Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

(1)

PERILAKU HARIAN IBU DAN ANAK ORANGUTAN

(Pongo abelii) DI EKOWISATA BUKIT LAWANG

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

SRI ROMA YULIARTA

040805045

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PERILAKU HARIAN IBU DAN ANAK ORANGUTAN

(Pongo abelii) DI EKOWISATA BUKIT LAWANG

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SRI ROMA YULIARTA

040805045

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

PERNYATAAN

PERILAKU HARIAN IBU DAN ANAK ORANGUTAN (Pongo abelii) DI EKOWISATA BUKIT LAWANG

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2009

SRI ROMA YULIARTA 040805045


(4)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat” ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Arlen H.J., M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Sri Suci Utami Atmoko Ph.D selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan, waktu, serta perhatiannya kepada penulis dari mulai penelitian sampai akhirnya penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S dan Ibu Masitta Tanjung, M.Si selaku ketua dan sekretaris penguji yang telah banyak memberikan banyak saran dan masukan serta waktunya dalam penyelesaian skripsi ini.

Ibu Etti Sartina Siregar, S.Si, M.Si selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberikan saran dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan segala urusan akademis selama masa perkuliahan. Bapak Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Ibu Nunuk Priyani, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan kepada seluruh staf pengajar Depertemen Biologi FMIPA USU, serta Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku staf administrasi Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Nurhasni Muluk dan Bapak Sukirmanto selaku analisis dan laboran di Laboratorium Departemen Biologi yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Mas Panut Hadisiswoyo selaku Direktur Lembaga Sumatran Orangutan Society-Orangutan Information Centre (SOS-OIC), yang telah memberikan beasiswa kepada penulis, juga kepada Ian Singleton, Ph.D yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran dan bantuan dalam hal teknis kepada penulis, selaku Direktur Lembaga Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) dan kepada Bapak Heri selaku Direktur Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), dimana kedua lembaga ini telah memberikan fasilitas kepada penulis selama penelitian berjalan. Kepada Bapak Nurhady selaku Kepala BBTNGL (Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser) dan Bapak Hendra Selaku Kepala Subseksi Pusat Pengamatan Satwa Bukit Lawang yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Peris Siregar dan Ibunda Lusiana yang telah mencurahkan segala kasih sayang, cinta yang tak terhingga dan do’a serta dukungan yang tiada pernah putus kepada penulis, juga adik-adik (Anto, Fitri, dan Novi) dan sepupu serta keponakan penulis (Ardi dan Farhan) semoga skripsi ini dapat menjadi suatu inspirasi agar lebih giat belajar lagi. Tidak lupa penulis ucapkan kepada keluarga besar Siregar di Pekanbaru dan keluarga besar di Lembang, Bandung, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada BIOPALAS yang telah membesarkan dan mendidik penulis. Serta buat Bang Gigi, Bang Asri, Bang Andinal, Bang Acil, Bang Barita, Bang Franhot, Bang Lapet, Bang Aldo, Kak Mugi, Kak Gita, Kak Tice, Kak Meyna, Kak Maini, Kak Fitri UNAS, Kak Achi UNAS dan Kak Pipit atas dukungan moril kepada penulis. Mas Didik Prasetyo, Bang Ilo, Bang Nuzuar terima kasih atas bantuan secara teknis kepada penulis selama penelitian berlangsung. Kepada Abangnda Zamruddin Lubis, S.Si yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya serta kesabarannya dalam membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Edward E. Rumapea, selaku tim peneliti, atas kerja sama dan bantuannya selama penelitian berlangsung juga seluruh staf perawatan satwa Bukit Lawang (Pak Riswan, Pak Mispan, Pak Is, Bang Jhon, Bang Edi, Bang Leman, Bang Sela, Bang Sindra, Kak Sari, Bang Irsyad) dan para pemandu wisata di Bukit Lawang atas bantuan dan kerja samanya. Teman-teman di Cottage, terima kasih atas pertemanan selama penulis melakukan penelitian di Bukit Lawang. Serta tidak lupa pula secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Bukit Lawang (Bang Darna, Kak


(5)

Diana, Kak Jum, Bang Eri, dan Bang No) atas keramahannya selama penulis berada di Bukit Lawang.

Kepada sahabat-sahabatku 2004 Andi, Runi, Zakiah, Desma, Desi, Ika jontik, Alex, Daniel, Rio, Pitra, Lestari, Boy, dan Yourik. Adik-adik stambuk 2005 Rahmad, Andi, Juned, Dahin, Fifi, Ajay, Diana, Dini. Adik-adik stambuk 2006 Umri, Juki, Ivo. Adik-adik stambuk 2007 Misfalla, Aini, serta segala bantuan dari semua pihak yang turut mendukung, dan penulis tidak dapat menyebutkan nama satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini nantinya. Demikian skripsi ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya konservasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Amin Ya Rabbal ’Alamin.


(6)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat” telah dilakukan pada bulan Maret–Juni 2008. Penelitian ini menggunakan metode Focal Animal Sampling. Dari hasil penelitian didapatkan perilaku harian orangutan yang paling banyak adalah perilaku istirahat (57,68%), kemudian diikuti oleh perilaku makan (21,24%), perilaku bergerak (15,17%), perilaku sosial (3,48%), dan perilaku bersarang (2,38%). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan secara tidak langsung antara aktivitas manusia di daerah ekowisata Bukit Lawang dengan perilaku harian orangutan.


(7)

DAILY ACTIVITIES OF MOTHER AND INFANT SUMATRAN ORANGUTAN (Pongo abelii) IN BUKIT LAWANGECOTURISM CENTER

GUNUNG LEUSER NATIONAL PARK LANGKAT REGENCY

ABSTRACT

The daily activities of mother and infant Sumatran Orangutan (Pongo abelii) research was conducted from March to June 2008 in Bukit Lawang ecoturism center, Gunung Leuser National Park, sub-district Bohorok, Langkat regency by used Focal Animal Sampling method. The most daily activities shown by orangutan is Resting (57,68%), Feeding (21,24%), Moving (15,17%), Social (3,48%), and Nesting (2,38%). Orangutan activities also shown an indirect relationship with human activities around Bukit Lawang ecoturism center.


(8)

DAFTAR ISI halaman PENGHARGAAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN iii v vi vii ix x xii 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Hipotesis

1.5 Manfaat Penelitian

1 3 3 3 3 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

2.2 Morfologi dan Biologi Orangutan 2.3 Penyebaran Orangutan

2.4 Habitat dan Konservasi Orangutan 2.5 Daerah Jelajah

2.6 Perilaku Harian Orangutan 2.6.1 Perilaku Membuat Sarang 2.6.2 Perilaku Makan

2.6.3 Perilaku Sosial

4 4 6 7 8 8 9 10 11 3. BAHAN DAN METODE

3.1 Letak dan Luas 3.2 Potensi Kawasan

3.2.1 Flora 3.2.2 Fauna 3.2.3 Wisata 3.3 Waktu dan Tempat 3.4 Alat dan Bahan 3.5 Metode Penelitian 3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Pencarian (Searching) 3.6.2 Pencatatan Aktivitas Harian 3.7 Analisis Data

12 12 12 13 13 13 13 14 14 14 15 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perilaku harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang Secara Umum

4.2 Perilaku harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang Secara Spesifik

4.2.1 Perilaku Bergerak (G)

19 22 22


(9)

4.2.1.1 Bergerak di Pohon (GP) 4.2.1.2 Bergerak di Tanah (GT)

4.2.1.3 Bergerak di atas Substrat Lain (GSL) 4.2.2 Perilaku Makan (M)

4.2.2.1 Persentase Pemilihan Pakan dari Platform (PP)

4.2.2.2 Persentase Pemilihan Pakan dari Orang (PO) 4.2.2.3 Persentase Pemilihan Pakan Sampah (PS) 4.2.2.4 Persentase Pakan dari Makan yang Dikunyah

(PK)

4.2.2.5 Persentase Pemilihan Pakan dari Alam (PA) 4.2.3 Perilaku Sosial (S)

4.2.3.1 Sosial Bermain (SB)

4.2.3.2 Sosial Mengutui/Dikutui (SM) 4.2.3.3 Sosial Agonistik (SA)

4.2.3.4 Sosial dengan Pengunjung (SP) 4.2.4 Perilaku Istirahat (I)

4.2.4.1 Istirahat di Sarang (IS) 4.2.4.2 Istirahat di Pohon (IP) 4.2.4.3 Istirahat di Tanah (IT)

4.2.4.4 Istirahat di Rumah/bangunan (IR) 4.2.5 Perilaku Bersarang (B)

4.3 Aktivitas Manusia di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang

22 23 24 25 27 29 32 33 34 37 38 39 40 41 42 43 44 45 45 46 48 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran 50 51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 52 55


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul halaman

2.1 Tahapan Perkembangan Kehidupan Orangutan 5

3.1 Nama dan Umur Ibu/Anak Orangutan Eks-peliharaan yang diteliti di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang

14 4.1 Persentase Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo

abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang Secara Umum

19 4.2 Persentase Perbandingan Antara Orangutan Liar yang Terdapat di

Ketambe dan Eks-peliharaan Bukit Lawang

20 4.3 Persentase Perilaku Bergerak untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

22 4.4 Persentase Sumber Makanan untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

26 4.5 Persentase Pemilihan Pakan dari Platform untuk Setiap Ibu dan

Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

28

4.6 Persentase Pemilihan Pakan dari Orang untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

30 4.7 Persentase Pemilihan Pakan Sampah untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

32 4.8 Persentase Pemilihan Pakan dari Alam untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

35 4.9 Persentase Perilaku Sosial untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan

(Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

37 4.10 Persentase Perilaku Sosial Bermain untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

38 4.11 Persentase Sosial Mengutui/Dikutui untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

39 4.12 Persentase Perilaku Sosial Ibu dan Anak Orangutan (Pongo

abelii) dalam Kontak dengan Pengunjung di Bukit Lawang

41 4.13 Persentase Perilaku Istirahat untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

43 4.14 Persentase Perilaku Bersarang untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul halaman

2.1 Orangutan Sumatera (Pongo abelii) 5

2.2 Beberapa Posisi Sarang Orangutan di Atas Pohon 10

4.1 Persentase Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang

20 4.2 Persentase Perbandingan Antara Orangutan Liar yang Terdapat di

Ketambe dan Eks-peliharaan Bukit Lawang

21

4.3 Orangutan saat bergerak di pohon 23

4.4 Orangutan saat bergerak di tanah mendekati kandang 24 4.5 Orangutan saat bergerak di atas substrat lain (pongo resort) 25 4.6 Persentase Perilaku Bergerak untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

25 4.7 Persentase Sumber Makanan untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

26 4.8 Persentase Pemilihan Pakan dari Platform untuk Setiap Ibu dan

Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

28

4.9 Orangutan bersama pengunjung di area platform 29

4.10 Persentase Pemilihan Pakan dari Orang untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

30 4.11 Orangutan mendapatkan makanan dari wisatawan/pengunjung 31 4.12 Persentase Pemilihan Pakan Sampah untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

32 4.13 Orangutan mengkonsumsi makanan dari tempat sampah 33 4.14 Persentase Pakan dari Kunyahan Sendiri untuk Setiap Ibu dan

Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

34 4.15 Persentase Pemilihan Pakan dari Alam untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

36

4.16 Orangutan makan dari alam 36

4.17 Persentase Perilaku Sosial untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

38 4.18 Persentase Perilaku Sosial Bermain untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

39

4.19 Orangutan bermain dengan anak di tanah 39

4.20 Persentase Perilaku Sosial Mengutui/Dikutui untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

40


(12)

4.22 Persentase Perilaku Sosial Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) dalam Kontak dengan Pengunjung di Bukit Lawang

42

4.23 Orangutan sedang mendatangi wisatawan lokal 42

4.24 Persentase Perilaku Istirahat untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

43

4.25 Orangutan sedang istirahat di sarang 44

4.26 Orangutan duduk di pohon 44

4.27 Orangutan sedang beristirahat di tanah 45

4.28 Orangutan sedang beristirahat dan disaksikan pengunjung di atas rumah/bangunan (pongo resort)

46 4.29 Persentase Perilaku Bersarang untuk Setiap Ibu dan Anak

Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan Bukit Lawang

47


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul halaman A Peta Lokasi Penelitian Bukit Lawang dalam Kawasan

Ekosistem Leuser


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman satwa yang hidup di hutan Indonesia sangat luar biasa. Empat puluh jenis primata yang terdapat hidup di hutan memiliki ciri dan ukuran yang bervariasi, mulai dari primata terkecil, seperti tangkasi (Tarsius pumilis) yang terdapat hidup di Sulawesi, hingga jenis yang terbesar seperti orangutan (Pongo pygmaeus dan Pongo abelii) yang masih terdapat di Kalimantan dan Sumatera (Supriatna dan Hendras, 2000).

Orangutan adalah salah satu satwa liar yang paling dikenal dan membuat kagum hampir semua orang di dunia, termasuk di Indonesia. Morfologi dan perilaku yang mirip dengan manusia merupakan daya tarik pemerhati primata maupun wisatawan lokal dan internasional. Tetapi kekaguman terhadap satwa liar ini jarang berpengaruh positif terhadap peluang hidupnya di alam. Mungkin salah satu alasannya adalah informasi tentang perilaku, keberadaan dan nasibnya di alam tidak cukup tersedia, sehingga banyak tekanan terhadap hutan sebagai habitatnya dan kondisi populasinya yang terus menurun (Meijaard et al, 2001).

Berbagai strategi dilakukan untuk melindungi orangutan, baik secara ek-situ maupun in-situ. Salah satu bagian dari program perlindungan orangutan secara ek-situ adalah rehabilitasi, yaitu menyiapkan/mendidik individu untuk dapat hidup mandiri di lingkungan sosial yang “normal” (diantara sesama jenis dan di habitat alami). Menurut Meijaard dan Rijksen (2001), rehabilitasi adalah usaha untuk memberikan kesempatan kepada binatang yang bisa terkurung agar dapat menyesuaikan kembali dengan kehidupan bebas dalam kondisi yang alami. Usaha ini dilakukan untuk mendukung penegakan hukum berupa penyitaan orangutan yang diperdagangkan secara ilegal sehingga perburuan liar dan perdagangan orangutan dapat dihentikan.


(15)

Di Indonesia terdapat 4 (empat) pusat rehabilitasi orangutan, 3 (tiga) terdapat di Kalimantan yaitu pusat rehabilitasi orangutan Wanariset Samboja, Kalimantan Timur, pusat rehabilitsi orangutan Nyaru Menteng, dan pusat rehabilitasi Pangkalan Bun keduanya di Kalimantan Tengah, serta satu di Sumatera, yaitu karantina Batu Mbelin, Sibolangit dan reintroduksi Bukit Tiga Puluh, Jambi. Sebelumnya di Sumatera ada 2 (dua) pusat rehabilitasi orangutan yang telah ditutup (Ketambe, Aceh Tenggara dan Bukit Lawang, Sumut).

Pusat rehabilitasi orangutan Bukit Lawang dibangun pada tahun 1973 dengan disponsori oleh FZG (Frankfurter Zoologische Gesellschaft) yang bertujuan membantu orangutan kembali ke habitat aslinya setelah dipelihara oleh manusia atau dipindahkan dari habitat yang terancam. (http://www.budpar.go.id/filedata/ 1692_474-1234261Sumut1.pdf, 2007). Tetapi pada tahun 1995, pusat rehabilitasi orangutan Sumatera Bohorok di Bukit Lawang beralih fungsi sebagai daerah ekowisata orangutan Bohorok, sedangkan proses rehabilitasi dan reintroduksi orangutan dipindahkan ke Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi.

Daerah ekowisata Bukit Lawang memiliki orangutan eks-peliharaan, dimana kehidupan dan kesejahteraan orangutan tersebut sedikit terganggu searah dengan peningkatan jumlah wisatawan. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya kualitas pengetahuan pemandu wisata lokal terhadap kehidupan orangutan. Berdasarkan data bulan Agustus 2006 hingga Juli 2007 diketahui adanya 3 bayi orangutan yang mati sebelum mencapai usia 5 tahun (Dellatore, 2007). Namun demikian sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dengan pasti, apakah berhubungan dengan pola ekowisata yang buruk, kesehatan orangutan yang tidak terjamin atau karena faktor internal dari orangutan itu sendiri .

Untuk mengetahui kelayakan hidup orangutan di Bukit Lawang perlu diketahui tentang pola perilaku harian orangutan, seperti bergerak pindah (moving), makan (feeding), sosial (social), istirahat (resting), dan bersarang (nesting), sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul : “Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat”

.


(16)

1.2

Permasalahan

Kawasan ekowisata Bukit Lawang merupakan tempat wisata alam yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun asing untuk menikmati suasana alam dan melihat kehidupan orangutan secara langsung di habitatnya. Penurunan jumlah wisatawan setelah musibah banjir bandang tahun 2003 membuat para pemandu wisata menggunakan berbagai cara untuk menarik perhatian wisatawan, diantaranya dengan cara memanfaatkan kehadiran orangutan di daerah ini, agar para wisatawan merasa terhibur dan senang. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah perilaku harian ibu dan anak orangutan akibat adanya aktivitas manusia di daerah ekowisata Bukit Lawang yang dapat menyebabkan terjadinya kematian pada beberapa bayi orangutan sebelum mencapai usia 5 tahun.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui pola perilaku harian ibu dan anak orangutan (Pongo abelii) akibat adanya aktivitas manusia di daerah ekowisata Bukit Lawang, kabupaten Langkat.

1.4 Hipotesis

Terjadi penyimpangan pola perilaku harian orangutan akibat adanya aktivitas manusia di daerah ekowisata Bohorok, Bukit Lawang.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui pola perilaku harian orangutan Bukit Lawang secara pasti sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan acuan pengelolaan konservasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di ekowisata Bohorok, Bukit Lawang.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Menurut Groves (2001), orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Homonidae, dengan klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrae Kelas : Mamalia Ordo : Primata Family : Homonidae Subfamily : Pongoninae Genus : Pongo Species : Pongo abelii

2.2 Morfologi dan Biologi Orangutan

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di pohon dan orangutan dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Tubuh besar dengan berat berkisar antara 50-90 kg, tubuh ditutupi oleh rambut berwarna coklat kemerahan, tidak berekor, orangutan jantan pada kedua pipinya berpijek, dan ukuran tubuh yang jantan dua kali lebih besar dari pada yang betina (Gambar 2.1). Secara genetik orangutan memiliki kemiripan dengan manusia (http://www.cpoi.or.id, 2007). Selanjutnya Galdikas (1986) menjelaskan bahwa orangutan Sumatera (Pongo abelii), biasanya berwarna lebih pucat, khasnya “ginger” (jahe), dan rambutnya lebih lembut dan lemas. Kadang-kadang mempunyai bulu putih pada mukanya (Galdikas, 1986).


(18)

A B Gambar 2.1 : Orangutan Sumatera (Pongo abelii) A = Betina dan Anaknya; B = Jantan

Menurut Mac Kinnon (1974), Rikjsen (1978), dan Galdikas (1986), tahapan perkembangan kehidupan orangutan di alam dapat dibedakan dalam beberapa kategori, morfologi dan tingkah laku, dengan tahapan perkembangannya yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Kehidupan Orangutan

No. Kategori Kisaran Umur Ciri-ciri

1. Bayi (infant) 0-2,5 tahun a. Berat badan 2-6 kg

b. Warna tubuh lebih pucat dari orangutan dewasa dengan bercak-bercak putih di seluruh tubuh

c. Mempunyai rambut pajang-panjang dan berdiri di sekitar muka

d. Kulit di sekitar muka berwarna pucat e. Seluruh tingkah lakunya masih

tergantung induk dantidur bersama-sama induk di dalam sarang

2. Kanak-kanak (Juvenil) 2,5-7 tahun a.Berat badan 6-15 kg

b.Warna tubuh lebih gelap dari pada bayi dan bercak-bercak putih hampir pudar, tetapi wajah masih menyerupai bayi

c.Sudah dapat melakukan aktivitas sendiri tetapi masih bersama induk d.Tidur masih berada dalam satu

sarang bersama induk tetapi kemudian membuat sarang sendiri didekat sarang induk

3. Remaja (Adolescent) 7-10 tahun a.Berat badan 15-30 kg


(19)

orangutan dewasa

c.Ukuran tubuh lebih kecil dari orangutan dewasa

d.Rambut disekitar muka masih panjang dan berdiri

4. Betina pra-dewasa 10-12 tahun a.Berat badan 30-40 kg b.Warna tubuh agak gelap 5. Betina dewasa 12-35 tahun a.Berat badan 30-50 kg

b.Warna tubuh sangat gelap, kadang-kadang berjenggot

Jolly (1972) menyatakan bahwa pada umumnya, primata (orangutan) lebih banyak mengandalkan proses belajar (learning) dalam kehidupanya dibandingkan hewan mamalia lainnya. Masa kanak-kanak primata baik non manusia dan manusia merupakan masa yang relatif penting dari seluruh kehidupannya, sehingga banyak yang harus dipelajari oleh primata muda untuk tumbuh normal.

Dalam beraktivitas, anak yang masih tergantung induk akan melakukan hal yang sama dengan induknya (Maple, 1980). Demikian juga dengan pemanfaatan waktu makanan antara induk dan anaknya. Waktu anak masih bergantung pada induknya, maka anak akan mengikuti aktivitas induknya, misalkan anak akan mengambil makanan dari mulut induknya, seperti buah, daun dan serangga (Rijksen, 1978).

2.3 Penyebaran Orangutan

Orangutan (Pongo sp.) merupakan satu-satunya kera besar yang terdapat di Asia. Pada masa Pleistocene, mereka tersebar di seluruh Asia Tenggara, dari Selatan Cina di Utara hingga ke Jawa, Indonesia di Selatan, saat ini penyebaran orangutan hanya terbatas di pulau Sumatera dan Borneo (Rijksen and Meijaard, 1999, Singleton et al, 2004), dan keduanya dinyatakan sebagai spesies terpisah, yaitu Pongo abelii di Sumatra dan Pongo pygmaeus di Borneo (Groves, 2001). Populasi terakhir diperkirakan sekitar 55,000 individu di pulau Borneo (Soehartono et al, 2007; Wich et al 2008) dan 6,600 individu di Sumatera (Soehartono et al, 2007; Wich et al 2008).


(20)

Menurut Van Schaik (2006), orangutan, yang merupakan satu-satunya kera besar di Asia, hanya dapat ditemukan di hutan-hutan pedalaman di pulau Kalimantan dan pulau Sumatera. Menurut Groves (2001), orangutan yang hidup di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan adalah satu genera, yang terdiri dari dua spesies, yaitu Pongo abelii yang terdapat di pulau Sumatera dan spesies Pongo pygmaeus di pulau Kalimantan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari SOS-OIC (2007) di pulau Sumatera orangutan hanya ditemukan pada beberapa kawasan hutan saja, diantaranya di hutan yang terdapat di Sumatera Utara (antara lain di Bohorok, Tangkahan dan Batang Toru) dan Aceh Tenggara (antara lain di Singkil, Ketambe, dan Suaq).

2.4 Habitat dan Konservasi Orangutan

Orangutan banyak dijumpai di kawasan hutan hujan tropis dan menjadikan daerah ini sebagai habitatnya (Galdikas, 1986). Selanjutnya dijelaskan bahwa saat ini habitat orangutan dapat dikategorikan sebagai habitat in-situ (hutan alam) dan habitat eks-situ (hutan binaan/rehabilitasi dan reintroduksi, kebun binatang, dan lain sebagainya). Apabila dikaitkan dengan usaha-usaha konservasi, maka kegiatan yang dilakukan di habitat tersebut dapat dikelompokkan menjadi kegiatan rehabilitasi dan bukan rehabilitasi.

Meijaard dan Rijksen (2001) menjelaskan bahwa rehabilitasi merupakan usaha untuk memberikan kesempatan kepada hewan yang biasa hidup terkurung agar dapat menyesuaikan diri kembali dengan kehidupan bebas dalam kondisi yang agak alami. Usaha ini dilakukan untuk mendukung penegakan hukum berupa penyitaan orangutan yang diperdagangkan secara ilegal, sehingga perburuan liar dan perdagangan orangutan dapat dihentikan. Selain itu rehabilitasi juga merupakan alat pengelolaan di bidang konservasi alam karena individu-individu orangutan sitaan yang kemampuan mentalnya lebih maju untuk hidup bebas ini dilatih agar mampu mempertahankan hidup dan bereproduksi di dalam kondisi liar.

Orangutan yang akan diliarkan kembali adalah satwa peliharaan hasil sitaan yang akan dikembalikan ke hutan, namun harus menjalani karantina terlebih dahulu


(21)

dan pengobatan terhadap berbagai penyakit yang mungkin dideritanya. Selanjutnya secara bertahap diperkenalkan kembali dengan kehidupan di hutan, yaitu dengan memberi makanan biasa, seperti pisang : bubur pisang yang sudah dikunyah hingga lumat dipertahankan di dalam mulut untuk waktu yang lama, dan kemudian dimuntahkan di atas permukaan yang rata, dan kemudian dimakan kembali, sehingga permukaan itu tampak basah tetapi bersih sekali. Beberapa diantara orangutan itu, bila sudah selesai menelan bubur pisang, akan mengambil kembali kulit pisang yang sebelumnya dibuang, dan mengulangi proses sebelumnya. Tujuan sebenarnya dari proses-proses ini masih kabur, akan tetapi bermain-main dengan makanan hampir pasti akan menghasilkan cara-cara yang inovatif mengenai pengolahan makanan (Van Schaik, 2006).

2.5 Daerah Jelajah

Pada hutan yang berada dalam keadaan produktif, dalam arti tersedianya berbagai jenis bahan pakan yang dibutuhkan orangutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidupnya, biasanya di daerah ini terdapat tingkat populasi yang lebih tinggi. Sehingga sebagian besar waktu dari orangutan ini akan hidup dalam daerah jelajah yang lebih kecil. Pada umumnya produktivitas hutan yang lebih tinggi itu terjadi dalam kurun waktu dan tempat yang cukup teratur, sehingga para satwa itu tidak perlu menjelajah terlalu jauh untuk mendapatkan makanan yang diperlukan sepanjang tahun. Namun demikian pada beberapa kawasan hutan yang juga memiliki tingkat produktifitas yang tinggi ada juga orangutan yang memiliki daerah jelajah yang luas, seperti di hutan Suaq Balimbing terdapat orangutan dengan kepadatan populasi yang tinggi, tetapi juga memiliki daerah jelajah yang jauh lebih luas dari pada semua estimasi yang sudah pernah diketahui (Van Schaik, 2006).

2.6 Perilaku Harian Orangutan

Susilo dan Tangkesik (1986) menyatakan bahwa orangutan merupakan satwa diurnal dan arboreal. Orangutan dewasa pada umumnya bangun tidur sekitar pukul 06.00 WIB dan tidur kembali sekitar pukul 18.00 WIB. Beberapa saat setelah bangun kegiatan hariannya dimulai dengan mengeluarkan kotoran di luar sarang. Jika di


(22)

sekitar sarang tercium bau khas kotoran dan urine berarti orangutan telah memulai perilaku hariannya, dan bila terjadi sebaliknya berarti orangutan masih berada di sarangnya. Selanjutnya orangutan akan menuju sumber makanan yang terdekat. Jika pohon tempat bersarang tersebut juga merupakan pohon pakan, maka orangutan akan langsung makan di pohon tersebut. Setelah itu aktivitasnya berkisar antara makan, istirahat, bergerak dan sosial.

Galdikas (1986) menyatakan bahwa anak orangutan (jantan atau betina) umur 0-4 tahun biasanya berpegang pada induknya saat bergelantungan di pohon dan masih menyusu pada induknya, sedangkan pada umur 4-7 tahun anak orangutan akan berpindah bersama induk dari satu pohon ke pohon lainnya tetapi sudah mulai terlepas dari induk saat berpindah dan juga masih tetap menyusu pada induk, dan benar-benar akan bebas dari induk pada umur 7-12 tahun walaupun kadang-kadang akan bergerak pindah juga bersama induk dalam satuan lain (betina).

Rodman (1979) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan didominasi oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan di antara pepohonan dan membuat sarang. Kegiatan membuat sarang ini umumnya dilakukan dalam persentase waktu yang relatif kecil. Menurut Fakhrurradhi (1998) di Suaq Balimbing, Sumatera rata-rata dalam satu hari orangutan menggunakan waktu 65% untuk melakukan aktivitas makan, 16% untuk bergerak pindah, 17% untuk beristirahat, 1% untuk membuat sarang dan 0,5% untuk aktivitas sosial.

Van Schaik (2006) menyatakan bahwa dalam mempelajari perilaku harian orangutan, akan kita peroleh beberapa macam perilaku, dan yang paling umum serta mudah diamati diantaranya adalah perilaku membuat sarang, perilaku makan dan perilaku sosial sebagai berikut :

2.6.1 Perilaku Membuat Sarang

Sarang yang dimaksud adalah tempat peristirahatan orangutan setelah melakukan aktivitas hariannya. (Van Schaik, 2006).


(23)

Asfi (1999) menjelaskan bahwa ada beberapa posisi sarang orangutan, antara lain berada di puncak pohon, dahan pohon yang tinggi pada satu pohon atau pada dua pohon, seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut ini.

1 2 3 4

Gambar 2.2 Beberapa Posisi Sarang Orangutan di Atas Pohon

Menurut Sugardjito (1983) posisi sarang di atas puncak pohon dan dahan pohon, baik pada satu batang maupun pada dua batang pohon mempunyai keuntungan bagi orangutan, yaitu tidak terhalangnya pandangan dan jangkauan yang dapat mencakup sebagian besar dari penjuru hutan. Selain itu posisi ini juga memudahkan orangutan dalam melakukan pergerakan sewaktu keluar dari sarang dan dari segi keamanan, posisi ini menghindarkan orangutan dari ancaman predator.

2.6.2 Perilaku Makan

Perilaku makan merupakan salah satu aktivitas utama perilaku harian yang mencakup waktu yang dipakai seekor orangutan untuk menggapai, mendapatkan, mengunyah dan menelan makanan pada suatu sumber pakan (Galdikas, 1986). Data aktivitas makan populasi liar betina dewasa orangutan bersama anak di Ketambe (Sumatera) telah menunjukkan bahwa 56% dari total aktivitas harian digunakan sebagai aktivitas makan (Utami, 1991). Di Tanjung Puting (Kalimantan) penggunaan aktivitas makan dilakukan hingga 50–60% dari total aktivitas hariannya (Galdikas, 1986). Besarnya aktivitas makan dibandingkan aktivitas harian lainnya dikarenakan aktivitas makan merupakan aktivitas penting dalam menggantikan energi yang hilang (Rikjsen, 1978).


(24)

2.6.3 Perilaku Sosial

Secara umum, orangutan jantan lebih sering hidup menyendiri, namun demikian pada waktu-waktu tertentu juga sering terlihat orangutan jantan dan betina, serta anak-anaknya terdapat hidup berkelompok. Selanjutnya Mitani et al. (1991) menyatakan bahwa orangutan di Kalimantan pada umumnya lebih suka menyendiri, dan hanya menggunakan 5% dari waktunya untuk bergaul dengan sesamanya.

Sugardjito et al. (1987) menyatakan bahwa orangutan yang terdapat di Ketambe, Sumatera lebih sering terlihat berkelompok . Hal ini mungkin karena di daerah ini banyak terdapat bahan pakan yang sangat disukainya, seperti pohon ara pencekik (Ficus sp), sehingga orangutan itu bisa menghabiskan waktu berhari-hari untuk makan bersama.

Sementara di hutan rawa Suaq Balimbing, yang terletak di daerah rawa-rawa pantai, di bagian Barat Laut pulau Sumatera, orangutan sangat suka bergaul. pengelompokkan itu tidak terjadi secara kebetulan. Waktu makan di setiap pohon berlangsung singkat, sehingga pergaulan tidak akan timbul secara pasif melalui pertemuan di pohon buah yang sama. Malah sebaliknya, orangutan ini melakukan perjalanan bersama diantara tempat-tempat yang ada makanannya. Di daerah ini orangutan kelihatan lebih ramah dan juga bersahabat: mereka melewatkan lebih banyak waktu bersama (dalam jarak 10 meter), dan sering kali kelihatan saling berbagi makanan, hal ini sesuatu yang sangat jarang bisa disaksikan di tempat lain (Van Schaik, 1999).

Kaplan dan Rogers (2002) menjelaskan bahwa pada suatu areal hutan dengan makanan yang cukup tersedia, seperti halnya di Sumatera, para induk akan berkumpul. Anak-anak mereka akan bermain bersama. Kenyataannya, pada waktu para induk bertemu, anak-anak merekalah yang akan menunjukkan minat paling tinggi untuk saling berkenalan, dan akan lari kedepan, mendahului induknya. Para induk tidak sesungguhnya bersahabat dan paling sedikit salah satu diantaranya agak resah mengenai pertemuan itu, anak-anak merekalah yang memaksakan perkenalan. Para betina itu akan duduk dalam jarak kira-kira beberapa puluh meter jauhnya, sambil saling melirik dan mencuri pandangan kesamping, sedangkan anak-anak mereka asyik bergumul ditengah-tengah.


(25)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Letak dan Luas

Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 30 30’ - 30 45’ Lintang Utara dan 980 0’ – 980 15’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif, lokasi penelitian termasuk dalam kawasan desa Bikut Lawang, kecamatan Bohorok, kabupaten Langkat Selatan, propinsi Sumatera Utara. Kawasan tersebut berjarak 90 km dari Medan, Sumatera Utara.

Kawasan penelitian ini memiliki luas sekitar 75.175 ha. Kawasan hutan di sekitar lokasi penelitian berada pada ketinggian 100-700 m dpl, mempunyai topografi berbukit-bukit hingga curam, sedangkan topografi datar dapat dikatakan tidak ada.

3.2 Potensi Kawasan 3.2.1 Flora

Hutan di sekitar daerah ekowisata Bukit Lawang, Sumatera Utara termasuk kawasan hutan tropis basah. Berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan dengan metode jelajah, yaitu dengan menyusuri kawasan hutan penelitian, flora yang terdapat di kawasan hutan penelitian diketahui bahwa tingkatan seedling didominasi oleh jenis asam kandis (Garcinia sp), semantok (Shorea sp), baja berinau (Rhodamnia sp), kayu merah (Eugenia sp). Untuk tingkatan pole didominasi oleh jenis: kayu merah (Eugenia sp), kayu minyak (Dipterocarpus sp), kayu kuning (Eugenia sp), kandis (Garcinia sp). Untuk tingkatan pohon didominasi oleh jenis: damar laut (Shorea materalis), meranti bakau (Shorea macroptera) dan durian hutan (Durio sp).


(26)

3.2.2 Fauna

Kawasan hutan di sekitar daerah ekowisata Bohorok juga merupakan habitat beberapa jenis hewan seperti: orangutan (Pongo abelii), siamang (Hylobates sindactylus), kedih (Presbytis thomasi), owa (Hylobates lar), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruang madu (Helarctos malayanus), dan burung rangkong (Buceros sp).

3.2.3 Wisata

Desa Bukit Lawang merupakan kawasan wisata alam terbesar ketiga di Provinsi Sumatera Utara dengan wisata alamnya adalah pemandangan alam (hutan dan sungai), arung jeram, dan orangutan. Banyak sarana dan prasarana yang telah dibangun di sekitar kawasan wisata seperti hotel, restoran, toko dan lainnya. Seiring dengan berkembangnya kawasan wisata adalah semakin padatnya permukiman di sekitarnya.

3.3 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yang dimulai dari bulan Maret sampai dengan Juni 2008 di daerah ekowisata Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Lokasi tersebut merupakan bekas Stasiun Rehabilitasi Orangutan yang sudah ditutup sejak tahun 1997 (SK Mentri Kehutanan 280/ kpts II/ 1995).

3.4 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah: peta areal penelitian, alat tulis, tabulasi data, teropong binokuler, GPS (Global Positioning System), kompas, counter, pita berwarna, jam tangan digital, kamera digital, Headlamp, meteran dan parang.


(27)

Tabel 3.1 Nama dan Umur Ibu/Anak Orangutan Eks-peliharaan yang diteliti di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang

No. Nama Orangutan Umur Jumlah Hari Pengamatan/bulan 1. Sandra

Cahaya

20 tahun* 2 bulan** 2. Minah

Chaterine

30 tahun* 10 hari**

5 hari/bulan

Ket. : * = Betina Dewasa, ** = Anak

3.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah Focal Animal Sampling, yaitu dengan mengikuti individu orangutan (ibu dan anak), mulai dari sarang di pagi hari sampai individu tersebut membuat sarang untuk tidur pada saat menjelang malam. Pencatatan data dilakukan secara Instantaneous, yaitu dengan mencatat setiap perilaku individu per dua menit pada tabulasi data. Empat kategori utama perilaku harian meliputi aktivitas bergerak, makan, istirahat, sosial, dan bersarang. Menurut Altman (1974) metode pencatatan tersebut dimungkinkan karena sifat aktivitas orangutan yang lamban, baik dalam pergerakan maupun perilaku lainnya.

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Pencarian (Searching)

Pencarian (searching) dilakukan pada saat pertama kali pengambilan data dimulai. Selain itu pencarian juga dapat dilakukan pada saat berakhirnya target waktu pengambilan data untuk individu (ibu dan anak) atau saat ibu dan anak orangutan orangutan hilang. Pencarian target individu orangutan dilakukan dengan mengunjungi Tempat Pemberian Makan (TPM) atau tempat-tempat lain yang sering dikunjungi ibu dan anak orangutan orangutan. Dijadikannya TPM sebagai pusat pencarian ibu dan anak orangutan orangutan disebabkan kawasan tersebut sering dikunjungi orangutan dalam mencari makan.


(28)

Apabila ibu dan anak orangutan tidak dijumpai di TPM hingga waktu pemberian makan selesai, maka pencarian dilakukan dengan cara menyusuri jalan-jalan setapak yang terdapat dilokasi penelitian atau dengan mengunjungi beberapa sumber pakan di dalam kawasan jelajahnya. Beberapa tanda yang digunakan untuk mengetahui keberadaan ibu dan anak orangutan orangutan antara lain: suara gerak pindah, bau (urin ataupun feses), vokalisasi (“kiss squaek’, “kiss hoot”, ataupun calls). Apabila ibu dan anak orangutan ditemukan, pengambilan data dilakukan dengan mengikuti dan mencatat seluruh perilaku dalam perilaku harian dan daerah jelajahnya.

Apabila suatu ibu dan anak orangutan berhasil diikuti hingga individu tersebut membuat sarang untuk tidur, maka pencarian data untuk pengambilan data keesokan harinya cukup dilakukan dengan mengunjungi sarang terakhir yang dibuat di hari sebelumnya. Orangutan yang ditemukan kembali diikuti untuk diambil data perilaku hariannya hingga target waktu yang ditentukan tercapai atau ibu dan anak orangutan hilang. Apabila ibu dan anak orangutan hilang sebelum sarang tidur dibuat maka aktivitas pencarian kembali dilakukan, baik ibu dan anak morangutan yang sama atau ibu dan anak orangutan lain.

3.6.2 Pencatatan Aktivitas harian

Apabila ibu dan anak orangutan ditemukan, maka dimulailah pengamatan dengan mengamati aktivitas dan jelajah hariannya yang dicatat pada lembar data dan peta lokasi. Dalam penelitian, metode yang digunakan adalah Focal Animal Sampling yaitu dengan mengikuti ibu dan anak orangutan, mulai dari sarang di pagi hari sampai individu tersebut membuat sarang untuk tidur pada saat menjelang malam.

Pencatatan data dilakukan secara Instantaneous, yaitu dengan mencatat setiap perilaku ibu dan anak orangutan per dua menit pada tabulasi data. Pencatatan data untuk perilaku harian yang dijadikan sebagai point sampel dilakukan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan, yaitu :

a. Bergerak (G) : Meliputi seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam melakukan gerak berpindah dari satu cabang pohon ke cabang lainnya


(29)

ataupun dari satu tempat ke tempat lain. Beberapa kategori yang masuk dalam pengisian data yaitu :

1) Bergerak di Pohon (GP) : seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam melakukan gerak berpindah di pohon.

2) Bergerak di Tanah (GT) : seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam melakukan gerak berpindah di atas permukaan tanah.

3) Bergerak di Substrat Lain (GSL) : seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam melakukan gerak berpindah di substrat lain, seperti di atap rumah.

b. Makan (M) : meliputi seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan untuk memilih, memegang, mengambil dan memasukkan makanan ke dalam pengisian data yaitu mulai dari :

1) Pakan dari Platform (PP) : Segala jenis makanan yang dimakan pada waktu pemberian makan (feeding time, pukul 09.00 dan 15.00 WIB) di tempat pemberian makan (feeding platform), seperti buah (pisang, nanas, pepaya, markisa, timun), sayuran (kol, wortel, ubi jalar), dan susu.

2) Pakan dari Orang (PO) : Segala jenis makanan yang berasal dari pemberian pemandu wisata, wisatawan (lokal dan asing), atau masyarakat yang sedang melewati mereka diluar waktu pemberian makan dan tidak ditempat pemberian makan, seperti buah (jeruk, pisang, markisa, nanas,wortel), kacang kulit, dan nasi goreng.

3) Pakan dari Sampah (PS) : Segala jenis makanan yang diperoleh dari sisa-sisa makanan orang yang melewati hutan, baik ditanah maupun di tempat sampah (yang ada di pongo resort), seperti kulit buah (kulit pisang, kulit semangka, kulit jeruk, kulit nanas, kulit timun), sisa makanan (nasi bungkus dan duri ikan), sisa minuman (air mineral dan minuman soda).

4) Pakan Alam (PA) : Segala jenis makanan yang berasal langsung dari alam, seperti stem (batang muda), buah, bunga, daun, serangga, kulit kayu (kambium), dan tanah.

c. Sosial (S) : Meliputi seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam melakukan kontak atau hubungan, baik dengan orangutan lain ataupun dengan manusia. Beberapa kategori yang dimasukkan kedalam aktivitas sosial antara lain :


(30)

1) Sosial Bermain (SB) : Seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan untuk bermain dengan anaknya seperti bermain di tanah dan di pohon.

2) Sosial Mengutui (SM) : Seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan untuk mengutui/dikutui anaknya baik yang masih bayi ataupun yang sudah besar.

3) Sosial Agonistik (SA) : Seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan untuk menggambarkan rasa marah seperti mengejar dan berkelahi.

4) Sosial dengan Pengunjung (SP) : Seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan untuk bersentuhan dengan manusia, dalam hal ini pemandu wisata dan wisatawan (lokal/asing), seperti diberi atau meminta makanan, memegang, dan ingin menggigit. Perilaku sosial ini dibagi lagi menjadi perilaku pasif (pengunjung yang mendatangi atau memanggil ibu dan anak orangutan) dan perilaku aktif (ibu dan anak orangutan yang mendatangi pengunjung).

d. Istirahat (I) : Meliputi seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dengan relatif tidak melakukan kegiatan dalam periode waktu tertentu baik di dalam maupun di luar sarang seperti :

1) Istirahat di Sarang (IS) : Seluruh waktu yang digunakan untuk beristirahat di dalam sarang.

2) Istirahat di Pohon (IP) : Seluruh waktu yang digunakan untuk beristirahat di pohon.

3) Istirahat di Tanah (IT) : Seluruh waktu yang digunakan untuk beristirahat (duduk dan berbaring) di tanah.

4) Istirahat di Rumah (IR) : Seluruh waktu yang digunakan untuk beristirahat di rumah (pongo resort, duduk di tangga dan lantai beranda).

e. Bersarang (B) : Meliputi seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam membuat sarang, yaitu mematahkan daun/dahan, membawa dan menyusun daun/dahan sampai jadi bentuk sarang. Untuk perilaku bersarang ini dibedakan menjadi beberapa kategori antara lain :

1) Bersarang disiang hari (BSH) : seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam membuat sarang hanya pada saat siang hari yang digunakan untuk istirahat.


(31)

2) Bersarang dimalam hari (BMH) : seluruh waktu yang digunakan ibu dan anak orangutan dalam membuat sarang pada sore hari yang digunakan untuk istirahat dimalam hari.

4.5.3 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menampilkan data dalam bentuk tabel dan grafik.


(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit lawang Secara Umum.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan terhadap Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang didapatkan 5 (lima) jenis perilaku harian yang dilakukan ibu dan anak orangutan, dengan persentase yang cukup bervariasi, diantaranya adalah bergerak (G), makan (M), sosial (S), istirahat (I), dan bersarang (B), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Persentase Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang Secara Umum.

Kegiatan Sandra Minah

1. Bergerak (G) 16,98% 13,37% 2. Makan (M) 26,44% 16,05% 3. Sosial (S) 2,00% 4,96% 4. Istirahat (I) 52,40% 62,97% 5. Bersarang (B) 2,12% 2,64%

Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa secara keseluruhan kegiatan/perilaku ibu orangutan yang bernama Sandra lebih aktif dari pada ibu orangutan yang bernama Minah, hal ini terlihat pada waktu istirahat orangutan Sandra (52,40%) lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang dilakukan Minah (62,97%), kemudian diikuti oleh kegiatan/perilaku yang cukup tinggi, seperti makan (26,44% dengan 16,05%), dan bergerak (16,98% dengan 13,37%). Kegiatan sosial dan bersarang yang lebih tinggi aktivitasnya dilakukan oleh orangutan Minah bila dibandingkan dengan orangutan Sandra, masing-masing 4,96% dengan 2,00% (sosial), dan 2,64% dengan 2,12% (bersarang). Secara umum rendahnya aktivitas yang dilakukan oleh ibu orangutan bernama Minah bila dibandingkan dengan ibu orangutan bernama Sandra disebabkan karena pada saat penelitian ini dilakukan orangutan bernama Minah baru saja melahirkan, yaitu lebih kurang 6 (enam) hari, hal inilah yang menyebabkan orangutan Minah lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat dan merawat anaknya.


(33)

Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk perilaku makan, bergerak dan lain sebagainya hanya dilakukan seperlunya saja, jika kebutuhan makanan telah diperoleh maka orangutan lebih banyak beristirahat dan merawat anaknya di dalam sarang.

Untuk lebih jelasnya persentase kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing orangutan (Sandra dan Minah) dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

%

Bergerak Makan Sosial Istirahat Bersarang

Kegiatan

Gambar 4.1 Persentase Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang Secara Umum

Sandra Minah

Sementara itu menurut hasil penelitian Utami (1991) yang dilakukan selama 8 (delapan) bulan di pusat penelitian Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh menyatakan bahwa perilaku harian untuk orangutan liar betina dewasa bersama anak adalah bergerak 14%, makan 56%, sosial 1%, istirahat 27%, dan bersarang 2%. Untuk lebih jelasnya persentase kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing orangutan (Sandra dan Minah) dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Persentase Perbandingan Antara Orangutan Liar yang Terdapat di Ketambe dan Eks-peliharaan Bukit Lawang.

Kegiatan Ketambe Eks-peliharaan (Bukit Lawang)

Bergerak 14% 15.17%

Makan 56% 21.24%

Sosial 1% 3.48%

Istirahat 27% 57.68%


(34)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

%

Bergerak Makan Sosial Istirahat Bersarang

Perilaku Harian

Gambar 4.2 Persentase Perbandingan Antara Orangutan Liar yang Terdapat di Ketambe dan Eks-peliharaan Bukit Lawang

Liar (Ketambe) Eks-peliharaan (Bukit Lawang)

Keadaan ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah diperoleh ini, hal ini erat kaitannya dengan kondisi orangutan Sandra dan Minah yang merupakan orangutan hasil tangkapan yang di karantina untuk dikembalikan ke habitat alaminya, sehingga perilaku orangutan ini tidak lagi seagresif kehidupannya di alam, seperti orangutan liar yang diteliti oleh Utami tahun 1991. Begitu juga dari hasil penelitian yang telah dilakukan Galdikas tahun 1986 di Tanjung Puting, didapatkan 18,7% untuk bergerak pindah, 60,1% untuk makan, 0,1% untuk kopulasi, 0,1% untuk mengeluarkan seruan panjang, 1,3% untuk bersikap agresif, 18,2% untuk beristirahat, dan 1,1% untuk bersarang. Menurut Rodman (1979) aktivitas utama orangutan liar di Kalimantan Timur didominasi oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan di antara pepohonan dan membuat sarang.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kedua ibu dan anak orangutan ini telah memiliki perilaku yang menyimpang dari populasi liar. Hal ini disebabkan karena orangutan telah terbiasa mendapatkan makanan instan dari manusia yang memeliharanya dulu, kondisi ini menyebabkan keinginan untuk mencari dan mendapatkan makanan telah menjadi berkurang, begitu juga pada areal penelitian terlihat bahwa ke dua ibu dan anak orangutan ini dalam memperoleh makanan masih sangat tergantung pada makanan yang diberikan oleh staf pemeliharaan satwa dan


(35)

wisatawan, sehingga dalam penelitian ini perilaku harian yang mendominasi kedua ibu dan anak bukan aktivitas makan, tetapi adalah aktivitas istirahat.

Menurut website www.wikimu.com-jurnalisme publik (2006), orangutan bekas tangkapan dari tangan pemelihara pada umumnya mengalami penurunan kreativitas, terutama untuk mencari dan mendapatkan makanan, karena telah terbiasa dengan makanan yang selalu disediakan dan diberikan oleh tuannya.

4.2 Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang Secara Spesifik.

Perilaku harian ibu dan anak orangutan yang diperoleh selama pengamatan diantaranya adalah perilaku bergerak, makan, sosial, istirahat, dan bersarang yang akan dipaparkan pada penjelasan untuk setiap perilaku, yaitu sebagai berikut :

4.2.1 Perilaku Bergerak (G)

Bergerak merupakan salah satu perilaku harian orangutan. Dari hasil pengamatan di lapangan didapatkan perilaku bergerak setiap ibu dan anak orangutan cukup bervariasi, seperti bergerak di pohon, tanah, dan substrat lain, seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Persentase Perilaku Bergerak untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Perilaku Bergerak Sandra Minah

1. Di Pohon (GP) 87,53% 83,83%

2. Di Tanah (GT) 10,91% 16,17% 3. Di Substrat Lain (GSL) 1,56% 0,00%

Keterangan : GSL = di atas bangunan, dan lokasi papan pemberian makan

Perilaku bergerak yang diperoleh dari kedua orangutan ibu dan anak menunjukkan perbedaan untuk setiap pergerakan, yaitu sebagai berikut :

4.2.1.1 Bergerak di Pohon (GP)

Dari Tabel 4.3 diperoleh data bergerak orangutan lebih banyak berlangsung di atas pohon bila dibandingkan dengan ditempat lain, yaitu sebanyak 87,53 % Sandra dan 83,83 % Minah. Pergerakan di pepohonan ini dilakukan selain untuk mencari makanan alami dan mengejar individu lain, juga dilakukan untuk mengejar pemandu


(36)

Gambar 4.3 Orangutan saat bergerak di pohon (Rumapea, 2008).

4.2.1.2 Bergerak di Tanah (GT)

Data yang diperoleh untuk pergerakan di tanah (Gambar 4.4) tidak terlalu besar untuk Sandra dan Minah, yaitu masing-masing sebesar 10,91% dan 16,17%. Berdasarkan data bergerak yang diperoleh menunjukkan bahwa orangutan Sandra dan Minah eks-peliharaan telah cukup berhasil kembali hidup di habitat alami, karena menurut Thrope dan Crompton (2005) bahwa total pergerakan orangutan liar di pusat penelitian Ketambe, yaitu 78% bergerak di atas pohon, namun demikian masih cukup seringnya ditemukan kedua orangutan ini bergerak di tanah (Minah sebesar 16,17%, dan Sandra 10,91%) menunjukkan bahwa kedua orangutan ini belum sepenuhnya bisa menjalani hidup liar, dan keadaan ini cukup berbahaya untuk orangutan, karena banyak predator yang mengancam. Salah satu predator utama untuk orangutan adalah Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Van Schaik (2006) menyatakan bahwa orangutan liar, terutama orangutan sumatera, sangat jarang menginjak lantai hutan, bila mereka turun untuk minum atau memungut buah, mereka berulang-ulang memandang sekeliling dengan sangat berhati-hati sebelum turun, dan akan naik lagi secepat kilat bila ada tanda bahaya sekecil apapun yang dirasakannya.

Hal tersebut jelas berbeda sekali dengan individu target penelitian yang merupakan eks-peliharaan. Untuk Sandra dan Minah tidak selalu waspada pada saat turun ke lantai hutan. Malah mereka betah berlama-lama di lantai hutan apabila ada pemandu wisata dan wisatawan (lokal/asing) yang memanggil dan memberi makan.


(37)

Gambar 4.4 Orangutan saat bergerak di tanah mendekati

kandang (Yuliarta, 2008).

4.2.1.3 Bergerak di atas Substrat Lain (GSL)

Selama pengamatan berlangsung, Minah tidak pernah turun mendekati perkampungan masyarakat, sehingga tidak ada data mengenai pergerakannya di atas substrat lain (GSL), misalnya bangunan, sedangkan Sandra ada ditemukan mendekati perkampungan, dengan data yang diperoleh sebesar 1,56% pergerakannya di atas substrat lain, dalam hal ini bangunan (pongo resort). Pongo resort adalah gerbang yang dijumpai pertama kali sebelum sampai ke tempat pemberian makan, setelah pongo resort akan dijumpai bangunan lain yang biasa disebut dengan viewing center yang bentuknya juga menyerupai rumah. Kedua bangunan itu adalah satu-satunya bangunan yang ada di dalam kawasan TNGL selain tempat pemberian makan, dan keduanya digunakan untuk kepentingan wisata. Untuk lebih jelasnya perilaku bergerak orangutan dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini.


(38)

Gambar 4.5 Orangutan saat bergerak di atas substrat lain

(Pongo resort) (Rumapea, 2008).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut ini.

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%

%

Di Pohon Di Tanah Di Substrat Lain

Perilaku Bergerak

Gambar 4.6 Persentase Perilaku Bergerak untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang

Sandra Minah

4.2.2 Perilaku Makan (M)

Perilaku makan merupakan perilaku yang paling utama dari perilaku harian orangutan lainnya. Dari hasil pengamatan diperoleh data perilaku makan untuk masing-masing ibu dan anak orangutan Bukit Lawang yang cukup bervariasi, seperti perolehan sumber makanan (dari platform, orang/wisatawan, sampah, kunyahan sendiri, dan dari alam), seperti terlihat pada tabel berikut ini.


(39)

Tabel 4.4 Persentase Sumber Makanan untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Sumber Makanan Sandra Minah

1. Dari Platform (PP) 9.16% 14.21%

2. Dari Orang (PO) 5.58% 32.92%

3. Dari Sampah (PS) 3.72% 2.62%

4. Dari Kunyahan sendiri (PK) 2.29% 5.74%

5. Dari Alam (PA) 81.55% 50.25%

Dari Tabel 4.4 diperoleh data untuk perilaku makan yang diambil dari alam lebih besar jika dibandingkan dengan jenis makanan dari sumber lain, yaitu sebanyak 81,55% untuk Sandra dan 50,25% untuk Minah. Perolehan pakan yang berasal dari platform, orang/wisatawan, bak sampah, dan dari kunyahan sendiri terlihat perbedaan yang cukup tinggi antara orangutan Sandra dengan Minah, dimana orangutan Sandra tidak begitu tergantung lagi terhadap makanan yang diberikan, tetapi orangutan Minah terlihat masih tergantung akan bahan makanan yang diberikan orang, yaitu sebesar 32,92% berasal dari orang/wisatawan dan 14,21% dari platform. Keadaan ini menunjukkan bahwa orangutan Sandra dapat lebih baik hidup di alam bebas dari pada Minah setelah dilakukan lepas liar (semi rehabilitasi), untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini.

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%

%

Platform Orang Sampah Kunyah Alam

Sumber Makanan

Gambar 4.7 Persentase Sumber Makanan untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang


(40)

Namun demikian berdasarkan data perilaku makan untuk pakan yang berasal dari kunyahan sendiri menunjukkan bahwa kedua ibu dan anak orangutan memiliki perilaku yang menyimpang dari orangutan yang berada di habitat alami. Hal ini terjadi karena selama pengamatan diperoleh data untuk Sandra sebesar 2,29% dan Minah sebesar 5,74%. Perilaku makan yang menyimpang tersebut, yaitu perilaku yang memakan kembali hasil kunyahan yang telah dimuntahkan di atas suatu substrat, baik itu batang yang melintang di tengah hutan ataupun di atas tempat pemberian makan. Pernyataan ini didukung pula oleh pernyataan Nuzuar (2008) sebagai koordinator lapangan dan riset Yayasan Ekosistem Lestari (YEL)/ Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) di pusat penelitian orangutan liar Ketambe, yang menjelaskan bahwa tidak pernah ditemukan perilaku makan untuk orangutan liar yang memakan kembali hasil kunyahan yang telah dimuntahkan di atas substrat, baik batang datar ataupun tempat pemberian makan.

Orangutan di Bukit Lawang yang merupakan orangutan eks-peliharaan dalam memenuhi kebutuhan makanan, disamping berasal dari pakan yang diberikan oleh petugas pemeliharaan satwa Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), seperti buahan dan susu, dan dari para wisatawan, seperti buah-buahan, kacang garing, dan sebagainya. Selain itu juga mendapatkan makanan dari alam dengan mencari sendiri, yaitu tumbuhan (daun, bunga, buah, bark (kulit kayu), dan stem), tanah, dan serangga. Pemenuhan akan sumber makanan ini juga menunjukkan perbedaan pemilihan bahan pakan antara orangutan Sandra dan Minah sebagai berikut :

4.2.2.1 Persentase Pemilihan Pakan dari Platform (PP)

Sebelum ini Bukit lawang pernah menjadi pusat rehabilitasi orangutan hasil sitaan, dimana di dalamnya terdapat peraturan untuk memberi makan orangutan di tempat yang telah ditentukan yang sering disebut dengan feeding platform (tempat pemberian makan). Hal ini terus dilakukan walaupun saat pengamatan berlangsung Bukit Lawang sudah bukan merupakan pusat rehabilitasi lagi melainkan ekowisata. Ada waktu-waktu tertentu, biasa disebut feeding time (waktu pemberian makan), yang dilakukan oleh petugas pemeliharaan satwa Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) untuk memberi makan orangutan yaitu pada pukul 08.00-10.00


(41)

WIB dan 15.00-17.00 WIB setiap hari. Dari hasil penelitian didapatkan pemilihan pakan yang diberikan dari platform, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5 Persentase Pemilihan Pakan dari Platform untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Pemilihan Pakan Sandra Minah

1. Buah 71.87% 68.42%

2. Susu 28.13% 31.58%

Dari Tabel 4.5 diperoleh bahwa buah yang diberikan pada saat pemberian makan di tempat pemberian makan lebih tinggi persentasenya untuk Sandra, yaitu sebanyak 71,87% dan Minah sebanyak 68,42%. Sedangkan susu dikonsumsi lebih tinggi dari Minah yaitu sebesar 31,58% daripada oleh Sandra yaitu 28,13%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut ini.

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00%

%

Buah Susu

Pemilihan Pakan

Gambar 4.8 Persentase Pemilihan Pakan dari Platform untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit

Lawang

Sandra Minah

Hal ini disebabkan karena pada saat penelitian dilakukan Minah baru saja melahirkan (+ 10 hari), sedangkan Sandra telah melahirkan + 2 bulan. Oleh sebab itu Minah lebih banyak minum susu untuk memulihkan kondisi fisknya dibandingkan memakan buah. Jenis buah yang biasa diberikan saat di platform adalah pisang, nanas, pepaya dan markisa dengan jumlah yang bervariasi (Gambar 4.9).


(42)

Gambar 4.9 Orangutan bersama pengunjung di

area platform (Rumapea, 2008).

4.2.2.2 Persentase Pemilihan Pakan dari Orang (PO)

Daerah ekowisata Bukit Lawang tetap didatangi oleh wisatawan asing/lokal, walaupun daerah tersebut pernah terkena banjir bandang pada tahun 2003, dan biasanya wisatawan tersebut sangat tertarik untuk menikmati wisata alam seperti camping, tracking atau hanya sekedar melihat orangutan di dalam hutan. Bagi wisatawan asing, melihat orangutan adalah tujuan utama mereka mendatangi bukit lawang. Sehingga mereka bersedia membayar pemandu wisata lokal untuk menunjukkan jalan di dalam hutan agar bisa sekedar bertemu langsung dengan orangutan.

Ada juga wisatawan yang jalan-jalan ke dalam hutan selama beberapa hari sambil melihat orangutan ketika berjalan. Hal ini diperbolehkan oleh pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dengan hanya membeli tiket masuk/simaksi sementara yang hanya berlaku hari itu juga walaupun mereka masuk tidak di saat pemberian makan. Tidak menutup kemungkinan apabila orangutan tidak mudah dijumpai pada saat pencarian, pemandu wisata memanggil orangutan dengan menirukan long calls orangutan jantan, cara ini sering berhasil. Selain itu, sebagian besar dari para pemandu wisata juga menggunakan buah ataupun makanan yang mereka bawa untuk memancing orangutan mendekati wisatawan. Dari hasil penelitian


(43)

didapatkan pemilihan pakan dari wisatawan yang berbeda antara orangutan Sandra dengan Minah, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6 Persentase Pemilihan Pakan dari Orang untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Pemilihan Pakan Sandra Minah

1. Buah 100% 72.73%

2. Kacang Garing 0.00% 5.30% 3. Nasi Goreng 0.00% 21.97%

Dari Tabel 4.6, persentase makanan yang diperoleh Sandra dari wisatawan yaitu 100% berasal dari buah, misalnya pisang, nanas, markisa, jeruk, dan wortel. Sedangkan Minah diantara kegiatan diatas yang paling banyak diperoleh dari pengunjung adalah buah sekitar 72,73%, sedangkan jenis makanan lainnya yang diperoleh dari pemandu wisata adalah berupa kacang garing (5,30%) dan nasi goreng (21,97%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut ini.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

%

Buah Kacang Kulit Nasi Goreng

Pemilihan Pakan

Gambar 4.10 Persentase Pemilihan Pakan dari Orang untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang

Sandra Minah

Hal ini disebabkan karena orangutan Minah selalu mengikuti dan mengganggu wisatawan untuk mendapatkan makanan, berkaitan dengan keadaan ini sebagai bentuk proteksi terhadap wisatawan yang akan bertemu orangutan pemandu wisata sengaja


(44)

membawa 1 (satu) bungkus nasi goreng yang dibungkus daun pisang dan kacang garing untuk diberikan kepada orangutan Minah. Setelah bertemu orangutan Minah pemandu wisata secepatnya memberinya nasi goreng dan kacang garing supaya tidak mengganggu kehadiran wisatawan. Ketika diberi nasi goreng orangutan Minah langsung memakan nasi goreng tersebut dan tidak peduli apa yang terjadi disekitarnya lagi, karena Minah sangat menikmati nasi goreng tersebut. Apabila nasi goreng yang dihadapannya habis, daun pisang pembungkus nasi goreng juga ikut dimakannya (Gambar 4.11).

Gambar 4.11 Orangutan mendapatkan makanan dari

wisatawan/pengunjung (Yuliarta, 2008).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu pemandu wisata yang sudah lama menjalani profesi tersebut, mereka mengetahui bahwa kacang garing dan nasi goreng bukan makanan orangutan, namun menyatakan bahwa pemberian kacang garing dan nasi goreng, adalah salah satu cara penunjang kerja mereka yaitu untuk melindungi diri dan wisatawan yang mereka bawa pada saat mengadakan wisata ke hutan apabila bertemu dengan Minah. Karena, Minah sudah banyak melukai pengunjung, baik pemandu wisata maupun wisatawan tanpa alasan apapun apabila berpapasan dengannya. Menurut Minah tidak pernah cukup hanya dengan buah yang mereka berikan, sehingga Minah lebih sering terus membuntuti mereka pada saat wisata ke hutan sampai Minah merasa kenyang. Oleh sebab itu, pemandu wisata sering langsung memberi Minah kacang garing ataupun nasi goreng saat bertemu Minah.


(45)

4.2.2.3 Persentase Pemilihan Pakan Sampah (PS)

Dari hasil observasi perilaku makan sampah oleh orangutan, tempat sampah yang sering didatangi adalah tempat sampah yang terdapat di sekitar pongo resort, yaitu tepatnya di seberang sungai Bohorok dari perkampungan, dan merupakan pintu gerbang yang ditemui pertama kali sebelum sampai ke tempat pemberian makan. Pongo resort ini juga digunakan sebagai tempat pemeriksaan tiket masuk oleh petugas pemeliharaan satwa bagi wisatawan (lokal/asing) yang ingin melihat orangutan.. Terkadang, sambil menunggu wisatawan lainnya yang sedang menyeberang, wisatawan yang sudah lebih dulu sampai menunggu dengan mengambil foto alam, monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) ataupun kedih (Presbytis thomasi) yang ada di sekitar pongo resort. Tidak sedikit dari wisatawan yang menunggu sambil makan di daerah ini, sampah-sampah yang dihasilkan dibuang dan dikumpulkan di tempat sampah yang telah disediakan di pongo resort tersebut. Apabila staf lupa untuk membakarnya, maka sampah ini akan menjadi makanan orangutan, termasuk Sandra. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.7, Gambar 4.12, dan Gambar 4.13 berikut ini :

Tabel 4.7 Persentase Pemilihan Pakan Sampah untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Pemilihan Pakan Sandra Minah

1. Kulit Buah 88.46% 100%

2. Sisa Makanan 3.85% 0,00% 3. Sisa Minuman 7.69% 0,00%

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% %

Kulit Buah Sisa Makanan Sisa Minuman Pemilihan Pakan

Gambar 4.12 Persentase pemilihan Pakan Sampah untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang


(46)

Gambar 4.13 Orangutan mengkonsumsi makanan dari

tempat sampah (Rumapea, 2008).

Dari data yang diperoleh selama pengamatan, Minah memakan sampah berupa kulit buah di lantai hutan, dan itu sebesar 100%, karena tidak ada sisa makanan ataupun minuman di lantai hutan, jadi tidak ada data untuk itu, sedangkan Sandra memiliki semua data tersebut. Kulit buah yang ada di lantai hutan terdapat 88,46% sedangkan untuk sisa makanan 3,85% dan sisa minuman/soft drink sebesar 7,69% yang diperoleh dari tempat sampah yang terdapat di pongo resort. Orangutan peka terhadap kebanyakan organisme patogenik manusia, dan transmisi tentang infeksi seperti parasit telah terjadi (Chitwood 1970; Hegner 1928; Orihel 1970; Ott- Joslin 1993). Sumber penting penularan parasit ke orangutan captive, semicaptive, dan free-ranging adalah wisatawan, peneliti, pemandu wisata, penjaga hutan, penjaga binatang, dan pertemuan dengan manusia secara tidak disengaja seperti orang desa, pemburu gelap dan penebang kayu ( Woodford et al, 2002). Orangutan reintroduksi, pembawa infeksi parasit, dapat mengintroduksi spesies parasit yang tidak umum ke dalam populasi liar primata, termasuk orangutan.

4.2.2.4 Persentase Pakan dari Makanan yang Dikunyah (PK)

Dari data yang didapatkan selama pengamatan, diperoleh bahwa terdapat kecendrungan orangutan yang diteliti mengeluarkan kembali makanan yang sudah ditelan, hal ini terjadi setelah orangutan tidak melakukan aktivitas makan lagi. Biasanya orangutan mengeluarkan makanan kembali adalah saat beristirahat di sarang atau di pohon. Jenis makanan yang dimakan sebelum dikeluarkan untuk setiap orangutan Sandra dan Minah berbeda, dimana Sandra lebih sering memakan


(47)

buah-buahan seperti pisang, markisa, dan nanas. Selain itu Sandra terkadang memakan daun juga tetapi dalam jumlah sedikit sedangkan makanan yang dimakan Minah sebelum akhirnya dikeluarkan kembali adalah nasi goreng, timun, kacang garing, jeruk, dan pisang. Tidak hanya itu, terkadang orangutan yang diteliti (Sandra dan Minah) juga memuntahkan makanan yang dikunyah ke atas pohon datar atau platform (pada saat tidak ada pengunjung), kemudian muntahan itu dijilati lagi. Hal ini diulangi beberapa kali sampai makanan tersebut habis kembali dimakan. Dari hasil pengamatan di lapangan didapatkan bahwa Sandra memakan makanan hasil kunyahannya kembali sebesar 2,29% dan Minah sebesar 5,74%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.14 berikut ini.

0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00%

%

Sandra Minah

Individu

Gambar 4.14 Persentase Pakan dari Kunyahan Sendiri untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit

Lawang

Persentase untuk Minah lebih besar daripada Sandra, hal ini disebabkan perilaku istirahat Minah lebih besar daripada Sandra. Karena mengunyah makanan tersebut sering dilakukan pada saat istirahat dan dapat dilihat bahwa persentase istirahat Minah lebih besar dari pada persentase istirahat Sandra.

4.2.2.5 Persentase Pemilihan Pakan dari Alam (PA)

Secara umum pakan orangutan diperoleh dari alam. Adapun persentase pemilihan pakan dari alam dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(48)

Tabel 4.8 Persentase Pemilihan Pakan dari Alam untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Bagian Pakan Sandra Minah

1. Daun 34.74% 50.87%

2. Bunga 23.68% 0.00%

3. Buah 16.14% 27.79%

4. Bark (kulit kayu) 1.58% 5.71%

5. Stem 17.89% 3.97%

6. Tanah 0.88% 0.50%

7. Serangga 5.09% 11.17%

Dari Tabel 4.8 diketahui bahwa orangutan Sandra dan Minah juga cukup banyak memakan pakan alami dari tumbuhan (Gambar 4.16), bagian tumbuhan yang paling banyak dimakan adalah daun, yaitu Sandra, sebesar 34,74% dan Minah sebesar 50,87% (Tabel 8). Adapun jenis tumbuhan yang dimakan banyak berasal dari jenis meranti (Shorea gibbosa), semantok (Shorea multiflora), kedondong hutan (Spondias sp), akar serit (Bauhinia scandens), akar susu, rotan (Calamus manan), palem (Palmae sp), bambu hutan (Bamboosa speciosa), bahkan jenis paku sarang burung (Asplenium sp) juga pernah dimakan oleh Minah. Pada saat pengamatan berlangsung tidak ditemukan orangutan Minah memakan bunga, sedangkan Sandra didapatkan memakan bunga sebesar 23,68%.

Perbedaan perbandingan persentase yang besar juga terdapat pada saat Sandra dan Minah memakan buah, dalam hal ini buah yang langsung dipetik dari pohon, yaitu sebesar 16,14% dan 27,79%. Bark atau kulit kayu (Shorea sp) juga termasuk salah satu pakan yang berasal dari alam dan memiliki persentase sebesar 1,58% dan 5,71% untuk Sandra dan Minah. Stem atau kambium dari pohon juga merupakan salah satu pakan alam yang memiliki persentase sebesar 17,89% dan 3,97% untuk Sandra dan Minah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.15 berikut ini.


(49)

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00%

%

Daun Bunga Buah Bark Stem Tanah Serangga

Bagian Pakan

Gambar 4.15 Persentase Pemilihan Pakan dari Alam untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit

Lawang

Sandra Minah

Gambar 4.16 Orangutan makan dari alam (Rumapea, 2008).

Selain bagian-bagian dari tumbuhan dan serangga, orangutan juga memakan tanah. Hal ini terbukti dengan diperolehnya data mengenai Sandra dan Minah yang memakan tanah yaitu sebesar 0,88% dan 0,5%. Tanah yang dimakan pada saat pengamatan tersebut dipastikan bahwa tidak ada rayap atau serangga lainnya yang ikut masuk kedalam mulut. Data ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Meijaard, E et al. (2001) yang menyatakan bahwa makan tanah pada primate biasanya difungsikan sebagai obat perut/pencernaan, orangutan liar di Ketambe juga kadang-kadang memakan tanah walaupun hanya sejumput disetiap makannya.


(50)

Untuk jenis serangga orangutan yang diteliti memiliki perbedaan persentase yang cukup tinggi, yaitu sebesar 5,09% (Sandra) dan 11,17% (Minah). Adapun jenis yang dimakan adalah rayap (Termitidae) dan semut (Formicidae). Biasanya serangga tersebut didapatkan pada pohon tua yang sudah lapuk, lubang-lubang pohon, ranting dan daun kering, baik yang masih menempel ataupun yang sudah jatuh ke tanah.

4.2.3 Perilaku Sosial (S)

Data perilaku sosial untuk setiap ibu dan anak orangutan (Pongo abelii) eks-peliharaan di Bukit Lawang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.9 Persentase Perilaku Sosial untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Kegiatan Sandra Minah

1. Sosial Bermain (SB) 55.56% 62.10% 2. Sosial Mengutui/dikutui (SM) 0.00% 5.65% 3. Sosial Agonistik (SA) 22.22% 0.00% 4. Sosial Pengunjung (SP) 22.22% 32.26%

Dari data di atas diperoleh bahwa saat bermain dengan anak, Sandra (55,56%) tidak memiliki persentase yang lebih tinggi dari pada Minah (62,10%), sedangkan untuk perilaku sosial mengutui/dikutui hanya dimiliki oleh Minah, yaitu sebesar 5,65% dan tidak didapatkan pada Sandra. Sosial agonistik merupakan kontak Sandra dengan orangutan lain, yaitu sebesar 22,22% tetapi hal yang sama terjadi pada Minah, yaitu tidak didapatkan data mengenai perilaku sosial tersebut. Dari Tabel 4.9 diperoleh persentase perilaku sosial dengan pengunjung antar kedua orangutan Sandra dan Minah, yaitu sebesar 22,22% dan 32,26%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.17 berikut ini.


(51)

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

%

Bermain Mengutui/dikutui Agonistik Dengan Pengunjung Kegiatan

Gambar 4.17 Persentase Perilaku Sosial untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang

Sandra Minah

Untuk perilaku sosial dibagi menjadi beberapa kategori seperti bermain, mengutui/dikutui, agonistik, dan perilaku sosial dengan pengunjung yang akan dipaparkan sebagai berikut :

4.2.3.1 Sosial Bermain (SB)

Data perilaku sosial bermain untuk setiap ibu dan anak orangutan (Pongo abelii) eks-peliharaan di Bukit Lawang yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10 Persentase Perilaku Sosial Bermain untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Kegiatan Sandra Minah

Tanah 40% 15.58%

Pohon 60% 84.42%

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa Sandra memiliki persentase lebih tinggi (40%) dibandingkan dengan Minah (15,58%) saat bermain dengan anak di tanah (Gambar 4.19). Sedangkan untuk Minah, tingkat persentase (84,42%) lebih tinggi diperoleh pada saat bermain dengan anak di atas pohon dari pada Sandra (60%). Orangutan Sandra dan Minah memiliki kesamaan, yaitu persentase yang lebih tinggi saat bermain di atas pohon dari pada bermain di tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.18 berikut ini.


(52)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

%

Tanah Pohon

Kegiatan

Gambar 4.18 Persentase Perilaku Sosial Bermain untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang

Sandra Minah

Gambar 4.19 Orangutan bermain dengan anak di tanah

(Yuliarta, 2008).

4.2.3.2 Sosial Mengutui/dikutui (SM)

Data perilaku sosial untuk mengutui/dikutui setiap ibu dan anak orangutan eks-peliharaan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.11 Persentase Sosial Mengutui/dikutui untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Kegiatan Sandra Minah

Bayi 0% 57.14%


(53)

Sandra dan Minah sama-sama memiliki anak, bedanya hanya Sandra tidak memiliki anak yang paling besar dan terus mengikutinya sedangkan Minah punya sehingga diperoleh data untuk mengutui/dikutui bagi anak yang paling besar (42,86%) dan bayi (57,14%) Gambar 4.21, sedangkan untuk Sandra data mengutui/dikutui tidak didapatkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 4.20 berikut ini.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

%

Bayi Anak yang besar

Kegiatan

Gambar 4.20 Persentase Perilaku Sosial Mengutui/Dikutui untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di

Bukit Lawang

Sandra Minah

Gambar 4.21 Orangutan sedang Mengutui

4.2.3.3 Sosial Agonistik (SA)

Perilaku agonistik (agonistik behaviour), merupakan suatu perlawanan yang melibatkan perilaku yang mengancam maupun menentukan pesaing mana yang mendapatkan beberapa sumber daya seperti makan atau pasangan kawin. Sandra


(54)

memiliki persentase sebesar 22,22% dengan individu lain, sedangkan data untuk Minah tidak ditemukan pada saat pengamatan berlangsung.

Hal yang menyebabkan tidak diperolehnya data Minah untuk berinteraksi dengan individu lain karena selama pengamatan berlangsung selain jarang ada orangutan lain yang datang ke lokasi tersebut, Minah dalam menjalankan aktivitasnya selalu menunggu pengunjung melalui lokasi tersebut. Hal ini terbukti dengan tingginya tingkat persentase sosial dengan pengunjung daripada dengan individu orang-utan lainnya.

4.2.3.4 Sosial dengan Pengunjung (SP)

Data perilaku sosial dengan pengunjung setiap ibu dan anak orangutan (Pongo abelii) eks-peliharaan di Bukit Lawang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.12 Persentase Perilaku Sosial Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan dalam Kontak dengan Pengunjung di Bukit Lawang.

Kegiatan Sandra Minah

1. Pasif 53.84% 43.18% 2. Aktif 46.15% 56.81%

Dari Tabel 4.12 diketahui bahwa saat wisatawan mendekati orangutan (pasif) diperoleh untuk Sandra sebesar 53,84% dan Minah sebesar 43,18%. Sedangkan pada saat orangutan yang mendekati pengunjung (aktif) diperoleh untuk Sandra sebesar 46,15% dan Minah sebesar 56,81%. Pada perilaku sosial dengan pengunjung (wisatawan) ini, tidak terdapat perbedaan persentase yang tinggi antara Sandra dan Minah. Hal ini disebabkan terjadi ketergantungan antara wisatawan dengan orangutan Sandra dan Minah. Maksudnya adalah wisatawan melakukan cara apa saja untuk berdekatan atau hanya sekedar mengambil gambar orangutan (Gambar 4.23) termasuk mendekati orangutan atau memancing orangutan dengan makanan supaya mendekati pengunjung. Sedangkan orangutan juga tergantung dengan makanan yang dibawa oleh wisatawan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.22 berikut ini.


(55)

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%

%

Pasif Aktif

Kegiatan

Gambar 4.22 Persentase Perilaku Sosial Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan dalam Kontak dengan Pengunjung di

Bukit Lawang

Sandra Minah

Gambar 4.23 Orangutan sedang mendatangi wisatawan

lokal (Rumapea, 2008).

4.2.4 Perilaku Istirahat (I)

Salah satu perilaku harian orangutan adalah perilaku istirahat. Data perilaku istirahat yang diperoleh selama penelitian untuk masing-masing ibu dan anak orangutan terdiri dari perilaku istirahat yang dilakukan di sarang, pohon, tanah, dan rumah/bangunan (pongo resort). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 4.13 dan Gambar 4.24 berikut ini.


(56)

Tabel 4.13 Persentase Perilaku Istirahat untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang.

Kegiatan Sandra Minah

1. Istirahat di Sarang (IS) 38,48% 55,05% 2. Istirahat di Pohon (IP) 53,57% 41,00% 3. Istirahat di Tanah (IT) 5,85% 3,94% 4. Istirahat di Rumah (IR) 2,09% 0,00%

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00%

%

IS IP IT IR

Kegiatan

Gambar 4.24 Persentase Perilaku Istirahat untuk Setiap Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii ) Eks-peliharaan di Bukit Lawang

Sandra Minah

Adapun pemaparan dari pada perilaku istirahat setiap ibu dan anak orangutan yang diperoleh pada saat penelitian untuk setiap kegiatan, yaitu sebagai berikut :

4.2.4.1 Istirahat di Sarang (IS)

Pada dasarnya, orangutan akan membuat sarang apabila akan beristirahat, baik di siang hari atau malam hari. Oleh sebab itu diperoleh data mengenai kegiatan/perilaku istirahat untuk ibu dan anak orangutan bernama Minah (55,05%) yang memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan ibu dan anak orangutan bernama Sandra (38,48%) pada saat beristirahat di sarang (Gambar 4.25). Hal ini terjadi karena Minah yang baru saja melahirkan anaknya tentu memerlukan istirahat yang cukup


(1)

Mitani, J. C et al. 1991. Associations Among Wild Orangutans: Sociality, Passive

Aggregations or Chance? Anim. Behav

Nuzuar. 2008. Koordinator Lapangan dan Riset YEL (Yayasan Ekosistem Lestari)/SOCP (Sumatran Orangutan Conservation Programme)

Payne, J et al. 2000. Panduan Lapangan, Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak

dan Brunei Darussalam. Cetakan pertama. The Sabah Society dan Wildlife

Conservation Society: Jakarta

Primack, R. B, dkk. 1998. Biologi Konservasi. Edisi 1. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta

Prosiding Seminar Primatologi Indonesia 2000. 2001. Konservasi Satwa Primata;

Tinjauan Ekologi, Sosial Ekonomi dan Medis dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi. Cetakan pertama. Fakultas Kedokteran Hewan

dan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Bulaksumur: Yogyakarta Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii

Lesson 1827). Ecology, Behaviour and Conservation. Wageningen: The

Netherlands

Rodman, P. S. 1979. Individual Activity Patterns and The Solitary Nature of

Orangutans. The Great Apes. The Benjamin/ Gemming Publishing

Company: California

Singleton, I et al. 2004. Orangutan Population and Habitat Viability Assessment:

Final Report. IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group: Apple

Valley, MN

Sugardjito, J. 1983. Selecting Nest-site of Sumatran Orangutan, Pongo pygmaeus

abelii in the Gunung Leuser National Park: Indonesia

Sugardjito, J. et al. 1987. Ecological Constraints on The Grouping of Wild

Orangutans (Pongo Pygmaeus) in The Gunung Leuser National Park, Sumatra: Indonesia. Intern. J. Primatol

Thorpe, S. K. S dan Crompton, R. H. 2005. Locomotor Ecology of Wild Orangutans

(Pongo pygmaeus abelii) in the Gunung Leuser Ecosystem, Sumatra, Indonesia: A Multivariate Analysis Using Log-Linear Modelling. American

Journal of Physical Anthropology.

Utami, S.S. 1991. Perilaku Seksual Orangutan (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827)

Betina Dewasa di Pusat Penelitian Ketambe, Aceh Tenggara. Skripsi Sarjana

Biologi, Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta.

Van Schaik, C. P. 1999. The Socioecology of Fission-fusion Sociality in Orangutans. Primates

Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009


(2)

Van Schaik, C. P. 2006. Diantara Orangutan Kera Merah Dan Bangkitnya

Kebudayaan Manusia. Cetakan pertama. Yayasan Penyelamatan Orangutan

Borneo: Jakarta

http://www.cpoi.or.id, diakses 20 September 2007

http://www.yayorin.org, diakses tanggal 20 September 2007

http://www.budpar.go.id/filedata/ 1692_474-1234261Sumut1.pdf, diakses tanggal 20 September 2007

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/image/Leuser.jpg, diakses tanggal 06 Februari 2008

http://images.google.co.id/url?q=http://www.rollinghillswildlife.com/animals/o/orang utansumatran/images/robbie_smile.jpgdanusg=AFQjCNFgjDvXzkE90QQ3DI bNn-UiYrv3Tw, diakses tanggal 06 Februari 2008

http://sunbears.wildlifedirect.org/files/2008/09/2img_3065.jpg, diakses tanggal 06 Februari 2009

http://homepage.mac.com/wildlifeweb/primate/new/Grundmann/orangutan_seni-sarang_eg.jpg, diakses tanggal 06 Februari 2009

http://www.fotosearch.com/bthumb/BDX/BDX236/bxp40917.jpg, diakses tanggal 06 Februari 2009

Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009


(3)

LAMPIRAN A. Peta Lokasi Penelitian Bukit Lawang dalam Kawasan Ekosistem Leuser (Simanjuntak, Tarigan, Sariningsih, 2000, UML, 2003).

Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009


(4)

Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009


(5)

Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009


(6)

Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009


Dokumen yang terkait

Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

0 33 87

Perilaku Harian Anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Akibat Adanya Aktivitas Manusia Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

4 48 80

Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara

0 19 60

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 37 81

Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

1 12 69

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

2 11 68

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 13

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 2

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 4

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 0 7