Urutan Transendental

Urutan Transendental

• Keyakinan (saddha) • Kegembiraan (pamojja) • Kegiuran (piti) • Ketenangan (passaddhi) • Kebahagiaan (sukha) • Konsentrasi (samadhi) • Pengetahuan dan visi tentang hal-hal sebagaimana adanya

(yathabhutañanadassana) • Ketidaktertarikan (nibbida) • Hilangnya nafsu (viraga) • Pembebasan (vimutti) • Pengetahuan tentang penghancuran kebusukan-kebusukan

(asavakkhaye ñana)

Untuk kemudahan penjelasan, kami akan memeriksa mata rantai-mata rantai kemunculan dependen yang transendental dalam urutan langsung. Akan tetapi, sebelum melakukannya, adalah berguna untuk dicatat bahwa terdapat signifikansi khusus di dalam penyajian awal dari rangkaian ini secara terbalik. Penyajian semacam itu berperan untuk melemparkan sorotan yang penting pada sifat dari hubungan kausal yang ada di antara jalan menuju pembebasan dan tujuannya. Penyajian tersebut menunjukkan bahwa tipe perkembangan kausal yang ditampilkan oleh kemajuan ini adalah cukup berbeda dari pola kausalitas efisien yang membuta, yang melibatkan kemunculan kebetulan sebuah efek yang berasal dari matriks kausalnya, sebagai contoh adalah ketika serangkaian perubahan geologis memicu sebuah gempa bumi atau sejumlah atom bergabung untuk membentuk molekul baru tertentu. Hubungan antara jalan dan tujuan termasuk dalam urutan kausalitas yang lebih kompleks, sesuatu yang mungkin dapat dibayangkan sebagai sekumpulan sebab-sebab pendahulu yang menimbulkan sebuah efek namun tidak pernah bisa dipahami secara memadai dan secara tepat dalam konteks model ini. Yang kita miliki di sini bukanlah sebuah contoh dari kausalitas satu-arah sederhana yang melangkah maju dalam suatu garis lurus; sebaliknya, yang kita miliki adalah sebuah spesies kausalitas yang terarah pada suatu tujuan yang melibatkan maksud, kecerdasan dan usaha keras yang terencana serta secara bersamaan diproyeksikan menuju dan dibelokkan dari efek yang dibidik dalam sebuah proses determinasi yang bersifat timbal balik. Dalam pengerjaan hubungan ini, jalan tidak hanya memfasilitasi pencapaian tujuan, namun tujuan itu yang telah ada dari permulaan sebagai sasaran perjuangan yang dibayangkan juga lalu membelok kembali untuk berpartisipasi dalam pembentukan jalan. Dimulai dari kewaspadaan manusia akan ketidakmemadaian yang menyakitkan dari eksistensinya, dan pencarian intuitifnya menuju sebuah kondisi di mana ini semua dilemahkan, rumusan ini terus menelusuri balik, dalam hal bentuk turunan dan secara konstan diperiksa terhadap tujuannya, rangkaian perubahan-perubahan yang harus dimasukkan ke dalam polesan kognisi dan emosinya untuk menggapai tujuan.

Kita melihat pola ini diilustrasikan dalam penjelasan tradisional tentang

pelepasan keduniawian agung pangeran Siddhartha. [7] Ketika calon Buddha meninggalkan istananya, ia pergi keluar dalam keyakinan bahwa di luar hal-hal yang dapat hancur, cacat, dan tanpa inti dari dunia ini, terdapat suatu keadaan yang terjangkau oleh manusia, yang tidak dapat hancur dan dapat mencukupi dirinya sendiri yang memungkinkan pembebasan dari penderitaan. Yang beliau perlu temukan, sebagai tujuan dari “perjalanan suci”-nya, adalah jalan yang menjembatani kedua wilayah ini. Ini dilakukannya dengan mengejar secara mundur dari tujuan perjuangannya mengatasi halangan menuju pencapaiannya dan langkah- langkah yang harus diambil untuk membersihkan halangan-halangan tersebut. Sebuah garis eksplorasi dimulai dengan penuaan dan kematian sebagai perwujudan mendasar dari penderitaan yang memberatkan dunia, dan mengikuti rantai kondisi-kondisinya sampai pada ketidaktahuan sebagai akar yang mendasari. [8] Lainnya, garis pelengkap dimulai dengan kekotoran-kekotoran batin sebagai halangan utama menuju pembebasan, yang kemudian menemukan bahwa kekotoran-kekotoran batin ditopang oleh ketidaktahuan, ketidaktahuan oleh pikiran yang kacau, dan pikiran yang kacau oleh hubungan kausal yang kembali pada kurangnya keyakinan pada Dhamma yang sejati. [9] Dari sini diambil kesimpulan, sebagaimana ditunjukkan dalam Sutta Upanisa, bahwa untuk mencapai pembebasan, kekotoran-kekotoran batin harus dihilangkan melalui hilangnya nafsu, untuk mencapai hilangnya nafsu, ketidaktahuan harus diatasi dengan pengertian benar, untuk membangkitkan pengertian, pikiran harus terkonsentrasi, dan seterusnya melalui kontra-kondisi – kontra-kondisi sampai pada perolehan keyakinan pada Dhamma yang sejati.

Dalam kedua kasus, arah yang terbalik dari logika berurutan mengungkapkan sifat yang khas dalam hubungan jalan-tujuan. Keduanya berdiri bersama dalam sebuah ikatan determinasi yang timbal balik, jalan mengarah pada pencapaian tujuan, dan tujuan memberikan bentuk serta isi bagi jalan. Di samping dorongan maju dari jalan, terdapat umpan balik dasar yang berasal dari tujuan, sehingga tujuan dapat sedikit banyak dari dirinya sendiri membangkitkan rangkaian pengukuran yang dibutuhkan untuk mencapai aktualisasinya melalui sistem sirkuit dari kapasitas mendasar manusia.

Hubungan ini dapat disamakan dengan hubungan antara peluru kendali dan sasaran bergeraknya. Peluru tersebut tidak dapat mencapai sasarannya hanya dengan daya tolak dan arah awal mulanya. Peluru tersebut menemukan dengan tepat sasarannya karena dikendalikan oleh sinyal-sinyal yang dipancarkan sendiri oleh targetnya.