Jenis-Jenis Makna dalam Semantik
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; pinsil bermakna ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan air
bermakna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’.
Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat adanya proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi,
komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya dalam proses afiksasi
prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda
melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’; dengan
dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’. Contoh komposisi dapat dilihat pada kata sate ayam
tidak sama dengan kata sate madura. Sate ayam menyatakan asal bahan, sate madura menyatakan asal tempat.
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya makna kata
kepala pada kalimat-kalimat berikut Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
Beras kepala harganya lebih mahal dari beras biasa.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
b. Makna referensial dan non-referensial
Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu
oleh kata itu. Contohnya kata meja dan kursi, disebut
bermakna referesial karena kedua kata itu mempunyai referen
yaitu sejenis perabot rumah tangga.
Sedangkan kalau kata-kata itu tidak memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna non-referensial. Contohnya kata
karena dan tetapi tidak memiliki referen, jadi kata tersebut
bermakna non-referensial. Dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang termasuk kata penuh seperti meja dan kursi termasuk
kata-kata referensial, sedangkan yang termasuk kata tugas seperti preposisi, konjungsi, dan kata tugas lain adalah kata-
kata yag bermakna non-referensial. c.
Makna denotatif dan makna konotatif Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna
sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Misalnya
kata kurus bermakna denotatif ‘keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran normal’. Kata rombongan bermakna
denotatif ‘sekumpulan orang yang mengelompok menjadi satu kesatuan’.
Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatifyang berhubungan dengan nilai rasa dari
orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
Umpamanya kata kurus berkonotasi netral, artinya, tidak memiliki rasa yang mengenakkan. Akan tetapi kata ramping
yang sebenarnya bersinonim dengan kata kurus memiliki
konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan; orang akan
senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya kata kerempeng yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan kata
ramping, memiliki nilai rasa yang tidak mengenakkan; orang akan merasa tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.
d. Makna konseptual dan makna asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata kuda
memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat
yang biasa dikendarai’; dan kata rumah memiliki makna
konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’. Jadi, makna konseptual sesunggguhnya sama saja dengan makna leksikal,
makna denotatif, dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu
yang berada di luar bahasa. Misalnya kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian; kata merah
berasosiasi dengan ‘berani’ atau juga ‘paham komunis’; dan
kata buaya berasosiasi dengan ‘jahat’ atau juga ‘kejahatan’.
Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk
menyatakan konsep lain, yng mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan, atau ciri yang ada pada konsep asal kata
tersebut. Oleh Leech dalam Chaer 2007:294 ke dalam makna
asosiasi ini dimasukkan juga yang disebut makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolokatif. Makna
konotatif, termasuk dalam makna asosiatif adalah karena kata- kata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu.
Kata kerempeng, misalnya, berasosiasi dengan rasa tidak menyenangkan; dan kata ramping berasosiasi dengan rasa
yang menyenangkan. Makna stilistika berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan
sosial atau bidang kegiatan. Umpamanya, penggunaan kata
rumah, pondok, kediaman, kondominium, istana, vila, dan wisma, semuanya memberi asosiasi yang berbeda terhadap
penghuninya. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif
lebih nyata terasa dalam bahasa lisan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah
kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok digunakan untuk berpasangan dengan
kata tertentu. Misalnya kata tampan yang sesungguhnya bersinonim dengan kata cantik dan indah, hanya cocok atau
hanya berkolokasi dengan kata yang memiliki ciri ‘pria’. Maka,
dapat dikatakan pemuda tampan atau pangeran tampan, tetapi tidak dapat dikatakan gadis itu tampan.
e. Makna kata dan makna istilah
Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti.
Hal ini dapat dilihat dari contoh dalam bidang kedokteran, kata
tangan dan lengan digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Makna tangan adalah ‘pergelangan’, sedangkan
dalam bahasa umum tangan adalah ‘pergelangan sampai ke pangkal bahu’. Sebaliknya dalam bahasa umum tangan dan
lengan dianggap bersinonim sama maknanya.
BAB III ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA VERBA BENTUK
「 –TE IKU
」 DAN
「 –TE KURU
」 DALAM NOVEL ‘PIITAA PAN TO WENDI’