orangutan dewasa c.
Ukuran tubuh lebih kecil dari orangutan dewasa
d. Rambut disekitar muka masih
panjang dan berdiri 4. Betina
pra-dewasa 10-12
tahun a.
Berat badan 30-40 kg b.
Warna tubuh agak gelap 5. Betina
dewasa 12-35
tahun a.
Berat badan 30-50 kg b.
Warna tubuh sangat gelap, kadang- kadang berjenggot
Jolly 1972 menyatakan bahwa pada umumnya, primata orangutan lebih banyak mengandalkan proses belajar learning dalam kehidupanya dibandingkan
hewan mamalia lainnya. Masa kanak-kanak primata baik non manusia dan manusia merupakan masa yang relatif penting dari seluruh kehidupannya, sehingga banyak
yang harus dipelajari oleh primata muda untuk tumbuh normal.
Dalam beraktivitas, anak yang masih tergantung induk akan melakukan hal yang sama dengan induknya Maple, 1980. Demikian juga dengan pemanfaatan
waktu makanan antara induk dan anaknya. Waktu anak masih bergantung pada induknya, maka anak akan mengikuti aktivitas induknya, misalkan anak akan
mengambil makanan dari mulut induknya, seperti buah, daun dan serangga Rijksen, 1978.
2.3 Penyebaran Orangutan
Orangutan Pongo sp. merupakan satu-satunya kera besar yang terdapat di Asia. Pada masa Pleistocene, mereka tersebar di seluruh Asia Tenggara, dari Selatan Cina di
Utara hingga ke Jawa, Indonesia di Selatan, saat ini penyebaran orangutan hanya terbatas di pulau Sumatera dan Borneo Rijksen and Meijaard, 1999, Singleton et al,
2004, dan keduanya dinyatakan sebagai spesies terpisah, yaitu Pongo abelii di Sumatra dan Pongo pygmaeus di Borneo Groves, 2001. Populasi terakhir
diperkirakan sekitar 55,000 individu di pulau Borneo Soehartono et al, 2007; Wich et al 2008 dan 6,600 individu di Sumatera Soehartono et al, 2007; Wich et al 2008.
Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan Pongo abelii Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009
USU Repository © 2008
Menurut Van Schaik 2006, orangutan, yang merupakan satu-satunya kera besar di Asia, hanya dapat ditemukan di hutan-hutan pedalaman di pulau Kalimantan
dan pulau Sumatera. Menurut Groves 2001, orangutan yang hidup di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan adalah satu genera, yang terdiri dari dua spesies, yaitu Pongo
abelii yang terdapat di pulau Sumatera dan spesies Pongo pygmaeus di pulau Kalimantan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari SOS-OIC 2007 di pulau Sumatera orangutan hanya ditemukan pada beberapa kawasan hutan saja, diantaranya di hutan
yang terdapat di Sumatera Utara antara lain di Bohorok, Tangkahan dan Batang
Toru dan Aceh Tenggara antara lain di Singkil, Ketambe, dan Suaq.
2.4 Habitat dan Konservasi Orangutan
Orangutan banyak dijumpai di kawasan hutan hujan tropis dan menjadikan daerah ini sebagai habitatnya Galdikas, 1986. Selanjutnya dijelaskan bahwa saat ini habitat
orangutan dapat dikategorikan sebagai habitat in-situ hutan alam dan habitat eks-situ hutan binaanrehabilitasi dan reintroduksi, kebun binatang, dan lain sebagainya.
Apabila dikaitkan dengan usaha-usaha konservasi, maka kegiatan yang dilakukan di habitat tersebut dapat dikelompokkan menjadi kegiatan rehabilitasi dan bukan
rehabilitasi.
Meijaard dan Rijksen 2001 menjelaskan bahwa rehabilitasi merupakan usaha untuk memberikan kesempatan kepada hewan yang biasa hidup terkurung agar dapat
menyesuaikan diri kembali dengan kehidupan bebas dalam kondisi yang agak alami. Usaha ini dilakukan untuk mendukung penegakan hukum berupa penyitaan orangutan
yang diperdagangkan secara ilegal, sehingga perburuan liar dan perdagangan orangutan dapat dihentikan. Selain itu rehabilitasi juga merupakan alat pengelolaan di
bidang konservasi alam karena individu-individu orangutan sitaan yang kemampuan mentalnya lebih maju untuk hidup bebas ini dilatih agar mampu mempertahankan
hidup dan bereproduksi di dalam kondisi liar.
Orangutan yang akan diliarkan kembali adalah satwa peliharaan hasil sitaan yang akan dikembalikan ke hutan, namun harus menjalani karantina terlebih dahulu
Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan Pongo abelii Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009
USU Repository © 2008
dan pengobatan terhadap berbagai penyakit yang mungkin dideritanya. Selanjutnya secara bertahap diperkenalkan kembali dengan kehidupan di hutan, yaitu dengan
memberi makanan biasa, seperti pisang : bubur pisang yang sudah dikunyah hingga lumat dipertahankan di dalam mulut untuk waktu yang lama, dan kemudian
dimuntahkan di atas permukaan yang rata, dan kemudian dimakan kembali, sehingga permukaan itu tampak basah tetapi bersih sekali. Beberapa diantara orangutan itu, bila
sudah selesai menelan bubur pisang, akan mengambil kembali kulit pisang yang sebelumnya dibuang, dan mengulangi proses sebelumnya. Tujuan sebenarnya dari
proses-proses ini masih kabur, akan tetapi bermain-main dengan makanan hampir pasti akan menghasilkan cara-cara yang inovatif mengenai pengolahan makanan Van
Schaik, 2006.
2.5 Daerah Jelajah