Strategi Pemasaran

C. Strategi Pemasaran

Faktor yang menentukan dalam pencapaian keberhasilan suatu industri adalah kemampuan industri tersebut memenuhi kebutuhan konsumen melalui pemasaran produk yang dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut diperlukan suatu strategi yang tepat dalam memasarkan produk biskuit ikan dan tepung mix. Industri biskuit berbasis tepung mix memerlukan strategi pemasaran dan bauran pemasaran yang tepat.

Pemasaran produk difokuskan pada daerah-daerah dengan tingkat status gizi balita kurang yang tinggi. Secara lebih spesifik, strategi pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal meliputi:

1. Segmentasi

Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Perusahaan menetapkan berbagai cara yang berbeda dalam memisahkan pasar tersebut, kemudian mengembangkan profil-profil yang ada pada setiap segmen pasar, dan penentuan daya tarik masing- masing segmen.

Segmentasi pasar produk biskuit ikan dibedakan berdasarakan demografis dan kelas sosial, sedangkan tepung mix dibedakan berdasarkan jenis industri pengguna. Secara lebih lengkap, segmentasi pasar biskuit ikan dan tepung mix akan dijelaskan berikut ini.

a. Segementasi Pasar Makanan Pendamping ASI

Makanan pendamping Air Susu Ibu (ASI) atau yang biasa dikenal sebagai makanan bayi terbagi ke dalam dua kategori utama, yaitu biskuit dan bubur. Bubur yang diperuntukan untuk bayi berupa bubur instant dengan berbagai rasa dan juga terbagi ke dalam kategori umur bayi, mulai dari enam bulan hingga dua tahun. Sedangkan biskuit hanya dibedakan berdasarkan rasanya, karena biskuit yang digunakan sebagai makanan pendamping asi tidaklah dibedakan berdasarkan umur. Balita yang dapat mengkonsumsi biskuit adalah bayi dan balita yang sudah memliki gigi atau bayi minimum berusia enam bulan dengan cara mencairkan biskuit di dalam susu. Biskuit bayi yang banyak tersedia di pasar merupakan biskuit konvensional dengan harga jual rata-rata cukup tinggi yang hanya bisa dijangkau oleh konsumen dengan pendapatan menengah ke atas. Sedangkan balita dari kalangan bawah yang memang sangat membutuhkan makanan pendamping asi tidaklah mampu untuk mengkonsumsi biskuit balita yang berharga cukup mahal bagi mereka.

Segmen pasar biskuit ikan berdasarkan demografis ditujukan pada balita dengan usia satu hingga lima tahun yang memang membutuhkan makanan pendamping asi dengan zat gizi yang memenuhi syarat AKG. Balita yang membutuhkan biskuit ikan adalah seluruh balita dengan status gizi, mulai dari gizi baik maupun kurang. Balita dengan status gizi baik mengkonsumsi biskuit ikan sebagai makanan tambahan alternatif dari yang sudah tersedia di pasaran, sedangkan balita dengan status gizi kurang menggunakan biskuit ikan sebagai makanan tambahan utama yang dapat meningkatkan status gizi mereka dengan waktu yang relatif singkat.

Selain berdasarkan faktor demografis, segmen pasar biskuit ikan juga berdasarkan faktor geografis, yaitu berdasarkan persentase penyebaran jumlah balita dengan status gizi kurang dan buruk di seluruh propinsi di Indonesia, seperti di wilayah Jawa barat, NTB, dan NTT yang memiliki status gizi kurang dan buruk mencapai angka di atas 19%, yaitu berjumlah lebih dari 3.000 balita.

Saat terjadi bencana alam sering kali para korban mendapat bantuan mi instan. Padahal, dalam kondisi darurat, makanan ini tidak praktis dan sangat merepotkan. Selain dibutuhkan air bersih untuk memasaknya, korban juga membutuhkan kompor yang belum tentu tersedia. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) diperlukan makanan darurat yang praktis, tetapi bergizi dan memenuhi kebutuhan pangan korban bencana alam. Makanan darurat ini menjadi sumber karbohidrat dan protein bagi korban bencana alam. Terdapat sedikitnya tujuh makanan utama yang diperlukan saat terjadinya bencana, antara lain:

1). Air Air merupakan zat terpenting di dalam setiap tubuh manusia. Manusia dapat bertahan tanpa

makan, namun tidak tanpa minum. Disamping itu, kehadiran air juga sangat berguna untuk keperluan lain seperti mandi, memasak dan mencuci.

2). Biskuit

Biskuit merupakan salah satu makanan yang sangat berguna setiap saat. Tidak hanya pada saat bencana, di situasi apapun biskuit yang mengandung lemak dan karbohidrat tentunya dapat mengisi perut yang lapar.

3). Kacang-kacangan

Kacang merupakan sumber karbohidrat yang penting untuk menambah energi pada tubuh. Selain untuk menambah energi, kacang juga merupakan camilan dan makanan yang sehat untuk tubuh.

4). Makanan kaleng

Ikan, daging, sayuran yang dikemas dalam kaleng tentu memiliki waktu kadaluarsa yang lama. Memberikan makanan kaleng bagi para korban bencana merupakan langkah tepat karena makanan kaleng banyak mengandung protein dan lemak yang dapat memberi sumber tenaga bagi tubuh.

5). Susu bubuk

Susu merupakan minuman yang kaya akan kalsium dan vitamin D bagi tubuh. Selain itu, susu yang memiliki rasa manis juga merupakan minuman yang dapat membuat perut kenyang karena juga banyak mengandung lemak dan protein.

6). Multivitamin

Multivitamin berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh saat mengalami suatu bencana.Vitamin dapat berfungsi sebagai pengganti nutrisi yang terkandung di dalam makanan.

7). Selai kacang

Kacang merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh. Kacang banyak mengandung lemak dan karbohidrat yang tentunya dapat membuat perut terasa kenyang dan menjadikan sumber energi. Tentu selai kacang merupakan makanan yang memiliki waktu kadaluarsa yang lama.

Dalam konteks penanganan bencana, pemberian bantuan berupa makanan untuk bayi dan balita tidak bisa dilakukan dengan sembarangan agar bantuan yang akan kita berikan dengan niat baik, tidak berubah menjadi sumber permasalahan baru bagi korban yang selamat. Biasanya bahan makanan yang diberikan untuk bayi dan balita korban bencana berupa susu formula dan biskuit. Biskuit yang diberikan pada para balita ini adalah biskuit khusus untuk usia bawah lima tahun. Namun sangat disayangkan, kebanyakan pemberian biskuit balita ini berasal dari pemerintah setempat, bukan dari perusahaan penghasil biskuit balita ataupun donatur. Hal ini terjadi karena para donatur tidak membedakan jenis biskuit yang mereka sumbangkan. Sehingga sering ditemui kurangnya pasokan bahan pangan untuk balita.

2. Penetapan Target

Setelah proses segmentasi pasar selesai dilakukan, maka dapat diketahui beberapa segmen yang dianggap potensial untuk dimasuki. Secara umum, penetapan pasar dilakukan dengan mengevalusi kelebihan setiap segmen, kemudian dilakukan penentuan target pasar yang akan dilayani. Targetting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Target pasar dari produk biskuit ikan dan tepung mix dijelaskan sebagai berikut.

Target pasar produk biskuit ikan adalah balita dengan status gizi kurang dan balita yang terkena bencana alam di Indonesia, sedangkan target pasar tepung mix adalah industri biskuit dan industri bakery. Namun, segmen pasar lain yang potensial menggunakan tepung mix akan dilayani dengan persentase lebih kecil dibanding pasar utama.

a. Target Pasar Makanan Pendamping ASI

Target pasar produk biskuit ikan sebagai makanan pendamping asi ditentukan dari jumlah status gizi balita kurang dan buruk yang memiliki persentase paling tinggi, yaitu NTB, NTT, dan Jawa Barat. Berdasarkan evaluasi pada tiap segmen pasar serta kemudahan distribusi, segmen pasar wilayah Jawa Barat merupakan wilayah yang mempunyai nilai tertinggi dari segi volume potensial kebutuhan biskuit ikan karena wilayah Jawa Barat merupakan wilayah dengan kabupaten terbanyak yang memiliki cukup banyak penduduk berusia balita dengan status gizi kurang sebesar 9,9% atau 1.468 balita serta wilayah terdekat dari tempat dihasilkannya biskuit ikan tersebut. Selain itu, pemilihan wilayah Jawa Barat sebagai target pasar biskuit ikan dikarenakan pemerintah daerah Jawa Barat sangatlah peduli terhadap status gizi balita di wilayahnya dengan menggalakan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita gizi kurang dan buruk. Oleh karena itu, pasar wilayah Jawa Barat merupakan pasar yang memberikan nilai tertinggi dibandingkan pasar lainnya, sehingga menjadikan target utama pasar yang akan dilayani, namun segmen pasar lainnya pun akan dilayani, tetapi bukan sebagai segmen utama.

Sama halnya dengan penentuan target pasar makanan pendamping asi, penentuan pasar makanan bencana juga dikaji dari segmen pasar yang memiliki nilai tertinggi baik dari segi kebutuhan pasar, nilai tambah yang dihasilkan, dan perkembangan di masa yang akan datang. Berdasarkan dari evaluasi pada setiap segmen, target pasar makanan bencana yang dibidik adalah kebutuhan biskuit balita kaya protein yang khusus ditujukan untuk balita korban bencana. Biskuit balita untuk penanganan bencana adalah segmen utama yang dilayani, namun tidak menutup kemungkinan segmen lain pun akan dilayani menyesuaikan dengan kapasitas produksi yang dimiliki.

3. Positioning

Salah satu elemen penting dari strategi pemasaran adalah positioning, yaitu bagaimana menempatkan keunggulan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Dengan menempatkan keunggulan di benak konsumen, hal ini akan menumbuhkan kepuasan konsumen sekaligus akan membedakan produk dari para pesaing di benak target pasar. Jika diamati pada keadaan pasar, produk biskuit ikan dan tepung mix (campuran tepung ikan lele dan isolat protein kedelai) masih sangat jarang ditemukan terutama di kalangan produsen dalam negeri, sehingga masih sangat potensial untuk dikembangkan. Namun perlu diperhatikan saat ini pesaing biskuit ikan adalah biskuit balita yang telah dahulu berada di pasaran, sedangkan pesaing tepung mix ini adalah tepung yang juga berasal dari bahan baku dalam negeri, seperti tepung jagung dan tepung singkong. Selain itu, pesaing muncul dari industri yang menghasilkan produk yang dapat disubstitusi oleh biskuit ikan dan tepung mix.

Melalui kegiatan positioning, perusahaan harus mampu membentuk citra produk unggulan dimana persepsi konsumen terhadap biskuit ikan dan tepung mix yang diproduksi sebagai produk yang lebih unggul dibanding dengan produk pesaing dengan kualitas yang dapat dipercaya. Elemen positioning yang dimiliki oleh biskuit ikan dan tepung mix adalah elemen benefit positioning. Benefit positioning dari biskuit ikan dan tepung mix adalah produk dibuat sesuai dengan kebutuhan konsumen yang memang memerlukan gizi tinggi untuk meningkatkan status gizi mereka. Biskuit ikan terbuat dari tepung mix, campuran antara tepung ikan lele dengan isolat protein kedelai, yang menjadikan biskuit ikan menjadi biskuit berbahan baku pelengkap hewani pertama di Indonesia. Benefit positiong biskuit ikan berupa kandungan zat gizi yang terkandung di dalamnya, yaitu kandungan protein sebesar 25% per takaran penyajian berdasarkan persen Angka Kecukupan Gizi (AKG), sehingga dapat dikatakan bahwa biskuit ikan merupakan biskuit berprotein tinggi. Selain benefit positioning, biskuit ikan juga memiliki atribut positioning berupa nama, yaitu biskuit ikan karena saat ini belum ada biskuit ikan lain di Indonesia selain biskuit ikan yang berasal dari tepung ikan lele dumbo yang menjadi pelopor biskuit berbahan baku hewani di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan dengan pemberian nama biskuit ikan, semua konsumen akan mengingat biskuit ikan lele dumbo apabila mendengar sebutan biskuit ikan.

Positioning dari biskuit ikan dan tepung mix lebih mengutamakan kualitas, manfaat, dan spesifikasi tersandar dari kebutuhan konsumen tersebut, karena pengguna merupakan balita usia satu hingga lima tahun yang berstatus gizi kurang dan buruk dengan harapan dapat meningkatkan status gizi mereka dalam waktu yang cukup singkat. Oleh karena itu, positioning dari biskuit ikan dan tepung mix adalah barang berkualitas dengan tingkat manfaat dan kegunaan yang tinggi. Berbeda dengan positioning dari pesaing biskuit ikan, yaitu berupa biskuit balita konvensional yang lebih menonjolkan kegunaan biskuit balita sebagai makanan pendamping asi sekaligus mengenalkan balita terhadap makanan padat pertamanya. Sehingga kebanyakan biskuit yang dibuat mengandung susu

4. Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Alat-alat itu diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut empat P dalam pemasaran, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion) (Kotler, 2000).

1. Strategi Produk

Strategi produk sangat perlu disiapkan dengan baik oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Produk yang dihasilkan oleh industri berbasis tepung ikan lele dan isolat protein kedelai adalah biskuit ikan dan tepung mix.

a. Strategi Produk Biskuit Ikan

Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Menurut tujuan pemakaian, biskuit ikan yang diproduksi merupakan barang konsumsi, karena dapat langsung dikonsumsi oleh konsumennya, yaitu untuk memenuhi kebutuhan para balita, terutama balita berstatus gizi kurang. Standarisari yang digunakan dalam produksi biskuit ikan pada perusahaan ini mengacu pada SNI 01-4445-1998 sebagai syarat mutu biskuit bayi dan balita. Standar syarat mutu biskuit bayi dan balita (SNI 01-4445-1998) dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Syarat Mutu Biskuit Bayi dan Balita (SNI 01-4445-1998) Tahun 1998

Kriteria Uji

Persyaratan Mutu

Disajikan tanpa Susu Keadaan (bau,warna,rasa,tekstur)

(Parameter)

Disajikan dengan Susu

Normal Kadar air (% b/b)

Normal

Minimum 5.0 Kadar Protein (% b/b)

Minimum 5.0

Maksimum 10.0 Kadar Abu (% b/b)

Maksimum 6.5

Maksimum 2.0 Kadar Lemak (% b/b)

Maksimum 2.0

6.0-11.0 Serat Kasar (% b/b)

6.0-11.0

Maksimum 0.5 Karbohidrat (% b/b)

Maksimum 0.5

Minimum 70.0 Kalori (kal/100 gr)

Minimum 75.0

Minimum 390.0 Bahan Tambahan Makanan - pewarna dan pemanis buatan

Minimum 370.0

Tidak boleh ada Besi, Fe (mg/kg)

Tidak boleh ada

Maksimum 140.0 Kalsium, Ca (% b/b)

Maksimum 140.0

Maksimum 1.0 Cemaran logam: - Timbal, Pb (mg/kg)

Maksimum 1.0

Maksimum 0.3 - Tembaga, Cu (mg/kg)

Maksimum 0.3

Maksimum 5.0 - Seng, Zn (mg/kg)

Tabel 4.6 Syarat Mutu Biskuit Bayi dan Balita (SNI 01-4445-1998) Tahun 1998 (Lanjutan)

Kriteria Uji Persyaratan Mutu (Parameter)

Disajikan tanpa Susu - Timah, Sn (mg/kg)

Disajikan dengan Susu

Maksimum 40.0 - Raksa, Hg (mg/kg)

Maksimum 40.0

Maksimum 0.03 - Arsen, As (mg/kg)

Maksimum 0.03

Maksimum 0.1 Cemaran Mikroba - TPC (koloni/g)

Maksimum 0.1

Maks 1.0 x 10 4 Maks 1.0 x 10 4 - E.coli (APM/g)

- Salmonela (koloni/25 g)

Negatif - Staphylococcus aureus (cfu/g)

Negatif

Maks 1.0 x 10 2 Maks 1.0 x 10 2 Sumber: Badan Standarisasi Nasional, LIPI (1998)

Biskuit ikan yang dihasilkan dari tepung ikan lele dan isolat protein kedelai memiliki pesaing kuat dalam industri makanan, selain industri yang menghasilkan produk yang sama, yang menjadi pesaing utama dalam pasar adalah produk sejenis yang dihasilkan dari bahan baku tepung lain. Pesaing utama biskuit ikan adalah industri penghasil biskuit dari bahan baku tepung terigu, dimana biskuit dari bahan tepung terigu saat ini paling banyak tersedia di pasaran. Namun, biskuit ikan yang dihasilkan ini memiliki keunggulan dibanding produk substitusinya, yaitu tingkat kandungan gizi yang tinggi dan terstandar untuk mendukung perbaikan kualitas gizi balita. Untuk lebih jelasnya kandungan mutu biskuit ikan dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7 Kandungan Mutu Biskuit Ikan

Kriteria Uji (Parameter) Kandungan Gizi Keadaan (bau,warna,rasa,tekstur)

Normal

Kadar air (% b/b)

Kadar Protein (% b/b)

Kadar Abu (% b/b)

Kadar Lemak (% b/b)

Karbohidrat (% b/b)

Kalori (kal/100 gr)

Sumber: Mervina (2009) Jika dibandingkan dengan persyaratan mutu biskuit bayi dan balita berbahan baku tepung

terigu pada SNI, kandungan gizi yang dimiliki biskuit dengan pelengkap tepung ikan lele dan isolat protein kedelai memang berbeda. Hal ini disebabkan karena kandungan gizi yang dimiliki bahan baku penyusunnya, yaitu tepung ikan dan isolat protein kedelai. Pada dasarnya perbedaan nilai gizi bukan suatu permasalahan dan biasanya memang diperlukan suatu standar produk yang berbeda terhadap suatu produk baru yang dihasilkan, dalam hal ini adalah biskuit ikan. Menurut Manley (2000), biskuit merupakan produk yang tepat untuk dijadikan pangan sehat atau pangan fungsional yang menyediakan zat gizi tertentu yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam pembuatan biskuit ini zat gizi yang dimaksud adalah protein. Biskuit yang diperkaya protein akan menurunkan proporsi kandungan zat gizi lainnya. Dalam hal biskuit ikan, zat gizi yang mengalami penurunan adalah karbohidrat.

Berat satu keping biskuit ikan kurang lebih 12.5 gram dengan diameter 5 cm yang dikemas per empat keping biskuit dalam kemasan primer berupa poly propylene (PP) berukuran 15.2 cm x 7.7 cm dengan ketebalan rata-rata 0.069088 mm. Biskuit ikan yang telah terbungkus kemasan primer dimasukan kedalam kemasan sekunder, yaitu berupa berupa kardus yang terbuat dari karton berukuran

48 cm x 16 cm x 7 cm dengan keterangan nama biskuit, tanggal produksi, masa kadaluarsa, dan kandungan gizi. Dalam satu kemasan sekunder terdapat 6 bungkus biskuit ikan berkemasan primer, sedangkan kemasan tertier berbahan sama seperti kemasan sekunder dengan ukuran 50 cm x 34 cm x

8 cm yang memuat 6 kotak kemasan sekunder. Sehingga dalam satu dus terdapat 144 keping biskuit. Untuk lebih jelasnya tampilan biskuit ikan beserta kemasan primer, dan sekunder dapat dilihat pada Gambar 4.4, 4.5, dan 4.6.

Gambar 4.4 Biskuit Ikan Gambar 4.5 Kemasan Primer

Gambar 4.6 Kemasan Sekunder

Biskuit ikan dengan bahan baku hewani tergolong ke dalam produk baru yang memerlukan pengujian produk untuk mengukur kandungan dalam bahan, rancangan, dan biaya operasi. Pada industri tepung dan biskuit ikan yang akan didirikan, pengujian produk telah dilakukan sebelumnya oleh seorang mahasiswi tingkat sarjana Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor sebagai bahan penelitian. Sistem pengujian biskuit ikan berupa formulasi, sifat fisik (penetapan rendemen, daya serap air, tekstur), sifat kimia (analisis proksimat, kandungan energi, daya cerna protein), dan uji organoleptik yang dilakukan oleh panelis semi terlatih, balita, dan ibu balita. Selain itu, saat ini juga sedang dilakukan penelitian pengembangan produk biskuit ikan, yaitu biskuit ikan probiotik.

Selain biskuit ikan sebagai produk utama yang dihasilkan oleh industri biskuit ikan, produk yang juga dihasilkan adalah tepung mix. Tepung mix merupakan bahan baku pelengkap utama dalam pembuatan biskuit ikan, karena dengan pemakaian tepung mix inilah biskuit ikan yang diproduksi mengandung gizi yang berbeda dengan biskuit berbahan baku tepung terigu. Tepung mix terbuat dari campuran antara tepung ikan lele dengan isolat protein kedelai. Penggunaan tepung mix dalam pembuatan biskuit ikan hanyalah sebesar 15% atau 150 gram dari 1000 gram berat bahan baku yang digunakan. Walaupun penggunaannya hanya sedikit, namun kandungan protein yang didapatkan cukup tinggi.

Tepung mix dibuat untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan biskuit ikan dan bahan penunjang dalam industri makanan, terutama industri bakery. Saat ini memang masih jarang sekali ditemui adanya tepung ikan untuk pangan, sehingga mengurangi adanya persaingan. Namun pesaing utama dari tepung ikan adalah tepung berbahan baku nabati yang memang sudah banyak tersedia di pasaran. Tepung nabati merupakan tepung yang dihasilkan dari bahan baku biji-bijian atau ketela pohon, seperti tepung gandum, tepung singkong, dan tepung ubi. Hanya saja kandungan gizi yang terdapat di dalam tepung ikan dengan tepung nabati sangatlah berbeda, hal ini yang menjadi keunggulan utama tepung ikan. Kebanyakan tepung nabati mengandung protein yang rendah. Untuk lebih jelasnya kandungan gizi tepung ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Kandungan Gizi Tepung Ikan Lele

Kandungan (%)

Zat Gizi

Tepung Kepala Kadar a w

Tepung Daging

0.71 0.66 Densitas Kamba (gr/ml)

0.4537 Derajat Putih

28.9975 Kadar Air

8.68 9.63 Kadar Abu

4.83 14.1 Kadar Protein

63.83 56.04 Kadar Lemak

10.83 9.39 Kadar Karbohidrat

16.4665 Sumber: Mervina (2009)

Pengujian produk tepung mix juga telah dilakukan seperti pengujian biskuit ikan dan dilakukan oleh orang yang sama. Sistem pengujian tepung ikan lele dilakukan dengan cara menguji sifat fisik (a w , densitas kamba, derajat putih) dan sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat). Namun sangat disayangkan, saat ini belum tersedia SNI tepung ikan untuk pangan. Tepung mix adalah tepung ikan lele dan isolat protein kedelai yang telah dicampurkan dengan komposisi tertentu, kemudian tepung mix ini dikemas dalam kemasan berupa plastik poly propylene berukuran satu kg. Dalam tahap penetrasi pasar, tepung mix hanya akan dikemas seberat satu kilogram, karena kebutuhan tepung mix tidaklah sebanyak kebutuhan tepung terigu dalam pembuatan biskuit. Namun seiring dengan permintaan pasar mendatang, tidaklah menutup kemungkinan untuk mengemas tepung mix ke dalam kemasan yang lebih besar. Tepung daging ikan lele dan tepung kepala dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan 4.8.

Gambar 4.7 Tepung Daging Ikan Lele Gambar 4.8 Tepung Kepala Ikan Lele Orientasi perusahaan ke arah pasar menggunakan pendekatan konsep produk dimana dalam

implementasi pemasarannya sangat mengutamakan keunggulan produk, baik dari segi kandungan gizi, manfaat, tingkat mutu, kualitas bahan baku, keamanan mengkonsumsi, dan kehalalan. Pendekatan konsep itu dibentuk dengan harapan biskuit ikan dan tepung mix dapat bersaing di pasaran.

2. Strategi Harga

Perusahaan melakukan penetapan harga dengan cara menghitung biaya produksi serta membandingkan harga produk yang sering digunakan di pasaran atau biasa disebut dengan industri standar, yaitu membandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh pesaing yang saat ini berlaku di pasaran pada umumnya. Harga jual biskuit balita di Giant-Hero Supermarket berkisar antara Rp 7.900,00 – Rp 12.500 per bungkus (75 - 130 gram), sedangkan harga jual tepung terigu berada pada kisaran harga Rp 5.200,00 – Rp 11.000,00 per Kg. Harga jual biskuit ikan memang bisa dibandingkan dengan harga biskuit sejenis yang berada di pasaran, namun harga jual tepung mix tidak dapat dibandingkan dengan harga tepung lainnya yang sudah lebih dulu ada. Hal ini disebabkan karena tidak ada tepung mix dengan jenis yang sama. Oleh karena itu, penentapan harga tepung mix berdasarkan biaya produksi pembuatan tepung ikan lele dan pembelian isolat protein kedelai.

Untuk menetapkan harga biskuit ikan digunakan harga biskuit yang berada sedikit di bawah harga pasar saat ini. Kebijakan ini diambil sebagai upaya penetrasi pasar. Harga jual biskuit ikan yang di produksi adalah Rp 3.300,00 per empat keping per bungkus (50 gram), sedangkan tepung mix di jual dengan harga Rp 90.000,00 per Kg. Penetapan harga sebesar Rp 90.000,00 per Kg untuk tepung mix dianggap tidak terlalu tinggi, karena tepung yang dijual merupakan campuran antara tepung ikan lele dengan isolat protein kedelai dengan komposisi tepung daging dan kepala ikan : isolat protein kedelai adalah 1 : 2. Biaya pembuatan tepung mix yang terdiri dari pembuatan tepung ikan dan isolat protein kedelai adalah sebesar Rp 69.089,00 per Kg. Oleh karena itu, dengan penambahan margin sebesar 30%, maka didapatkan harga jual tepung mix, yaitu Rp 90.000 per Kg. Penggunaan tepung mix untuk menghasilkan 60 keping biskuit hanyalah 150 gram seharga Rp 13.500,00. Itu artinya, satu kilogram dapat digunakan untuk membuat 400 keping biskuit. Sedangkan biaya pembuatan biskuit per bungkus adalah sebesar Rp 2.553,00, sehingga dengan penambahan margin sebesar 30% ditetapkan harga jual biskuit ikan adalah sebesar Rp 3.300,00 per bungkus.

Harga produk biskuit ikan dan tepung mix yang di produksi diusahakan tidak akan mengalami peningkatan, mengingat pasar biskuit ikan dan tepung mix merupakan pasar yang baru dibangun sehingga sangat memerlukan strategi pemasaran sebagai tahap awal pengenalan produk di pasaran. Peningkatan harga hanya akan terjadi apabila terdapat perubahan dalam kemasan yang digunakan. Selain itu, konsumen utama biskuit ikan berasal dari kalangan bawah, sehingga apabila harga ditingkatkan maka akan memberatkan konsumen dan biskuit ikan pun terancam akan ditinggalkan oleh konsumennya.

3. Strategi Distribusi

Saluran pemasaran dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang saling tergantung satu dengan yang lainnya serta terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan. Saluran pemasran dicirikan dengan jumlah tingkat saluran. Biskuit ikan sebagai barang konsumsi dan tepung mix sebagai barang industri memiliki tipe saluran pemasaran tersendiri untuk memasarkan produk tersebut ke konsumen dan industri hilir pengguna produk.

Terdapat beberapa alternatif saluran pemasaran yang dapat digunakan dalam memasarkan biskuit ikan dan tepung mix. Pertama, perusahaan dapat membentuk suatu tim penjual produk biskuit ikan dan tepung mix yang menawarkan dan menjual secara langsung produk ini ke pemerintah kota dan daerah yang mempunyai program peningkatan status gizi balita di wilayahnya. Kedua, produk biskuit ikan dan tepung mix disalurkan melalui distributor industri pada wilayah dan industri pengguna akhir yang berbeda-beda. Namun, pada tahap penetrasi pasar pada awal produksi dilakukan alternatif pertama, yaitu memasarkan langsung melalui tim penjual yang dibentuk oleh perusahaan. Hal ini dilakukan karena biskuit ikan dan tepung mix yang dibuat masih dalam jumlah terbatas dan kegiatan pemasaran yang digunakan adalah perusahaan ke konsumen tertentu sehingga dibutuhkan komunikasi langsung antara penjual dengan pembeli. Mengingat biskuit ikan adalah biskuit yang ditujukan utama untuk balita dengan status gizi kurang dan buruk maka pemasaran dan penawaran biskuit ikan dilakukan kepada pemerintah daerah dan kota yang memiliki program pemberian makanan tambahan.

Pemilihan strategi ini mengharuskan perusahaan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pemasaran produk biskuit ikan dan tepung mix yang dihasilkan, diantaranya, pembentukan tim penjual, tempat persediaan produk, dan strategi pemasaran.

4. Strategi Promosi

Menurut Kotler (2000), dalam pelaksanaan pemasaran produk biskuit ikan dan tepung mix diperlukan strategi pemasaran yang tepat karena produk biskuit ikan dan tepung mix masih tergolong produk baru yang berada pada tahap pengenalan. Promosi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam pemasaran karena promosi dapat dijadikan alat pengenalan produk sekaligus meraih pangsa pasar. Bauran komunikasi pemasaran (bauran promosi) terdiri dari empat perangkat utama, yaitu iklan, promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), dan penjualan personal (personal selling). Bauran promosi yang digunakan, yaitu melalui promosi penjualan melalui pameran-pameran, kerjasama dengan pihak institusi (perguruan tinggi, lembaga sosial kemanusiaan), dan melakukan penjualan personal dengan cara penawaran-penawaran ke pemerintah kota dan daerah sehingga dapat menjalin hubungan kemitraan dengan pemerintah tersebut.

Strategi pemasaran yang paling tepat dilakukan adalah strategi penjualan langsung ke pemerintah karena target pasar produk biskuit ikan dan tepung mix adalah balita yang mengalami gizi kurang dan buruk yang pada umumnya tergolong ke dalam masyarakat miskin. Hal utama yang dipertimbangkan dalam strategi pemasaran langsung ke pemerintah adalah spesifikasi biskuit ikan yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan gizi yang dibutuhkan para balita penderita gizi kurang. Strategi penjualan dilakukan melalui promosi dengan mengutamakan pada metode penjualan personal melalui persentasi produk, pertemuan penjualan, komunikasi melalui media elektronik (telepon, fax, email ), program intensif, sample pada pemerintah, serta melalui pameran dagang nasional maupun internasional. Dalam melakukan promosi produk biskuit ikan dan tepung mix akan dilakukan melalui

Konsumen dari industri biskuit ikan merupakan balita berstatus gizi kurang dan buruk melalui program peningkatan gizi pemerintah, sedangkan konsumen tepung mix adalah industri hilir makanan yang masih sedikit mengetahui kehadiran produk biskuit ikan dan tepung mix dari campuran tepung ikan lele dan isolat protein kedelai. Oleh karena itu, terdapat tiga tahapan untuk memperkenalkan, yaitu menarik perhatian (awareness), lalu tumbuh minat (interest), kemudian berkehendak (desire) untuk melakukan pembelian produk tersebut. Di Indonesia, produk biskuit sudah lama di konsumsi oleh masyarakat, namun biskuit yang dikonsumsi berasal dari bahan baku tepung nabati, sehingga perusahaan perlu melihat peluang pasar utama. Selain itu, kebanyakan biskuit yang diproduksi berbahan baku impor. Sehingga untuk memperoleh pasar perlu diciptakan pasar penguna biskuit ikan dan tepung mix, serta memperkenalkan produk yang dibuat pada pasar dengan menciptakan citra produk pada benak konsumen sebagai produk bergizi yang memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh para pengguna.