Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan dari perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami peningkatan maka perusahaan akan membuat peningkatan produksi dari para karyawan agar dapat mencapai target yang dibuat perusahaan sehubungan dengan permintaan pasar. Gordon dan Henifin dalam Muchinsky, 1997 menyatakan bahwa sistem shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi perusahaan sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga meningkat. Dengan demikian perusahaan akan mengatur jam kerja karyawan. Menurut Muchinsky 1997, jam kerja karyawan dibagi dalam dua waktu, yaitu jam kerja yang normal tradisional dan jam kerja shift. Jam kerja normal adalah jam kerja dimana karyawan diharuskan untuk bekerja penuh selama kurang lebih 8 jam sehari. Sedangkan jam kerja shift adalah jam kerja dimana karyawan memiliki periode tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk melaksanakan pekerjaan. Selanjutnya Riggio 1990 juga mengatakan bahwa karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari. Sedangkan yang dimaksud dengan periode tertentu adalah jangka waktu karyawan atau kelompok melakukan pekerjaan. Menurut Muchinsky 1997 pelaksanaan shift itu sendiri ada yang dalam satu shift dan ada shift yang berotasi. Dalam sistem kerja shift yang berotasi karyawan bekerja dua minggu pada shift pagi, dua minggu pada shift siang, dua minggu pada shift malam. Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam- macam perusahaan menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift yang masing-masing selama 8 jam, yaitu : 1 Shift pagi pukul 07.00 – 15.00; 2 Shift siang pukul 15.00 – 23.00; 3 Shift malam pukul 23.00 – 07.00. Menurut Muchinsky shfit kerja, selain berpengaruh terhadap peningkatan produksi perusahaan, ternyata juga membawa dampak yang kurang baik, terutama terhadap kesehatan karyawannya baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Keluhan psikologis yang dialami dan dikeluhkan karyawan adalah mereka merasa depresi, tidak puas terhadap jam kerja mereka, stress dan menjadi cepat marah. Menurut Bohle dan Tilley 2002, kerja dengan sistem shift memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi : kualitas hidup, kinerja, dan kelelahan. Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal ini berkaitan dengan masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur circardian rhytms, stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial individu. Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari kinerja mereka selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan tingkat absensi karyawan. Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Muchinsky 1997 mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan sistem shift mengalami banyak masalah psikologis yang dihubungkan dengan gangguan irama sirkulasi, bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme tertentu. Shift kerja ini mengganggu ritme tidur, makan dan pencernaan serta ritme bekerja karyawan, sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu makan dan mudah marah. Aamodt 1991 melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga memberikan pengaruh pada karyawan yang mempengaruhi hubungan dengan keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktifitas diwaktu luang. Hubungan keluarga dapat mengalami gangguan apabila pekerja memiliki waktu yang kurang dengan keluarganya dan tidak dapat melaksanakan tanggungjawab dan tugas-tugas yang berkaitan dengan keluarga. Shift kerja sering dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan jasa yang beroperasi dalam 24 jam, seperti rumah sakit, pompa bensin, pabrik, pemadam kebakaran, dan polisi Glueck, 1982. Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan dimana salah satu upaya yang dilakukan adalah mendukung rujukan dari pelayanan tingkat dasar, seperti puskesmas. Untuk itu, sebagai pusat rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat dasar, maka pelayanan Rumah Sakit perlu menjaga kualitas pelayanannya terhadap masyarakat yang membutuhkan. Dalam sejarah perkembangannya terdapat interaksi antara lingkungan dengan keadaan dalam rumah sakit. Perubahan-perubahan selalu terjadi pada masa lalu, masa sekarang dan masa mendatang yang selalu merubah sistem manejemen rumah sakit Trisnantoro, 2005. Menurut Lokakarya dalam Hidayat, 2008 Perawat merupakan tenaga profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini disebabkan karena tugas perawat mengharuskan kontak paling lama dengan pasien. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Menurut Hidayat 2008 peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya : fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen. Dalam fungsi independen, perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan sebagainya. Dalam fungsi dependen, perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Sedangkan dalam fungsi interdependen, dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya Hidayat, 2008. Perawat rumah sakit didominasi sebagian oleh tenaga kerja wanita, keterlibatan wanita yang sudah kentara tetapi secara jelas belum diakui di Indonesia membawa dampak terhadap peranan perempuan dalam kehidupan keluarga Indriyani, 2009. Perawat yang bekerja dan telah berumah tangga, mereka akan menjalani dua peran sekaligus. Menjalani dua peran sekaligus, sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga, tidaklah mudah. Dimana mereka harus mampu menyeimbangkan waktu, tenaga dan pikiran antara keluarga dan pekerjaan. Karyawan wanita yang telah menikah dan punya anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita yang belum menikah. Hal ini disebabkan, sebagai seorang wanita yang telah menikah, wanita memiliki tanggung jawab dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan sedangkan wanita yang belum menikah hanya mengurus dirinya sendiri. Konflik pekerjaan- keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga Frone Cooper, 1994. Perawat yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan, atau sering disebut sebagai konflik peran ganda wanita antara keluarga dan pekerjaan. Konflik antara pekerjaan dan keluarga dapat terjadi baik pada perempuan maupun pria. Penelitian Apperson dkk 2002 menemukan bahwa ada beberapa tingkatan konflik peran antara pria dan perempuan, perempuan mengalami konflik peran pada tingkat yang lebih tinggi dibanding pria. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih dihadapkan pada posisi dilematis antara peran keluarga family role dan peran pekerjaan work role. Hal ini terjadi karena wanita secara alamiah mengandung dan melahirkan anak sehingga tuntutan terhadap kewajiban memelihara anak menjadi lebih kuat dibandingkan laki-laki. Tuntutan peran keluarga membuat wanita harus lebih banyak memberikan perhatian kepada anak, suami, dan orang tua. Di sisi lain tuntutan karier, memberikan kesempatan yang luas bagi wanita untuk mengembangkan dirinya pada pekerjaan sehingga menjanjikan perolehan jabatan posisi yang lebih baik ataupun pendapatan yang lebih besar. Konflik pekerjaan dengan keluarga pada perempuan berperan ganda terjadi ketika wanita dituntut untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga dan dalam pekerjaan, dimana masing-masing membutuhkan waktu, dan energi dari perempuan tersebut Prawitasari, 2007. Konflik yang disebutkan diatas disebut sebagai work-family conflict. Work-family conflict adalah bentuk tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga Greenhaus Beutell, 1985. Work-family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemauan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya Frone, 1992. Greenhaus dan Beutell 1985 mengidentifikasi tiga jenis work-family conflict, yaitu : Time-based conflict, Strain-based conflict, dan Behavior-based conflict . Time-based conflict yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan keluarga atau pekerjaan dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya pekerjaan atau keluarga. Strain-based conflict yaitu terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya. Behavior-based conflict yaitu berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian pekerjaan atau keluarga. Dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaanya terdapat gangguan atau masalah-masalah yang berhubungan dengan faktor psikologis dalam diri wanita tersebut, misalnya wanita itu merasa bersalah telah meninggalkan keluarganya untuk bekerja, tertekan karena terbatasnya waktu dan beban pekerjaan terlalu banyak serta situasi kerja yang kurang menyenangkan. Keadaan ini akan mengganggu pikiran dan mental wanita ketika bekerja, sehingga produktifitasnya akan mengalami penurunan Indriyani, 2009. Stoner dan Charles 1990 menyatakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu : a Time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga. b Family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik. c Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang dirasakan semakin sedikit. d Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya. e Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang. Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi work-family conflict adalah Time pressure. Faktor ini merupakan bagian dari kondisi kerja yang dapat mengakibatkan work-family conflict yaitu shift kerja. Dimana shift kerja memiliki efek terhadap fisiologis kualitas tidur rendah, kapasitas fisik maupun mental turun, gangguan saluran pencernaan , psikologis, sosial maupun gangguan performasi kerja. Salah satu pengaruh shift dalam lingkungan sosial adalah berkurangnya interaksi dengan keluarga sehingga hal ini akan menimbulkan konflik dalam diri karyawan. Perawat yang telah menikah juga mengalami peran ganda. Peran ganda wanita yang telah menikah adalah peran di dalam keluarga, wanita tersebut juga berperan di dalam karirnya. Konflik pekerjaan-keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga Frone Cooper, 1994. Dalam hal ini perawat yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan, atau sering disebut sebagai konflik peran ganda wanita antara keluarga dan pekerjaan. Perawat yang bekerja dalam sistem shift akan sulit untuk membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja. Dengan demikian akan terjadi work-family conflict pada perawat. Menurut Meadow dalam Jiewell Siegall, 1990, jadwal kerja yang selalu bergantian tersebut ternyata berpengaruh buruk terhadap kesehatan, karena seperti yang biasanya diterapkan tidak memungkinkan bagi perawat menyesuaikan diri dengan pola kerja, tidur, dan makan yang tidak dikenalnya sebelum terjadi perubahan. Shift kerja juga dapat merusak kehidupan perawat dan membuat tambahan konflik dari pertentangan antara aktifitas kerja dan kehidupan di luar aktifitas kerja. Dalam hal ini penulis mengambil penelitian di salah satu perusahaan jasa yang menggunakan sistem shift yaitu Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan. Sistem shift yang digunakan di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pagi, shift siang dan shift malam, dimana setiap shift terdiri dari 8 jam. Shift pagi pukul 07.00 – 15.00, shift siang pukul 15.00 – 23.00, shift malam pukul 23.00 – 07.00. Berdasarkan uraian diatas membuat penulis ingin meneliti lebih mendalam lagi mengenai bagaimana gambaran work-family conflict pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan.

B. Permasalahan Penelitian