Latar Belakang Masalah Analisis Fungsi Dan Makna Verba Bentuk 「–Te Iku 」Dan 「–Te Kuru 」Dalam Novel ‘Piitaa Pan To Wendi’ [Piitaa Pan To Wendi] No Shousetsu No 「-Te Iku」 To 「-Te Kuru」 To Iu Doushi No Kinou To Imi No Bunseki
Salah satu cara agar dapat mengerti makna yang terkandung dalam suatu karya tulis asing dapat dilakukan dengan cara
mengalihbahasakannya ke dalam bahasa yang kita kuasai. Pengalihan bahasa ini disebut menerjemahkantranslation.
Salah satu langkah dalam proses terjemahan, selain perlu memperhatikan makna dari kata-katanya, perlu juga memperhatikan tata
bahasanya. Kata-kata adalah pertama, sebuah bunyi dan perpaduan bunyi yang keluar dari mulut seseorang ucapan, kedua, sebuah paduan atau
serangkai huruf yang membentuk sebuah makna dalam suatu bahasa tertentu Moeliono, 2005:513. Tata bahasa adalah pengetahuan dan
pelajaran mengenai pembentukan kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat Moeliono, 2005:1148.
Dalam bahasa Jepang terdapat sepuluh kelompok kelas kata yakni doushi ‘verba’, keiyoushi ‘ajektiva-i’, keiyoudoushi ‘ajektiva-na’, meishi
‘nomina’, fukushi ‘adverbia’, rentaishi ‘prenomina’, setsuzokushi ‘konjungsi’, kandoushi ‘interjeksi’, jodooshi ‘verba bantu’, dan joshi
‘partikel’, Sudjianto, 2007:15. Salah satu kelas kata yang paling produktif adalah doushi. Doushi
adalah verba yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk katsuyou dan bisa berdiri sendiri Sutedi,
2008:44. Banyak istilah yang menunjukkan jenis-jenis doushi tergantung pada dasar pemikiran yang dipakainya. Dalam Dedi Sutedi 2008:48
dinyatakan bahwa verba bahasa Jepang berdasarkan pada perubahannya digolongkan ke dalam tiga kelompok berikut.
1. Kelompok I godan-doushi
Verba kelompok ini disebut dengan godan-doushi, karena mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang,
yaitu A-I-U-E-O. Cirinya yaitu verba yang berakhiran huruf U, TSU, RU, BU, MU, NU, KU, GU, SU.
Contoh: 買う
ka-u membeli 立つ
ta-tsu berdiri 売る
u-ru menjual 遊ぶ
aso-bu bermain 読む
yo-mu membaca 死ぬ
shi-nu mati 書く
ka-ku menulis 泳ぐ
oyo-gu berenang 話す
hana-su berbicara 2.
Kelompok II ichidan-doushi Verba kelompok ini disebut ichidan-doushi, karena
perubahannya terjadi pada satu deretan bunyi saja. Contoh:
見る miru melihat
寝る neru tidur
食べる taberu makan
3. Kelompok III henkaku doushi
Verba kelompok III merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan dan hanya terdiri dari dua verba berikut.
する suru melakukan
くる kuru datang
Selain itu Terada Nakano dalam Sudjianto 2007:150 menyatakan bahwa jenis-jenis doushi adalah:
1. Fukugo Doushi
Fukugo doushi adalah doushi yang terbentuk dari gabungan dua kata atau lebih. Gabungan kata tersebut secara keseluruhan
dianggap satu kata Contoh: hanashiau ‘berunding’ doushi+doushi
2. Haseigo Toshite no Doushi
Di antara doushi ada juga doushi yang memakai prefiks atau doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan
menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Misalnya:
Samayou ‘mondar-mandir’ Bunnaguru ‘melayangkan tinju’
Samugaru ‘merasa dingin’ 3.
Hojo Doushi Hojo doushi adalah doushi yang menjadi bunsetsu tambahan.
Misalnya:
兄に数学を教えてもらう。 Ani ni suugaku o oshiete morau.
Saya belajar matematika dari kakak laki-laki saya. Verba yang juga termasuk hojo doushi adalah verba bentuk
「 –te
iku 」
dan 「
-te kuru 」
. Bentuk verba ini membentuk makna perpindahan dan perubahan.
Contoh: 1.
時間がないから、タクシーに乗っていきましょう。 Jikan ga nai kara, takushii ni notte ikimashou.
Karena tidak ada waktu, ayo kita pergi naik taksi. Verba bentuk
「 –te iku
」 pada contoh nomor 1 berfungsi untuk
menyatakan aktivitas pergi dan dengan cara apa aktivitas tersebut dilakukan. Makna dari bentuk
「 –te iku
」 dalam kalimat tersebut adalah
aktivitas pergi dengan naik taksi. 2.
バスは時間がかかるから、タクシーに乗ってきてください。 Basu wa jikan ga kakaru kara, takushii ni notte kite kudasai.
Karena naik bus akan memakan waktu, datanglah dengan naik taksi. Verba bentuk
「 –te kuru
」 pada contoh nomor 2 berfungsi
menyatakan aktivitas datang dengan cara apa. Makna bentuk 「
–te kuru 」
dalam kalimat tersebut adalah datang dengan naik taksi. 3.
雪が降ってきた。 Yuki ga futte kita
Salju sudah mulai turun. Verba bentuk
「 –te kuru
」 pada kalimat nomor 3 di atas berfungsi
menyatakan terjadinya suatu perubahan. Jadi makna verba bentuk 「
– te kuru
」 pada kalimat tersebut adalah turunnya salju yang
sebelumnya tidak ada. 4.
日本では子供の数がだ んだん減っていくだろ うといわれていま す。
Nihon de wa kodomo no kazu ga dandan hette iku darou to iwarete imasu.
Dikatakan bahwa jumlah anak-anak di jepang akan semakin menurun. Verba bentuk
「 –te iku
」 pada contoh nomor 4 berfungsi sebagai hal
yang akan berubah secara terus menerus hingga masa yang akan datang. Verba bentuk –
「 te iku
」 pada kalimat nomor 4 bermakna
akan terus menurunnya jumlah anak hingga masa yang akan datang. Dari contoh 1 sampai dengan contoh 4 bisa dilihat bahwa verba
bentuk 「
–te iku 」
dan 「
–te kuru 」
dapat membentuk makna yang berbeda-beda. Demikian juga verba bentuk
「 –te iku
」 dan
「 –te kuru
」 yang terdapat dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’. Novel ‘Piitaa Pan to
Wendi’ yang merupakan novel anak-anak berbahasa Inggris karya J.M Barrie dengan Judul asli ‘Peter and Wendy’ dan diterjemahkan ke dalam
bahasa Jepang oleh Momoko Ishii. Karena itulah penulis tertarik untuk
membahas tentang fungsi dan makna bentuk 「
–te iku 」
dan 「
–te kuru 」
dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’.