Faktor-Faktor yang Menghambat Tindakan DK PBB dalam Menyikapi

B. Faktor-Faktor yang Menghambat Tindakan DK PBB dalam Menyikapi

Kasus Nuklir Iran DK PBB dalam tindakannya menyikapi kasus nuklir tidak selamanya dapat berjalan dengan mulus. Berbagai hambatan harus dihadapi oleh DK PBB dalam upayanya menegakkan amanat piagam PBB 1945. Hambatan tersebut ternyata bukan hanya berasal dari sikap pemerintah Iran saja namun juga sikap para anggota DK PBB itu sendiri terhadap setiap keputusan- keputusan yang dikeluarkannya. Berikut ini penulis akan menjabarkan hambatan-hambatan tersebut yang akan diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Sikap Iran: Tak seperti pada era pra Revolusi Islam, teknologi nuklir Iran pasca Revolusi sudah sepenuhnya mempribumi dan tak lagi bergantung pada buatan luar negeri. Para arsitek Iran sudah mutlak menguasai teknologi ini sehingga mampu mengembangkan dan meningkatkan taraf kecanggihannya. Di era pra Revolusi, aktivitas nuklir Iran sepenuhnya bergantung dan berada di bawah pengawasan ketat Amerika Serikat dan Eropa. Mereka tidak meluangkan peranan apapun untuk para arsitek Iran. Program nuklir Iran saat itu tidak keluar dari batasan pembangkit listrik dan lebih bertujuan untuk penelitian. Pasca Revolusi Islam, didukung oleh pengembangan instalasi-instalasi pembangkit nuklir serta pesatnya peningkatan kuantitas, kualitas, dan IPTEK nuklir Iran, negara ini mulai mengupayakan terobosan untuk memasuki bidang siklus produksi bahan bakar nuklir dan berbagai aspeknya. Tanpa bantuan dari negara-negara Barat, Iran berhasil menguasai semua teknologi nuklir. Sesuai Pasal Keempat Traktat Non-Proliferasi Nuklir NPT, Iran berhak mendayagunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai, yakni untuk kepentingan sipil bukan kepentingan militer. Sebagai negara anggota NPT, Iran diwajibkan membayar iuran tahunan keanggotaan kepada IAEA dan oleh karenanya pemerintah Iran berhak memiliki dan mengembangkan teknologi nuklir sipil. Di luar konteks ketentuan internasional, terdapat konteks lain yang juga menuntut pemerintah Iran untuk memprioritaskan kepentingan nasional, yaitu konteks kedaulatan nasional dan independensi negara. Karena tak ada satu negara pun patut menyerahkan masalah keamanan dan kepentingan nasionalnya kepada pihak asing. Dan dalam konteks ini pula, masalah pendayagunaan teknologi nuklir menjadi sangat krusial bagi Iran ketika negara ini harus memenuhi kebutuhannya kepada perkembangan di berbagai bidang ekonomi, sosial, dan IPTEK. Sejak Agustus 2005, atau tepatnya sejak di bawah kepimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang berhaluan keras, Iran pada setiap kesempatan selalu menunjukkan sikap tidak mau berkompromi dengan tawaran negosiasi manapun untuk menyelesaikan kasus nuklir yang terjadi di negaranya. Presiden Mahmoud Ahmadinejad maupun melalui kepala juru runding nuklir Iran, Ali Larijani, selalu menyatakan bahwa program nuklir Iran bertujuan untuk kepentingan sipil yakni memenuhi kebutuhan pembangkit tenaga listrik. Iran juga selalu menyatakan bahwa sebagai negara peserta NPT 1968, Iran masih tunduk pada ketentuan Bab IV NPT 1968 mengenai energi nuklir untuk tujuan damai. Iran berulang kali telah menegaskan bahwa pihaknya menentang pembuatan senjata nuklir atau senjata pembunuh massal jenis apapun juga. Iran justru termasuk negara yang sering menyuarakan penghapusan senjata nuklir dari muka bumi. Namun bangsa Iran termasuk bangsa yang memiliki harga diri tinggi dan tidak mau harkat dan martabatnya dilecehkan oleh bangsa manapun, termasuk dalam menanggapi tuduhan dari negara-negara Barat. Mahmoud Ahmadinejad, dalam sebuah konferensi pers di Teheran, pernah mengatakan bahwa jika negara- negara Barat ingin menghancurkan hak bangsa Iran dengan cara demikian, maka tidak akan berhasil. Ia mengatakan bahwa Teheran akan menghentikan pemeriksaan PBB terhadap situs nuklirnya, jika masalah ini diajukan kepada DK PBB 55 Menteri Luar Negeri Iran, Manoucher Mottaki menyatakan, pihaknya tetap akan melanjutkan riset nuklir sipil iran. Ia juga menegaskan bahwa Iran tetap akan mendayagunakan nuklir untuk kepentingan damai dan tidak akan menerima sikap diskriminatif dalam masalah tersebut . Pernyataan itu disampaikan pada bulan Januari saat menanggapi ancaman Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Jerman yang mengadukan Iran kepada DK PBB, yang bisa menjatuhkan sanksi terhadap Teheran berdasarkan ketentuan dalam Bab VII Piagam PBB. 56 55 http:www.bbc.co.ukindonesiannewsstory200601060114_ahmadinejadnuke.htm 56 http:www.iribirworldwideservicemelayuRADIOarsip_beritafebruari06210206.htm . Ia berharap DK PBB tidak diperalat oleh sejumlah negara. Mottaki menyampaikannya dalam pidato di Brussel dalam rangka perundingan antara Iran dengan parlemen Uni Eropa. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa Iran tidak akan mudah menyerah dalam memperjuangkan hak legalnya. Pada hari Jumat 28 April 2006, Mohammed ElBaradai, kepala IAEA, melaporkan kepada DK PBB bahwa Iran mengabaikan batas akhir untuk menghentikan pengayaan uraniumnya 57 Aliasghar Soltaniyeh, Dubes Iran untuk IAEA mengatakan tindakan yang terbaik DK PBB adalah tidak melakukan tindakan, tapi hanya memperhatikan dokumen-dokumen yang dikirim ke DK PBB, dan menyerahkan IAEA melakukan tugasnya sendiri. Ia mengatakan bahwa semakin banyak DK PBB melibatkan diri, situasi akan semakin memburuk . Batas akhir tersebut diberikan oleh IAEA dengan ancaman IAEA akan menyerahkan kasus nuklir Iran kepada DK PBB bila Iran tidak mematuhinya. Laporan tersebut memperlihatkan sikap Iran yang tetap tidak gentar terhadap desakan dari manapun termasuk dari IAEA. Bahkan bila kasus nuklir tersebut dibawa ke DK PBB, maka pemerintah Iran juga akan membalas segala tindakan tegas yang mungkin diambil DK PBB. 58 Ancaman Iran tersebut dilanjutkan dengan dikirimkannya surat kepada Sekretaris Jenderal PBB yang sedang menjabat waktu itu, Koffi Annan oleh Parlemen Iran pada tanggal 7 Mei 2006 dan mengatakan pihaknya akan memaksa pemerintah Iran menarik diri dari perjanjian Nonproliferasi Nuklir NPT, jika PBB terus menekan Teheran untuk menghentikan pengayaan nuklirnya. Dalam . 57 Solopos, 1 Mei 2006,hlm:5 58 www. Metrotvnews.com surat yang dibacakan melalui radio pemerintah Iran tersebut mengatakan Annan dan DK PBB harus menyelesaikan masalah program nuklir Iran secara damai atau tidak akan ada pilihan lain, kecuali menarik tandatangannya dari NPT 59 Terhadap proposal paket insentif yang ditawarkan oleh negara-negara Eropa, Iran juga menolak dengan tegas. Pada Minggu 14 Mei 2006, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, dalam sebuah wawancara di televisi pemerintah, mengatakan negaranya menolak setiap proposal yang akan memberi insentif dari negara-negara Eropa yang meminta pihaknya untuk menghentikan pengayaan . Ancaman penarikan diri Iran dari keanggotaan NPT justru akan semakin menyulitkan proses inspeksi IAEA dalam program nukirnya. Dengan demikian proses penyelesaian kasus nuklir Iran tidak akan sampai titik temu. Hal tersebut karena berkaitan dengan hilangnya kewajiban mengizinkan inspeksi yang dilakukan IAEA di negara peserta yang selama ini harus ditaati oleh negara peserta NPT termasuk Iran. Bila Iran tidak lagi menjadi bagian dari keanggotaan NPT, maka pemerintah Iran dapat bebas untuk mengembangkan nuklirnya termasuk aktivitas pembuatan senjata nuklir, sebagaimana yang dilakukan Israel, India, dan Pakistan yang selama ini secara nyata telah memproduksi senjata nuklir tanpa terganggu oleh inspeksi IAEA. Pada tahun 2003 Korea Utara juga mengumumkan penarikan dirinya dari keanggotaan NPT sehingga mengakibatkan proses pemeriksaan program nuklirnya tidak berjalan mulus karena tidak ada lagi ruang gerak yang bebad bagi IAEA untuk melakukan pemeriksaan terhadap instalansi nuklir Korea Utara. 59 Solopos, 8 Mei 2006,hlm:5 uranium. Ia menegaskan bahwa hanya Iran yang mempunyai wewenang untuk membuat keputusan soal program nuklirnya dan negara-negara Eropa harus tahu bahwa setiap proposal yang meminta penghentian aktivitas nuklir damai Iran, akan tidak ada artinya dan tidak sah 60 Proposal berupa paket insentif yang ditawarkan oleh lima negara anggota tetap DK PBB ditambah Jerman pada bulan Juni 2006 juga tidak ada respon dari Iran hingga batas waktu yang ditetapkan. Bagi pemerintah Iran, negara tersebut tidak mungkin meninggalkan rencana eksploitasi energi atom untuk kepentingan damai yang tengah dijalankannya, sebagaimana yang diminta dalam proposal paket insenif tersebut. Pada tanggal 13 Juli 2006, atau tepatnya pada hari terakhir batas waktu yang dberikan untuk memberi jawaban proposal paket insentif, Presiden Mahmoud Ahmadinejad dalam pidatonya di televisi nasional Iran mengatakan bahwa jawaban dari Iran pada paket P5+1 lima anggota tetap DK PBB plus Jerman sangat jelas, Iran tetap tunduk pada hukum internasional dan peraturan, tapi hak rakyat Iran tak mungkin menyerahkan haknya mengeksploitasi teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Iran tidak bisa diintimidasi dengan desakan arogan dan propaganda lainnya sekarang ini . 61 Iran juga menyatakan penolakannya terhadap resolusi 1696 dari DK PBB yang dibuat setelah tidak adanya iktikad baik untuk menyelesaikan kasus nuklirnya dengan jalan berkompromi. Iran menyebut resolusi tersebut merusak dan tidak berdasar. Dihadapan pertemuan DK PBB yang dicatat dalam dokumen bernomor SPV.5500, Javad Zarif menekankan bahwa pendekatan dengan jalan . 60 Solopos, 15 Mei 2006,hlm:5 61 Solopos, 14 Juli 2006,hlm:5 resolusi tidak akan menghasilkan apa-apa. Hal tersebut justru akan semakin memperburuk situasi. Zarif berpendapat Amerika Serikat harus tahu bahwa Iran tidak akan ikut ambil bagian dalam permainan negara Paman Sam tersebut. Negosiator utama Iran, Ali Larijani juga menyebut resolusi DK PBB yang dikeluarkan pada 31 Juli 2006 lalu, merupakan aksi ilegal dan mengatakan Iran tidak akan menghormati batas akhir yang ditetapkan. Ia menolak resolusi tersebut dan menegaskan akan terus mengembangkan aktivitas nuklir jika diperlukan. Menurutnya, Iran tidak melanggar peraturan apapun dalam kesepakatan NPT. Oleh sebab itu, PBB tidak berhak meminta Iran menghentikan pengayaan uraniumnya 62 Iran justru mengancam akan menyerang Israel dan tidak menghiraukan ancaman DK PBB yang akan memberikan sanksi terhadap Iran. Iran lebih menaruh perhatian terhadap permasalahan antara Israel dan Hizbullah-Lebanon bulan Agustus 2006 lalu daripada harus menghentikan program nuklirnya. Ulama garis keras Iran, Ahmad Khatami pernah memperingatkan bahwa peluru kendali dengan daya jangkau 2.000 km bisa sewaktu-waktu mendarat di Tel Aviv . 63 Iran memang sedang mengembangkan kekuatan militernya di tengah ancaman DK PBB dalam resolusi 1696 untuk segera menghentikan program nuklirnya. Ancaman tersebut justru dijawab pemerintah Iran dengan melakukan . Peringatan tersebut dikeluarkan karena Iran merasa terancam akibat tindakan Israel melakukan agresi ke Libanon untuk melucuti gerilyawan Hizbullah. 62 Solopos, 7 Agustus 2006,hlm:5 63 Solopos, 16 Agustus 2006,hlm:5 serangkaian uji coba pesawat tempur maupun misil buatan Iran sendiri. Salah satu pesawat tempur yang diuji coba oleh Iran diberi nama Saeqeh yang berarti petir 64 . Pada tanggal 3 November 2006 Iran juga melakukan uji coba 3 misil terbaru di teluk Persia yang punya jangkauan 170 km hingga ke Israel dan pasukan AS di Timur Tengah. 65 Pemerintah Iran melalui presidennya menilai bahwa sumber ancaman perdamaian dan keamanan dunia setelah Perang Dunia II bukan terletak pada program nuklirnya. Ahmadinejad menyebut bahwa Amerika Serikat dan Inggris adalah sumber ketegangan yang sebenarnya. Di DK PBB, di mana mereka harus melindungi keamanan, mereka justru menikmati hak veto. Hal ini adalah masalah- masalah di dunia dan merupakan penghinaan terhadap martabat dan kedaulatan negara-negara di seluruh dunia Tiga misil tersebut diberi nama Noor, Kowsar, dan Nasr yang dapat mencakup semua Selat Hormutz, Teluk Persia dan Laut Oman. memproduksi tank, kendaraan pengangkut militer, peluru kendali dan pesawat tempur. Awal tahun 2005 lalu, Iran juga mengumumkan telah memulai memproduksi torpedo. 66 64 Solopos, 7 September 2006,hlm:6 65 Solopos, 4 November 2006,hlm:5 66 Solopos, 30 Agustus 2006,hlm:5 .Pemerintah Iran menuduh Amerika Serikat menyabotase upaya untuk menyelesaikan permasalahan nuklirnya dengan pihak Barat dengan cara dikeluarkannya resolusi 1696 DK PBB tersebut. Juru bicara pemerintah Iran Gholam Hossein Elham mengatakan bahwa ada perkembangan yang baik dalam masalah nuklir namun beberapa negara dan kekuatan seperti Amerika Serikat ingin membalikkan kecenderungan yang logis menjadi sesuatu yang logis 67 Sementara para anggota DK PBB sedang merumuskan draf resolusi baru yang akan memuat sanksi terhadap Iran karena mengabaikan resolusi 1696, Iran secara sukses menggandakan kapasitas pengayaan uraniumnya ke level yang lebih tinggi sebagai bentuk jawaban terhadap DK PBB. Kementrian Luar Negeri Perancis menyebut peningkatan kapasitas pengayaan nuklir Iran sebagai sinyal negatif yang harus dihitung dalam pertimbangan di pembahasan PBB untuk menentukan sanksi atas Iran . 68 Kesuksesan Iran menyelesaikan pengayaan uraniumnya dirayakan oleh seluruh rakyat Iran. Pada tanggal 14 September 2006 Presiden Mahmoud Ahmadinejad mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa dengan kebijakan dan kegigihan bangsa, posisi Iran sudah sangat stabil. Ia sangat berharap agar dapat digelar perayaan besar-besaran atas penyelesaian nuklirisasi Iran tahun ini . 69 Iran sekali lagi menyatakan secara tegas ketidakgentarannya untuk melanjutkan aktivitas pengayaan uranium sekalipun resolusi 1737 telah dikeluarkan oleh DK PBB dalam pertemuannya tanggal 23 Desember 2006. . Iran juga memutuskan akan melanjutkan proyek air berat Arak yang berada 200 km selatan Teheran. Reaktor Arak tersebut adalah pengganti penelitian reaktor air ringan di Teheran yang dibangun oleh Amerika Serikat sebelum Revolusi Islam di Irak tahun 1979. 67 Solopos, 5 September 2006,hlm:5 68 Solopos, 28 Oktober 2006,hlm:5 69 Solopos, 15 November 2006,hlm:6 Presiden Mahmoud Ahmadinejad dihadapan sidang kabinet tanggal 24 Desember 2006 mengatakan bahwa diratifikasinya resolusi anti nuklir Iran oleh DK PBB nomor 1737 sama sekali tidak berpengaruh terhadap langkah besar bersama bangsa Iran dalam menggapai berbagai puncak prestasi, kehormatan, dan kemajuan 70 Pada akhirnya, hingga pada batas waktu yang telah ditentukan oleh DK PBB dalam resolui 1737 yakni tanggal 21 Februari 2007, Iran tetap tidak mau untuk menghentikan program nuklirnya. Teheran menilai bahwa program nuklirnya sangat berharga bagi kepentingan bangsa Iran di masa depan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad di . Pernyataan dari presiden Iran tersebut secara bersamaan juga didukung oleh Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran Kementrian luar negeri Iran dan 206 anggota parlemen Iran. Berbagai pernyataan dari Presiden Mahmoud Ahmadinejad maupun pejabat-pejabat pemerintah Iran lainnya tersebut menjadi cermin dari sikap mayoritas bangsa Iran menanggapi upaya penyelesaian kasus nuklir di negaranya yang dilakukan oleh DK PBB. Bangsa Iran adalah bangsa yang tidak mudah gentar terhadap ancaman dari pihak manapun termasuk dari DK PBB dan cenderung bersikap skeptis terhadap Dewan Keamanan bila masalah tersebut diserahkan kepada salah satu organ dari PBB tersebut. Sikap skeptis tersebut ditunjukkan dengan sedikitnya iktikad kerjasama dengan DK PBB dalam menyelesaikan kasus nuklir Iran. 70 http:hidayatullah.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=4023Itemid=66 hadapan massa di Siahkal, Provinsi Gilan 71 1. Organisasi ini bersendikan pada asas-asas persamaan kedaulatan dari semua anggota-anggotanya. . Sebagai negara berdaulat, Iran memang memiliki kewenangan untuk mengatur urusan dalam negerinya termasuk mengenai program nuklir yang sedang dikembangkan dan tidak memperbolehkan negara lain mencampuri urusan dalam negerinya. Namun sebagai salah satu anggota PBB, Iran juga memiliki kewajiban yang sama dengan negara anggota lain untuk bersama-sama mewujudkan tujuan PBB sebagaimana yang tercantum dalam Bab I pasal 1 piagam PBB. Demi mewujudkan tujuan PBB tersebut, Iran memiliki kewajiban- kewajiban berdasarkan asas-asas yang tercantum dalam Pasal 2 sebagai berikut: 2. Segenap anggota untuk menjamin adanya hak-hak dan manfaat baginya yang timbul dari keanggotaannya, akan memenuhi kewajiban-kewajiban yang ada padanya dengan penuh kesetiaan sesuai dengan piagam ini. 3. Segenap anggota akan menyelesaikan persengketaan internasional dengan cara demikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan internasional, dan keadilan tidak terancam. 4. Segenap anggota, dalam perhubungan internasional, akan menghindarkan dirinya dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kebutuhan wilayahnya atau kemerdekaan politik suatu negara, atau dengan cara apapun yang 71 http:www.kompas.com bertentangan dengan tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa- Bangsa. 5. Segenap anggota akan memberikan segala bantuan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam suatu tindakannya yang diambil sesuai dengan piagam ini, dan tidak akan memberikan bantuan kepada sesuatu negara yang oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa dilakukan tindakan-tindakan pencegahan atau kekerasan. 6. Organisasi ini akan menjamin agar negara-negara bukan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa bertindak sesuai dengan asas-asas sejauh mungkin bila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional. 7. Tidak ada sesuatu ketentuan pun dalam piagam ini yang memberi kuasa kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencampuri urusan-urusan yang pada hakikatnya termasuk urusan dalam negeri sesuatu negara atau menurut anggota- anggotanya untuk menyelesaikan urusan-urusan demikian menurut ketentuan-ketentuan piagam ini, tetapi asas ini tidak akan mengurangi ketentuan-ketentuan untuk mempergunakan tindakan-tindakan kekerasan seperti tercantum dalam Bab VII. Berdasarkan dalam Pasal 2 diatas, ada beberapa asas yang telah dilanggar oleh Iran, yang statusnya sebagai negara anggota PBB. Beberapa pelanggaran tersebut antara lain sebagai berikut: 1 Sebagai negara anggota PBB, tidak memenuhi kewajiban- kewajiban yang ada padanya dengan penuh kesetiaan sesuai dengan piagam PBB, yakni memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Hal tersebut ditandai dengan sikap Iran yang sering tidak kooperatif bekerjasama dengan DK PBB untuk memenuhi permintaan DK PBB baik dalam resolusi 1696 maupun resolusi 1737. Iran tetap melanjutkan aktivitas nuklirnya yang dinyatakan oleh DK PBB sebagai tindakan yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Iran justru semakin menambah kekuatan militernya dengan peluncuran misil dan balistik yang berarti semakin mengancam perdamaian dan kemanan internasional khususnya di kawasan Timur Tengah. 2 Sebagai negara anggota PBB, Iran tidak menunjukkan niatnya untuk turut bekerjasama menyelesaikan persengketaan internasional dengan cara sedemikian rupa. Dalam setiap perundingan maupun tawaran kerjasama dari semua pihak baik dari IAEA, negara-negara Eropa, bahkan negara anggota DK PBB, Iran tidak bersedia untuk berkompromi mengenai progam nuklirnya yang dapat menjadi ancaman perdamaian dan keamanan internasional. Iran justru mempersiapkan armada militernya untuk menahan serangan-serangan militer yang akan timbul akibat penerapan sanksi oleh DK PBB. 3 Sebagai negara angggota PBB, dalam perhubungan internasional, mengancam keutuhan teritorial suatu negara. Keutuhan teritorial negara yang dimaksud adalah Israel yang merupakan sekutu terdekat dari Amerikat Serikat dan menjadi musuh Iran. Bagi negara-negara Arab di Timur Tengah, keberadaan Israel memang selalu menjadi ancaman di kawasan tersebut. Namun ancaman yang datang dari Israel dapat menjadikan motivasi penggerak bagi Iran untuk meningkatkan kekuatan angkatan bersenjatanya yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan regional bahkan internasional. 4 Sebagai negara anggota PBB, Iran mengabaikan kewajibannya memberikan bantuan kepada DK PBB dalam suatu tindakan yang diambil sesuai dengan piagam PBB. Pelanggaran yang dimaksud di sini adalah Iran tidak secara kooperatif dan terbuka memberikan data-data maupun akses kepada DK PBB mengenai program nuklirnya yang berupa aktivitas pengayaan uranium dan pemrosesan ulang yang dapat memproduksi senjata nuklir. 5 Sikap anggota tetap DK PBB Sikap para anggota tetap DK PBB yang menjadi penghambat DK PBB dalam menyikapi kasus nuklir Iran tersebut sebenarnya bukan terletak pada gagalnya DK PBB dalam melaksanakan peran dan fungsinya yang tercantum dalam Piagam PBB. D.W. Bowett Q.C.LL.D 1982: 34 berpendapat bahwa DK PBB dalam prakteknya tidak menjadi suatu organ yang berfungsi secara kontinyu dan dapat mengambil keputusan secara cepat dan efektif agar dapat melaksanakan perangkat pemaksaan dari Bab II piagam ketika perdamaian dan keamanan internasional terancam. Suatu kegagalan tersebut lebih merupakan akibat dari para anggotanya daripada karena lemahnya konstitusional dalam piagam PBB. Pernyataan tersebut tercermin dari adanya kebuntuan dalam setiap pembahasan mengenai kasus nuklir Iran pada pertemuan DK PBB yang lebih diakibatkan pada sikap sejumlah angggota tetap DK PBB. Sebelum DK PBB berhasil menetapkan sebuah resolusi, perbedaan pandangan di intern anggota tetap sering terjadi yang mengakibatkan adanya dua kubu yang saling berlawanan. Sejak awal adanya rencana untuk membawa kasus nuklir Iran ke DK PBB, Rusia dan Cina merupakan dua negara kuat dunia yang menentang keras apalagi jika DK PBB mengeluarkan sanksi untuk Iran sebagaimana yang tercantum dalam Bab VII. Rusia dan Cina lebih mendukung penyelesaian masalah nuklir Iran melalui IAEA dan langkah diplomasi. Sikap oposisi Rusia dan Cina terhadap draf sanksi resolusi DK PBB mengakibatkan Amerika Serikat dan sekutunya kesulitan untuk merumuskan paket lain yang menyuruh Iran menghentikan pengayaan uraniumnya. Sikap Rusia maupun Cina tersebut bergerak dari asumsi bahwa hanya IAEA yang berhak untuk memeriksa Iran dan tanggung jawabnya di bawah perjanjian non proliferasi. Rusia dan Cina memang mempunyai hubungan bilateral yang cukup dekat dengan Iran terutama di bidang ekonomi. Iran merupakan salah satu negara pemasok utama kebutuhan minyak bumi ke Rusia dan Cina. Industri manufaktur Rusia dan Cina memang belum dapat dipisahkan dari ketergantungan terhadap minyak bumi. Kebutuhan ekonomi industri inilah yang membawa pengaruh terhadap kebijakan politik dua negara tersebut terhadap Iran, apalagi mengingat harga minyak dunia semakin meningkat yang berkisar mencapai 72,64 dolar AS per barel pada pertengahan tahun 2006. Di bidang non ekonomi, hubungan bilateral Rusia dengan Iran tercermin dari penyataan Igor Ivanof, seorang Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Rusia dalam kunjungannya ke Teheran Iran. Ia pernah mengatakan Rusia mendukung hak Iran untuk memperoleh teknologi nuklir tujuan damai. Ia juga mengatakan bahwa kedua negara menginginkan penguatan stabilitas dan yakin bahwa perundingan dan kerjasama kedua negara dalam masalah-masalah seperti pemberantasan penyelundupan bahan narkotika, penghapusan senjata pembunuh massal, dan kejahatan-kejahatan terorganisir, kerjasama untuk menegakkan perdamaian di Tajikistan dan penanganan krisis di Irak dan Afganistan, mengindikasikan tekad Teheran dan Moskow untuk memperkuat keamanan dan perdamaian dunia 72 Pernyataan tersebut disampaikan pada tanggal 13 November 2005 atau jauh sebelum kasus nuklir Iran sampai ke meja DK PBB. Pada saat ini, Rusia tidak mempunyai kontrak tambahan dengan pihak Iran pada area energi atom . 72 http:indonesian.irib.irarsip_beritanovember05131105.htm kecuali di Bushehr. Tetapi Rusia sedang mendiskusikan kemungkinan- kemungkinan lain untuk memperluas kerja sama Rusia-Iran bahwa seluruh kerja sama tersebut secara transparan didasarkan kewajiban internasional kedua pihak. Partisipasi Rusia dalam pembangunan stasiun tenaga nuklir di Iran adalah dalam kerangka kewajiban Iran mengembalikan bahan bakar nuklir yang diproses kepada Rusia. Hal lain yang menunjukkan hubungan antara Rusia dan Cina dengan Iran yakni dengan diundangnya Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad dalam sidang KTT Forum Kerjasama Shanghai SCO pada tanggal 15 Juni 2006. KTT SCO tersebut beranggotakan negara-negara Cina, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Pada kesempatan tersebut, Presiden Rusia Vladimir Putin kembali mengakui legalitas program nuklir Iran. Selain itu, Putin juga menyebut Iran sebagai rekan terpenting bagi Rusia dan kerjasama kedua negara terus mengalami peningkatan 73 Sebelum Resolusi DK PBB 1737 tanggal 23 Desember 2006 dikeluarkan, Rusia dan Cina pernah menegaskan tidak akan mendukung sanksi rancangan . Kehadiran Mahmoud Ahmedinejad dalam forum tersebut tentu saja membuat khawatir dan ditentang keras oleh Amerika Serikat yang selama ini memusuhi dan menuduh Iran sebagai negara pemasok teroris. Kekhawatiran Amerikat Serikat tersebut beralasan karena hubungan antara Rusia dan Cina dengan Iran yang semakin erat akan semakin menyulitkan posisi Amerika Serikat untuk memainkan perannya terhadap kasus nuklir Iran. 73 http:indonesian.irib.irarsip_beritajuni06160606.htm resolusi PBB yang bertujuan untuk menerapkan sanksi atau embargo terhadap Iran tersebut. Menteri Luar Negeri Rusia Sergrev Lavrov pernah menyatakan bahwa Rusia dan Cina tidak bisa mendukung langkah-langkah yang bertujuan untuk mengisolasi Iran dari dunia luar, termasuk menyerukan untuk melakukan negosiasi dalam program nuklir 74 Menurut Xu Lingen 2005 dalam makalahnya berjudul Awal Mula dan Perkembangan Masalah Nuklir Iran dan Prospek Penyelesaiannya, ada 3 aspek perbedaan negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat dalam kebijakan dan tindakan mereka. Adanya perbedaan kebijakan antara Amerika Serikat dan negara-negara lain inilah yang sering kali menyebabkan setiap perundingan yang digelar berlarut-larut dan mengalami kebuntuan karena masih adanya konflik kepentingan. Perbedaan tersebut antara lain: . Rusia bahkan tetap ingin menyelesaikan proyek pembangunan PLTN di Iran. Rusia ingin melindungi kontraknya untuk memasok rudal pertanahan udara ke Iran dan mempertahankan keputusannya untuk memberi suplai misil untuk pertahanan kepada Iran. Selain Rusia dan Cina, negara-negara Eropa Barat sebenarnya juga memiliki konflik yang serius dengan Amerika Serikat dalam penyelesaian kasus nuklir Iran tersebut. Negara-negara Eropa Barat memiliki jaringan perdagangan yang dekat dengan Iran. Eropa Barat terutama mengimpor minyak dari Iran dan 40 minyak Iran di ekspor ke Eropa. Volume perdagangan antara Eropa Barat dan Iran menduduki peringkat pertama dalam volume total perdagangan luar negeri Iran. Pinjaman luar negeri Iran juga berasal dari Eropa Barat. 74 Solopos, 3 Oktober 2006,hlm:5 1. Dalam hal kebijakan atas Iran, Amerika Serikat telah lama menangkal dan bersikap keras terhadap Iran. Amerika Serikat mempermasalahkan nuklir Iran untuk tetap terus menekan Iran. tetapi, Uni Eropa dan Rusia menolak untuk mengucilkan dan keras terhadap Iran. Mereka bersikeras menggunakan jalur dialog dan membangun kerjasama yang saling menguntungkan dengan Iran. 2. Dalam hal sikap terhadap hak Iran untuk menggunakan energi nuklir untuk tujuan damai, Amerika Serikat kuat menentang kepemilikan senjata nuklir Iran, dan tidak melihat bahwa Iran memiliki hak untuk menggunakan energi nuklir untuk tujuan damami. Uni Eropa dan Rusia setuju Iran seharusnya tidak memiliki senjata nuklit tapi mereka setuju bahwa Iran memiliki hak untuk menggunakan energi nukir untuk tujuan damai. 3. Dalam hal cara penyelesaian masalah nuklir Iran, Amerika Serikat tetap menuduh Iran bahwa negara tersebut mengembangkan senjata nuklir secara rahasia dan berulang kali menunjukkan bahwa tidak tertutup kemungkinan akan menggunakan kekuatan militer terhadap Iran. Sekalipun demikian, Uni Eropa dan Rusia mempertahankan semua usaha bahwa masalah nuklir harus diselesaikan melalui jalur diplomatik dan politik. Dalam hal tindakan yang bersifat ofensif, Amerika Serikat turut menjadi hambatan DK PBB dalam menyikapi kasus nuklir Iran meskipun selama ini negara pimpinan Presiden George Bush tersebut merupakan negara yang paling menentang keras program nuklir Iran. Sikap Amerika Serikat sebagai anggota tetap DK PBB justru sering tidak mencerminkan prinsip-prinsip PBB yang tercantum dalam Pasal 2 piagam PBB. Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Inggris dan Perancis yakin bahwa Iran sedang berusaha mengembangkan senjata nuklir dan terus berusaha menekan DK PBB untuk segera menerapkan sanksi berdasarkan Bab VII Piagam PBB. Peran Amerika Serikat memang paling dominan dalam percaturan politik termasuk mengenai penyelesaian kasus yang harus ditangani oleh DK PBB. Amerika Serikat tidak saja muncul sebagi satu- satunya negara adidaya, namun juga “principal driver” dalam penyusunan agenda dan keputusan-keputusan DK PBB. Deputi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Nicholas Burns pernah mengatakan bahwa sanksi masih menjadi agenda utama strategi carrots and sticks penghargaan dan hukuman baru yang ditawarkan untuk menengahi krisis nuklir Iran. Di hadapan sekelompok pejabat penting kebijakan Timur Tengah, Burns menegaskan, Washington tidak akan mengentikan jalur penyelesaian secara diplomatik dengan mudah. Namun, jika jalur diplomasi gagal, kemungkinan besar Amerika Serikat akan menjatuhkan sanksi kepada Iran, dan jika perlu melancarkan aksi militer 75 75 Jawapos, 13 Mei 2006,hlm:5 . Presiden George W Bush dan jajaran pemerintahannya pernah menanggapi dingin saran dari Sekretaris Jenderal PBB waktu itu, Kofi Annan untuk menggelar pertemuan langsung dengan Iran untuk menyelesaikan krisis nuklir. Amerika Serikat juga pernah membuat laporan yang salah mengenai nuklir Iran. Menurut seorang pejabat IAEA dalam sebuah surat resmi pada tanggal 14 September 2006, laporan Amerika Serikat bahwa Iran sedang membuat senjata dengan pengayaan uranium adalah salah. Sebab kegiatan pengayaan uranium hanya memproduksi bahan dalam jumlah kecil, jauh dari tingkat yang bisa digunakan dalam pembuatan senjata nuklir 76 Selain itu, Amerika Serikat juga melakukan manuver yang digelar di Teluk Persia. Manuver tersebut difokuskan untuk observasi dengan kapal perang melacak kendaraan yang diduga membawa komponen nuklir atau senjata ilegal . 77 76 Solopos, 18 September 2006,hlm:5 77 Solopos, 4 November 2006,hlm:5 . Tindakan ini sebagai tanda Amerika Serikat sedang mempersiapkan armada militernya untuk menghadapi Iran. Fakta-fakta diatas memperlihatkan bahwa Amerika Serikat telah melakukan tindakan gegabah dalam menyikapi program nuklir yang dijalankan oleh Iran. Berbagai tindakan pemerintah Amerika Serikat tersebut justru membuat upaya penyelesaian kasus nuklir Iran melalui DK PBB menjadi semakin kompleks. Sebagai salah satu negara-negara anggota PBB sekaligus anggota tetap DK PBB, tindakan yang dijalankan oleh pemerintah Amerika berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden George Bush dapat mempengaruhi kredibilitas PBB khususnya DK PBB sebagai organ yang menangani kasus program nuklir Iran tersebut.

C. Implikasi Tindakan DK PBB Menyikapi Kasus Nuklir Iran Terhadap