Kerangka Pemikiran Tindakan DK PBB dalam Menyikapi Kasus Nuklir Iran menurut Piagam

mempertahankan damai negatif. Tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya perang semata-mata serta belum mengarah kepada perwujudan damai positif.

C. Kerangka Pemikiran

Catatan: Piagam PBB yang disahkan pada tahun 1945 dan menjadi landasan berdirinya PBB memuat dasar atau asas dan tujuan PBB yang diantaranya yakni mempertahankan keamanan, perdamaian, dan menyelesaikan sebaik- baiknya perselisihan-perselisihan yang memungkinkan terancamnya perdamaian dan keamanan internasional. Kasus nuklir Iran yang terjadi karena tudingan dari sejumlah negara-negara barat mengenai pengayaan uranium untuk pembuatan senjata nuklir, yang dengan demikian, ada dugaan bahwasanya program nuklir Iran melanggar NPT dengan menggunakan nuklir tersebut untuk kepentingan militer. Benar tidaknya tuduhan tersebut, IAEA telah melaporkan hasil penyidikannya kepada PBB melalui DK PBB untuk diselesaikan sesuai dengan tugas dan kewenangannya yang telah diamanatkan dalam Piagam PBB 1945. Dalam pelaksanaan tugasnya tersebut, DK PBB dihadapkan pada masalah yang rumit akibat adanya benturan kepentingan-kepentingan negara- negara di dunia berkaitan dengan kasus nuklir tersebut ditengah sikap skeptis masyarakat internasional dalam menerima PBB sebagai suatu organisasi internasional yang seutuhnya dalam mencapai tujuannya yakni mewujudkan keamanan dan perdamaian dunia. Dengan adanya kasus nuklir Iran tersebut, memberikan kesempatan pada DK PBB untuk memperbaiki citra yang selama ini semakin menurun apalagi bila dikaitkan dengan sikap negara-negara yang menjadi anggota DK PBB. Keberhasilan DK PBB dalam menyikapi sekaligus menyelesaikan kasus nuklir Iran akan memberikan kontribusi dalam upaya perdamaian dunia sekaligus menjaga kredibilitas dan eksistensi PBB itu sendiri. Sebagai kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini : KASUS NUKLIR IRAN PIAGAM PBB 1945 DK PBB Psl 24 1, 27, 28 2, 31, 33 1 2, 34, 41, 42,50, Faktor penghambat Faktor penghambat Faktor penghambat PERDAMAIAN DUNIA Bagan 1. Skema Kerangka Pemikiran BAB IV BEBERAPA KONFLIK NEGARA DALAM ORGANISASI PBB

A. Tindakan DK PBB dalam Menyikapi Kasus Nuklir Iran menurut Piagam

PBB 1945 Sejarah menunjukkan bahwa Iran telah berupaya untuk memiliki dan mengembangkan teknologi nuklir jauh sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979. Kedekatan Iran semasa pemerintahan Shah Pahlevi dengan pemerintah Iran menjadikan Iran mudah untuk melakukan penelitian tentang nuklir dan mendapat pasokan bahan-bahan nuklir dari Amerika Serikat sebagai salah satu negara nuklir Mass Weapon State. Dalam makalah Ali R Wibisono 2006 berjudul Proliferasi Iran dan keamanan Internasional tertulis bahwa Akbar Etemad, Direktur Organisasi Energi Atom Iran ketika itu mengatakan para peneliti nuklir Teheran terlibat dalam eksperimen laboratorium yang mencoba menerapkan proses pemanfaaatan bahan bakar yang habis digunakan plutonium. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa sudah sejak tahun 1970-an, Iran oleh IAEA dicurigai berupaya memproduksi senjata nuklir sendiri dengan melakukan pengayaan uraniumuranium enrichment. Presiden Mahmoud Ahmadinejad juga pernah mengumumkan di Mahshad bahwa negaranya telah berhasil melakukan pengayaan uranium sendiri dan menjadi bagian dari negara nuklir dunia Nuclear Club. Meskipun demikian, rentang waktu antara tahun 1980-an hingga 2003 kecurigaan tersebut belum dapat dibuktikan kebenarannya mengenai indikasi kepemilikan senjata nuklir oleh Iran. IAEA berdasarkan amanah oleh Perjanjian Non Proliferasi NPT 1978 dalam mengawasi persenjataan pemusnah massal dunia, telah malakukan pengawasan dan verifikasi terhadap aktivitas nuklir Iran semenjak adanya tuduhan dari negara-negara Barat yang merasa khawatir program nuklir Iran bertujuan untuk membuat senjata nuklir. Riza Sihbudi 2006 menuliskan dalam makalahnya berjudul Isu Nuklir Iran bahwa laporan tim inspeksi IAEA yang disampaikan dalam sidang IAEA pada tanggal 13 September 2004 menyebutkan bahwa Iran masih memiliki cadangan uranium sebesar 37 ton. Namun dalam laporannya tersebut, IAEA sama sekali tidak menyinggung keberadaan senjata nuklir Iran. Walaupun laporan IAEA menyebutkan bahwa tidak ditemukan bukti mengenai kepemilikan senjata nuklir, Iran masih tetap menjalankan aktivitas nuklirnya yang membuat kecurigaan negara lain semakin bertambah. Pada bulan Oktober 2003 Iran memang pernah menangguhkan kegiatan pengayaan nuklirnya. Penangguhan uranium ini terus dilakukan Iran selama 20 bulan dan diperpanjang pada bulan Februari dan November tahun 2004 menyusul perundingan Iran dengan 3 negara Eropa yang menghasilkan Dekalarasi Paris dan Brusel 44 44 http:indonesian.irib.irPOLITIK2005agustus05nuklir.htm . Tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi tekanan dari negara- negara Barat. Namun sejak bulan Agustus 2005 atau tepatnya semenjak kursi kepresidenan jatuh ke tangan Mahmoud Ahmadinejad yang terpilih dua bulan sebelumnya, Iran kembali melanjutkan kegiatan nuklirnya. Iran mengirimkan surat kepada Badan Energi Atom Internasional IAEA mengenai keputusannya yang bulat untuk memulai kembali aktivitas pengolahan uranium di fasilitas nuklir Isfahan. Keputusan ini diambil setelah pihak tripartit Eropa, yaitu Jerman, Inggris dan Perancis tidak melaksanakan janjinya untuk mengajukan prakarsa yang menjamin status damai program nuklir Iran, dalam jangka waktu dua bulan yang telah disepakati. Terpilihnya Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran juga turut membawa perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan nuklir Iran dan peta politik luar negeri Iran. Mahmoud Ahmadinejad merupakan presiden terpilih dari kelompok konservatif garis keras Iran yang selalu menentang kebijakan Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya . Pada akhirnya, hubungan buruk Iran dengan negara-negara Barat yang sudah berlangsung selama 26 tahun menjadi bertambah memburuk dan semakin membuat negara Barat memusuhi Iran dengan cara menggunakan isu program nuklir Iran sebagai senjata untuk menekan Iran. Amerika Serikat sebagai pemimpin negara-negara Barat yang memegang kendali sistem keamanan Unipolar dan menganggap Iran sebagai salah satu poros kejahatan, lebih menampakkan kebijakan anti Iran-nya dengan cara menyebarkan propaganda terhada[ aktivitas nuklir Iran. Amerika Serikat juga menuntut pemindahan agenda nuklir Iran dari IAEA ke Dewan Keamanan PBB DK PBB untuk segera memberikan sanksi kepada Iran. Argumen tersebut didasarkan pada Iran sebagai negara peserta NPT dan termasuk dalam negara bukan penghasil senjata pemusnah masal Non Mass Destruction Weapons State yang berarti Iran tidak mempunyai hak sama sekali untuk mengembangkan senjata nuklir. Bersama keempat negara-negara anggota tetap DK PBB lainnya seperti Perancis, Jerman, Rusia, dan China, Amerika Serikat mengadakan pertemuan para Menteri Luar Negeri di London. Pertemuan tersebut juga dihadiri Menteri Luar Negeri Jerman untuk membahas mengenai permasalahan program nuklir Iran. Kelima anggota tetap DK PBB pada akhirnya sepakat bahwa isu nuklir Iran harus diajukan ke Dewan Keamanan dan setuju setiap tindakan Dewan Keamanan harus menunggu laporan Direktur Jenderal IAEA, Mohamad Elbaradai mengenai Iran dalam pertemuan IAEA 45 Berdasarkan struktur, IAEA merupakan sebuah badan otonom di bawah naungan PBB yang setiap tahun melaporkan tentang kegiatan-kegiatannya kepada Majelis Umum, dan sebagai kelayakan, kepada Dewan Keamanan dan Dewan Ekonomi dan Sosial. Laporan IAEA dalam bidang nuklir menjadi bahan masukan DK PBB dalam melakukan suatu tindakan yang diperlukan bila dianggap telah mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Berikut adalah gambar struktur DK PBB: . 45 http:www.voanews.comindonesian2006-01-31-voa9.cfm STRUKTUR DEWAN KEAMANAN Gambar 1: Struktur Dewan Keamanan MAJELIS UMUM Komite Tindakan Kolektif Collective Measures Committee Badan Energi Atom Internasional International Atomic Energy Agency Komisi Perlucutan Senjata Disarmament Commission Komite Para Ahli Committee of Experts Komite Staf Militer Military Staff Committee Komite Mengenai Izin Masuk Anggota Baru Committee on the Admission of New Members DEWAN KEAMANAN Kepala-Kepala Staf Anggota-Anggota Tetap Dewan Keamanan BADAB-BADAN AD HOC - Namibia - Hak-Hak Rakyat Palestina - Resolusi 421 1977 mengenai Afrika Selatan - Benin - Apartheid - UNTSO - UNDOF - UNFICYP - UNMOGIP DK PBB dalam menyelesaikan setiap kasus yang diserahkan kepadanya selalu berpegang kepada Piagam PBB 1945. Sesuai Piagam PBB, kewenangan utama DK PBB yang menjadi landasan DK PBB dalam mengambil tindakan, tercantum dalam Bab VI dan VII. Kewenangan Bab VI terkait dengan “Pacific Settlement Of Disputes” sedangkan Bab VII mengenai “Peace Enforcement”. Selain itu, kewenangan DK PBB lainnya terdapat dalam Bab VIII Regional Arrangement dan Bab XII International Trusteeship System. Menurut Pasal 24 ayat 1 Piagam PBB, disebutkan bahwa: “Untuk menjamin agar Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat menjalankan tindakannya dengan lancar dan sempurna, maka anggota- anggotanya memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan menyetujui agar supaya Dewan Keamanan dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah tanggung jawab ini bertindak atas nama mereka.” Menurut ayat tersebut, DK PBB memiliki tanggung jawab untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional yang diberikan oleh negara-negara anggota PBB di seluruh dunia. Tanggung jawab tersebut membuat para anggota DK PBB yang beranggotakan 15 negara terus berupaya menegakkan amanat piagam PBB. Lima negara anggota tetap DK PBB Permanent 5 P-5 diberi status luar biasa eksepsional yang lebih daripada kesepuluh anggota DK PBB lainnya yang salah satunya berupa kepemilikan hak veto. Adanya status luar biasa tersebut menyebabkan negara-negara anggota tetap tersebut merasa perlu untuk segera menyelesaikan kasus program nuklir Iran yang dianggap meresahkan dunia internasional mengenai isu pembuatan senjata nuklirnya dikarenakan beban dan tanggung jawab tersebut yang harus dilaksanakan. Pada tanggal 4 Februari 2006, IAEA mengeluarkan laporan bernomor GOV200614 mengenai Implementation of The NPT Safeguards Agreement in The Islamic Republic of Iran Implementasi Perjanjian NPT di Republik Islam Iran. Laporan tersebut salah satunya berbunyi: “Request the Director General to report to the Security Cuncil of the United Nations that these steps are required of Iran by the Board and to report to the security Council all IAEA reports and resolutions, as adopted, relating to this issue.” Maksud dari ayat tersebut adalah meminta Direktur Jenderal IAEA melaporkan semua hasil tim inspeksi IAEA kepada DK PBB mengenai aktivitas nuklir Iran. Berdasarkan laporan Dewan Gubernur bernomor GOV200587 pada 8 Agustus 2005, Iran melanjutkan aktivitas konversi uranium di reaktor Isfahan dan mengambil langkah untuk melanjutkan aktivitas pengayaan uranium pada 10 Januari 2006. Meskipun demikian, laporan tersebut menerangkan bahwa IAEA belum menemukan bukti adanya kepemilikan senjata nuklir dengan cara mengembangkan kemampuan produksi material fisil yang selama ini dituduhkan oleh negara-negara Barat. Upaya diplomasi yang dilakukan terus berlanjut dengan diadakannya berbagai pertemuan antar anggota IAEA mengenai dugaan kepemilikan senjata nuklir Iran. Sebelum diadakannya pertemuan antar anggota IAEA untuk memastikan dibawanya kasus nuklir Iran ke DK PBB, Rusia sebagai salah satu negara nuklir menawarkan Iran agar bekerja sama untuk memindahkan aktivitas pengayaan nuklirnya ke Rusia dalam suatu perundingan antara Iran dengan Rusia. Salah satu perundingan Iran dengan Rusia tersebut adalah perundingan yang dilaksanakan di Moskow yang berakhir pada tanggal 12 Februari 2006. Dalam perundingan tersebut, delegasi perunding Iran yang dipimpin oleh Deputi Strategi Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran, Husein Tash menyatakan bahwa Teheran sepakat untuk melanjutkan perundingan guna didapatkan satu formula bersama terkait kasus nuklir Iran tersebut. Moskow juga sependapat dengan Teheran bahwa berkas nuklir Iran ini tidak perlu dilimpahkan ke DK PBB 46 Kesediaan Iran untuk berunding tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan Amerika Serikat dan Eropa bahwa kegiatan pengayaan uranium Iran untuk memproduksi bahan baku persenjataan nuklir. Dengan dipindahkannya proses pengayaan uranium tersebut, maka pengawasan oleh IAEA akan lebih mudah. Penawaran tersebut semula disepakati oleh Iran namun akhirnya mengalami kegagalan dan Iran menolak tawaran tersebut karena masih adanya . 46 http:www.irib.irworldservicemelayuRADIOarsip_beritafebruari06210206.htm perbedaan pandangan mengenai pemindahan tersebut. Konstantin Kosachev, Ketua Komite Masalah Luar Negeri Majelis Rendah Parlemen Rusia, mengingatkan Teheran bahwa penolakan untuk melanjutkan perundingan tawaran Rusia dapat memicu sikap radikal dalam pembicaraan soal nuklir Iran, yang dijadwalkan akan digelar DK PBB 47 DK PBB sebagai salah satu organ PBB bertugas membantu terwujudnya dasar dan tujuan PBB berdasarkan ketentuan dalam instrumen pokok piagam PBB. DK PBB dibawah payung Piagam PBB 1945 diberi wewenang untuk . Dalam pertemuan IAEA di markasnya, Wina Austria, tanggal 8 Maret 2006, pada akhirnya IAEA membuka jalan bagi DK PBB untuk melakukan tindakan terhadap Iran. Perundingan tersebut menghasilkan laporan bernomor GOV200615 yang berisi penegasan laporan IAEA bernomor GOV200614 tanggal 4 Februari 2006 untuk melaporkan proses penyelidikan yang dilakukan terhadap aktivitas nuklir Iran selama ini kepada DK PBB sekaligus memberikan secara detil dan jelas mengenai perkembangan nuklir Iran sejak November 2005. Penyerahan laporan IAEA kepada DK PBB tersebut mengindikasikan kegagalan pemeriksaan IAEA selama 3 tahun untuk mengkonfirmasi keabsahan kegiatan nuklir Iran sesuai yang diminta negara-negara Barat selama ini. Dengan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal IAEA tersebut, maka dapat menjadi dasar yang kuat bagi anggota DK PBB untuk secepatnya membicarakan kasus itu secara resmi dan sejak saat itu DK PBB mulai untuk menyelesaikan kasus nuklir Iran tersebut. 47 http:www.kompas.comkompas-cetak0603132502811.htm melaksanakan salah satu prinsip PBB mengenai tanggung jawab untuk menentukan ancaman dimana DK PBB dapat menentukan langkah-langkah yang dianggap mengganggu keamanan dan perdamaian internasional berdasarkan apa yang tercantum dalam Bab VII Pasal 39 yang berbunyi: “Dewan Keamanan akan menentukan adanya sesuatu ancaman terhadap perdamaian, pengacauan terhadap perdamaian, atau tindakan agresi dan akan memajukan anjuran-anjuran atau memutuskan tindakan apa yang akan diambil sesuai dengan Pasal 1 dan 42, untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.” Menurut Pasal 39 tersebut, keterlibatan DK PBB dalam suatu keadaan yang dianggap mengganggu perdamaian dan keamanan internasional sangat diperlukan. Oleh karena itu, DK PBB berwenang melakukan tindakan-tindakan untuk menyelesaikannya. Atas dasar itulah maka sejak diserahkannya kasus nuklir Iran dari IAEA, DK PBB mulai melakukan berbagai tindakan salah satunya menyelidiki kasus tersebut. Dalam Bab VI Pasal 34 Piagam PBB 1945, menyatakan bahwa: “Dewan keamanan dapat menyelidiki setiap pertikaian, atau setiap keadaan yang dapat menimbulkan pertentangan intenasional atau menimbulkan suatu pertikaian, untuk menentukan apakah berlangsungnya pertikaian atau keadaan itu dapat membahayakan terpeliharanya perdamaian serta keamanan internasional.” Realisasi wewenang dalam pasal tersebut diwujudkan dengan dikeluarkannya naskah pernyataan DK PBB mengenai kasus nuklir Iran. Usulan naskah pernyataan DK PBB yang didukung oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis tersebut dibagikan kepada 15 anggota DK PBB pada tanggal 15 Maret 2006 48 Dalam pertemuan anggota-anggota DK PBB tanggal 29 Maret 2006, Presiden DK PBB mewakili seluruh anggota DK PBB mengeluarkan pernyataan yang dicatatkan dalam laporan DK PBB dengan nomor dokumen SPRST200615 yang menegaskan bahwa DK PBB sangat mendukung upaya yang telah dilakukan oleh IAEA dalam menyelesaikan isu nuklir Iran yang belum terpecahkan dan meminta agar IAEA tetap melanjutkan tugasnya untuk mengklarifikasi isu tersebut. Disamping itu dalam pernyataannya, presiden DK PBB mengatakan: . Dalam naskah tersebut, dicantumkan permintaan DK PBB yang diantaranya meminta agar Iran harus menghentikan semua kegiatan pengayaan uarnium termasuk riset dan pengembangan nuklir. Selain itu DK PBB juga melakukan suatu tindakan Preventif Diplomacy untuk mencegah semakin meluasnya kasus nuklir Iran dengan meminta Iran mempertimbangkan pembangunan sebuah reaktor riset yang digerakkan oleh aliran air deras. DK PBB mengingatkan jika Iran tetap melanjutkan aktivitas pengayaan uranium maka akan semakin meningkatkan kekhawatiran internasional dan DK PBB mengancam tidak segan-segan akan bertindak memaksa dengan mengeluarkan sanksi yang menjadi wewenang DK PBB. 48 Kompas, 16 Maret 2006.hlml:11 “The Security Council expresses the conviction that such suspension and full, verified Iranian compliance with the requirements set out by the IAEA Board of Governors would contribute to a diplomatic, negotiated solution that guarantees Iran’s nuclear programme is for exclusively peaceful purposes, and underlines the willingness of the international community to work positively for such a solution which will also benefit nuclear non-proliferation elsewhere.” Maksud dari pernyataan diatas adalah Dewan Keamanan menyatakan tegas bahwa baik sebagian maupun keseluruhan, tindakan Iran dalam memenuhi persyaratan yang dibuat oleh IAEA akan memberikan kontribusi bagi upaya diplomatik, solusi negosiasi yang menjamin program nuklir Iran adalah bertujuan damai, menggarisbawahi keinginan masyarakat internasional untuk bekerja secara positif sebagai upaya penyelesaian, mendorong Iran, dalam penyesuaian syarat-syarat diatas, untuk terikat kembali dengan masyarakat internasional dan dengan IAEA, dan menekankan bahwa keterikatan tersebut akan bermanfatan bagi Iran. Dari pernyataan tersebut dapat dirumuskan bahwa Iran harus dapat bekerja sama sehingga akan memberikan solusi yang dapat menjamin bahwa program nuklir Iran memang bertujuan damai. Sebagai satu-satunya Peace Making Organ dari PBB, pernyataan yang disampaikan presiden DK PBB tersebut mencerminkan Bab VI tentang penyelesaian pertikaian secara damai pada Pasal 33 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: “Negara-negara yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang terus menerus yang mungkin membahayakan terpeliharanya perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan peraturan, permufakatan, perwasitan, penyelesaian menurut hukum, melalui badan-badan atau persetujuan-persetujuan setempat, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih sendiri. Dewan keamanan, bila dianggap perlu, akan meminta kepada pihak- pihak yang bertikai untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara- cara demikian.” Selanjutnya langkah penyelesaian kasus nuklir Iran oleh DK PBB dalam rangka mengimplementasikan Pasal 33 ayat 1 dan 2, Pasal 34, dan Pasal 39 tersebut harus dilalui proses pemungutan suara oleh para anggota DK PBB. Bab V Piagam PBB pada Pasal 27 diatur secara jelas mengenai hak suara yang dimiliki oleh angota DK PBB, yang bunyinya: 1. Setiap anggota Dewan Keamanan mempunyai satu suara. 2. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan mengenai soal-soal prosedur harus ditetapkan dengan suara setuju dari sembilan anggota. 3. Keputusan-keputusan Dewan keamanan mengenai hal-hal lainnya akan ditetapkan dengan suara setuju dari sembilan anggota termasuk suara bulat dari anggota-anggota tetap; dengan ketentuan bahwa, dalam keputusan-keputusan di bawah Bab VI, dan di bawah ayat 3 Pasal 52, pihak yang berselisih diperkenankan memberikan suaranya. Berdasarkan rumusan dari Pasal 27 Piagam tersebut di atas, dapat diuraikan bahwa: 1. Untuk masalah-masalah prosedur memerlukan sembilan suara setuju dari anggota DK PBB. 2. Untuk masalah non prosedur, diperlukan suara setuju, dengan termasuk lima suara bulat dari anggota tetap DK PBB empat anggota tidak tetap + lima anggota tetap. Dalam masalah non prosedur inilah hak istimewa anggota tetap DK PBB dapat membatalkan suatu keputusan yang akan diambil, sehingga meski secara perhitungan telah memenuhi rasio perbandingan, namun bila salah satu anggota tetap mempergunakan hak vetonya maka keputusan ini menjadi batal. Permasalahan Iran merupakan salah satu masalah untuk kategori non prosedur oleh karena itu suara bulat dari kelima anggota tetap DK PBB memang menjadi mutlak diperlukan dan oleh karena itu tidak mengherankan bahwa pembahasan kasus nuklir Iran mengenai kemungkinan tindakan-tindakan pemaksaan oleh DK PBB terhambat oleh kehendak anggota-anggota tetap DK PBB yang dapat menggunakan hak vetonya. Kasus nuklir Iran yang telah dibawa ke DK PBB tersebut memang kemudian dibahas untuk menghasilkan kemungkinan dijatuhkannya sanksi kepada Iran. Adanya penjatuhan sanksi yang dilakukan oleh DK PBB tersebut sesuai dengan Bab VII Pasal 41 dan 42 Piagam PBB yang berbunyi: “Dewan Keamanan dapat memutuskan tindakan-tindakan apa yang tidak termasuk digunakannya kekuatan senjata untuk dapat melaksanakan keputusan-keputusannya, dan dapat meminta kepada anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melaksanakan tindakan- tindakan itu. Dalam hal ini termasuk tindakan-tindakan untuk memutuskan seluruhnya atau sebagian daripada hubungan-hubungan ekonomi, termsuk hubungan kereta api, alut, udara, pos, kawat, radio, dan alat-alat lainnya serta perhubungan diplomatik. Apabila Dewan Keamanan menganggap bahwa tindakan-tidnakan yang ditentukan dalam Pasal 41 tidak mencukupi atau telah terbukti tidak mencukupi, ia dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan udara, laut, atau darat bila dianggap perlu untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian serta kemanan internasional. Dalam tindakan itu termasuk pula demonstrasi- demonstrasi, blokade, dan tindakan-tindakan lain dengan mempergunakan angkatan udara, laut, atau darat dari anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.” Pasal 41 dan 42 tersebut memberikan legitimasi bagi DK PBB untuk melakukan tindakan-tindakan pemaksaan dalam menyelesaikan suatu kasus. Menurut Pasal 41, DK PBB dapat memaksakan suatu negara untuk melaksanakan tindakan dengan tidak melibatkan pengggunaan senjata atau dengan jalan sanksi ekonomi berupa embargo maupun pengucilan dari pergaulan internasional. Sedangkan dalam Pasal 42, DK PBB dapat menggunakan tindakan yang lebih keras hard dengan melibatkan aksi militer dengan mengerahkan pasukannya baik dari darat, udara, maupun laut. Namun penerapan sanksi yang bersifat memaksa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 41 dan 42 tersebut sedapat mungkin dihindari dalam penyelesaian suatu kasus dan lebih diutamakan mekanisme penyelesaian melalui jalur diplomasi terlebih dahulu. Rencana pemberlakuan sanksi kepada Iran tersebut tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari seluruh anggota DK PBB. Keberatan mengenai penerapan sanksi terhadap Iran sering datang dari Rusia dan Cina. Para diplomat barat mengatakan Cina dan Rusia kemungkinan akan mendukung resolusi PBB yang meminta Iran untuk menghentikan program nuklirnya, namun belum siap untuk mendukung langkah-langkah yang menuju pemberian sanksi 49 Keberatan dari Rusia dan Cina mengenai pemberian sanksi bagi Iran yang dengan alasan akan memberikan dampak bagi kedua negara tersebut, dapat dibenarkan. Hal tersebut bukan lagi diperbolehkan pada negara-negara pemegang .Rusia dan Cina memang memiliki kepentingan besar terhadap sumber energi Iran yakni berupa minyak mentah. Menurut anggota Duma, parlemen Rusia, Valentin Kuptsov menyatakan pengenaan sanksi ekonomi dan penggunaan kekuatan tentara atas Iran akan berbahaya bagi semua negara dari segi ekonomi dan keamanan. Hal tersebut juga tidak adil menekan negara pemakai teknologi nuklir secara damai untuk memajukan perekonomiannya. 49 Solopos, 3 Mei 2006.hlm:5 hak veto saja tetapi juga negara lain yang akan memperoleh dampak dari pemberlakuan sanksi tersebut juga diperbolehkan, sebagaimana yang tercantum dalam Bab VI Pasal 50 yang berbunyi: “Jika tindakan-tindakan pencegahan atau paksaan terhadap sesuatu negara diambil oleh Dewan Kemanan, maka negara lain, baik anggota ataupun bukan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menghadapi persoalan-persoalan ekonomi khusus, yang timbul karena tindakan- tindakan tersebut, berhak meminta pertimbangan Dewan Keamanan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu.” Oleh karena perundingan di meja DK PBB mengenai kasus nuklir Iran masih mengalami kebuntuan, dua anggota tetap DK PBB yang berada di Eropa seperti Inggris, Perancis, bersama 25 negara yang tergabung dalam Uni Eropa UE menawarkan paket insentif kepada Iran. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah untuk menghindarkan Iran dikenai sanksi DK PBB sehingga dicarikan upaya lain berupa langkah diplomasi sebelum DK PBB benar-benar mengeluarkan resolusi untuk melakukan tindakan-tindakan paksa. Pada Tanggal 15 Mei 2006 Kepala Bidang Kebijakan Luar Negeri UE Javier Solana mengatakan Uni Eropa akan melakukan pendekatan kepada Iran memberikan tawaran menarik untuk Iran terkait soal teknologi, ekonomi dan bentuk insentif lainnya sepanjang pemerintah Iran sepakat untuk menghentikan aktivitas pengayaan nuklirnya sesuai tuntutan dunia internasional 50 50 Solopos, 16 Mei 2006,hlm:5 . Negara- negara Eropa menyatakan akan memberikan reaktor nuklir air ringan untuk membujuk Iran menghentikan pengayaan uraniumnya. Tawaran paket insentif UE tersebut disambut baik oleh Rusia dan Cina yang selama ini masih menggunakan hak vetonya terhadap pembahasan resolusi pemberian sanksi kepada Iran. Namun tawaran tersebut tidak langsung diterima oleh Iran. Berbagai upaya untuk penyelesaian kasus Iran melalui jalan perundingan terus berlanjut dengan diadakannya pertemuan lima negara anggota tetap DK PBB ditambah Jerman di Wina Austria. Keenam negara kekuatan utama dunia tersebut telah meraih kesepakatan soal paket insentif dan hukuman yang akan ditawarkan kepada Iran. Pada 6 Juni 2006, perwakilan Uni Eropa, Javier Solana menyampaikan langsung proposal tawaran hasil rumusan enam negara tersebut ke Iran 51 Proposal tawaran keenam negara tersebut juga disampaikan secara resmi kepada DK PBB tanggal 13 Juli 2006 yang dicatatkan oleh DK PBB bernomor S2006512. Dalam dokumen tersebut, keenam negara didukung oleh Dewan Perwakilan Uni Eopa memperbolehkan pengembangan hubungan dan kerjasama dengan Iran didasarkan pada saling menghormati dan membangunan kepercayaan internasional mengenai program nuklir Iran yang bersifat damai melalui penawaran negosiasi meliputi bidang nuklir, politik dan ekonomi. Bidang nuklir yang ditawarkan antara lain pengakuan energi nuklir Iran sekaligus bantuan penelitian dan pengembangan energi nuklir Iran sedangkan bidang politik dan ekonomi antara lain kerjasama dalam keamanan regional, penerbangan sipil, perdagangan dan investasi internasional, infrastruktur telekomunikasi, teknologi . 51 Solopos, 27 Juni 2006,hlm:5 tinggi, dan pertanian. Tawaran dari Amerika Serikat, tiga negara UE, Cina dan Rusia tersebut merupakan upaya pertama yang disetujui oleh DK PBB karena kelima anggota tetap DK PBB tersebut telah mengeluarkan suara bulatnya. Proposal paket insentif tersebut disambut positif oleh Iran. Presiden Mahmoud Ahmadinejad memberikan sinyal kesediaannya untuk menghentikan pertentangan tentang program nuklirnya. Iran mulai mempelajari proposal tersebut. Iran diberi waktu untuk memberi respon proposal tersebut sampai pertemuan puncak G8 di Moskow Rusia pertengahan Juli 2006 namun Iran lebih menginginkan batas waktunya hingga tanggal 22 Agustus 2006. Memang pada tanggal 22 Agustus 2006, juru runding masalah nuklir Iran, Ali Larijani, menyampaikan tanggapannya terhadap tawaran paket insentif di hadapan Duta Besar dari Inggris, Cina, Rusia, Prancis, Jerman dan Swiss yang mewakili Amerika Serikat. Seorang pejabat yang mengetahui pertemuan tersebut menyatakan Iran menawarkan formula baru dalam menyelesaikan krisis nuklir. Namun ia tidak memberi rincian formula tersebut lebih lanjut 52 Negara-negara Barat tidak sabar menunggu Iran untuk menjawab paket insentif tersebut sesuai batas waktu yang telah ditetapkan oleh keenam negara pembuatan pakat insentif. DK PBB menghadapi keadaan dilema karena Amerika Serikat terus menekan DK PBB untuk segera mengeluarkan sanksi bagi Iran melalui resolusinya namun di sisi lain Iran tengah berupaya mempelajari paket insentif dengan permintaan perpanjangan waktu 1 bulan dari yang ditetapkan oleh negara-negara pembuat proposal paket insentif. . 52 http:www.metrotvnews.com Sebelum Iran menanggapi proposal paket insentif tersebut pada tanggal 22 Agustus 2006, DK PBB mengadakan pertemuan di New York untuk membahas pelarangan pengembangbiakan nuklir non proliferation Iran tanggal 31 Juli 2006. Pasal 28 ayat 2 mengenai prosedur diterangkan bahwa: “Dewan Keamanan harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat terus menerus melakukan tugasnya. Untuk mencapai tujuan ini tiap anggota Dewan Keamanan akan senantiasa mempunyai wakil pada kedudukan organisasi ini.” Berikut adalah daftar utusan anggota DK PBB yang hadir dalam pertemuan ke- 5500 tersebut: Tabel 1: Daftar Utusan Anggota DK PBB yang Hadir dalam Pertemuan tanggal 31 Juli 2006 Jabatan Nama Negara Presiden De La Sablière Perancis Anggota Mr. Mayoral Argentina Mr.Liu Zhenmin Cina Mr. Ikouebe Kongo Ms. Løj Denmark Nana Effah-Apenteng Ghana Mr. Vassilakis Yunani Mr. Oshima Japan Mr. Pereyra Plasencia Peru Mr. Al-Nasser Qatar Mr. Churkin Rusia Mr. Mlynár Slovakia Sir Emyr Jones Parry Inggris Mr. Manongi Tanzania Mr. Bolton Amerika Serikat Selain ke 15 utusan negara anggota DK PBB yang hadir, Mr. Zarif dari Iran dan Mr . von Ungern Sternberg dari Jerman juga turut diundang dalam pertemuan tersebut. Bab V Pasal 31 menegaskan bahwa: “Setiap anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bukan anggota Dewan Keamanan dapat turut serta, tanpa hak suara, dalam pembicaraan sesuatu soal yang diajukan ke muka Dewan Keamanan apabila Dewan ini berpendapat bahwa soal tersebut terutama menyangkut kepentingan anggota itu.” Dari pertemuan DK PBB yang ke-5500 dan dicatat dengan dokumen bernomor SPV.5500 tersebut, para anggota DK PBB memberikan suaranya terhadap masalah nuklir Iran tersebut. Dari 15 anggota DK PBB yang mempunyai hak suara, 14 diantaranya mendukung pengesahan rancangan resolusi DK PBB yang mengancam Iran untuk segera menghentikan program nuklirnya. Keempat belas negara anggota tersebut antara lain: Argentina, Cina, Kongo, Denmark, Perancis, Ghana, Yunani, Jepang, Peru, Rusia, Slovakia, Inggris, Tanzania, dan Amerika Serikat. Sedangkan Qatar menyatakan abstain terhadap pemungutan suara tersebut. John Bolton, wakil dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa selama empat bulan DK PBB telah menyerukan agar Iran menunda program nuklirnya. Lima anggota tetap DK PBB ditambah Jerman juga selama dua bulan telah menahan kesabarannya dengan menyelesaikan kasus nuklir tersebut secara damai. Namun Iran tetap melanjutkan program nuklirnya yang dapat memproduksi senjata nuklir yang scera langsung akan mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Wakil Iran, Javad Zarif, dalam kesempatannya di pertemuan tersebut mengeluarkan pembelaan bahwa program nuklirnya tidak untuk pembuatan senjata nuklir yang membahayakan duniai intenasional. Hal tersebut didasarkan pada tidak diketemukannya bukti yang mencurigakan untuk membuat senjata nuklir oleh IAEA sebagaimana laporan IAEA pada bulan Februari. Atas dasar pemingutan suara dalam pertemuan tersebut, maka dikeluarkanlah keputusan DK PBB yang berisi pengesahan rancangandraf Resolusi DK PBB 1696. isi dari Resolusi DK PBB 1696 tersebut yakni: 1. Menyerukan kepada Iran tanpa ditunda lagi untuk mengambil langkah yang disyaratkan Dewan Gubernur IAEA dalam resolusinya bernomor GOV200614, yang penting untuk membangun kepercayaan mengenai tujuan damai dalam program nuklirnya dan untuk menyelesaikan kembali berbagai pertanyaan yang belum terpecahkan; 2. Meminta, dalam hal ini, Iran harus menunda segala aktivitas yang berhubungan dengan pengayaan dan pemrosesan ulang, termasuk penelitian dan pengembangannya, untuk diperiksa IAEA; 3. Menyatakan tegas bahwa baik sebagian maupun keseluruhan, pemenuhan Iran yang diuji sesuai dengan persyaratan yang dibuat oleh IAEA akan memberikan kontribusi bagi upaya diplomatik, solusi negosiasi yang menjamin program nuklir Iran adalah bertujuan damai, menggarisbawahi keinginan masyarakat internasional untuk bekerja secara positif sebagai upaya penyelesaian, mendorong Iran, dalam penyesuaian syarat-syarat diatas, untuk terikat kembali dengan masyarakat internasional dan dengan IAEA, dan menekankan bahwa keterikatan tersebut akan bermanfaat bagi Iran; 4. Mendukung, dalam pendangan ini, proposal Cina, Perancis, Rusia, Inggris, Amerika Serkat dengan didukung oleh Dewan Perwakilan Uni Eropa sebagai suatu kesepakatan berjangka panjang yang menyeluruh dimana akan memperbolehkan perkembangan hubungan dan kerjasama dengan Iran didasarkan pada saling menghormati dan pembngunan kepercayaan internasional mengenai program nuklir Iran yang bersifat damai.S2006521; 5. Menyerukan semua negara melalui persetujuan otoritas hukum nasional dan peraturan-perundang-undangan dan konsisten tunduk kepada Hukum Internasional, untuk menggunakan kewaspadaan dan pencegahan pemindahan benda-benda, bahan-bahan, alat-alat, dan teknologi yang dapat memberikan kontribusi terhadap aktivitas pengayaan dan pemrosesan kembali dan program rudal balistiknya. 6. Menegaskan keputusannya agar Iran tidak melawan lagi proses yang menjadi wewenang IAEA; sangat mendukung aturan Dewan Gubernur IAEA, mengomentari dan mendukung Direktur Jenderal IAEA dan sekreatriatnya mengenai tugas dan upaya untuk memecahkan semua isu Iran yang masih belum terpecahkan dalam kerangka kerja Badan, menggarisbawahi perlunya IAEA melanjutkan tugasnya untuk mengklarifikasikan semua isu yang belum terpecahkan yang berhubungan dengan program nuklir Iran dan menyerukan Iran untuk bertindak menurut syarat-syarat dalam Protokol Tambahan dan untuk mengimplementasikan tanpa penundaan semua tindakan transparansi ketika IAEA memintanya untuk mendukung investigasinya; 7. Meminta hingga 31 Agustus laporan dari Direktur Jenderal IAEA terutama terkait Iran telah membangun secara penuh dan sebagian penundaan semua aktivitas yang sudah disebutkan dalam resolusi ini, baik dalam proses pemenuhan semua langkah yang diminta IAEA dan dengan syarat-syarat dalam resolusi diatas, kepada Dewan Gubernur dan secara paralel kepada Dewan Keamanan untuk menjadi pertimbangannya; 8. Menegaskan maksudnya, dalam hal Iran belum memenuhi resolusi setelah batas waktunya, kemudian untuk mengadopsi tindakan yang sesuai menurut Bab VII Pasal 41 Piagam PBB untuk membujuk Iran memenuhi resolusi ini dan persyaratan IAEA, dan menggarisbawahi keputusan-keputusan yang akan disyaratkan seharusnya ada tindakan tambahan bila perlu; 9. Mengkonfirmasi bahwa tindakan tambahan tidak perlu dalam hal Iran memenuhi resolusi ini. 10. Berdasarkan resolusi tersebut, maka Iran diberi batas waktu selama 30 hari atau hingga 31 Agustus 2006 untuk berpikir dan menghentikan ambisi nuklirnya. Dalam 30 hari ke depan IAEA akan terus mengawasi aktivitas nuklir Iran dan harus memberikan laporan pengawasannya kepada DK PBB. Isi dari resolusi 1696 berupa ancaman agar Iran mematuhi apa yang telah menjadi keputusan DK PBB dan belum sampai pada penerapan sanksi sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 41 dan 42 Piagam PBB. Meskipun demkian resolusi tersebut telah memiliki kedudukan yang kuat dan dijadikan landasan hukum bagi DK PBB untuk melakukan tindakan berikutnya yang lebih keras bila Iran tetap pada pendiriannya. 11. Sebagai salah satu negara anggota PBB, Iran harus mematuhi setiap keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh DK PBB berdasarkan Piagam PBB. Kewajiban anggota PBB adalah mematuhi segala ketentuan dalam piagam termasuk mempercayakan sepenuhnya tugas maupun wewenang DK PBB sebagai salah satu organ PBB dalam memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Penolakan dari Iran memungkinkan kekuatan veto yang dimiliki Rusia dan Cina tidak mungkin menang dalam pengambilan suara di pertemuan DK PBB karena hal tersebut dapat membentuk opini publik bahwa Iran benar- benar tidak menunjukkan upaya menyelesaikan permasalahan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia. Dalam perjalanannya, Resolusi DK PBB dianggap angin lalu oleh Iran hingga batas waktu yang diberikan. Iran tetap bersikukuh bahwa program nuklirnya bertujuan damai yakni untuk pembangkit tenaga listrik. Presiden Mahmoud Ahmadinejad pada hari Kamis tanggal 31 Agustus 2006, pernah bersumpah bahwa Iran tidak akan mundur sedikitpun dalam menghadapi intimidasi, bersamaan dengan perpanjangan batas waktu PBB bagi Teheran untuk menangguhkan operasi nuklirnya yang dianggap sensitif 53 Adanya kebuntuan dalam perundingan tidak hanya disebabkan oleh sikap Iran saja namun juga oleh adanya perbedaan pendapat para anggota tetap DK PBB. Perundingan Wakil Rusia untuk PBB, Vitali Churkin, menyatakan bahwa perbedaan pendapat yang mendasar soal sanksi yang diusulkan untuk Iran masih terus terjadi, sedangkan serangkaian masalah seperti penangguhan pengayaan uranium di Iran sudah menjadi kesepakatan bersama . Berdasarkan laporan IAEA bernomor Gov200653 tertanggal 31 Agustus 2006, Iran tetap tidak menghentikan aktivitas pengayaan dan pemrosesan ulang uranium sebagaimana disyaratkan dalam Resolusi 1696. Namun selanjutnya pada bulan September, Iran akhirnya bersedia untuk berdialog untuk menyelesaikan permasalahan nuklir di negeri Persia tersebut. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad tanggal 14 September 2006, menyatakan siap menerima persyaratan-persyaratan baru untuk perundingan mengenai program nuklir di negaranya Solopos, 15 September 2006:5. Pernyataan tersebut dapat memberikan sinyal terang upaya pencegahan DK PBB menerapkan sanksi ekonomi. Meski demikian, Iran hanya ingin bernegosiasi tanpa mau berkompromi mengenai hak-haknya untuk tetap melanjutkan program nuklirnya. Sikap tak mudah gentar dari Iran tersebut sering membuat perundingan mengalami kebuntuan. 54 53 Solopos, 1 September 2006,hlm:5 54 http:indonesian.irib.irarsip_beritadesember06141206.htm . Pernyataan tersebut disampaiakan seusai pertemuan membahas resolusi untuk mencegah aktivitas nuklir Iran yang diadakan lima negara anggota DK PBB ditambah Jerman atau kelompok 5+1 pada tanggal 13 Desember 2006. Para anggota DK PBB akhirnya pada tanggal 23 Desember 2006 mengadakan pertemuan yang ke-5612 dengan agenda membahas larangan pengembangbiakan nuklir non proliferation Iran sebagai kelanjutan dari pertemuan yang ke-5500 pada tanggal 31 Juli 2006 yang hasilnya berupa resolusi DK PBB 1696. Pertemuan yang dicatat dalam dokumen dengan nomor SPV 5612 tersebut dihadiri oleh semua anggota DK PBB ditambah perwakilan dari Iran, Javad Zarif dan perwakilan dari Jerman, Thomas Matussek. Adapun nama-nama wakil anggota DK PBB yang hadir adalah sebagai berikut: Tabel 2: Daftar Utusan Anggota DK PBB yang Hadir dalam Pertemuan tanggal 23 Desember 2006 Jabatan Nama Negara Presiden Mr. Al-Nasser Qatar Anggota Mr. Mayoral Argentina Mr. Wang Guangya Cina Mr. Gayama Kongo Ms. Løj Denmark Nana Effah-Apenteng Ghana Mr. Vassilakis Yunani Mr. Oshima Japan Mr. Ruiz Rosas Peru De La Sablière Perancis Mr. Churkin Rusia Mr. Burian Slovakia Sir Emyr Jones Parry Inggris Mr. Manongi Tanzania Mr. Wolff Amerika Serikat Dalam pertemuan tersebut, diadakan pemungutan suara yang hasilnya adalah kesemua perwakilan anggota DK PBB yang hadir menyatakan setuju mengenai pemberian sanksi kepada Iran. Pihak Amerika Serikat yang selama ini terus menekan DK PBB melalui Mr. Alejandro Wolff menyatakan bahwa Amerika Serikat berharap Iran dan semua anggota PBB secepatnya mengambil tindakan dibawah payung piagam PBB untuk mengimplementasikan apa yang disyaratkan resolusi 1737. Mr. Wolff juga berharap resolusi tersebut akan meyakinkan Iran mengenai jalan terbaik untuk menjamin keamanannya dan mengakhiri program persenjataan nuklirnya. Pernyataan yang hampir sama juga dikeluarkan 14 negara anggota DK PBB lainnya. Namun wakil Iran yang diundang dalam pertemuan tersebut, Javad Zarif menekankan bahwa penghentian aktivitas nuklir bukan solusi terbaik. Adapun isi dari Resolusi 1737 terlampir tersebut antara lain berisi perintah kepada Iran untuk segera menghentikan pengembangan kegiatan nuklirnya, termasuk penelitian dan pengembangan nuklir serta pembuatan reaktor air. IAEA ditugaskan untuk mengawasi pemberhentian kegiatan tersebut dan Dirjen IAEA harus memberi laporan dalam waktu 60 hari apakah Iran secara penuh mematuhi untuk menghentikan kegiatan nuklirnya. Dewan Keamanan menyatakan akan menghentikan sanksi jika Iran benar-benar menghentikan kegiatan-kegiatan pengembangan nuklirnya. Melalui resolusi tersebut, DK-PBB meminta semua negara untuk tidak mengirim Iran bahan- bahan ataupun teknologi yang memungkinkan negara pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad itu bisa mengembangkan program nuklir dan senjata. Resolusi 1737 juga akan membekukan aset-aset perusahaan dan perorangan Iran yang memiliki hubungan dengan program pengembangan senjata nuklir Iran. dan jika Iran tidak patuh, resolusi tersebut mengancam bahwa DK PBB akan menjatuhkan sanksi non-militer yang lebih keras kepada Iran. Dalam Annex resolusi terdapat daftar instansi-instansi maupun orang-orang yang diduga terlibat dalam pogram nuklir dan program rudal balistik. Resolusi 1737 di penghujung tahun 2006 tersebut menunjukkan kepada masyarakat internasional tentang sikap tegas DK PBB berdasarkan kewenangannya dalam menyikapi kasus nuklir Iran yang masih berlarut-larut terutama sepanjang tahun 2006 setelah melalui berbagai pedekatan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh DK PBB tersebut masih menggunakan pendekatan penyelesaian dengan jalan kekerasanpemaksaan namun belum sampai pada tingkat penggunaan kekuatan bersenjata sebagaimana yang telah tercantum dalam Bab VII Pasal 41 Piagam PBB. Batas akhir keharusan Iran untuk menaati resolusi 1737 yakni tanggal 21 Februari 2007 atau 60 hari setelah diumumkannya resolusi tersebut. Sesuai dengan amanat DK PBB melalui resolusi 1737, sehari setelah batas waktu berakhir, IAEA menggelar pertemuan untuk membahas hasil inspeksi tehadap Iran pasca diberlakukannya resolusi. Dalam Laporan IAEA bernomor GOV200708 tertanggal 22 Februari 2007, Direktur Jenderal IAEA Mohammad ElBaradai menyatakan bahwa Iran masih belum menghentikan aktivitas nuklirnya. Dengan adanya laporan terakhir dari IAEA tersebut, DK PBB berencana akan malakukan perundingan lagi guna membahas kelanjutan dari penyelesaian kasus nuklir Iran tersebut.

B. Faktor-Faktor yang Menghambat Tindakan DK PBB dalam Menyikapi