47
tersebut telah menjadi generasi hewani yang lebih mengedepankan nafsu dibandingkan nalar.
Karena dorongan seksualnya sudah tidak terkendali, sehingga melepaskan hasrat seksualnya syahwatnya kepada orang sejenis yang penting
tersalurkan. Akibatnya, sekalipun semula orang sejenis merasa menyimpang, tetapi lama-kelamaan dirinya menikmati seksual yang sejenis yaitu dengan cara
homoseksual dan lesbian. Dan para remaja merasa penasaran untuk melihat yang lebih seru lagi dicyber sex. Dari persoalan itulah muncul keinginan terus melihat,
melihat dan melihat lagi. Akibatnya ia pun ketagihan terhadap cyber sex. Akibat lain juga bisa mendorong pemuasan seksual pada sosok yang
tak berdaya pemerkosaan pada lawan jenis. Hal ini terbukti, gencarnya pornografi dalam berbagai media, dimana-mana bermunculan kasus pemerkosaan
anak kecil dan lebih sadis lagi munculnya berbagai kasus sodomi, dapat memisu hubungan seks ekstramarital atau pemuasan hubungan seksual dengan anggota
keluarga sendiri.
53
C. Upaya Penanggulangan Cyber sex
Dalam hal ini masyarakat tidak terpaku pada konsep bahwa yang bertanggung jawab atas keamanan aparat penegak hukum semata. Namun
tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Pandangan konsep ini masyarakat disamping sebagai objek juga sebagai subjek.
53
Ibid, Abu Al-ghifari, pernikahan dini dilema generasi, ekstravaganza, h. 27-28.
48
Sebagai subjek, masyarakat merupakan perilaku aktivitas komunikasi antara yang satu dengan yang lain, serta pengguna jasa kegiatan internet dan
media lainnya, sebagai objek masyarakat dijadikan sasaran dan kejahatan bagi segenap aktivitas kriminalitas diinternet.
Dilihatnya masyarakat dalam pencegahan kejahatan mempunyai dua tujuan pokok menurut Muhammad Kemal Dermawan.
1. Mengeliminir factor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat
2. Mengerakan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi
kejahatan.
54
Tugas masyarakat tidak hanya sebatas mengurangi angka kejahatan semata, melainkan juga ikut menganalisis, mengenal dan memahami ancaman
kejahatan tersebut. Pengamanan software jarinagan computer antara lain:
1. Mengatur akses access contro melalui mekanisme outhenticontron dengan
menggunakan password. 2.
Firewall, program yang merupakan sebuah perangkat yang diletakkan kedalam maupun keluar dapat terkontrol.
3. Intruder Detection system IDS, diantaranya adalah auto buse, mendeteksi
probing dengan monitor log file. 4.
Back-up, untuk cara cadangan manakala system dimasuki pihak lain intruder
54
Mohammad Kemal Demarwan, strategi pencegahan kejahatan, PT.citra Aditya, bandung, 1994, h,10.
49
Kemudian pengamanan hardware yaitu: Penguncian computer, untuk computer baru memang tidak dilengkapi
dengan kunci seperti tipe computer lama, padahal hal ini merupakan salah satu cara yang cukup efektif dari kegiatan orang-orang yang tidak dikehendaki.
Intruksi presiden no.6 tahun 2001 menetapkan kerangka kebijakan pengembangan dan pendayagunaan teknologi telematika ICT, di Indonesia yang tertuang dalam
INPRES no.6 tahun 2001. Dalam INPRES tersebut terlihat bahwa warung internet warnet merupakan ujung tombak untuk mencapai tujuan yang diinginkan
disamping warung telekomunikasi wartel. Teknologi warung internet memungkinkan masuk kedesa-desa terpencil dipegunungan maupun dipantai asal
ada infra struktur telekomunikasi meskipun mungkin tidak sebaik perkotaan. Konsumen terbanyak dari pengguna warnet adalah mahasiswa, siswa
smp, smu smk, pegawai karyawan dan masyarakat umum. Kebanyakan dari mereka menggunakan internet kebanyakan untuk chatting, membaca surat kabar,
melihat gambar porno, dan sedikit yang memanfaatkannya untuk penelitian. Keinginan untuk melihat gambar porno dari internet merupakan daya taring bagi
pengguna untuk mengakses internet. Sedemikian mudahnya untuk mengakses situs porno sehingga bagi warnet ini merupakan daya tarik tersendiri, tetapi bagi
masyarakat yang masih memegang nilai-nilai budaya dan religi yang sebenarnya dapat menjadi saran control, tidak lagi menjadi sarana yang ampuh untuk itu.
Untuk menanggulangi maraknya pengakses situs porno, maka hukum pidana dapat digunakan untuk sebagai alat meskipun hanya bersifat pengobatan
50
simptomatik. Kebijakan atau upaya penaggulangan kejahatan hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat social defence
dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat sosial welfare. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik criminal ialah
“perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan
kebijakan yang meliputi adanya keterpaduan integralitas antara politik criminal dan politik sosial dan keterpaduan antara upaya penaggulangan kejahatan dengan,
penal dan non penal. Upaya penaggulangan kejahatan yang integral mengadung arti pula bahwa masyarakat dengan seluruh potensinya harus dipandang sebagai
bagian dari politik criminal Barda Nawawi Arief, 1996.
55
Dalam persoalan pornografi diinternet, penggunaan cara dalam tindakan hukum tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya kemandegan
dalam penafsiran unsur-unsur dalam pasal tentang pornografi. Disamping itu adalah kesulitan dari aparat keamanan untuk melacak jejak keberadaan pemilik
situs atau website untuk menawarkan gambar atau tulisan porno. Selain itu adalah keengganan hakim kita untuk mendobrak tradisi lama yang logism crriented
dengan pendekatan baru yang mengedepankan searching for truth and Justine. Melihat cara dalam tindakan hukum yang tidak lagi efektif dalam
penaggulangan cyber sex ini, maka langka yang harus ditempuh adalah dengan
55
Barda Nawawi Arief, Bunga rampai kebijakan hukum pidana, Bandung, PT. Citra Aditya, 1996, h. 27.
51
menggunakan sarana non penal yaitu dengan melibatkan berbagai komponen dalam masyarakat seperti pengusaha warnet jasa layanan internet, masyarakat
dan pengguna itu sendiri. Koordinasi ini sulit dilakukan karena terjadi pertentangan diantara komponen masyarakat tersebut. Pada satu sisi pornografi
merupakan daya tarik dari internet, pengusaha warnet yang berharap keuntungan akan datang dan pada sisi lain dari keinginan masyarakat untuk mempertahankan
nilai-nilai kemasyarakatan dan kebudayaan. Untuk mencapai tujuan bersama berupa keinginan untuk memberantas
pornografi, maka ada kompromi diantara mereka. Masyarakat berkeinginan agar pornografi diinternet dapat ditekan sehingga dampak burung yang muncul tidak
akan membahayakan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Hal ini menjadi tugas bersama anggota masyarakat, pengakses, orang tua terutama yang anaknya
senang main internet dan juga dirinya sendiri, pengusaha atau pemilik warnet dan aparat penegak hukum.
Selain menjadi ujung tombak dari kerangka pemberdayaan teknologi telematika, warung internet juga merupakan ujung tombak dari penikmat situs-
situs porno. Dalam konteks penaggulangan cyber sex, pengusaha atau pemilik warnet menghadapi dilema-lema tersebut adalah:
1. Situs porno merupakan daya tarik yang luar biasa dan menjadi alasan anak
muda untuk mengenal dan menikmati internet dan bagi pengusaha ini merupakan icon keuntungan.
52
2. Adanya larangan atau himbauan bagi pengujung untuk tidak mengakses situs
porno akan menurunkan jumlah pengunjung. 3.
Untuk mengontrol pengguna internet agar tidak memasuki situs porno agak susah karena pemakai internet diwartel juga banyak dan langka ini
memerlukan tenaga yang berarti telah jauh adalah tambahnya pengeluaran. 4.
Pembatasan usia pengujung juga akan semakin memperparah dan mempersulit pemasaran yang akibat lebih jauh adalah bangkrutnya warnetnya.
5. Tidak semua pengusaha atau pemilik warnet mempunyai kemampuan tidak
memasang software yang mampu menyaring situs-situs mana yang boleh dibuka.
Bagi para pemilik personal computer yang terhubung keinternet dan juga para warnet yang mampu untuk itu ada beberapa software yang dapat
digunakan untuk menyaring situs-situs mana yang tidak boleh dibuka oleh mereka yang belum cukup umur. Software yang dimaksud bernama W-Blokcer. Selain
software tersebut masih ada software lain yang bisa digunakan Robert Feldman, 1996, yaitu surf watch, Net Nanny dan cyber patrol.
Bahwa usaha untuk penaggulangan cyber sex secara non penal dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosial budaya berupa ikut
compurnya mereka-mereka yang terlibat dalam bisnis layanan jasa internet dan
53
secara teknis atau techno prevention berupa penambahan software –software tertentu pada perangkat computer yang digunakan untuk akses keinternet.
56
Tidak mudah memang untuk menetapkan batasan-batasan atau ruang lingkup delik kesusilaan, karena pengertian dan batas-batas kesusilaan cukup luas
dan dapat berbeda-beda menurut pandangan dan nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat. Khusus usaha penggulangan cyber sex yang terkait dengan
kesusilaan ini sebenarnya tidak bisa disentuh lewat kebijakan hukum pidana positif karena sifatnya pribadi dan maya. Maka wajar apabila tidak kejahatan ini
ditempuh melalui pendekatan teknologi, pendekatan budaya atau cultural, pendekatan moral bahkan pendekatan global.
57
Maka karena sifat karakteristik cyber sex yang tanpa batas terkadang setiap Negara mempuyai penafsiran yang berbeda mengenai cyber sex. Secara
karakteristik pada user yang sering menggunakan situs terlarang tersebut akan berbahaya yang mengakibatkan dalam fikirannya selalu berfikir hal-hal yang
berbau sex serta dapat mengambil tindakan yang bersifat cabul atau tindak senonoh.
56
www. Unsoed. Ac. Id newcmfak user file cyber porn.
57
www. Umy. Ac. Id berita. Php.
54
BAB IV PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG CYBER