2.3. Senyawa Terpena
Nama terpena terpene diambil dari produk getah tusam, terpentin turpentine . Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya.
Senyawa terpena mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh penyambungan dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isoprena. Unit C-5 ini
dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isoprena {CH
2
=CCH
3
-CH=CH
2
}.
Harborne, 1987.
2.4. Senyawa Terpenoida
Istilah “terpenoida” di sini dipilih untuk semua senyawa yang terbentuk dari satuan isoprena tanpa memperhatikan gugus fungsi yang ada, sementara terpena mengacu
khusus ke hidrokarbon. Dengan kata lain, senyawa terpenoida dapat digambarkan sebagai sebuah terpena yang telah mengalami modifikasi, di mana kelompok -
kelompok metil dipindahkan atau dihapus, atau ditambahkan atom oksigen. Sebaliknya, beberapa penulis menggunakan istilah terpena lebih luas untuk
menyertakan mengistilahkan terpenoida.Robinson, 1995.
Kebanyakan senyawa terpenoida terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tidak terikat dengan senyawa-senyawa lain, tetapi banyak diantara mereka yang terdapat
sebagai glikosida, ester dari asam organik dan dalam beberapa hal terikat dengan protein. Sastrohamidjojo, 1996.
Isoprena Unit Isoprena
Kepala Ekor
Terpenoida terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap C
10
dan C
15
, diterpena yang lebih sukar menguap C
20
, sampai senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoida dan sterol C
30
, serta pigmen karotenoida C
40
. Harborne, 1987.
2.4.1. Biosintesa Senyawa Terpenoida
Secara umum biosintesa terpenoida dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu: 1.
Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat. Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A Ko-A melakukan kondensasi jenis
Claisen menghasilkan Asetoasetil Ko-A. Senyawa ini dengan Asetil Ko-A melakukan kondensasi jenis Aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan
pada asam mevalonat.
CH
3
COOH Asam asetat
CoA-SH CH
3
C-SHCoA O
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA O
O
CH
3
-C-SCoA O
CH
3
-C-SCoA O
+ Asetoasetil Ko-A
+ CoA-SH
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA O
O
Asetoasetil Ko-A + CH
3
-C-SCoA O
Asetil Ko-A CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA CH
2
-C-SCoA O
OH O
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA CH
2
-C-SCoA O
OH O
H-OH CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA
O OH
O
CH
2
-C-OH + CoA-SH
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA
O OH
O
CH
2
-C-OH [ H ]
H
2
O
O OH
CH
2
-C-OH CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OH
Asam mevalonat
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprena akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester-, dan poli- terpenoida. Setelah asam mevalonat terbentuk, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi,
eliminasi asam posfat, dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil Pirofosfat IPP. Selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil Alil Pirofosfat DMAPP oleh enzim
isomerase. IPP inilah yang bergabung dari kepala ke ekor dengan DMAPP. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap
atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat mengasilkan Geranil Pirofosfat GPP yaitu senyawa antara bagi semua
senyawa monoterpenoida. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil Pirofosfat FPP yang
merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoida. Senyawa diterpenoida diturunkan dari Geranil – Geranil Pirofosfat GGPP yang berasal dari
kondensasi antara satu uni IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.
CH
3
-C-CH
2
-C-O
-
O OP
CH
2
-CH
2
-OPP O
OH
CH
2
-C-OH CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OH
Asam mevalonat ATP
3 tahap dekarboksilasi
CH
2
=C-CH
2
-CH
2
-OPP CH
3
CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OPP CH
2
Isopentenil Pirofosfat
IPP
CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OPP
CH
2
enzim isomerase CH
3
-C=CH-CH
2
-OPP
CH
3
Dimetil Alil Pirofosfat DMAPP
OPP IPP
+ OPP
DMAPP OPP
Geranil Pirofosfat GPP
+ OPP
GPP OPP
IPP
OPP Farnesil Pirofosfat FPP
+ OPP
IPP
OPP Geranil - Geranil Pirofosfat GGPP
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau unit C-20 menghasilkan
triterpenoida dan steroida.
Triterpenoida C
30
dan tetraterpenoida C
40
berasal dari dimerisasi C
15
atau C
20
dan bukan dari polimerisasi terus-menerus dari unit C-5. Yang banyak diketahui ialah
dimerisasi FPP menjadi skualena yang merupakan triterpenoida dasar dan sumber dari triterpenoida lainnya dan steroida. Siklisasi dari skualena menghasilkan tetrasiklis
triterpenoida lanosterol. Pinder, 1960.
OPP Farnesil Pirofosfat FPP
skualena
2.4.2. Klasifikasi Senyawa Terpenoida
Senyawa terpenoida dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan utama terpenoida, yaitu :
Jumlah satuan isoprena
Jumlah karbon
Golongan Jenis utama dan
sumbernya
1
2 3
4
5 6
C
5
C
10
C
15
C
20
C
25
C
30
hemiterpenoida
monoterpenoida seskuiterpenoida
diterpenoida
sesterterpenoida triterpenoida
Tersebar luar misalnya dalam
Valeriana sp. ataupun Geranium sp.
minyak atsiri minyak atsiri
asam diterpena damar tumbuhan Giberalin
resin sterol,triterpena,saponin,
2.4.2.1. Hemiterpenoida
Hemiterpenoida adalah anggota yang paling sederhana dari senyawa terpenoida. Senyawa ini merupakan hasil akhir metabolik yang dapat diisolasi karena jarang ada
yang stabil di alam,. Namun demikian, mereka yang terdapat dalam sel hidup merupakan senyawa yang sangat reaktif. Keberadaan asam tiglat dan angelat di alam
adalah salah satu contoh sumber senyawa dari golongan hemiterpenoida.
H CH
3
COOH CH
3
C=C Asam angelat
H CH
3
COOH CH
3
C=C Asam tiglat
tersebar luas,misalnya Geranium sp tersebar luas, mialnya Archangelica officinalis
2.4.2.2. Monoterpenoida
Monoterpenoida terbentuk dari dua satuan isoprena atau mempunyai sepuluh atom karbon C
10
. Monoterpenoida merupakan cairan tanwarna, tidak larut dalam air, dapat disuling uap, berbau harum, dan titik didih antara 140 – 180
C. Beberapa senyawa bersifat optis aktif.
Senyawa golongan ini telah diketahui sejak bertahun – tahun sebagai komponen minyak esensial dari tumbuhan tingkat tinggi. Kebanyakan peneliti
berpendapat bahwa fungsi terpenoida tingat rendah lebih bersifat ekologi ketimbang fisiologi dalam tumbuhan. Banyak senyawa ini yang menghambat pertumbuhan
tumbuhan pesaingnya dan dapat juga bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun terhadap hewan tingkat tinggi.
8 n
C
40
Cn tetraterpenoida
politerpenoida glikosida jantung
zat warna karoten Karet alam
Rangka monoterpenoida meliputi asiklik, monosiklik, dan bisiklik seperti contoh di bawah ini:
CH
3
CH
3
CH
2
CH
C H
2
C H
2
C C
CH
CH
2
mirsena
asiklik monosiklik
p-mentana fenkana
bisiklik
2.4.2.3. Seskuiterpenoida
Seskuiterpenoida adalah senyawa C
15
, biasanya dianggap berasal dari tiga satuan isoprena. Seperti monoterpenoida, seskuiterpenoida terdapat sebagai komponen
minyak esensial yang tersuling uap. Senyawa golongan ini memiliki titik didih 200
C dan berperan penting dalam memberi aroma pada buah.
Secara kimia, seskuiterpenoida juga dipilah – pilah berdasarkan kerangka karbon dasarnya seperti monoterpenoida. Umumnya terdiri atas seskuiterpenoida asiklik
misalnya farnesol, seskuiterpenoida monosiklik misalnya elemol, dan seskuiterpenoida bisiklik misalnya β – selinena. Tetapi, dalam setiap golongan
dikenal banyak senyawa yang berbeda.
Setelah penelitian lebih lanjut, seskuiterpenoida dapat juga diklasifikasikan terhadap ada tidaknya gugus lakton dalam struktur senyawa golongan
seskuiterpenoida tersebut. Seskuiterpenoida lakton ini mendapat perhatian khusus untuk diteliti lebih lanjut karena kemampuannya sebagai alergen. Rasanya kadang –
kadang pahit atau pedas. Contoh dari seskuiterpenoida lakton ini yaitu santonin.
O O
O
Santonin
2.4.2.4. Diterpenoida
Diterpenoida merupakan senyawa C
20
atau yang berasal dari empat satuan isoprena. Umumnya bertitik didih tinggi, itu sebabnya diterpenoida tidak ditemukan dalam
minyak atsiri tumbuhan meskipun hal tersebut bisa jadi mungkin untuk yang bertitik didih rendah. Senyawa golongan ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom,
dan dalam resin sisa penyulingan minyak atsiri.
Senyawa golongan diterpenoida yang tersebar luas di alam ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk
ester dalam molekul klorofil.
CH
2
OH
fitol
Diterpenoida dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik, dan tetrasiklik. Sedangkan kelasnya dapat dibagi atas tiga, yaitu:
a. diterpenoida damar berguna sebagai pelindung ketika dikeluarkan sebagai eksudat dari kayu pepohonan
atau sebagai getah tumbuhan herba. Contoh: asam abietat.
b. diterpenoida racun diterpenoida racun ialah gravanatoksin, umumnya terdapat dalam daun jenis
Rhododendron. Daun tersebut beracun oleh adanya senyawa gravanatoksin – 1.
c. giberelin merupakan golongan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan. Asam giberelat
adalah yang paling dikenal dari golongan ini.Sastrohamidjojo, 1996.
2.4.2.5. Sesterterpenoida
Sesterterpenoida merupakan senyawa terpenoida yang terdiri atas lima unit molekul isoprena C
25
. Sesterterpenoida sangat jarang terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi, meskipun memang ada 80. Ada kerumitan yang sangat meningkat dari senyawa
diterpenoida sampai triterpenoida. Kedua hal inilah yang membuat golongan senyawa sesterterpenoida jarang dibicarakan. Contoh dari senyawa golongan ini adalah
ofiobolin.
OH O
ofiobolin
Robinson, 1995.
2.4.2.6. Triterpenoida
Triterpenoida merupakan salah satu golongan senyawa terpenoida yang rantainya dibentuk oleh enam unit molekul isoprena atau mempunyai atom karbon sebanyak C
30
pada kerangka dasarnya. Berupa senyawa tidak berwarna, seringkali bertitik leleh tinggi dan optis aktif, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan
kimianya.Harborne, 1987.
Senyawa triterpenoida di alam terdapat pada tumbuhan dan hewan. Umumnya tersebar luas dalam damar, gabus, dan kutin pada tumbuhan. Mereka terutama terdapat
dalam famili Rutaceae, Meliaceae, dan Simaroubaceae. Sedangkan pada hewan, misalnya terdapat pada minyak hati ikan hiu hidrokarbon skualena diisolasi untuk
pertama kalinya. Karena senyawa ini dianggap sebagai senyawa-antara dalam biosintesis steroida, senyawa ini harus dibuat sekurang-kurangnya dalam jumlah kecil
oleh semua makhluk yang mensintesis steroida.Manitto, 1992.
Berdasarkan bentuk dan keadaan senyawa triterpenoida, maka senyawa ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Senyawa steroida sterol
Merupakan salah satu golongan senyawa triterpenoida yang berstruktur dasar cincin siklopentana perhidrofenantrena. Contoh : Stigmasterol.
H
3
C CH
3
C
2
H
5
H
3
C
HO CH
3
CH
3
Stigmasterol
b. Senyawa triterpena
Di dalam senyawa triterpenoida ini terdapat dalam bentuk asiklik dan siklik, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
b.1. Triterpena asiklik, tidak mempunyai cincin tertutup pada strukturnya. Contoh: Skualena, senyawa ini berupa kristal yang tidak berwarna, mempunyai titik leleh
tinggi, dan bersifat optis aktif. b.2. Triterpena trisiklik, mempunyai tiga cincin tertutup pada struktur molekulnya.
Contoh: Ambrein. b.3. Triterpena tetrasiklik, mempunyai empat cincin tertutup pada struktur
molekulnya. Contoh: Lanosterol, senyawa ini merupakan golongan tetrasiklis yang memiliki rangka perhidroksiklopentanofenantren dan dapat dianggap sebagai
intermediate dan berhubungan erat dengan struktur sterol.
b.4.Triterpena pentasiklik, mempunyai lima cincin tertutup pada struktur molekulnya. Senyawa ini terdapat pada tumbuh – tumbuhan yang terikat dengan senyawa –
senyawa gula yang disebut dengan triterpen glikosida.
c. Saponin Merupakan glikosida dari gabungan triterpena dan sterol. Bila senyawa ini dihidrolisis
akan menghasilkan suatu senyawa aglikon saponin steroida dan glikosida gula . Saponin larut dalam air dan biasanya berasa pahit. Contohnya : Stigmasteril-
β-D- glukopiranosida.Rahman, 1990.
d. Glikosida jantung kardenolida Merupakan salah satu golongan triterpenoida yang kerangka dasarnya sama dengan
triterpenoida dan steroida, tetapi pada atom C
17
berikatan langsung dengan senyawa glikosida atau senyawa turunan furan. Kebanyakan glikosida jantung adalah racun.
Contoh : Oleandrin.Sastrohamidjojo, 1996.
2.4.2.7. Tetraterpenoida
Tetraterpenoida terdiri atas delapan unit isoprena atau kerangka dasarnya terdiri atas 40 atom karbon C
40
. Tetraterpenoida yang paling dikenal adalah karotenoida. Karotenoida tersebar luas pada tumbuhan misalnya pada famili Compositae dan
merupakan golongan pigmen yang larut dalam lemak. Pada hewan, suatu karotenoida khusus, yaitu β – karotena, merupakan makanan yang diperlukan karena ia merupakan
sumber vitamin A, yaitu suatu isoprenoida alkohol C
20
. Vitamin A diperoleh setelah β – karotena tadi mengalami hidrasi dan molekulnya terpecah dua.
Karotenoida yang terkenal ialah hidrokarbon tak jenuh turunan likopena atau turunan likopena teroksigenasi, yang dikenal sebagai xantofil.
2.4.2.8. Politerpenoida
Politerpenoida terdiri atas lebih dari delapan unit isoprena atau kerangka dasarnya terdiri atas lebih dari 40 atom karbon. Contohnya karet alam.
karet alam
2.5. Teknik Pemisahan
2.5.1. Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, partisi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan
dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai
pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya : n–heksana, eter, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya
pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotavapor.Harborne, 1987.
Beberapa penelitian mengenai isolasi senyawa terpenoida sudah pernah dilakukan menggunakan metoda partisi, antara lain:
1. Isolasi senyawa triterpenoida dari lapisan dalam batang tumbuhan Diospyros
maritima dimaserasi dengan etanol, EtOH ditambahkan H
2
O lalu dipartisi dengan n-heksana. Lapisan yang diteruskan pengerjaannya adalah yang dari
fraksi etanolnya.Kuo, 1997. 2.
Isolasi senyawa diterpenoida diterpenoida baru dari buah Vitex rotundifolia dimaserasi dengan metanol Me-OH lalu dipartisi dengan n-heksana. Lapisan
yang kemudian di kromatografi kolom adalah yang dari lapisan metanolnya. Yamamoto, 2002.
3. Isolasi senyawa limonoida baru dari kulit batang tumbuhan Swietenia
mahagoni dipartisi dengan n-heksana untuk menghilangkan asam-asam
lemaknya terlebih dahulu, kemudian diekstraksi dengan etanol, lalu dipekatkan. Dilarutkan kembali dengan MeOH-H
2
O lalu dipartisi lagi dengan dietil eter. Lapisan dietil eter adalah yang diteruskan untuk dikromatografi
kolom.Iwagawa, 2003.
2.5.2. Kromatografi
Penjelasan terperinci tentang kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani Rusia yang bekerja di Warsawa. Pada tahun 1906, dia
mengumumkan cara pemisahan klorofil dan pigmen lainnya dalam suatu seri tanaman. Larutan eter petroleum yang mengandung cuplikan diletakkan pada ujung atas tabung
gelas sempit yang telah diisi dengan serbuk kalsium karbonat. Ketika ke dalam kolom itu dituangi eter petroleum maka akan terlihat bahwa pigmen-pigmen itu terpisah
dalam beberapa daerah. Setiap daerah bewarna itu diisolasi dan diidentifikasi senyawa penyusunnya. Adanya pita bewarna itu maka dia mengusulkan nama “kromatografi”
yang berasal dari bahasa Yunani “kromatos” yang berarti warna dan “graphos” yang berarti menulis.
Sekarang kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal
pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah - celah fasa diam. Gerakan fasa gerak menyebabkan
perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan.
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan teknik kromatografi. Kebanyakan berdasarkan pada macam fasa yang digunakan fasa gerak - fasa diam,
misalnya kromatografi gas dan kromatografi cairan. Cara pengelompokan lainnya berdasarkan mekanisme yang membuat distribusi fasa. Disini metoda kromatografi
sebagian dikelompokkan berdasarkan macam fasa yang digunakan dan sebagian lain berdasarkan pada mekanisme pada distribusi fasa.
Kromatografi cair-padat atau kromatografi serapan, ditemukan oleh Tswett dan dikenalkan kembali oleh Khun dan Lederer pada 1931, telah digunakan sangat
luas untuk analisis organik dan biokimia. Pada umumnya sebagai isi kolom adalah silika gel atau alumina yang mempunyai angka banding luas permukaan terhadap
volume sangat besar. Sayangnya hanya ada beberapa bahan penyerap, maka pemilihannya sangat terbatas. Keterbatasan yang lebih nyata pada kenyataan bahwa
koefisien distribusi untuk serapan kerap kali tergantung pada kadar total. Hal ini akan menyebabkan pemisahan tidak sempurna.
Kromatografi cairan-cairan atau kromatografi partisi, dikenalkan oleh Martin dan Synge pada 1941, dan kemudian mendapatkan hadiah Nobel untuk itu. Fasa diam
terdiri atas lapisan tipis cairan yang melapisi permukaan dari padatan inert yang berpori-pori. Ada banyak macam kombinasi cairan yang dapat digunakan sehingga
metode ini sangat berguna. Lebih lanjut, koefisien distribusi sistem ini lebih tidak tergantung pada kadar, memberikan pemisahan yang lebih tajam.
Kromatografi gas-padat, digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan gas. Pada waktu dulu teknik ini tidak berkembang karena keterbatasannya yang sama
seperti halnya kromatografi cairan-padat, tetapi penelitian lebih lanjut dengan macam fasa padat baru memperluas penggunaan teknik ini.
Kromatografi gas-cairan merupakan metoda pemisahan yang sangat efisien dan serba guna. Teknik ini telah menyebabkan revolusi dalam Kimia Organik sejak
dikenalkan pertama kali oleh James dan Martin pada tahun 1052. Hambatan yang paling utama adalah bahan cuplikan harus mempunyai tekanan uap paling tidak
beberapa torr pada suhu kolom. Sistem ini sangat baik sehingga dapat dikatakan sebagai metoda pilihan dalam kromatografi karena dapat memisahkan dengan cepat
dan peka.Sudjadi, 1986.
2.5.2.1. Kromatografi Lapisan Tipis
Kromatografi Lapisan Tipis KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif.
Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.
Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa
diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap kromatografi cair - padat atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair
kromatografi cair - cair. Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem
kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel asam silikat, alumina aluminium oksida, kieselgur
tanah diatomik, dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut.
Kromatogram pada kromatografi lapis tipis merupakan noda – noda yang terpisah setelah divisualisasi dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi cara fisika
yaitu dengan melihat noda kromatogram yang mengadsorbsi radiasi ultraviolet atau berfluorosensi dengan radiasi ultraviolet pada
λ = 254 nm atau λ = 356 nm. Visualisasi dengan cara kimia adalah dengan mereaksikan kromatogram dengan
pereaksi warna yang memberikan warna atau fluorosensi sensitif. Visualisasi cara kimia ini dilakukan dengan cara penyemprotan dengan atomizer atau memberikan zat
uap kimia pada kromatogram atau dengan pencelupan kedalam pereaksi penampak warna.
Pada kromatografi lapis tipis, dikenal istilah atau pengertian Rf untuk tiap – tiap noda kromatogram yang didefenisikan sebagai berikut :
Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal
Jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal
Faktor – faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf yaitu:
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
3. Tebal dan kerataan lapisan penyerap
4. Pelarut dan derajat kemurniannya fasa gerak
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang dilakukan
6. Teknik percobaan
7. Jumlah cuplikan yang digunakan
8. Suhu
9. Keseimbangan
Sastrohamidjojo, 1985.
2.5.2.2. Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi gravitasi atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan
keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-
kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali.
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam
atau bahkan tabung plastik. Pelarut fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita
senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.Gritter, 1991.
2.5.3. Preparatif
2.5.3.1. Preparatif Kromatografi Lapis Tipis
Pelat lapis tipis preparatif memungkinkan pengerjaan memisahkan sampel yang sangat beragam dalam ukuran dari gram hingga ke miligram. Tersedia dengan atau tanpa
indikator fluoresensi, pelat kromatografi lapis tipis KLT unutk preparatif tersedia dari ukuran paling tipis 0.5 cm dan paling tebal 2 cm. Pelat ini juga menggunakan
teknologi pengikat silika Merck yang telah terbukti seperti pada pelat KLT analitis. Pada preparatif KLT, sampel umumnya diaplikasikan sebagai suatu pita di sepanjang
seluruh lebar pelat. Deteksi UV digunakan hampir secara eksklusif untuk membuat substansi nampak. Untuk mengisolasi substansi dengan ekstraksi, cukup dengan
mengelupas titik tersebut dari lapisan.
2.6. Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang
fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. Muldja, 1955 .
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul. Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.
Pavia, 1979 .
2.6.1. Spektrofotometri Inframerah Fourier Transform - Infra Red FT - IR
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapannya kurang dari 100 cm
-1
panjang gelombang lebih daripada 100
µm diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran.Silverstein, 1984.
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vibrasi regang stretching dan vibrasi lentur bending vibrations.
1. Vibrasi Regang
Terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara terus- menerus. Vibrasi regang ada dua macam, yakni vibrasi regang simetris dan tak
simetris. 2.
Vibrasi Lentur Terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang scissoring dan rocking dan vibrasi luar bidang wagging dan twisting.Noerdin, 1985.
Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah. Medan listrik yang berganti-ganti,
yang dihasilkan oleh perubahan penyebaran muatan yang menyertai getaran menjodohkan getaran molekul dengan medan listrik pancaran elektromagnet yang
berayun.Silverstein, 1984.
2.6.2. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton Nucleic Magnetic Resonance Proton
1
H-NMR
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Nuclear Magnetic Resonance, NMR merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen.Cresswell, 1982
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR.
Bernasconi, 1995.
Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu : 1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan
spektrum puncak tunggal yang kuat. 2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam
larutan sampel dalam pelarut CDCl
3
atau CCl
4
.
Boleh dikatakan semua senyawa organik memberikan resonansi bawah medan terhadap TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektro positif dibandingkan atom
C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam, tidak bercampur dengan H
2
O ataupun air berat.Muldja, 1955.
BAB 3
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat – Alat
1. Alat pengering Memmers
2. Alat pengukur titik lebur Fisher
3. Batang pengaduk 4. Bejana KLT
5. Bejana preparatif KLT 30 x 15 cm
6. Botol vial 7. Corong pisah
500 ml Pyrex
8. Corong saring Pyrex
9. Ekstraktor 2,5 l
Schott Duran 10. Gelas ukur
50 ml 500 ml Pyrex
11. Gelas beaker 250 ml
Pyrex 12. Gelas erlenmeyer
150 ml 250 ml Pyrex
13. Kapas 14. Kertas aluminium
7,6 m x 300 mm Total Wrap 15. Kolom kromatografi
Pyrex 16. Labu alas
1 l Schott Duran
17. Labu takar 100 ml
Schott Duran 18. Lampu UV
254 nm 356 nm UVGL 58 19. Neraca analitis
Mettler AE 200 20. Penangas air
Büchi B-480 21. Pipet tetes
22. Pelat KLT Merck Kieselgel 60 F
254
23. Pelat preparatif KLT Merck Kieselgel 60 F
254
24. Rotavapor Büchi R-114
25. Spatula 26. Spektrofotometer FT – IR
Shimadzu 27. Spektrometer
1
H – NMR Jeol Delta2 NMR-500MHz
28. Statif dan klem 29. Tabung reaksi
Pyrex 30. Vakum
Büchi B-169
3.2. Bahan – Bahan
1. Kulit buah mahoni S. mahagoni L. Jacq
2. Metanol Me-OH
Teknis 3.
N – heksana p. a. E. Merck
4. Etil asetat EtOAc
p. a. E. Merck 5.
Aseton p. a. E. Merck
6. Kloroform CHCl
3
p. a. E. Merck 7.
Aquadest 8.
Silika gel 40 E. Merck
9. Pereaksi CeSO
4
1 dalam H
2
SO
4
10 10.
Pereaksi Salkowsky H
2
SO
4p
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyediaan sampel
Sampel yang diteliti adalah kulit buah mahoni S. mahagoni L. Jacq yang diperoleh dari satu pohon mahoni S. mahagoni L. Jacq. yang terletak di sekitar
Laboratorium Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Kulit – kulit buah tersebut dihaluskan lalu dikeringkan di udara
terbuka dalam suhu kamar sampai mengering sehingga diperoleh serbuk kulit buah
mahoni S. mahagoni L. Jacq. sebanyak 1000 g.
3.3.2. Uji Skrining Fitokimia
Dilakukan uji pendahuluan terhadap serbuk kulit buah mahoni S. mahagoni L. Jacq. untuk mengetahui senyawa – senyawa fitokimia apa saja yang terdapat di
dalamnya dan memperkuat latar belakang isolasi senyawa terpenoida dalam kulit buah ini. Uji pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi warna.
Prosedur : 1.
Serbuk kering kulit buah mahoni S. mahagoni L. Jacq. diambil ± 10 g,
dimaserasi dengan metanol dan didiamkan selama ± 4 jam dalam suhu kamar lalu disaring dan diambil filtratnya. Ekstrak metanol yang diperoleh
dibagi kedalam 2 tabung reaksi. 2.
Kedua tabung reaksi tersebut ditambahkan masing-masing pereaksi: Tabung I
: dengan pereaksi CeSO
4
1 dalam H
2
SO
4
10 menghasilkan larutan coklat. Hal ini menunjukkan positif
terpenoida. Tabung II
: dengan pereaksi Salkowsky H
2
SO
4p
menghasilkan larutan merah . Hal ini menunjukkan positif terpenoida.
3.3.3. Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari Kulit Buah Mahoni S. mahagoni L. Jacq.
Serbuk kulit buah mahoni S. mahagoni L. Jacq yang telah dihaluskan ditimbang
sebanyak 1000 g kemudian dimaserasi dengan metanol sebanyak 12,5 L selama ± 15 hari, kemudian ditampung dan dipekatkan dengan rotavapor sehingga diperoleh
ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol tersebut dipartisi berulang-ulang dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan
kembali dengan rotavapor sehingga diperoleh ekstrak pekatlapisan metanol sebanyak 13 g.
3.3.4. Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Analisis kromatografi lapis tipis dimaksudkan untuk mencari sistem fasa gerak eluen yang sesuai di dalam analisis kromatogafi kolom. Fasa gerak yang digunakan adalah
campuran n – heksana : EtOAc dengan variasi perbandingan 90:10
v v
, 80:20
v v
, 70:30
v v
, dan 60:40
v v
. Sedangkan fasa diamnya adalah silika gel Kieselgel 60 F
254
Merck.
Prosedur : Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak 90:10
v v
dalam bejana kromatografi. Ditotolkan ekstrak pekat lapisan metanol pada pelat KLT yang telah diaktifkan. Pelat
dimasukkan ke dalam bejana yang berisi pelarut yang dijenuhkan, kemudian ditutup. Setelah dielusi, pelat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Noda yang terbentuk
diamati dibawah sinar UV, kemudian dihitung harga Rf dan dicatat. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n- heksana : EtOAc selanjutnya 80:20
v v
, 70:30
v v
, dan 60:40
v v
.
Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam kulit buah mahoni S.
mahagoni L. Jacq terdapat senyawa terpenoida dan hasil pemisahan yang baik
diberikan pada fasa gerak n – heksana : EtOAc 70 : 30
v v
. LAMPIRAN C
3.3.5. Pemisahan Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Kolom
Isolasi senyawa terpenoida dengan kromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel 40 E. Merck dan fasa gerak n – heksana : EtOAc dengan perbandingan 90:10
v v
, 80:20
v v
,70:30
v v
,60:40
v v
, selanjutnya etil asetat 100, dan terakhir metanol 100.
Prosedur: Dirangkai peralatan untuk kromatografi kolom, kemudian dibuburkan silika
gel 40 E. Merck sebanyak 300 g dengan n - heksana, diaduk sampai homogen dan dimasukkan kedalam kolom kromatografi. Lalu dielusi dengan n – heksana 100
hingga bubur silika gel memadat dan homogen di dalam kolom. Selanjutnya dimasukkan 13 g ekstrak pekat lapisan metanol yang telah diperoleh sebelumnya dan
telah dibuburkan dengan silika gel E. Merck sebanyak 30 g. Sampel dielusi dengan n – heksana 100 . Lalu ditambahkan fasa gerak n – heksana : EtOAc 90:10
v v
secara perlahan-lahan ke dalam kolom, diatur sehingga aliran fraksi keluar dari kolom
kromatografi bergerak secara kontinu dan ditampung tiap fraksi dalam botol vial masing-masing sebanyak 12 ml. Dinaikkan kepolaran dengan menambahkan fasa
gerak n – heksana : EtOAc 80:20
v v
, 70:30
v v
, dan 60:40
v v
secara berturut – turut. Fraksi-fraksi dengan Rf yang sama digabungkan. Selanjutnya sisa komponen –
komponen senyawa yang masih ada di dalam kolom, dielusi dengan etil asetat 100, dan terakhir metanol 100. Tiap –tiap fraksi yang ditampung selanjutnya dianalisis
KLT menggunakan campuran pelarut n-heksana : etil asetat 70 : 30
v v
dan diuji dengan CeSO
4
1 dalam H
2
SO
4
10, lalu diuapkan hingga diperoleh senyawa hasil isolasi berbentuk amorf.
3.3.6. Pemisahan Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif
Isolasi senyawa terpenoida dengan KLT preparatif dilakukan karena hasil analisis KLT dari amorf yang diperoleh dengan kromatografi kolom menunjukkan hasil yang
belum murni.
Prosedur: Amorf yang diperoleh dari isolasi dengan kromatografi kolom dilarutkan
kembali dengan Me-OH lalu dianalisis KLT untuk mengetahui apakah senyawa yang diperoleh sudah murni atau belum sekaligus mencari fasa gerak yang sesuai untuk
preparatif KLT. CHCl
3
: EtOAc 70 : 30
v v
adalah fasa gerak yang menunjukkan pemisahan paling baik untuk selanjutnya digunakan untuk menjenuhkan bejana KLT
preparatif. Sedangkan amorf yang telah dilarutkan tadi ditotolkan secara perlahan – lahan dan sama rata disepanjang tepi bawah pelat KLT yang telah diaktifkan. Pelat
dimasukkan kedalam bejana yang berisi pelarut yang dijenuhkan, kemudian ditutup. Setelah dielusi, pelat dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan hasilnya diperiksa di
bawah sinar UV. Tiap zona diberi tanda dan dikeruk lalu dielusi dengan metanol
100. Hasil elusi diuapkan hingga diperoleh amorf. Pemisahan dengan cara ini dilakukan tidak hanya pada amorf dari fraksi 1-115, tetapi juga dari fraksi EtOAc.
3.3.7. Pemurnian
Pemurnian bertujuan memisahkan amorf yang mengandung senyawa terpenoida dari pengotor – pengotor yang kemungkinan masih bercampur.
Prosedur : Amorf yang diperoleh dari isolasi dengan KLT preparatif dilarutkan kembali
dengan EtOAc, diaduk hingga semua amorf larut sempurna. Kemudian ditambahkan n – heksana secara perlahan – lahan hingga pembentukan kembali senyawa yang lebih
murni dari sebelumnya dan jatuh di dasar wadah. Didekantasi larutan bagian atas wadah. Lalu diuapkan sisa pelarut dari amorf hingga diperoleh amorf yang benar –
benar bebas dari pelarut.Jacobs, 1974. Pemurnian dengan cara ini dilakukan tidak hanya pada amorf dari fraksi 1-115, tetapi
juga dari fraksi EtOAc.
3.3.8. Analisis Senyawa Hasil Isolasi
3.3.8.1. Uji Kemurnian Amorf dengan Kromatografi Lapis Tipis dan Uji Reaksi Warna dengan Pereaksi Terpenoida
Uji kemurnian amorf yang diperoleh dengan KLT menggunakan fasa diam Kieselgel 60 F
254
Merck dan fasa gerak CHCl
3
: EtOAc 70 : 30
v v
.
Prosedur : Diambil sedikit amorf yang diperoleh lalu dilarutkan dengan aseton sekaligus
untuk mengetahui kelarutan amorf pada aseton sehingga dapat digunakan sebagai pelarut pada spektroskopi, kemudian ditotolkan pada pelat KLT:
1. Larutan fasa gerak CHCl
3
: EtOAc 70 : 30
v v
dimasukkan dalam bejana KLT. Pelat yang telah ditotolkan sampel dimasukkan kedalam bejana KLT dan
dibiarkan hingga fase gerak naik sampai batas atas yang telah ditentukan. Selanjutnya pelat dikeluarkan dari bejana KLT, dikeringkan dan noda yang terlihat
di bawah sinar UV berwarna coklat. Diberi tanda pada noda tersebut dan dihitung harga Rf.
2. Difiksasi noda pada pelat KLT tersebut dengan pereaksi CeSO
4
1 dalam H
2
SO
4
10.
LAMPIRAN E
3.3.8.2. Penentuan Titik Lebur
Amorf hasil isolasi yang telah murni dimasukkan ke dalam alat pengukur titik lebur, diatur suhu. Lalu diamati suhu sampai amorf melebur.
3.3.8.3. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
3.3.8.3.1. Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah FT-IR
Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
LAMPIRAN F
3.3.8.3.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H-NMR
Analisis alat Spektrometer
1
H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan
aseton sebagai pelarut.
LAMPIRAN G
3.4. Bagan Skrining Fitokimia
Diekstraksi maserasi dengan pelarut metanol Didiamkan selama ± 4 jam
Disaring
Dibagi kedalam 2 tabung reaksi
Ditambahkan Pereaksi Ditambahkan Pereaksi
CeSO
4
1 dalam H
2
SO
4
10 Salkowsky H
2
SO
4p
Diamati perubahan yang terjadi Diamati perubahan yang terjadi
± 10 g serbuk kering kulit buah mahoni S. mahagoni L. Jacq
Filtrat
Tabung I
Larutan coklat +
Tabung II
Larutan merah +
Residu
3.4. Bagan Penelitian