Ketidaktertarikan (Nibbida) “Pengetahuan dan visi tentang hal-hal sebagaimana adanya adalah kondisi

Ketidaktertarikan (Nibbida) “Pengetahuan dan visi tentang hal-hal sebagaimana adanya adalah kondisi

pendukung bagi ketidaktertarikan”: ketika yogi merenungkan timbul dan tenggelamnya lima kelompok, perhatian yogi tersebut menjadi terpaku pada tahap terakhir dari proses, hancur dan berlalunya lima kelompok tersebut. Pandangan terang ke dalam ketidakstabilan dari kelompok- kelompok pada saat yang bersamaan memperlihatkan sifat dasar mereka yang tidak dapat diandalkan. Jauh dari menjadi dasar kepuasan yang mana kita anggap mereka sedemikian dengan tanpa perenungan, hal-hal yang berkondisi harusnya dipandang sebagai penuh dengan bahaya ketika dilekati dengan nafsu keinginan dan pandangan-pandangan salah. Realisasi yang tumbuh dari dasar ketidakamanan ini membawa sebuah transformasi bertanda dalam orientasi pikiran menuju eksistensi yang berkondisi. Di mana sebelumnya pikiran tertarik pada dunia dengan iming-iming janji pemuasan, kini, dengan paparan atas bahaya yang tersembunyi, pikiran menjauh menuju pada sebuah keterlepasan. Keberpalingan batin dari pawai bentukan-bentukan ini disebut nibbida. Meskipun terkadang diterjemahkan “kemuakkan” atau “kebencian,” istilah ini mengusulkan, bukan kebencian emosional, melainkan sebuah tindakan pelepasan yang sadar, yang dihasilkan dari sebuah penemuan abstrak yang mendalam. Nibbida secara singkat menandakan, keheningan, penarikan diri yang mulia dari fenomena yang menyusul setelahnya ketika ilusi kekekalan, kesenangan, dan pribadi telah dihancurkan oleh cahaya pengetahuan benar dan visi tentang hal- hal sebagaimana adanya. Kitab-kitab komentar menjelaskan nibbida sebagai pandangan terang yang sangat kuat (balava vipassana), sebuah penjelasan yang sesuai dengan makna harfiahnya yakni “menemukan.” Ini mengindikasikan lanjutan atas penemuan-penemuan yang terungkap oleh proses kontemplatif itu, respon pikiran yang sesuai terhadap realisasi- realisasi yang didorong oleh pengalaman-pengalaman yang bertumbuh dari pandangan terang. Buddhaghosa membandingkannya dengan reaksi jijik mendadak yang akan seseorang rasakan saat, telah menggenggam kuat seekor ular yang ia yakini itu adalah seekor ikan, kemudian melihatnya lebih cermat dan tiba-tiba menyadari bahwa ia sedang memegang seekor pendukung bagi ketidaktertarikan”: ketika yogi merenungkan timbul dan tenggelamnya lima kelompok, perhatian yogi tersebut menjadi terpaku pada tahap terakhir dari proses, hancur dan berlalunya lima kelompok tersebut. Pandangan terang ke dalam ketidakstabilan dari kelompok- kelompok pada saat yang bersamaan memperlihatkan sifat dasar mereka yang tidak dapat diandalkan. Jauh dari menjadi dasar kepuasan yang mana kita anggap mereka sedemikian dengan tanpa perenungan, hal-hal yang berkondisi harusnya dipandang sebagai penuh dengan bahaya ketika dilekati dengan nafsu keinginan dan pandangan-pandangan salah. Realisasi yang tumbuh dari dasar ketidakamanan ini membawa sebuah transformasi bertanda dalam orientasi pikiran menuju eksistensi yang berkondisi. Di mana sebelumnya pikiran tertarik pada dunia dengan iming-iming janji pemuasan, kini, dengan paparan atas bahaya yang tersembunyi, pikiran menjauh menuju pada sebuah keterlepasan. Keberpalingan batin dari pawai bentukan-bentukan ini disebut nibbida. Meskipun terkadang diterjemahkan “kemuakkan” atau “kebencian,” istilah ini mengusulkan, bukan kebencian emosional, melainkan sebuah tindakan pelepasan yang sadar, yang dihasilkan dari sebuah penemuan abstrak yang mendalam. Nibbida secara singkat menandakan, keheningan, penarikan diri yang mulia dari fenomena yang menyusul setelahnya ketika ilusi kekekalan, kesenangan, dan pribadi telah dihancurkan oleh cahaya pengetahuan benar dan visi tentang hal- hal sebagaimana adanya. Kitab-kitab komentar menjelaskan nibbida sebagai pandangan terang yang sangat kuat (balava vipassana), sebuah penjelasan yang sesuai dengan makna harfiahnya yakni “menemukan.” Ini mengindikasikan lanjutan atas penemuan-penemuan yang terungkap oleh proses kontemplatif itu, respon pikiran yang sesuai terhadap realisasi- realisasi yang didorong oleh pengalaman-pengalaman yang bertumbuh dari pandangan terang. Buddhaghosa membandingkannya dengan reaksi jijik mendadak yang akan seseorang rasakan saat, telah menggenggam kuat seekor ular yang ia yakini itu adalah seekor ikan, kemudian melihatnya lebih cermat dan tiba-tiba menyadari bahwa ia sedang memegang seekor

Sebagaimana terjemahan kita menyiratkan, ketidaktertarikan menandakan pemutusan sebuah “keterpikatan” atau keterpukauan terhadap kesenangan- kesenangan dari eksistensi yang berkondisi yang senantiasa berubah- ubah dengan cepat, baik dalam bentuk kenikmatan-kenikmatan indra, emosi-emosi, atau ide-ide. Keterpukauan ini, bertumpu pada pengertian menyimpang bahwa hal-hal adalah kekal, menyenangkan, dan sifatnya diri, dipertahankan pada sebuah tingkatan yang tak terkatakan secara lisan yang dalam dengan harapan menemukan identitas diri di dalam yang berkondisi. Saat pikiran yang terpikat menekan maju untuk mencari konfirmasi eksplisit dari perasaan batin tentang pribadi semua yang terlintas dievaluasi dengan gagasan-gagasan “milikku,” “aku,” dan “diriku,” alat- alat yang mengidentifikasi dan secara prinsip menyesuaikan, yang dengan alat-alat tersebut rasa pribadi yang tidak dapat dipisahkan bekerja. Ketiga gagasan ini, yang terhubung dengan fenomena atas dasar ketidaktahuan, pada kenyataannya adalah buatan-buatan yang dirajut secara berturut-turut oleh nafsu keinginan, kesombongan, dan spekulasi. Pandangan terang ke dalam ketidakkekalan, ketidakpuasan, dan ketanpa-dirian memotong buatan beruas tiga ini dari bawah, membalikkan cara di mana fenomena tersebut dapat terlihat. Di mana sebelum berkembangnya pandangan terang, kelompok-kelompok dianggap sebagai “milikku,” “aku,” dan “diriku,” kini, ketika diterangi dengan cahaya pengetahuan pandangan terang, mereka sebaliknya terlihat sebagai “bukan milikku,” “bukan aku,” dan “bukan diri.” Karena keterpikatan dengan eksistensi fenomenal ditopang oleh asumsi keakuan yang tersembunyi, pemusnahan ilusi ini melalui penembusan dari tiga tanda membawa sebuah de-identifikasi dengan kelompok-kelompok dan mengakhiri pesona memikat mereka. Keterpikatan dan ketertarikan digantikan oleh sebuah pengalaman mendalam dari pemisahan, yang ditimbulkan oleh pencerapan ketanpa-dirian dalam semua makhluk yang berkondisi. Sutta-sutta menyajikan rentetan ini demikian:

Bentuk materi, para bhikkhu, adalah tidak kekal, penuh penderitaan, dan tanpa-diri. Perasaan, pencerapan, bentukan-bentukan mental, Bentuk materi, para bhikkhu, adalah tidak kekal, penuh penderitaan, dan tanpa-diri. Perasaan, pencerapan, bentukan-bentukan mental,

— SN 22.15-17