CH
2
OH OH CH
2
OH OH
OH CH
2
OH OH CH
2
OH
Struktur Selulosa
CH
2
OH OH CH
2
OH
n
OH
Reaksi 1
OH CH
2
OH OH
β - Glukosa
n β – Glukosa Reaksi 2 Asam asetat CH
3
COOH dan homolognya Air H
2
O Furan
Fenol
Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa Girard, 1992
2.6.2. Pirolisis Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti pentosan C
5
H
8
O
4
dan heksosan C
6
H
10
O
5
. Pirolisis pentosan menghasilkan furfural, furan, dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam
karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200 – 250
o
C.
2.6.3. Pirolisis Lignin
Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang
diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan penting dalam
OH OH
OH OH
OH OH
OH
Dalam jumlah kecil
Universitas Sumatera Utara
memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol, seperti guaiakol dan siringol dan homolognya beserta derivatnya. Girard,
1992 dalam Endah Himawati, 2010.
2.7. Manfaat Kegunaan Asap Cair
Menurut wastono 2006 asap cair liquid smoke dari distilat tempurung kelapa dapat digunakan sebagai pengawet karena adanya senyawa asam, fenolat dan
karbonil yang memiliki kemampuan mengawetkan makanan. Asap cair dapat juga digunakan sebagai fungisida untuk penanggulangan serangan patogen penyebab
penyakit pasca panen hortikultura yang berperan sebagai desinfektan untuk mencegah serangan penyakit pasca panen pada buah-buahan.
Asap cair yang diperoleh dari tahap destilasi pertama atau grade 2 dapat digunakan untuk mengawetkan ikan. Namun, untuk membuat pengawet makanan
dibutuhkan tahap lebih lanjut penyaringan dengan zeolit dan karbon aktif. Selama pembuatannya, asap cair mempunyai beberapa kelebihan, yaitu 1 selama
pembuatannya, senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dapat dihilangkan, 2 konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir
menjadi lebih seragam, 3 polusi udara dapat ditekan, dan 4 pemakaian asap cair lebih mudah direndam atau disemprotkan ke bahan yang akan diawetkan.
Tingkat asap cair dibedakan menjadi 3 yaitu, grade 3, grade 2, dan grade 1:
2.7.1. Asap cair grade 3
Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan karena masih banyak mengandung tar karsinogenik. Asap cair grade 3 digunakan pada pengolahan
karet penghilang bau dan pengawet kayu agar tahan dari rayap. Untuk mengawetkan kayu, 1 cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 ml air, semprotkan atau rendam
kayu dalam larutan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Asap cair grade 2
Asap cair digunakan untuk mengawetkan makanan dengan rasa asap seperti daging asap, ikan asap, dan bandeng asap. Untuk mengawetkan ikan, celupkan ikan selama 1
menit yang telah dibersihkan ke dalam 50 asap cair, tambahkan garam. Ikan yang diawetkan dengan asap cair grade 2 tahan selama 3 hari.
2.7.3. Asap cair grade 1
Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu, dan bumbu-bumbu barbeque. Asap cair grade 1 berwarna kuning bening, rasa sedikit
asam, dan beraroma netral. Untuk mengawetkan bakso, 5 – 15 cc asap cair dilarutkan ke dalam 1 liter air, campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie, atau
tahu. Bakso yang menggunakan pengawet asap cair grade 1 tahan selama 6 hari. Asap cair yang digunakan untuk pengawet bahan pangan harus bebas dari senyawa-senyawa
berbahaya seperti hidrokarbon aromatic polisiklik polycyclic aromatic hydrocarbon atau PAH. Selain itu, asap cair yang digunakan sebagai bahan pangan harus memiliki
rasa atau aroma yang dapat diterima konsumen. Sumber: ipb.ac.id,
lordbroken.wordpress.com, dan awalsholeh.blogspot.com
2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon
Hidrokarbon Polisiklik Aromatik adalah golongan senyawa organik yang terdiri atas dua atau lebih cincin aromatik, biasanya dihasilkan dari pembakaran tak
sempurna bahan bakar fosil, kayu atau selama pengolahan makanan seperti pembakaran dan pengasapan. Walaupun mekanisme reaksi pembentukan Hidrokarbon
Polisiklik Aromatik belum diketahui secara pasti, para ahli memperkirakan bahwa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik dapat dibentuk melaui radikal bebas, adisi intra
molekuler atau polimerisasi molekul kecil Chen et al, 1996.
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons PAHs merupakan kelompok senyawa yang memiliki berat molekul besar, berbentuk datar, dan memiliki struktur dengan
Universitas Sumatera Utara
banyak cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas.
Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 jenis PAH yang telah diidentifikasi, baik yang berbentuk jarum, piringan, kristal, lembaran atau prisma, serta dari tidak berwarna,
berwarna kuning pucat, hingga kuning keemasan. Sifat kelarutan setiap jenis senyawa PAH juga bervariasi, namun sebagian besar senyawa PAH bersifat kurang larut dalam
etanol dan larut atau sedikit larut dalam asam asetat, benzena, dan aseton. Beberapa senyawa PAH bersifat larut dalam minyak mineral dan minyak nabati, namun jenis
PAH ini tidak larut dalam dietil eter, petroleum eter, dan air Anonim, 1998.
Banyak senyawa-senyawa aromatik, termasuk PAHs, yang bersifat karsinogenik. Hal ini berdasarkan sifatnya yang hidrofobik tidak suka akan air, dan
tidak memiliki gugus metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar. Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam
tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa nukleat adenosin,
timin, guanin, dan sitosin, molekul PAH dapat dengan mudah menyisipkan diri pada untaian DNA. Akibatnya fungsi DNA akan terganggu dan apabila kerusakan ini tidak
dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker Elisabeth, 2000.
Diantara banyak jenis senyawa PAHs, ada 15 jenis yang diketahui bersifat karsinogenik penyebab kanker. Salah satunya, benzoapyrene, telah diidentifikasi
sebagai senyawa PAHs yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada
gen. Pada tabel 1 berikut ini tertera jenis-jenis senyawa PAH yang bersifat karsinogenik dan masing-masing nilai faktor potensi relatifnya dapat menyebabkan
penyakit kanker dengan benzoa pyrene yang digunakan sebagai acuan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang bersifat Karsinogenik dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya
Keterangan : 1 US Unviromental Protection Agency 2 International Agency For Research on Cancer
B2 dan 2A : Karsinogenik bagi manusia terbukti secara in vivo
2B : Dapat bersifat karsinogenik bagi manusia
D dan 3 : Belum diklasifikasikan
NA : Data tidak tersedia
Elisabeth, 2000.
No Jenis Senyawa
Klasifikasi sifat Karsinogenitasnya
Faktor Potensi Relatif
USEPA 1 IARC 2
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
11. 12.
13. 14.
15.
Benzoaanthracene Benzobfluoranthene
Benzojfluoranthene Benzokfluoranthene
Benzoapyrene Dibenzoa,hacridine
Dibenzoa,jacridine Dibenzoa,hanthracene
7H-Dibenzoc,gcarbazole Dibenzoa,epyrene
Dibenzoa,hpyrene Dibenzoa,ipyrene
Dibenzoa,lpyrene Indeno1,2,3-cdpyrene
5-Methylchrysene B2
B2 NA
B2 B2
D D
B2 D
D D
D D
B2 B2
2A 2B
2B 2B
2A 3
3 NA
3 3
3 3
3 2B
3 0,1
0,1 NA
0,01 1
NA NA
1 NA
NA NA
NA NA
0,1 NA
Universitas Sumatera Utara
Perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker karsinogen dan perubahan gen mutagen semakin marak. Asap tidak hanya asap rokok,tetapi juga
asap pada daging ikan yang dipanggang,dibakar,atau diasap,dicurigai sebagai agen kanker yang berbahaya. Ada tiga kelompok senyawa utama yang diklaim sebagai
biang kerok kanker, yaitu kelompok senyawa piliciclic aromatic hydrocarbon PAH, N-nitroso compound NNC, dan heterocyclic aromatic amine HAA. Senyawa PAH
biasanya ditemukan pada ikan asap, NNC pada daging asap, dan HHA pada ikan dan
daging bakar atau panggang Adawyah,2007.
2.9. Asam Organik
Porter et al. 1965, mengemukakan bahwa asam organic dengan 1 sampai 10 atom karbon merupakan penyusun asap secara keseluruhan. Hanya asam beratom
karbon satu sampai empat saja yang banyak dijumpai pada fase uap dalam asap, sedang yang berantai 5 sampai 10 berada di fase partikel asap. Jadi asam-asam format,
asetat, propionate, butirat dan isobutirat terdapat pada fase uap asap; sedang asam- asam valerat, isovalerat, kaproat, heptilat, nonilat dan kaprat berada di fase partikel
asap. Menurut Tilgner et al. 1962 dalam Girard 1992, jumlah asam merupakan 40 dari destilat kondensat asap.
Asam asetat merupakan cairan jernih tak berwarna, dengan bau menyengat dan rasa asam yang tajam. Dalam larutan, asam asetat terionisasi lemah. Asam asetat
merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organic, dapat bercampur dengan air, alcohol, gliserol, dan lemak. Tidak bereaksi dengan karbonat dan fosfat, titik didih
39
o
C, titik cair -8,5
o
C Ratna, 2008.
Larutan asam asetat dapat disterilkan dengan autoklaf, penyimpanan harus dalam botol yang tertutup rapat. Asam asetat mempunyai aktivitas antibakteri dan
pada konsentrasi 5 mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat mampu menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien pH transmembran.
Universitas Sumatera Utara
Dilaporkan bahwa senyawa ini efektif terhadap bakteri dari genus Haemophylus, Pseudomonas, Candida dan Trichomonas Ratna, 2008.
Efek antimikrobia asam organic lemah dihasilkan dari efek kombinasi dari molekul yang tidak terdisosiasi dan molekul yang terdisosiasi. Efek antimikrobia yang
diakibatkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan sitoplasma, merusak tegangan permukaan membrane dan hilangnya transport aktif
makanan melalui membrane sehingga menyebabkan destabilisasi bermacam-macam fungsi dan struktur komponen sel. Efek antimikrobia asam organic lemah yang
diakibatkan oleh molekul yang terdisosiasi menghasilkan H
+
dan anion menyebabkan penurunan pH lingkungan hidupnya dan dapat kontak dengan dinding
sel bakteri, membrane sel, ruang periplasmik dan permukaan luar sitoplasma atau membrane sebelah dalam sel sehingga menyebabkan efek perusakan dari sel bakteri.
Pada pH lingkungan hidup yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan denaturasi enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membrane sel bakteri sehingga
menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hidup sel bakteri Ratna, 2008.
2.10. Gas Cromatografy Mass Spectrometry GCMS
GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas GC untuk menganalisis jumlah
senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa MS untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi
yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya
Universitas Sumatera Utara
diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam. Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa.
Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksional, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan
itik didih atau tekanan uap. Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC
dapat digunakan pada skala yang lebih kecil yaitu mikro pavia et al, 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Nama Alat Merek
Selang Thermometer digital 1000
C Tungku Pengarang batu tahan api
Tong Besi GC-MS QP 2010S
Shimadzu FTIR
PerkinElmer Timbangan
Seperangkat alat destilasi Botol Plastik
Pipa besi spiral 6 meter
3.2. Bahan-bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cangkang Kelapa Sawit.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Penyediaan Bahan Baku
Cangkang sawit yang digunakan berasal dari PT. Indah Pontjan Kecamatan Perbaungan yang masih dalam keadaan basah dan sebelum digunakan terlebih dahulu
Universitas Sumatera Utara
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1 hari untuk mengurangi kadar air di dalam cangkang tersebut.
3.3.2. Proses pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit
a. Cangkang sawit sebanyak 10 Kg dimasukan kedalam tungku pengarangan
yang dilengkapi dengan thermometer. b.
Dihidupkan tungku pengarangan. c.
Dialirkan air sebagai pendingin melalui selang sirkulasi ke dalam tong pendingin pipa spiral.
d. Asap yang dihasilkan dari pembakaran dialirkan melalui pipa spiral kemudian
di dinginkan melalui tong pendingin pipa spiral. e.
Asap cair yang dihasilkan ditampung dalam botol plastik pada saat pertama kali menetes, dan dicatat suhunya.
f. Setiap kenaikan suhu 50
o
C asap cair yang dihasilkan ditampung dalam botol plastik yang lainnya.
g. Kemudian pemanasan dihentikan sampai tidak ada lagi asap cair yang
menetes. h.
Asap cair yang diperoleh masih bercampur dengan tar, sehingga dilakukan pemisahan dengan mendestilasi asap cair tersebut
i. Setelah asap cair yang telah didestilasi tersebut dihasilkan maka dilakukan
penentuan senyawa dengan menggunakan GCMS dan FTIR.
3.4. Skema Pengambilan Data 3.4.1. Penyediaan Bahan Baku
Penyediaan bahan baku cangkang kelapa sawit diperoleh dari PT. Indah Pontjan Kecamatan Perbaungan yang diambil secara acak ataupun random sebanyak 5 kali
sampling pada titik yang berbeda dalam satu lokasi atau area pabrik.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang sawit
Dimasukan kedalam tungku pengarang yang telah dilengkapi termometer
Dihidupkan tungku pengarang
Dialirkan kedalam tong pendingin melalui pipa spiral
Dicatat suhu pemanasan pada saat asap cair pertama kali menetes
Ditampung pada botol plastik Setiap kenaikan suhu 50
o
C botol plastik penampung asap cair diganti
Dihentikan Pemanasan pada saat suhu pirolisis yang di inginkan telah tercapai
Didestilasi Cangkang Sawit 10 Kg
Asap
Campuran Asap Cair dan Tar
Hasil dengan
GC-MS Hasil
dengan FTIR
Asap Cair Residu
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh asap cair cangkang sawit pada suhu pemanasan 600
°C sampai 900°C, dimana asap cair yang dihasilkan ditampung dengan variasi interval suhu 50
°C, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 volume asap cair pada berbagai suhu pirolisis.
Tabel 4.1 Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Cangkang Sawit
NO Suhu
o
C Volume Asap Cair mL
1. ± 600
42 2. ± 650
39 3.
± 700 35,5
4. ± 750
31,5 5.
± 800 29
6. ± 850
24 7.
± 900 20
Universitas Sumatera Utara
4.1.1. Identifikasi kandungan senyawa asap cair menggunakan GCMS.
Berdasarkan Hasil identifikasi kandungan senyawa asap cair yang dilakukan dengan menggunakan GC-MS, diperoleh peak kromatogram serta nama
senyawa yang diduga terkandung dalam asap cair pada suhu ±600 °C, ±750°C,
±900 ° , dapat dilihat pada gambar 4.1; 4.2; dan 4.3, serta tabel data 4.2; 4.3; dan
4.4 dibawah ini :
Gambar 4.1 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang
Sawit pada Suhu ±600
°C
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±600
°C Menggunakan GC-MS
No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul Retensi Fragmentasi yang Diduga
1. C
3
H
6
O 4.04
5.604 58,43,39
Dimetilketon 2.
CH
3
OH 4.36
6.057 33,32,31
Metanol 3.
C
5
H
5
N 0.47
12.425 79,52,39
Piridin 4.
C
5
H
6
O 0.80
17.913 82,56,39
5-Metilfuran 5.
C
6
H
8
O 0.43
18.120 96,81,67,53 2-Metil-2 Cyclopentanon
6. C
2
H
4
O
2
44.97 20.386 60,43,41
Asam Asetat 7.
C
5
H
4
O
2
1.72 21.476 96,67,43,39 2-Furaldehid
8. C
6
H
6
O
2
0.35 22.884 110,95,71
Asetilfuran 9.
C
3
H
6
O
2
4.32 23.646
74,57,45 Asam Propanoat
10. C
4
H
8
O
2
0.68 26.512
88,73,60,41 Asam Butanoat
11. C
5
H
6
O
2
0.21 27.748
98,81,42 Furfuril Alkohol
12. C
7
H
8
O
2
0.63 33.675 124,109,81,53
p-Metoksifenol 13.
C
6
H
6
O 35.39 37.461 94,66,39
Fenol 14.
C
7
H
8
O 0.30
39.472 108,91,79,51 p-Metilfenol
15. C
7
H
8
O 0.28
39.659 108,91,79,51 o-Metilfenol 16.
C
10
H
12
O
2
1.04 41.516
164,149,131,77 Eugenol
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang Sawit
pada Suhu ±750
°C
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±750
°C Menggunakan GC-MS
No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul Retensi Fragmentasi yang Diduga
1. C
3
H
6
O 2.75
5.604 58,43,39
Dimetilketon 2.
C
3
H
6
O 0.43
5.892 58,43,39
Dimetilketon 3.
C
2
H
4
O
2
63.51 20.202 60,43,41
Asam Asetat 4.
C
5
H
4
O
2
0.38 21.487 96,67,43,39 2-Furaldehid
5. C
3
H
6
O
2
3.52 23.643
74,57,45 Asam Propanoat
6. C
4
H
6
O
2
0.81 27.331 86,56,42
Butirolakton 7.
C
7
H
8
O
2
0.39 33.681 124,109,81,53
o-Metoksifenol 8.
C
6
H
6
O 27.92 37.462 94,66,39
Fenol 9.
C
7
H
8
O
2
0.30 39.462 124,109,81,53
p-Metoksifenol
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang Sawit
pada Suhu ±900
°C
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±900
°C Menggunakan GC-MS
No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul Retensi Fragmentasi yang Diduga
1. C
3
H
6
O 1.28
5.608 58,43,39
Dimetilketon 2.
CH
3
OH 1.06
6.072 33,32,31
Metanol 3.
C
2
H
4
O
2
78.26 20.203 60,43,41
Asam Asetat 4.
C
5
H
4
O
2
0.86 21.491 96,67,43,39 2-Furaldehid
5. C
3
H
6
O
2
3.08 23.665
74,57,45 Asam Propanoat
6. C
4
H
6
O
2
0.70 27.328 86,56,42
Butirolakton 7.
C
7
H
8
O
2
0.28 33.608 124,109,81,53
o-Metoksifenol 8.
C
6
H
6
O 14.49 37.342 94,66,39
Fenol
4.1.2. Identifikasi kandungan senyawa asap cair menggunakan FTIR.