Perumusan Masalah Hipotesis Manfaat Penelitian

dapat dilakukan ulang terhadap pasien yang disertai dengan sinusitis akut maupun kronik. Talbot AR, 1997 Atas dasar tersebutlah maka kami dalam hal ini mencoba untuk melakukan kembali penelitian terhadap pengaruh dan efektifitas penggunaan cuci hidung dengan cairan hipertonik salin 3 yang dibandingkan dengan cairan normal salin 0,9 pada penderita rinosinusitis kronis. Dan untuk mengetahui sistem mukosiliar berjalan normal dapat dilakukan beragam pemeriksaan seperti pemeriksaan fungsi transportasi mukosiliar, ultrakstruktur silia, frekwensi denyut silia, dan pemeriksaan konsistensi atau kandungan palut lendir. Untuk menguji waktu TMS dapat digunakan partikel sakarin atau label radioaktif. Partikel kecil dari sakarin dapat ditempatkan pada mukosa hidung dan waktu dicatat sampai pasien merasakan manis yang pertama kalinya. Uji sakarin merupakan uji yang sederhana, tidak mahal, non-invasif dan merupakan gold standard untuk uji perbandingan. Jorissen, 2000; Sun SS, 2002 ; Havas T , 199 , Waguespack 1995

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah ada perbedaan waktu transportasi mukosiliar pada penderita rinosinusitis kronis setelah mendapat pembedahan bedah sinus endoskopi fungsional dengan adjuvan terapi cuci hidung dengan cairan isotonik NaCl 0,9 dibandingkan dengan cairan hipertonik NaCl 3. Universitas Sumatera Utara

1.3. Hipotesis

Waktu transportasi mukosiliar penderita rinosinusitis kronis setelah mendapat pembedahan bedah sinus endoskopi fungsional dengan adjuvan terapi cuci hidung cairan hipertonik NaCl 3 lebih cepat dibandingkan dengan cairan isotonik NaCl 0,9.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh dan manfaat adjuvan terapi cuci hidung cairan isotonik NaCl 0,9 dibandingkan dengan cairan hipertonik NaCl 3 terhadap waktu transportasi mukosiliar hidung pada pasien rinosinusitis kronis setelah dilakukan bedah sinus endoskopi fungsional.

1.4.2. Tujuan khusus

1.4.2.1. Untuk mengetahui rata-rata waktu transportasi mukosiliar pada penderita rinosinusitis kronis setelah mendapat pembedahan bedah sinus endoskopi fungsional dengan menggunakan adjuvan terapi cuci hidung cairan isotonik NaCl 0,9 1.4.2.2. Untuk mengetahui rata-rata waktu transportasi mukosiliar pada penderita rinosinusitis kronis setelah mendapat pembedahan bedah sinus endoskopi fungsional dengan menggunakan adjuvan terapi cuci hidung cairan hipertonik NaCl 3. Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Dapat digunakan sebagai standar pengobatan terhadap keberhasilan terapi dengan menggunakan adjuvan terapi cairan pencuci hidung dalam pengobatan rinosinusitis kronis setelah dilakukan bedah sinus endoskopik fungsional. 1.5.2. Diharapkan dapat sebagai informasi untuk pertimbangan terapi pada penatalaksanaan rinosinusitis kronis setelah mendapat pembedahan bedah sinus endoskopi fungsional. 1.5.3. Untuk pengembangan khasanah pengetahuan di bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung Dan Sinus Paranasal

2.1.1 Anatomi hidung

Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali tentang anatomi hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan. Soetjipto D Wardani RS,2007

2.1.1.1 Embriologi hidung

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka turbinate, dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. Walsh WE, 2002 Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares lubang hidung. Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.Walsh WE, 2002 Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Efektifitas Penggunaan Catatan Pantau Cairan Terhadap Keseimbangan Cairan pada Anak dengan Diare di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

0 51 76

Perbandingan ketepatan antara pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan sitologi sputum post-bronkoskopi secara fiksasi Saccomanno dalam membantu penegakan diagnosis kanker paru.

6 85 101

Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

1 30 110

Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis Dengan Kavum Nasi Normal

0 46 78

Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

2 60 60

Pengaruh Cuci Hidung dengan NaCl 0,9% Terhadap Peningkatan Rata-rata Kadar pH Cairan Hidung pada Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara

1 18 64

Pengaruh Cuci Hidung dengan NaCl 0,9% Terhadap Peningkatan Rata-rata Kadar pH Cairan Hidung pada Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara

0 0 14

Pengaruh Cuci Hidung dengan NaCl 0,9% Terhadap Peningkatan Rata-rata Kadar pH Cairan Hidung pada Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Perbedaan transpor mukosiliar pada pemberian larutan garam hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis

0 0 8

Pengaruh cuci hidung dengan NaCl 0,9 terhadap peningkatan rata-rata kadar pH cairan hidung

0 0 6