Definisi dan Komponen Etika Ilmiah, Hak Cipta dan Plagiarisme

7. 2. Definisi dan Komponen Etika Ilmiah, Hak Cipta dan Plagiarisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari beberapa istilah yang digunakan dalam tulisan ini adalah:

 Etika = ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) [1]  Ilmiah = bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan [2]  Hak cipta = hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku [3]

 Plagiarisme = penjiplakan yang melanggar hak cipta [4]

Dengan demikian etika ilmiah merupakan tatanan moral (dalam masyarakat ilmiah) yang dihubungkan dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Masyarakat ilmiah adalah sekelompok insan yang memiliki rasa ingin tahu terhadap sebuah gejala dan kemudian melakukan kajian-kajian dengan sistematika tertentu sehingga memperoleh kebenaran ilmiah atas gejala tersebut. Etika ilmiah bersifat mengikat masyarakat ilmiah, sering berkembang dengan penetapan-penetapan tertulis, tetapi juga dengan perjanjian-perjanjian tidak tertulis. Contoh etika ilmiah tertulis adalah surat keputusan rektor mengenai sanksi jika seorang mahasiswa mencontek, sedangkan contoh etika ilmiah tak tertulis adalah sanksi moral bagi seorang akademia yang lolos dari pelanggaran akademik padahal jelas melakukannya. Etika ilmiah merupakan ruh yang dimiliki masyarakat ilmiah untuk menjaga integritas dan kehormatan. Pelanggaran terhadap etika ilmiah berdampak pada hukuman yang mengurangi rasa hormat masyarakat ilmiah terhadap pelakunya. Bagi seorang ilmuwan sejati, hukuman semacam ini sudah cukup menjadikannya merasa dikecilkan dan dikucilkan. Kepanditannya dalam ilmu yang ditekuninya bakal tidak diakui lagi dan keberadaannya di kalangan masyarakat dianggap tidak penting lagi.

Salah satu wujud kekayaan ilmiah yang dihasilkan oleh seorang ilmuwan terangkum dalam “ciptaan”. Kepemilikan atas ciptaan itu diakui dalam bentuk hak cipta. Kepemilikan itu hanya nyata ketika dibandingkan di antara insan masyarakat ilmiah. Salah satu contoh

hak cipta adalah kepemilikan atas sebuah karya atau tulisan ilmiah, bisa dalam bentuk buku, artikel, laporan, tugas akhir, tesis, disertasi dan sebagainya.

Menyelesaikan sebuah karya ilmiah merupakan sebuah kebanggaan, karena akan lahir pengakuan dari sejawat atas karya tersebut. Selain itu, dampak lahirnya sebuah karya

ilmiah adalah “kesejahteraan” (wealth) dalam arti luas, di antaranya adalah kelulusan, kenaikan jabatan, dan hibah riset. Bagi sebagian insan ilmiah, apalagi bagi pemula, menulis

karya ilmiah bukan hal yang mudah. Sebagian yang lain memiliki perilaku kurang terhormat dengan mengambil atau mengaku karya orang lain sebagai miliknya. Oleh sebab itu, di hampir semua periode ilmiah modern ditemukan adanya praktek-praktek plagiarisme atau penjiplakan terhadap hak cipta orang lain. Praktek itu sudah sedemikian memprihatinkan sehingga diperlukan langkah-langkah perlindungan terhadap hak cipta, di antaranya adalah dengan memberikan pengetahuan dan pelajaran mengenai hak cipta dan memberikan sanksi akademik atau pidana terhadap pelakunya.

Di Indonesia telah diberlakukan Undang-undang mengenai Hak Cipta bernomor 28 tahun 2014. Khusus untuk kalangan pendidikan, telah berlaku Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Peraturan Menteri ini mencakup ketentuan umum (definisi-definisi), lingkup dan pelaku plagiat, batasan tempat dan waktu terjadinya plagiat, pencegahan dan penanggulangan plagiat, dan pemberian sanksi pada pelaku. Secara umum, pencegahan dan penanggulangan plagiat perlu dilakukan setiap saat dan kepada semua insan ilmiah, baik ketika masih berada di perguruan tinggi, maupun ketika sudah di luar perguruan tinggi; di semua jenjang jabatan; berstatus dosen, mahasiswa, maupun alumni. Sanksi kepada pelaku plagiat di perguruan tinggi dijatuhkan setelah melalui mekanisme persandingan, persaksian atau pertimbangan, dan pembelaan yang dapat membuktikannya. Jenis sanksi beragam dari ringan hingga berat, dari teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak, pembatalan nilai (mahasiswa) atau penurunan pangkat/jabatan, hingga pembatalan ijazah atau pemberhentian dengan tidak hormat sebagai dosen/peneliti/tenaga kependidikan.