Pasar Balita Berstatus Gizi Buruk dan Kurang

1. Pasar Balita Berstatus Gizi Buruk dan Kurang

Status gizi balita Indonesia dinilai berdasarkan parameter antropometri yang terdiri dari berat badan dan panjang/tinggi badan. Indikator status gizi yang digunakan adalah: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan oleh tim survei Riskesdas di beberapa daerah yang telah mulai dilakukan sejak bulan Juni 2010 dan berakhir pada tanggal 8 Agustus 2010 sampel yang terkumpul datanya adalah sekitar 96,5% dari 2.800 dan siap untuk dianalisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional adalah sebesar 17,9% diantaranya 4,9% yang gizi buruk. Prevalensi balita gizi kurang menurut provinsi yang tertinggi adalah Propinsi NTB (30,5%), dan terendah adalah Propinsi Sulut (10,6%). Sementara itu prevalensi balita pendek (stunting) secara nasional adalah sebesar 35,6%, dengan rentang 22,5% (DI Yogyakarta) sampai 58,4% (NTT). Prevalensi balita kurus (wasting) secara nasional adalah sebesar 13,3%, dengan prevalensi tertinggi adalah Provinsi Jambi (20%), dan terendah adalah Bangka Belitung (7,6%). Prevalensi balita menurut tiga indikator status gizi (BB/U, TB/U dan BB/TB) dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Status Gizi Balita Pada Tahun 2007 dan 2010

BB/TB PROPINSI

BB/U

TB/U

GIZI BURUK

1. Nanggroe Aceh Darussalam 26,5

2. Sumatera Utara 22,8

3. Sumatera Barat 20,2

4. R i a u 21,4

6. Sumatera Selatan 18,3

9. Bangka Belitung 18,3

10. Kepulauan Riau 12,4

11. DKI Jakarta 12,9

12. Jawa Barat 15,0

13. Jawa Tengah 16,1

14. DI Yogyakarta 10,9

15. Jawa Timur 17,5

Tabel 4.1 Status Gizi Balita Pada Tahun 2007 dan 2010 (Lanjutan)

BB/TB PROPINSI

BB/U

TB/U

GIZI BURUK

17. B a l i 11,4

18. Nusa Tenggara Barat 24,8

19. Nusa Tenggara Timur 33,6

20. Kalimantan Barat

21. Kalimantan Tengah 24,3

22. Kalimantan Selatan

23. Kalimantan Timur

24. Sulawesi Utara 15,7

25. Sulawesi Tengah

26. Sulawesi Selatan

27. Sulawesi Tenggara

29. Sulawesi Barat 25,4

31. Maluku Utara 22,8

32. Papua Barat

13,6 13,3 Sumber: Riskesdas (2010)

Secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan kurang menurun sebanyak 0,5 % yaitu dari 18,4 % pada tahun 2007 menjadi 17,9 % pada tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 % yaitu dari 36,8 % pada tahun 2007 menjadi 35,6 % pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 % yaitu dari 13,6 % pada tahun 2007 menjadi 13,3 % pada tahun 2010. Untuk lebih jelasnya komposisi prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk (BB/U) menurut provinsi tahun 2010 disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Prevalensi Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk (BB/U) Menurut Provinsi Tahun 2010

Status Gizi BB/U (%) Propinsi

Gizi

Gizi Buruk+

Gizi buruk

kurang

Gizi Kurang

1. Nanggroe Aceh Darussalam

2. Sumatera Utara

3. Sumatera Barat

6. Sumatera Selatan

9. Bangka Belitung

10. Kepulauan Riau

11. DKI Jakarta

12. Jawa Barat

13. Jawa Tengah

14. DI Yogyakarta

15. Jawa Timur

18. Nusa Tenggara Barat

19. Nusa Tenggara Timur

20. Kalimantan Barat

21. Kalimantan Tengah

22. Kalimantan Selatan

23. Kalimantan Timur

24. Sulawesi Utara

25. Sulawesi Tengah

26. Sulawesi Selatan

27. Sulawesi Tenggara

29. Sulawesi Barat

31. Maluku Utara

32. Papua Barat

2,911,627 4,009,086 Sumber: Riskesdas (2010)

(Jiwa)1,097,459

Terdapat perbedaan perkembangan prevalensi balita gizi buruk dan kurang, balita pendek dan balita kurus dari tahun 2007 ke 2010 antara daerah kota dan desa. Di daerah kota secara umum terjadi penurunan prevalensi balita gizi buruk dan kurang, balita pendek dan balita kurus. Di daerah desa tidak terjadi penurunan prevalensi. Di daerah kota prevalensi balita gizi Burkur menurun dari 15,9 % tahun 2007 menjadi 15,2 % tahun 2010 (Gambar 4.1), prevalensi balita pendek turun dari 32,7 % tahun 2007 menjadi 31,4 % tahun 2010 (Gambar 4.2), dan prevalensi balita kurus turun dari 13,1 % tahun 2007 menjadi 12,5 % tahun 2010 (Gambar 4.3).

Gambar 4.1 Pravelensi Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Menurut Indikator BB/U di Daerah Desa dan Kota, di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010 Sumber: Riskesdas (2010)

Gambar 4.2 Pravelensi Balita Gizi Pendek dan Sangat Pendek Menurut Indikator TB/U di Daerah Desa dan Kota, di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010 (Sumber: Riskesdas 2010)

Gambar 4.3 Pravelensi Balita Gizi Kurus dan Sangat Kurus Menurut Indikator BB/TB di Daerah Desa dan Kota, di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010 (Sumber: Riskesdas 2010)

Hasil Riskesdas 2010 juga menunjukan bahwa 40,6% penduduk mengkonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan kelompok umur dijumpai 24,4% balita mengkonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal. Sementara itu proporsi penduduk tertinggi dengan konsumsi < 70% AKG adalah NTB (46,6%), dan terendah adalah provinsi Bengkulu (23,7%).

Berdasarkan data persentase status gizi balita yang disajikan pada Tabel 4.2 di atas permintaan pasar akan biskuit ikan yang dibutuhkan oleh seluruh balita yang mengalami gizi kurang bernilai cukup besar. Pasar potensial berdasarkan status gizi balita yang dijadikan sasaran pasar biskuit ikan adalah kategori balita di atas dengan memperhatikan jumlah dan penyebaran balita dengan status gizi kurang di Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan oleh Riskesdas 2010, terdapat 13% balita gizi kurang yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia. Jumlah balita Indonesia berumur satu hingga lima tahun pada 2009, yaitu sejumlah 22.109.704 jiwa, dengan peningkatan sebesar 1,3% pada tahun 2010 diperkirakan jumlahnya menjadi 22.397.130 jiwa (Data Statistik Indonesia, 2009). Sehingga didapatkan balita bergizi kurang di Indonesia sebesar 2.911.627 jiwa. Apabila diperkirakan nilai dari pangsa pasar adalah sebesar 0,28% dari jumlah balita bergizi kurang di Indonesia, maka jumlah balita gizi kurang yang harus ditingkatkan status gizinya berjumlah 8.153 jiwa.