Latar Belakang Pentingnya memahami Etika Ilmiah, Hak Cipta dan Plagiarisme

7.1. Latar Belakang Pentingnya memahami Etika Ilmiah, Hak Cipta dan Plagiarisme

Bab ini ditulis oleh Prof. Suminar Pratapa, Ph.D. Ketua Lembaga Penjaminan Mutu, Pengelolaan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual (LPMP2KI) ITS untuk memberikan pemahaman tentang Etika Ilmiah, hak Cipta dan Plagiarisme khususnya bagi para pelajar dan civitas akademika ITS. Pemahaman terhadap etika Ilmiah ini diperlukan oleh setiap peneliti, akademisi maupun mahasiswa untuk memberikan panduan dalam penulisan hasil gagasan ilmiah dan penelitian yang dilakukannya.

Pada mulanya, isu mengenai etika akademik di lingkungan belajar formal muncul pada abad 18 yang berkaitan erat dengan integritas akademik dan berlaku untuk memperlihatkan tugas (amanat), kekuasaan, kebanggaan dan harga diri. Para pelajar dan mahasiswa serta masyarakat memandang etika akademik merupakan sebuah tataran kehormatan untuk diraih. Namun secara filosofis terjadi perubahan signifikan dalam memandang peran pendidikan tinggi untuk menghasilkan produk-produk riset pada abad ke-19. Perubahan ini memberikan tekanan khusus kepada para pengajar dan profesor untuk aktif melakukan riset. Pada gilirannya, sebagian dari mereka melakukan ketidakjujuran yang oleh mereka yang tidak melakukannya dipandang sebagai keburukan dan kebodohan. Saat itulah muncul konsep etika ilmiah seperti yang kita hadapi sekarang ini. Badan-badan pendidikan selalu memunculkan etika ilmiah sebagai bagian penting dalam sistem yang mereka bangun. Muncul aturan-aturan, peraturan akademik, codes of conduct, do’s and don’t’s dan semacamnya yang disertai dengan badan kehormatan akademik, academic

board, board of ethics dan sejenisnya. Etika ilmiah atau etika akademik berkembang dalam hal makna, cakupan, kekhususan ilmu dan keterikutan dan keterkaitan dengan teknologi. Etika adalah moral, moral berarti akhlak. Oleh sebab itu, prinsip menegakkan etika ilmiah bermakna perwujudan akhlak masyarakat ilmiah yang baik. Etika akademik tidak lagi hanya mencakup para pengajar dan profesor, melainkan sudah meluas mencakup peneliti, mahasiswa, dan para tenaga pendidik. Tiap-tiap bidang ilmu, karena kekhasannya, memiliki cakupan isi etika yang khusus; misalnya bidang kedokteran berbeda dengan bidang politik atau rekayasa. Berkembangnya rekayasa informatika dan komputer juga turut mengubah bagaimana mengenali academic fraud (kecurangan-kecurangan) dan membuat peraturan dan keputusan baga imana etika akademik ditegakkan. Adanya “perebutan” ide dan karya

memunculkan isu baru yang berkaitan dengan hak cipta (sebuah terjemahan yang sebenarnya kurang pas dari copyrights) dan plagiarisme. Perkembangan teknologi komunikasi dan jaringan menjadikan isu ini semakin membesar dan perlu perhatian khusus. Ketersediaan masif informasi di berbagai situs jaringan (websites) menjadikan karya-karya ilmiah para pelaku pendidikan saat ini semakin tercurigai bukan bersumber dari diri sendiri. Kepercayaan antar ilmuwan semakin luntur ketika kita mengetahui bahwa pelaku plagiat itu bukan hanya dari kalangan pelajar atau mahasiswa, melainkan juga pejabat pendidikan dan para profesor. Kasus-kasus pelanggaran etika, pelanggaran hak cipta dan maraknya isu plagiarisme di berbagai kalangan pendidikan yang tidak menyurut tetapi bahkan membuncah di era digital ini menunjukkan bahwa penegakan moral akademik senantiasa mendapatkan tantangan. Padahal moral akademik, terlebih di kalangan pendidikan tinggi, merupakan cermin paling jelas untuk menggambarkan moral suatu bangsa. Oleh sebab itu, perlu sebuah pengetahuan dan penyegaran kepada para pelaku pendidikan mengenai pentingnya etika akademik agar terwujud masyarakat ilmiah yang saling mempercayai. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa baru mengenai etika akademik di perguruan tinggi: aspek-aspek terkait, contoh pelanggaran etika akademik sebagai pembelajaran, dan bagaimana etika akademik dilaksanakan di perguruan tinggi, serta contoh menghindari plagiat.