BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman satwa yang hidup di hutan Indonesia sangat luar biasa. Empat puluh jenis primata yang terdapat hidup di hutan memiliki ciri dan ukuran yang bervariasi,
mulai dari primata terkecil, seperti tangkasi Tarsius pumilis yang terdapat hidup di Sulawesi, hingga jenis yang terbesar seperti orangutan Pongo pygmaeus dan Pongo
abelii yang masih terdapat di Kalimantan dan Sumatera Supriatna dan Hendras, 2000.
Orangutan adalah salah satu satwa liar yang paling dikenal dan membuat kagum hampir semua orang di dunia, termasuk di Indonesia. Morfologi dan perilaku
yang mirip dengan manusia merupakan daya tarik pemerhati primata maupun wisatawan lokal dan internasional. Tetapi kekaguman terhadap satwa liar ini jarang
berpengaruh positif terhadap peluang hidupnya di alam. Mungkin salah satu alasannya adalah informasi tentang perilaku, keberadaan dan nasibnya di alam tidak cukup
tersedia, sehingga banyak tekanan terhadap hutan sebagai habitatnya dan kondisi populasinya yang terus menurun Meijaard et al, 2001.
Berbagai strategi dilakukan untuk melindungi orangutan, baik secara ek-situ maupun in-situ. Salah satu bagian dari program perlindungan orangutan secara ek-situ
adalah rehabilitasi, yaitu menyiapkanmendidik individu untuk dapat hidup mandiri di lingkungan sosial yang “normal” diantara sesama jenis dan di habitat alami. Menurut
Meijaard dan Rijksen 2001, rehabilitasi adalah usaha untuk memberikan kesempatan kepada binatang yang bisa terkurung agar dapat menyesuaikan kembali dengan
kehidupan bebas dalam kondisi yang alami. Usaha ini dilakukan untuk mendukung penegakan hukum berupa penyitaan orangutan yang diperdagangkan secara ilegal
sehingga perburuan liar dan perdagangan orangutan dapat dihentikan.
Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan Pongo abelii Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009
USU Repository © 2008
Di Indonesia terdapat 4 empat pusat rehabilitasi orangutan, 3 tiga terdapat di Kalimantan yaitu pusat rehabilitasi orangutan Wanariset Samboja, Kalimantan
Timur, pusat rehabilitsi orangutan Nyaru Menteng, dan pusat rehabilitasi Pangkalan Bun keduanya di Kalimantan Tengah, serta satu di Sumatera, yaitu karantina Batu
Mbelin, Sibolangit dan reintroduksi Bukit Tiga Puluh, Jambi. Sebelumnya di Sumatera ada 2 dua pusat rehabilitasi orangutan yang telah ditutup Ketambe, Aceh
Tenggara dan Bukit Lawang, Sumut. Pusat rehabilitasi orangutan Bukit Lawang dibangun pada tahun 1973 dengan
disponsori oleh FZG Frankfurter Zoologische Gesellschaft
yang bertujuan membantu orangutan kembali ke habitat aslinya setelah dipelihara oleh manusia atau
dipindahkan dari habitat yang terancam. http:www.budpar.go.idfiledata 1692_474-
1234261Sumut1.pdf, 2007. Tetapi pada tahun 1995, pusat rehabilitasi orangutan
Sumatera Bohorok di Bukit Lawang beralih fungsi sebagai daerah ekowisata orangutan Bohorok, sedangkan proses rehabilitasi dan reintroduksi orangutan
dipindahkan ke Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi. Daerah ekowisata Bukit Lawang memiliki orangutan eks-peliharaan, dimana
kehidupan dan kesejahteraan orangutan tersebut sedikit terganggu searah dengan peningkatan jumlah wisatawan. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya kualitas
pengetahuan pemandu wisata lokal terhadap kehidupan orangutan. Berdasarkan data bulan Agustus 2006 hingga Juli 2007 diketahui adanya 3 bayi orangutan yang mati
sebelum mencapai usia 5 tahun Dellatore, 2007. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dengan pasti, apakah berhubungan dengan pola
ekowisata yang buruk, kesehatan orangutan yang tidak terjamin atau karena faktor internal dari orangutan itu sendiri .
Untuk mengetahui kelayakan hidup orangutan di Bukit Lawang perlu diketahui tentang pola perilaku harian orangutan
, seperti bergerak pindah moving, makan feeding, sosial social, istirahat resting, dan bersarang nesting,
sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul : “Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan Pongo abelii di Ekowisata Bukit Lawang Taman
Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat”
.
Sri Roma Yuliarta : Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan Pongo abelii Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, 2009
USU Repository © 2008
1.2
Permasalahan
Kawasan ekowisata Bukit Lawang merupakan tempat wisata alam yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun asing untuk menikmati suasana alam
dan melihat kehidupan orangutan secara langsung di habitatnya. Penurunan jumlah wisatawan setelah musibah banjir bandang tahun 2003 membuat para pemandu wisata
menggunakan berbagai cara untuk menarik perhatian wisatawan, diantaranya dengan cara memanfaatkan kehadiran orangutan di daerah ini, agar para wisatawan merasa
terhibur dan senang. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah perilaku harian i
bu dan anak orangutan akibat adanya aktivitas manusia di daerah
ekowisata Bukit Lawang yang dapat menyebabkan terjadinya kematian pada beberapa bayi orangutan sebelum mencapai usia 5 tahun.
1.3 Tujuan Penelitian