : ... ... SGPT : ... ... Kolesterol total : ... ... Trigliserida : ... ... HDL kolesterol : ... ... LDL kolesterol : ... ... Ureum : ... ... Kreatinin : ... ...


(56)

LAMPIRAN 3

NATIONAL INSTITUTE OF HEALTH STROKE SCALE (NIHSS)

Hari : ke-0 ke-14

1. a. Derajat Kesadaran Skor : ....… ….... 0 = sadar penuh

1 = somnolen (tidak sadar, tetapi bangun dengan stimulasi minimal) 2 = stupor (memerlukan stimulasi berulang untuk bangun)

3 = koma

1. b. Menjawab Pertanyaan (pasien menyebut bulan sekarang .…... ...…. dan umurnya)

0 = kedua jawaban benar

1 = satu jawaban benar / tidak bisa bicara karena ETT atau disartria 2 = kedua jawaban salah / afasia / stupor

1. c. Perintah : minta pasien untuk membuka dan menutup mata

dan mengepal/membuka kepalan tangannya pada sisi sehat ... …… 0 = kedua perintah benar

1 = satu perintah benar 2 = kedua perintah salah

2. Gerakan Mata Konyugat Horizontal ... ....…

0 = normal

1 = gerakan abnormal hanya pada satu mata

2 = deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata

3. Lapangan pandang pada tes konfrontasi ……. ....…

0 = tidak ada gangguan (lapangan pandang baik) 1 = kwadranopia

2 = hemianopia total

3 = hemianopia bilateral (buta kortikal)

4. Paresis wajah : minta pasien menunjukkan gigi atau mengangkat

alis dan menutup mata ….… .……

0 = normal (gerakan simetris)

1 = paresis ringan (sudut nasolabial rata, asimetri saat senyum) 2 = paresis parsial (total paralise dari wajah bagian bawah) 3 = paresis total (komplit paralise dari satu atau kedua sisi /

tidak ada gerakan wajah pada bagian atas dan bawah)


(57)

Hari : ke-0 ke-14

5. Fungsi Motorik Lengan Kanan Skor : ……. ……

0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua lengannya selama 10 detik)

1 = lengan menyimpang ke bawah selama 10 detik

2 = lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh 3 = tidak dapat melawan gravitasi

4 = tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)

6. Fungsi motorik lengan kiri (idem nomor 5) …… ……

7. Fungsi Motorik Tungkai Kanan .…. .……

0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua kakinya bergantian selama 10 detik)

1 = kaki menyimpang ke bawah selama 10 detik

2 = kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh

3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)

8. Fungsi Motorik Tungkai Kiri (idem nomor 7) ……. .……

9. Ataksia Anggota Badan ……. .……

0 = tidak ada ataksia

1 = ataxia pada satu ekstremitas

2 = ataxia pada dua atau lebih ekstremitas 3 = tidak dapat diperiksa

10. Sensorik (gunakan jarum untuk memeriksa lengan,

tungkai, badan, dan wajah, bandingkan sisi demi sisi) ……. ..…… 0 = normal

1 = defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang

2 = defisit berat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral

11. Bahasa terbaik (minta pasien menjelaskan gambar atau nama) ……. …… 0 = tidak ada afasia

1 = afasia ringan sedang 2 = afasia berat

3 = tidak dapat bicara (bisu) / global afasia / koma

12. Disartria (minta pasien mengucapkan beberapa kata) ……. ……

0 = artikulasi normal 1 = disartria ringan sedang


(58)

3 = tidak dapat diperiksa (intubasi atau hambatan fisik lain)

Hari : ke-0 ke-14

13. Neglect / tidak ada atensi Skor :……. ……

0 = tidak ada 1 = parsial 2 = total

Total ……. .……

Stroke severity: 0 – 4 = stroke ringan (mild)

5 – 15 = sedang (moderately severe) ≥ 16 = berat (severe/ very severe)

Dikutip dari:

1. Soertidewi L. Pemantauan Dengan Skala Stroke. Dalam: Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. (Ed.). Stroke, aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2011. 2. Hoffmann S, Malzahn U, Harms H, Koennecke HC, Berger K, Kalic M, et al. Development of a


(59)

SCREENING TEST DISFAGIA

Penderita dapat didudukkan dan sadar ≥ 15 menit ?

Penderita tidak boleh diberi makanan/minuman per oral Pasang NGT dan beri diet via NGT → (TES (+))

Segera bersihkan rongga mulut penderita.

Dudukkan penderita dan beri sesendok air sebanyak 3 kali. Letakkan jari-jari di garis tengah atas dan bawah laring dan rasakan saat penderita menelan.

Amati setiap sendok air yang diberikan, apakah ada tanda-tanda berikut:

- Tak bisa menelan - Batuk

- Tersedak

- Perubahan suara (suruh

penderita menyebut “aah”)

Penderita dapat makan/minum per oral

Penderita tidak boleh diberi makanan/minuman per oral Pasang NGT dan beri diet via NGT → (TES (+))

Penderita tidak boleh diberi makanan/minuman per oral Pasang NGT dan beri diet via NGT → (TES (+))

Dikutip dari: Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia. A national clinical guideline. 2010.

Ya

Ya Rongga mulut penderita bersih ?

Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Beri minum dengan jumlah air yang lebih besar dari gelas dengan hati-hati (perhatikan


(60)

SKOR KLINIS

A

2

DS

2

Variabel Klinis Poin Penilaian Nilai Didapat

Age (Usia) < 75 tahun ≥ 75 tahun = 0 = +1

Atrial fibrillation (-) = 0

(+) = +1

Disfagia (-) = 0

(+) = +2

Sex (Jenis Kelamin) Perempuan = 0

Laki-laki = +1

Stroke severity (NIHSS)

0 – 4 = 0 5 – 15 = +3 ≥ 16 = +5

Nilai Total :

NIHSS: National Institutes of Health Stroke Scale

Dikutip dari: Hoffmann S, Malzahn U, Harms H, Koennecke HC, Berger K, Kalic M, et al. Development of a Clinical Score (A2DS2) to Predict Pneumonia in Acute Ischemic Stroke. Stroke. 2012;43:00-00.


(61)

(1)

LAMPIRAN 3

NATIONAL INSTITUTE OF HEALTH STROKE SCALE (NIHSS)

Hari : ke-0 ke-14

1. a. Derajat Kesadaran Skor : ....… ….... 0 = sadar penuh

1 = somnolen (tidak sadar, tetapi bangun dengan stimulasi minimal) 2 = stupor (memerlukan stimulasi berulang untuk bangun)

3 = koma

1. b. Menjawab Pertanyaan (pasien menyebut bulan sekarang .…... ...…. dan umurnya)

0 = kedua jawaban benar

1 = satu jawaban benar / tidak bisa bicara karena ETT atau disartria 2 = kedua jawaban salah / afasia / stupor

1. c. Perintah : minta pasien untuk membuka dan menutup mata

dan mengepal/membuka kepalan tangannya pada sisi sehat ... …… 0 = kedua perintah benar

1 = satu perintah benar 2 = kedua perintah salah

2. Gerakan Mata Konyugat Horizontal ... ....…

0 = normal

1 = gerakan abnormal hanya pada satu mata

2 = deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata

3. Lapangan pandang pada tes konfrontasi ……. ....…

0 = tidak ada gangguan (lapangan pandang baik) 1 = kwadranopia

2 = hemianopia total

3 = hemianopia bilateral (buta kortikal)

4. Paresis wajah : minta pasien menunjukkan gigi atau mengangkat

alis dan menutup mata ….… .……

0 = normal (gerakan simetris)

1 = paresis ringan (sudut nasolabial rata, asimetri saat senyum) 2 = paresis parsial (total paralise dari wajah bagian bawah) 3 = paresis total (komplit paralise dari satu atau kedua sisi /

tidak ada gerakan wajah pada bagian atas dan bawah)


(2)

48 Hari : ke-0 ke-14

5. Fungsi Motorik Lengan Kanan Skor : ……. ……

0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua lengannya selama 10 detik)

1 = lengan menyimpang ke bawah selama 10 detik

2 = lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh 3 = tidak dapat melawan gravitasi

4 = tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)

6. Fungsi motorik lengan kiri (idem nomor 5) …… ……

7. Fungsi Motorik Tungkai Kanan .…. .……

0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua kakinya bergantian selama 10 detik)

1 = kaki menyimpang ke bawah selama 10 detik

2 = kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh

3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)

8. Fungsi Motorik Tungkai Kiri (idem nomor 7) ……. .……

9. Ataksia Anggota Badan ……. .……

0 = tidak ada ataksia

1 = ataxia pada satu ekstremitas

2 = ataxia pada dua atau lebih ekstremitas 3 = tidak dapat diperiksa

10. Sensorik (gunakan jarum untuk memeriksa lengan,

tungkai, badan, dan wajah, bandingkan sisi demi sisi) ……. ..…… 0 = normal

1 = defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang

2 = defisit berat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral

11. Bahasa terbaik (minta pasien menjelaskan gambar atau nama) ……. …… 0 = tidak ada afasia

1 = afasia ringan sedang 2 = afasia berat

3 = tidak dapat bicara (bisu) / global afasia / koma

12. Disartria (minta pasien mengucapkan beberapa kata) ……. …… 0 = artikulasi normal

1 = disartria ringan sedang

2 = disartria berat (tidak dimengerti atau tidak mampu bicara)


(3)

3 = tidak dapat diperiksa (intubasi atau hambatan fisik lain)

Hari : ke-0 ke-14

13. Neglect / tidak ada atensi Skor :……. ……

0 = tidak ada 1 = parsial 2 = total

Total ……. .……

Stroke severity: 0 – 4 = stroke ringan (mild)

5 – 15 = sedang (moderately severe) ≥ 16 = berat (severe/ very severe)

Dikutip dari:

1. Soertidewi L. Pemantauan Dengan Skala Stroke. Dalam: Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. (Ed.). Stroke, aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2011. 2. Hoffmann S, Malzahn U, Harms H, Koennecke HC, Berger K, Kalic M, et al. Development of a


(4)

50 SCREENING TEST DISFAGIA

Penderita dapat didudukkan dan sadar ≥ 15 menit ?

Penderita tidak boleh diberi makanan/minuman per oral Pasang NGT dan beri diet via NGT → (TES (+))

Segera bersihkan rongga mulut penderita.

Dudukkan penderita dan beri sesendok air sebanyak 3 kali. Letakkan jari-jari di garis tengah atas dan bawah laring dan rasakan saat penderita menelan.

Amati setiap sendok air yang diberikan, apakah ada tanda-tanda berikut:

- Tak bisa menelan - Batuk

- Tersedak

- Perubahan suara (suruh

penderita menyebut “aah”)

Penderita dapat makan/minum per oral

Penderita tidak boleh diberi makanan/minuman per oral Pasang NGT dan beri diet via NGT → (TES (+))

Penderita tidak boleh diberi makanan/minuman per oral Pasang NGT dan beri diet via NGT → (TES (+))

Dikutip dari: Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia. A national clinical guideline. 2010. Ya

Ya Rongga mulut penderita bersih ?

Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Beri minum dengan jumlah air yang lebih besar dari gelas dengan hati-hati (perhatikan

tanda-tanda seperti di atas).


(5)

SKOR KLINIS

A

2

DS

2

Variabel Klinis Poin Penilaian Nilai Didapat

Age (Usia) < 75 tahun ≥ 75 tahun = 0 = +1

Atrial fibrillation (-) = 0

(+) = +1

Disfagia (-) = 0

(+) = +2 Sex (Jenis Kelamin) Perempuan = 0

Laki-laki = +1 Stroke severity (NIHSS)

0 – 4 = 0 5 – 15 = +3 ≥ 16 = +5 Nilai Total :

NIHSS: National Institutes of Health Stroke Scale

Dikutip dari: Hoffmann S, Malzahn U, Harms H, Koennecke HC, Berger K, Kalic M, et al. Development of a Clinical Score (A2DS2) to Predict Pneumonia in Acute Ischemic Stroke. Stroke. 2012;43:00-00.


(6)

52 LAMPIRAN 4