besar akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya untuk mengendalikan jumlah penduduk, seperti dengan
melakukan program Keluarga Berencana KB.
2.1.3.3 Hubungan Antara Pendidikan terhadap Kemiskinan
Pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah Negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk
mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan Todaro, 2000. Mankiew 2000 menyebutkan, seseorang
yang berpendidikan tinggi dapat menghasilkan gagasan baru tentang bagaimana pilihan terbaik untuk memproduksi barang dan jasa. Jika gagasan
ini dapat diterima oleh pendudukan luas, maka semua orang dapat menggunakannya sehingga gagasan tersebut dapat dikatakan sebagai manfaat
eksternal dari pendidikan. Dalam hal ini, tingkat pengembalian pendidikan yang diterima oleh penduduk lebih besar dibandingkan dengan tingkat
pengembalian yang diterima oleh individu. Jika dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktifitas ini akan meningkatkan pendapatan baik pendapatan individu tersebut, maupun
pendapatan nasional. Peningkatan pendapatan individu akan meningkatkan
kemampuan konsumsi mereka, sehingga dapat mengangkat kehidupan mereka dari kemiskinan. Oleh karena itu, investasi pendidikan akan berpengaruh
positif terhadap pengentasan kemiskinan, sebagaimana yang telah dibuktikan pada penelitian Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti 2008.
2.1.3.4 Hubungan Antara Desentralisasi Fiskal Terhadap Kemiskinan
Desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan kewenangan di bidang fiskal yang meliputi kewenangan untuk menggali sumber-sumber pendapatan,
hak untuk menerima transfer dari pemerintah, dan menentukan alokasi belanja. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tujuan dari diberlakukannya
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Untuk mengukur derajat desentalisasi di suatu wilayah dapat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan
pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Banyak hasil penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara
derajat desentralisasi fiskal di suatu wilayah dengan tingkat kemiskinan di wilayah tersebut. Shikra 2006 dalam penelitiannya yang berjudul “Fiskal
Decentralization and Poverty” mencoba membuktikan adanya keterkaitan
antara desentalisasi fiskal dengan kemiskinan serta meneliti dampak diberlakukannya desectralisasi fiskal terhadap upaya pengentasan kemiskinan.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara keduanya bersifat positif, artinya semakin tinggi tingkat desentralisasi fiskal akan meningkatkan HDI
yang menunjukkan semakin sedikitnya jumlah penduduk miskin. Selain itu, Hadi Sasana 2009 juga telah meneliti pengaruh desentralisasi fiskal dari sisi
pendapatan terhadap kemiskinan.
2.2 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti 2008 dengan judul ”Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis dampak pertumbuhan ekonomi
terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia. Metode analisis yang digunakan yaitu Analisia deskriptif dan analisis ekonometrik, Analisis
ekonometrik menggunakan panel data, yang terdiri dari data time series tahun 1995-2005 dan data cross section dari 26 provinsi di Indonesia.
Model Regresi yang digunakan yaitu: POVERTY
ij
= β + β
1
PDRB
ij
+ β
2
POPULASI
ij
+β
3
AGRISHARE
ij
+ β
4
INDUSTRISHARE
ij
+ β
5
INFLASI
ij
+ β
6
SMP
ij
+ β
7
SMA
ij
+β
8
DIPLM
ij
+ β
9
DUMMY KRISIS
ij
+ ε
ij
Hasil penelitian menunjukkan kurangnya kualitas pertumbuhan ekonomi dicerminkan oleh angka kemiskinan yang relatif persiten di atas 20 persen
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin akibat krisis ekonomi belum berhasil dikurangi bahkan cenderung
meningkat. Penyebaran penduduk miskin terpusat di Pulau Jawa dan