Ketersediaan Bahan Baku

2. Ketersediaan Bahan Baku

Ketersediaan bahan baku yang baik akan dapat menjaga keseimbangan proses produksi suatu industri. Kajian mengenai ketersediaan bahan baku dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana peluang ketersediaan bahan baku untuk masa yang akan datang.

Berdasarkan data yang didapat dari Ditjen Perikanan Budidaya (2010), lele yang memiliki nama ilmiah Clarias sp ini perkembangan produksinya secara nasional sangat baik. Selama lima tahun terakhir produksi lele terus meningkat. Pada tahun 2005 produksi nasional ikan lele sebesar 69.386 ton, tahun 2006 sebesar 77.332 ton, tahun 2007 sebesar 91.735 lalu tahun 2008 meningkat menjadi 114.371 ton dan pada tahun 2009 terus meningkat menjadi 144.755. Tahun 2010, angka sementara yang dipublikasikan produksi ikan lele dari hasil budidaya sebesar 273.554 ton. Perkembangan budidaya lele yang sangat baik ini didukung dengan produksi ikan lele yang cukup besar di beberapa propinsi yang menjadi sentra budidaya ikan lele. Tujuh diantaranya dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Tujuh Propinsi Sentra Budidaya Ikan Lele dan Jumlah Produksi Pada Tahun 2009

Jumlah Produksi

Propinsi (Ton)

Jawa Barat

Jawa Tengah

Jawa Timur

D.I. Yogyakarta

Sumatera Barat

Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya (2010)

Dari ketujuh propinsi sentra budidaya ikan lele terbesar di Indonesia, Jawa Barat merupakan daerah penghasil ikan lele terbesar yang menguasai sekitar 33% produksi ikan lele Indonesia tahun 2009. Produksi lele hasil pembudidayaan pada tahun 2009 propinsi Jawa Barat mencapai 48.044 ton. Produktivitas yang tinggi ini didukung oleh luas areal budidaya ikan lele yang mencapai 2000 hektar. Lele di propinsi Jawa Barat dibudidayakan di dalam wadah kolam baik kolam tanah, bak ataupun kolam terpal. Tidak hanya di kolam, disebagian wilayah Jawa Barat juga dikembangkan budidaya lele dengan sistem jaring apung dan budidaya sawah. Selain itu, di propinsi ini juga terdapat Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar yang terletak di Sukabumi.

Di Jawa Barat sendiri terdapat dua sentra utama penghasil ikan lele, yaitu Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bogor yang meliputi wilayah Parung, Pamijahan, Cibinong, Sukaraja, Tajur Halang, Ciomas, Cisarua, Ciseeng, dan Kemang. Selain dua Kabupaten tersebut, ada juga tiga Kabupaten yang produksinya pada tahun 2009 mencapai di atas 1.000 ton. Ketiga provinsi tersebut yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Bandung (Ditjen Perikanan Budidaya, 2010).

Bahan baku ikan lele yang digunakan pada industri biskuit ikan berasal dari Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan jarak antara tempat budidaya ikan lele dengan letak industri biskuit ikan serta kebutuhan bahan baku untuk produksi akan terpenuhi dengan jumlah produksi pada daerah tersebut, yaitu berkisar di atas 7.000 ton per tahun.

Tepung ikan lele merupakan hasil olahan dari daging, tulang, dan kepala ikan lele dumbo. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat keamanan ketersediaan ikan lele dumbo di Kabupaten Bogor perlu diketahui data produksi ikan lele dumbo di wilayah tersebut. Data Produksi ikan lele di beberapa wilayah di Kabupaten Bogor pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Data Produksi Ikan lele di Kabupaten Bogor

Jumlah Produksi

Wilayah (Ton)

Gunung Sindur

Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya (2010)

Produksi ikan lele di Indonesia yang menjadi bahan baku produksi tepung ikan lele untuk pembuatan biskuit ikan tersedia dalam jumlah yang memadai. Pembudidaya ikan lele melakukan pemanenan ikan lele setiap harinya untuk memenuhi seluruh kebutuhan akan ikan lele, baik untuk konsumsi maupun bahan baku industri. Pembelian ikan lele dari petani ikan lele setempat dengan harga sebesar Rp 13.000,00 per kilogram yang telah dikeluarkan isi perutnya dan dipisahkan antara fillet daging ikan lele, serta kepala dan tulang ikan lele. Kebutuhan ikan lele per hari mencapai 84 kilogram, sehingga dalam seminggu dengan 6 hari kerja pasokan ikan lele mencapai 504 kilogram. Pengiriman bahan baku ikan lele ini dilakukan setiap dua hari sekali untuk menjaga kesegaran ikan lele saat diproses.

Produksi lokal isolat protein kedelai belum tersedia di Indonesia, untuk itu dalam pemenuhan kebutuhan akan isolat protein kedelai sebagai bahan baku pembuatan biskuit ikan dilakukan dengan cara membeli kepada para pemasok impor. Namun karena keterbatasan data impor, maka jumlah isolat protein kedelai yang di impor oleh Indonesia pun tidak diketahui jumlahnya secara pasti. Kebutuhan isolat protein kedelai yang dibutuhkan untuk membuat biskuit ikan adalah sebesar 34 kilogram per hari dengan harga beli Rp 62.000,00 per kilogram. Kebutuhan akan isolat protein kedelai ini dipastikan dapat terpenuhi karena jumlah penggunaan isolat protein kedelai selama seminggu hanyalah sebesar 204 kilogram dan pemasok pun telah menyanggupi akan permintaan ini.

Kebutuhan bahan-bahan pembantu lainnya dipasok dari pasar setempat atau distributor utama. Pembelian gula diperoleh dari distributor gula yang ada di dekat industri biskuit ikan, yaitu wilayah Kabupaten Bogor. Pembelian gula dilakukan seminggu sekali sebanyak 16 sak yang masing- masing berkapasitas 50 kilogram. Tepung terigu yang dipakai dalam adonan didatangkan dari Kebutuhan bahan-bahan pembantu lainnya dipasok dari pasar setempat atau distributor utama. Pembelian gula diperoleh dari distributor gula yang ada di dekat industri biskuit ikan, yaitu wilayah Kabupaten Bogor. Pembelian gula dilakukan seminggu sekali sebanyak 16 sak yang masing- masing berkapasitas 50 kilogram. Tepung terigu yang dipakai dalam adonan didatangkan dari