Konsentrasi (Samadhi) “Kebahagiaan adalah kondisi pendukung untuk konsentrasi”: Pencapaian
Konsentrasi (Samadhi) “Kebahagiaan adalah kondisi pendukung untuk konsentrasi”: Pencapaian
akses menandakan sebuah terobosan besar yang memacu pengerahan tenaga lebih lanjut. Sebagai hasil dari pengerahan tenaga seperti itu, kebahagiaan yang dihasilkan dalam tingkat akses dibuat untuk memperluas dan meliputi pikiran demikian penuh sehingga hambatan-hambatan yang paling halus untuk penyatuan batin sekalipun menjadi lenyap. Bersama dengan lenyapnya hambatan-hambatan tersebut, pikiran lewat melampaui tingkat akses menandakan sebuah terobosan besar yang memacu pengerahan tenaga lebih lanjut. Sebagai hasil dari pengerahan tenaga seperti itu, kebahagiaan yang dihasilkan dalam tingkat akses dibuat untuk memperluas dan meliputi pikiran demikian penuh sehingga hambatan-hambatan yang paling halus untuk penyatuan batin sekalipun menjadi lenyap. Bersama dengan lenyapnya hambatan-hambatan tersebut, pikiran lewat melampaui tingkat
Akan tetapi, meskipun akses dan absorpsi keduanya memiliki sebagian sifat dari konsentrasi, sebuah perbedaan penting masih memisahkan mereka, membenarkan pembatasan istilah “konsentrasi penuh” untuk absorpsi sendiri. Perbedaan ini terkandung dalam kekuatan relatif dua pencapaian pendamping mental tertentu yang disebut “faktor-faktor absorpsi” atau “faktor-faktor jhana” (jhanangani) – yaitu, pemikiran yang diterapkan, pemikiran yang bertahan, kegiuran, kebahagiaan, dan kemanunggalan mental. Faktor-faktor ini, bangkit pada awal meditasi keheningan dan berkembang secara bertahap melalui rangkaian kemajuannya, memiliki fungsi ganda menghambat rintangan-rintangan dan menyatukan pikiran pada objeknya. Menurut kitab komentar, faktor-faktor ini selaras dengan rintangan-rintangan dalam hubungan perlawanan langsung satu-ke-satu, sehingga setiap faktor jhana memiliki tugas yang spesifik dalam melawan dan menghambat satu rintangan. Jadi, pemikiran yang diterapkan menetralkan kekakuan dan kelambanan, pemikiran yang bertahan menetralkan keraguan, kegiuran menetralkan niat jahat, kebahagiaan menetralkan kegelisahan dan penyesalan, dan kemanunggalan mental menetralkan nafsu indriawi. [21] Pada saat yang sama faktor-faktor menjalankan sebuah fungsi yang memperkuat sehubungan dengan objek, pemikiran yang diterapkan mengarahkan pikiran pada objek, pemikiran yang bertahan menjangkarkannya tetap di sana, kegiuran menciptakan suatu ketertarikan pada objek, kebahagiaan mengalami kualitas afektifnya, dan kemanunggalan mental memusatkan pikiran pada objek.
Dalam pencapaian akses, faktor-faktor jhana cukup kuat untuk menekan rintangan-rintangan, namun tidak cukup kuat untuk menempatkan pikiran di dalam absorpsi. Mereka tetap membutuhkan pematangan. Pematangan muncul sebagai suatu hasil dari praktik yang terus-menerus, yang memberikan faktor-faktor itu kekuatan untuk mengangkat pikiran melampaui batasan tataran akses dan menerjunkannya ke dalam objek dengan kekuatan yang tak tergoyahkan dari absorpsi penuh. Dalam keadaan absorpsi, pikiran terpancang pada objeknya dengan konsentrasi yang intensitasnya demikian tinggi sehingga pembedaan subjektif antara pikiran dengan objeknya tidak lagi terjadi. Gelombang pemikiran yang berpindah-pindah akhirnya telah mereda, dan pikiran berdiam tanpa menyimpang sedikitpun dari dasar stabilisasinya. Namun demikian, bahkan pada konsentrasi penuh pun masih terdapat tingkatan. Pada tataran konsentrasi absorpsi dibagi menjadi empat tingkatan yang disebut dengan empat jhana. Mereka dibedakan oleh pengelompokkan faktor-faktor yang hadir dalam setiap pencapaian, urutan dari keempatnya ditentukan oleh penghilangan yang berturut-turut dari faktor-faktor yang relatif lebih kasar. Pada jhana pertama, kelima faktor hadir; pada jhana kedua pemikiran yang diterapkan dan pemikiran yang bertahan dihilangkan, pada jhana ketiga kegiuran telah dibuat menghilang, dan pada jhana keempat perasaan bahagia digantikan dengan keseimbangan batin yakni suatu perasaan yang damai yang tidak menikung menuju kesenangan maupun menuju kepedihan. Kemanunggalan mental hadir di keempat jhana dan merupakan satu-satunya faktor yang terus ada di sepanjang rangkaian. Untuk naik dari jhana pertama ke jhana kedua, yogi, setelah muncul dari jhana pertama, harus merenungkan kekasaran dari pemikiran yang diterapkan dan pemikiran yang bertahan serta tidak memadainya jhana pertama dikarenakan kedekatan dari rintangan-rintangan. Kemudian ia harus mempertimbangkan jhana kedua sebagai yang lebih damai dan luhur, membangkitkan aspirasi untuk mencapainya, dan mengerahkan energinya untuk memperolah tingkatan penyatuan mental yang lebih kuat. Demikian pula, untuk naik dari jhana kedua ke jhana ketiga harus mengulang prosedur yang sama dengan mengambil kegiuran sebagai faktor kasar yang perlu untuk dihilangkan, dan untuk naik dari jhana ketiga ke jhana keempat harus merenungkan kekasaran dari kebahagiaan dan keunggulan dari perasaan Dalam pencapaian akses, faktor-faktor jhana cukup kuat untuk menekan rintangan-rintangan, namun tidak cukup kuat untuk menempatkan pikiran di dalam absorpsi. Mereka tetap membutuhkan pematangan. Pematangan muncul sebagai suatu hasil dari praktik yang terus-menerus, yang memberikan faktor-faktor itu kekuatan untuk mengangkat pikiran melampaui batasan tataran akses dan menerjunkannya ke dalam objek dengan kekuatan yang tak tergoyahkan dari absorpsi penuh. Dalam keadaan absorpsi, pikiran terpancang pada objeknya dengan konsentrasi yang intensitasnya demikian tinggi sehingga pembedaan subjektif antara pikiran dengan objeknya tidak lagi terjadi. Gelombang pemikiran yang berpindah-pindah akhirnya telah mereda, dan pikiran berdiam tanpa menyimpang sedikitpun dari dasar stabilisasinya. Namun demikian, bahkan pada konsentrasi penuh pun masih terdapat tingkatan. Pada tataran konsentrasi absorpsi dibagi menjadi empat tingkatan yang disebut dengan empat jhana. Mereka dibedakan oleh pengelompokkan faktor-faktor yang hadir dalam setiap pencapaian, urutan dari keempatnya ditentukan oleh penghilangan yang berturut-turut dari faktor-faktor yang relatif lebih kasar. Pada jhana pertama, kelima faktor hadir; pada jhana kedua pemikiran yang diterapkan dan pemikiran yang bertahan dihilangkan, pada jhana ketiga kegiuran telah dibuat menghilang, dan pada jhana keempat perasaan bahagia digantikan dengan keseimbangan batin yakni suatu perasaan yang damai yang tidak menikung menuju kesenangan maupun menuju kepedihan. Kemanunggalan mental hadir di keempat jhana dan merupakan satu-satunya faktor yang terus ada di sepanjang rangkaian. Untuk naik dari jhana pertama ke jhana kedua, yogi, setelah muncul dari jhana pertama, harus merenungkan kekasaran dari pemikiran yang diterapkan dan pemikiran yang bertahan serta tidak memadainya jhana pertama dikarenakan kedekatan dari rintangan-rintangan. Kemudian ia harus mempertimbangkan jhana kedua sebagai yang lebih damai dan luhur, membangkitkan aspirasi untuk mencapainya, dan mengerahkan energinya untuk memperolah tingkatan penyatuan mental yang lebih kuat. Demikian pula, untuk naik dari jhana kedua ke jhana ketiga harus mengulang prosedur yang sama dengan mengambil kegiuran sebagai faktor kasar yang perlu untuk dihilangkan, dan untuk naik dari jhana ketiga ke jhana keempat harus merenungkan kekasaran dari kebahagiaan dan keunggulan dari perasaan
halus disebut dengan empat pencapaian tanpa bentuk (arupasamapatti). Dalam pencapaian ini tanda kebalikannya yang bercahaya yang berperan sebagai objek dari jhana-jhana digantikan secara berturut-turut dengan empat objek tanpa bentuk yang lebih halus, yang memberikan namanya pada setiap pencapaiannya masing-masing – dasar ruang tak terbatas, dasar kesadaran tak terbatas, dasar ketiadaan, dan dasar bukan pencerapan maupun tanpa-pencerapan. Pada puncak dari skala meditatif yang seimbang ini, kesadaran muncul pada titik penyatuan dengan begitu halus sehingga, seperti titik geometris, ia sukar dilacak, dan kehadirannya tidak dapat dipastikan maupun disangkal.