Hubungan Kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair 33 Senyawa-senyawa fenol Senyawa-senyawa karbonil Senyawa-senyawa asam Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis Pirolisis Selulosa

2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon 15 2.9. Asam Organik 17 2.10. Gas Chromatografy Mass Spectrofotometry 18 BAB 3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Alat-alat 20 3.2. Bahan-bahan 20 3.3. Metode Penelitian 20 3.3.1. Penyediaan Bahan Baku 20 3.3.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit 21 3.4. Skema Pengambilan Data 21 3.4.1. Penyediaan Bahan Baku 21 3.4.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit 22 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 23 4.1.1. Identifikasi Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan Gas Chromatografi Mass Spectra GCMS 24 4.1.2. Identifikasi Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan Inframerah Transformasi Fourier FTIR 29 4.2. Pembahasan

4.2.1. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair 33

4.2.2. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Asam-Asam Organik 34

4.2.3. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Fenol 35

4.2.4. Senyawa PAH maupun turunannya dalam Asap Cair 36 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 38 5.2. Saran 38 DAFTAR PUSTAKA 39 LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang Bersifat Karsinogenik dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya 16 Tabel 4.1. Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisi Cangkang Sawit 23 Tabel 4.2. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±600 o C menggunakan GCMS 25 Tabel 4.3. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±750 o C menggunakan GCMS 27 Tabel 4.4. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±900 o C menggunakan GCMS 29 Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair 9 Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa 12 Gambar 4.1. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±600 o C 24 Gambar 4.2. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±750 o C 26 Gambar 4.3. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±900 o C 28 Gambar 4.4. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±600 o C 30 Gambar 4.5. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±750 o C 31 Gambar 4.6. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±900 o C 32 Gambar 4.7. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair 33 Gambar 4.8. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Asam Organik 34 Gambar 4.9. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Fenol 36 Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Gambar Alat Reaktor Pirolisa 42 Lampiran 2. Spektra Puncak 6 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600 o C 43 Lampiran 3. Spektra Puncak 9 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600 o C 44 Lampiran 4. Spektra Puncak 10 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600 o C 45 Lampiran 5. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750 o C 46 Lampiran 6. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750 o C 47 Lampiran 7. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900 o C 48 Lampiran 8. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900 o C 49 Universitas Sumatera Utara DAFTAR SINGKATAN GCMS = Gas Chromatografi Mass Spectra FTIR = Fourier Transformasi Infra Red PAH = Polycyclic Aromatic Hydrocarbon DNA = Deoxyribo Nucleic Acid Universitas Sumatera Utara PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON PAH DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pengaruh suhu pirolisis asap cair cangkang kelapa sawit pada suhu 600 C - 950 C dengan interval suhu 50 C menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa GC-MS dan Infra Merah Transformasi Fourier FTIR terhadap senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon PAH dan asam organik. Hasil analisis dengan menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa GC-MS dan Infra Merah Transformasi Fourier FTIR menunjukkan tidak ada ditemukan senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon PAH. Akan tetapi hasil analisis tersebut menunjukkan adanya senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat dan asam propanoat. Dimana dengan semakin meningkatnya suhu pirolisis maka kadar senyawa-senyawa asam organik tersebut semakin meningkat. Kata Kunci: asap cair, FT-IR, GC-MS, PAH, asam organik Universitas Sumatera Utara THE INFLUENCE OF PYROLYSIS TEMPERATURE ON POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON COMPOUNDS AND ORGANIC ACIDS FROM PALM OIL SHELL LIQUID SMOKE ABSTRACT Has done research into the effect of pyrolysis temperature liquid smoke palm oil shells at a temperature of 600 C - 950 C with temperature interval 50 C, using Gas Chromatography Mass Spectrometry GC-MS and Fourier Transform Infrared FTIR for polycyclic aromatic hydrocarbon compounds PAH and organic acids. Results of analysis using Gas Chromatography Mass Spectrometry GC-MS and Fourier Transform Infrared FTIR showed no found polycyclic aromatic hydrocarbons PAH compounds. However, the results of this analysis indicate the presence of organic acid compounds such as acetic acid and propanoic acid. Where the pyrolysis temperature increasing the content of organic acid compounds is increasing. Key Words: FT-IR, GC-MS, liquid smoke, organic acid, PAH Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama. Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi. Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Banyak cara memperoleh pengawet makanan yang ditempuh oleh berbagai pelaku industri makanan, namun atas dasar kepentingan ekonomi, dimana pengawet makanan yang dihasilkan adalah yang berbahan murah sehingga dapat menekan biaya operasional industri makanan, namun tidak jarang pengawet makanan yang dipilih adalah yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa pengawet makanan yang alami yang dapat diperoleh dari bahan organik dapat dilakukan, dan tentunya aman bagi kesehatan konsumen, salahsatunya adalah dengan asap cair. Pengembangan asap cair di Indonesia tentu sangat potensial, dikarenakan bahan dasar pembuatnya adalah limbah biomassa yang sebenarnya cukup banyak di Indonesia. Asap cair adalah bahan pengawet yang diperoleh dari hasil kondensasi asap pada proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kelompok senyawa kimia yang dihasilkan dalam pengasapan adalah fenol, kabonil, Universitas Sumatera Utara asam, furan, alkohol, ester, lakton, dan hidrokarbon polisiklik aromatik HPA. Dua senyawa dominan yang berperan sebagai bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri. Fenol diperoleh dari hasil pirolisis lignin, sedangkan asam-asam organik dari hasil pirolisis selulosa dan hemiselulosa Kartika, 2009. Lebih lanjut dikemukakan bahwa proses pirolisis untuk pembuatan asap cair dapat memakai bahan baku berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami pembakaran tidak sempurna menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase cairan terdispersi dan medium gas sebagai pendispersi. Reaksi–reaksi yang terjadi dalam proses pirolisis antara lain: dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi. Tranggono dkk dalam Mansur, 2009. Sebagai negara agraris yang terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki limbah industri yang berupa biomassa .Limbah biomassa ini cukup melimpah dan sangat beraneka ragam yang berasal dari pertanian, pengolahan hutan maupun tanaman yang tumbuh liar. Limbah biomassa ini sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi bahan bakar terbarukan, makanan, pakan ternak, bahan kimia antara maupun produk lain yang lebih bernilai jual. Untuk dapat menggali potensi biomassa, diperlukan kemampuan untuk dapat mengekstraks karbohidrat, minyak, lignin, dan bahan-bahan lain yang terkandung dalam yang terkandung dalam biomassa dan mengubahnya menjadi berbagai produk seperti bahan bakar maupun bahan kimia lain yang bernilai tinggi Holladay, 2007 Salah satu limbah biomassa yang menjadi fokus penelitian ini yang dikembangkan menjadi bahan baku pembuatan asap cair adalah cangkang kelapa sawit. Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil samping Universitas Sumatera Utara dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa sawit mengandung lignin 29,4, hemiselulosa 27,7, selulosa 26,6, air 8,0, komponen ekstraktif 4,2, abu 0,6. Oleh karena itu, limbah ini sangat berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan. Prananta, 2009 Beberapa peneliti terkini mengenai asap cair telah maju dan berkembang lebih jauh yaitu pemanfatan asap cair dalam berbagai keperluan. Salah satu pemanfatan dari asap cair yang menarik untuk dikaji adalah dalam pengawetan ikan, atau yang sering disebut pengasapan ikan. Penemuan A. S. Pimentaa, B. R. Vitala, J. M. Bayonabr and R. Alzagab 29 Januari 1998 mengenai senyawa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik HPA dari bahan Eucalyptus Grandis yang menyimpulkan bahwa senyawa ini sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Selain itu F. Chinnici_, N. Natali, U. Spinabelli, C. Riponi pada tanggal 9 November 2006 dari Departement Science University Degli Bologna, Italy, telah meneliti senyawa yang sama dari asap cair menggunakan bahan baku kayu. Beberapa penelitian yang relevan tentang asap cair sebelumnya masih menemukan senyawa-senyawa berbahaya seperti adanya tar dan PAH, misalnya pada penelitian Sri Sunarsih, dkk 2012 tentang Pengaruh Suhu, Waktu Dan Kadar Air Pada Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Padat Pati Aren Studi Kasus Pada Sentra Industri Sohun Dukuh Bendo, Daleman, Tulung, Klaten, dimana proses pirolisis dalam penelitian tersebut berlangsung hingga suhu 400 C, dan masih ditemukannya beberapa senyawa berbahaya seperti tar dan PAH, oleh karenanya pada penelitian selanjutnya penting melakukan pirolisis pada suhu dimana senyawa-senyawa berbahaya tersebut tidak dijumpai lagi. Bertitik tolak dari yang telah dikemukakan di atas inilah, mendorong penulis untuk melakukan studi tentang penelitian asap cair dari cangkang kelapa sawit dengan variasi suhu pirolisis dari 600 hingga 900 C yang diharapkan dapat menghasilkan asap Universitas Sumatera Utara cair yang memiliki zat antibakteri, antioksidan dan penahan citra rasa yang baik dan juga dapat menghindarkan terbentuknya senyawa-senyawa berbahaya.

1.2. Permasalahan

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah : 1. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya senyawa PAH yang bersifat karsinogenik. 2. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya volume asap cair. 3. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya senyawa asam-asam organik yang berfungsi sebagai antibakteri.

1.3. Pembatasan Masalah

1. Suhu pemanasan yang digunakan untuk menghasilkan asap cair dilakukan pada suhu 600 o C sampai 900 o C. 2. Analisa senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon dan asam-asam organik dilakukan menggunakan gas kromatografi mass spectran GCMS dan FT-IR.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon PAH dan asam-asam organik yang terbentuk. 2. Untuk mengetahui kandungan senyawa di dalam asap cair cangkang kelapa sawit pada suhu pirolisis 600 o C sampai 900 o C yang dianalisa dengan menggunakan FT-IR dan GC-MS. Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi pemanfaatan cangkang sawit untuk menghasilkan asap cair yang dapat bermanfaat sebagai pengawet yang aman bagi kesehatan manusia dalam berbagai keperluan seperti bahan pengawet untuk makanan dan penggumpal lateks.

1.6. Metodologi Penelitian

Dalam pembuatan asap cair, cangkang sawit tersebut dipanaskan dalam tungku pengarangan dari bahan tahan api pada suhu 600°C sampai 900°C , dimana asap dialirkan melalui pipa spiral dalam kolom pendingin dan ditampung hasilnya sebagai asap cair dengan perbedaan suhu penampungan 50 C, kemudian didestilasi untuk memisahkan tar dari asap cair. Asap cair yang dihasilkan di analisis dan di identifikasi dengan menggunakan GC-MS dan FTIR. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. - Variabel bebas : suhu pirolisis yang digunakan yaitu 600°C sampai 900°C - Variabel tetap : cangkang sawit yang digunakan sebanyak 10 Kg - Variabel terikat : analisa kandungan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon PAH dan asam-asam organik menggunakan FT-IR dan GC-MS.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Bengkel Mekanik Politeknik Medan dan laboratorium Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara serta Analisa GC-MS dilaboratorium Organik Universitas Gajah Mada sedangkan Analisa FTIR dilakukan di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Bea dan Cukai. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cangkang Sawit

Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Dengan kondisi yang semacam itu sebenarnya banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan cangkang sawit tersebut. Salah satunya apabila dilakukan pirolisis terhadap cangkang sawit tersebut akan diperoleh rendemen berupa asap cair yang dapat diguakan sebagai biopreservatif baru pengganti presetvatif kimia, arang maupun tar. Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi Anonymous, 2006. Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil samping dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa sawit mengandung lignin 29,4, hemiselulosa 27,7, selulosa 26,6, air 8,0, komponen ekstraktif 4,2, abu 0,6. Oleh karena itu, limbah ini sangat berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan Prananta, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.2. Pengawetan

Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam kondisi yang normal. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan olahan Imam,S.2008. Menurut Boedihardjo dalam Imam 2008 tujuan para pembuat makanan mengawetkan produknya, antara lain karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak perishable, dengan pengawetan makanan dapat disimpan lebih lama sehingga menguntungkan pedagang, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen ingin membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nilai gizi makanan.

2.3. Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan

Asap cair liquid smoke merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya Darmadji, P. 2002. Sedangkan Asap cair menurut Girrard, 1992 cit Prananta, 2007 merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair tersebut memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan flavor dan juga sebagai antioksidan dan antimikroba. Asap cair mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat terjadi jika Universitas Sumatera Utara asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan yang diasap. Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada besama-sama Darmadji, 1995. Asap memiliki kemampuan untuk megawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dan Triyudiana 2006 yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13, karbonil 11,3 dan asam 10,2. Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Girrard 1992 menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu mencapai 40 dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme Buckle et al., 1987.

2.4. Pembuatan Asap Cair

Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan dengan destilasi multi tahap untuk mengendapkan komponen larut. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik Tranggono dkk, 1997. Menurut Pakan 2005, alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua bahan drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga Universitas Sumatera Utara dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan asap. Gambar. 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair. Keterangan : 1. Drum Pemanasan serbuk kayu 2. Tutup yang dapat dibuka 3. Pipa penghubung tempat mengalirnya asap 4. Drum pendingin asap 5. Pipa Spiral 6. Saluran keluarnya asap cair 7. Saluran pemasukan air 8. Saluran pengeluaran air 9. Penyangga Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi Girrard, 1992. Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan 3 1 8 2 5 9 4 7 6 9 Universitas Sumatera Utara dikondensasikan menjadi distilat asap Hanendoyo, 2005. Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi kayu asap. Saat ini asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon PAH yang karsinogenik terhadap manusia. Cara pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO, propane, metana, etilen, methanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut Pszczola, 1995. Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan melalui proses pirolisis. Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat dan senyawa karbonil seperti asetaldehid, glikosal dan akreolin. Pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol, guaikol, siringol bersama dengan homolog dan derivatnya Maga, 1988.

2.5. Kandungan Asap Cair

Tranggono dkk 1996 menyatakan bahwa asap cair mengandung senyawa fenol 2,10-5,13 dan dikatakan juga bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2- siklopentadion, 2-metoksifenol, 2- metoksi-4 metilfenol, 2,6-dimetoksifenol, 4 etil-2- metoksifenol dan 2,5-dimetoksi- benzilalkohol. Fraksi netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat berperan sebagai antioksidan seperti guaikol 2-metoksi fenol dan siringol 1,6- dimetoksi fenol. Girrard 1992 melaporkan bahwa komponen terdeteksi di dalam asap dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu: Fenol, 85 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Karbonol, keton, dan aldehid, 45 macam diidentifikasi dalam kondensat. Universitas Sumatera Utara Asam-asam 35 macam diidentifikasi dalam kondensat. Furan, 11 macam Alkohol dan ester, 15 macam diidentifikasi dalam kondensat. Lakton, 13 macam. Hidrokarbon alifatis 1 macam, diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Poli Aromatik Hidrokarbon PAH 47 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Asap cair memiliki banyak komponen, berikut komponen-komponen penyusun asap cair yang meliput i:

2.5.1 Senyawa-senyawa fenol

Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girrard 1992, kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mgkg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester Maga, 1987.

2.5.2 Senyawa-senyawa karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siring aldehida.

2.5.3 Senyawa-senyawa asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. Universitas Sumatera Utara

2.5.4 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis HPA dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzoapirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen Girrard, 1992. Girrard 1992 menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzoapirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

2.5.5 Senyawa benzoapirena

Senyawa hidrokarbon seperti benzopyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Benzoapirena mempunyai titik didih 310 o C dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama Girrard, 1992 cit Prananta, 2007.

2.6. Proses Pirolisis

Adapun pada proses pirolisis cangkang sawit dalam pembuatan asap cair adalah sebagai berikut :

2.6.1. Pirolisis Selulosa

Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit glukosa. Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280 – 350 o C. Girard 1992 menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap yaitu : a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya bersama air dan sejumlah kecil furan dan fenol. Universitas Sumatera Utara CH 2 OH OH CH 2 OH OH OH CH 2 OH OH CH 2 OH Struktur Selulosa CH 2 OH OH CH 2 OH n OH Reaksi 1 OH CH 2 OH OH β - Glukosa n β – Glukosa Reaksi 2 Asam asetat CH 3 COOH dan homolognya Air H 2 O Furan Fenol Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa Girard, 1992

2.6.2. Pirolisis Hemiselulosa