C. Berakhirnya Perjanjian
Tentang berakhirnya atau hapusnya perjanjian di terangkan dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa hapusnya atau berakhirnya perjanjian
di sebabkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut :
17
1. Karena ada pembayaran
Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhi perjanjian yang telah diadakan. Dengan adanya pembayaran oleh seorang debitur atau
pihak yang berhutang, berarti debitur telah melakukan prestasi sesuai perjanjian. Dengan di lakukannya pembayaran oleh debitur maka perjanjian kredithutang
menjadi hapus atau berakhir. Dalam pengertian perjanjian jual beli pembayaran mengandung arti pembayaran yang dilakukan pembeli di ikuti dengan penyerahan
barang oleh penjualnya. Yang dapat melakukan pembayaran bukan hanya debitur saja tetapi orang lain
yang kaitannya dengan pelaksanaan perjanjian. Menurut Pasal 1382 KUHPerdata yang dapat melakukan pembayaran atau pemenenuhan prestasi selain debitur yaitu :
a orang-orang yang berkepentingan, misalnya orang yang turut terutang atau
seorang penjamin hutang borg. b
orang yang tidak berkepentingan yang bertindak untuk dan atas nama debitur.
Hapusnya atau berakhirnya perjanjian terjadi otomatis jika pembayaran telah dilakukan. Dalam praktek perbankan berakhirnya perjanjian kredit karena
17
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pembayaran ini, sering bank sebagai kreditur mengeluarkan surat keterangan lunas atas hutangnya yang berfungsi untuk melakukan royal jaminan.
2. Penawaran pembayaran tunai di ikuti dengan penyimpanan atau penitipan
consignatie Prestasi debitur dengan melakukan pembayaran tunai yang di ikuti dengan
penitipan dapat mengakhiri atau menghapuskan perjanjian. Ketentuan pembayaran tunai yang di ikuti dengan penitipan ini prosedurnya di atur dalam Pasal 1404 sd
1412 KUHPerdata. Tetapi hanya berlaku untuk perjanjian yang prestasinya “memberi barang-barang bergerak” sedangkan untuk memberi barang tidak bergerak Undang-
Undang tidak mengaturnya. 3.
Novasi atau pembaruan utang Novasi merupakan salah satu cara untuk menghapuskan atau mengakhiri
perjanjian. Novasi atau pembaruan hutang adalah suatu perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama memunculkan perjanjian
baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal 1413 KUHPerdata menetapkan 3tiga macam cara untuk terjadinya novasi yaitu :
a Novasi subjektif aktif adalah suatu perjanjian yang bertujuan mengganti
kreditur lama dengan seorang kreditur baru. Misalnya bank A memberikan kredit atau pinjaman uang kepada seorang yang bernama Rafka. Bank A
sebagai kreditur menjual piutangnya kepada Bank B, maka disini terjadi pergantian kreditur Bank A di ganti Kreditur baru Bank B. Pergantian
kreditur dapat secara sepihak dilakukan kreditur tanpa sepengatahuan debitur.
Universitas Sumatera Utara
b Novasi subjektif pasif suatu perjanjian yang bertujuan mengganti debitur
lama dengan debitur baru dan membebaskan debitur lama dari kewajibannya, dapat juga di sebut dengan alih debitur. Misalnya bank A
memberi kredit kepada seorang bernama PT. Rafka. Karena PT. Rafka sebagai debitur tidak dapat atau tidak mampu melunasi hutangnya maka
Bank A mengadakan perjanjian dengan PT. Kemal untuk meneruskan kewajiban hutang Rafka, dengan demikian PT.Kemal berstatus sebagai
debitur baru menggantikan PT.Rafka. PT.Rafka sebagai debitur lama di bebaskan Bank A dari hutangnya.
c Novasi objektif suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur untuk
memperbaharui atau merubah objek atau isi perjanjian. Pembaruan objek perjanjian ini terjadi jika kewajiban prestasi tertentu dari debitur di ganti
dengan prestasi lain. Misalnya kewajiban menyerahkan suatu barang di ganti dengan menyerahkan uang.
Novasi harus dilakukan oleh pihak-pihak yang cakap hukum, artinya cakap untuk membuat perjanjian demikian di tentukan dalam Pasal 1414 KUHPerdata.
Keinginan untuk novasi harus dinyatakan dengan tegas. Novasi pada hakekatnya merupakan perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, maka perjanjian
ikutannya seperti hak tanggungan, gadai dan hak istimewa lainnya tidak ikut beralih kepada perjanjian baru kecuali di perjanjikan secara tegas dalam perjanjian novasi
bahwa perjanjian ikutannya seperti hak tanggungan, gadai, hak istimewa lainnya tidak hapus dan ikut beralih dengan terjadinya perjanjian novasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Kompensasi atau perjumpaan hutang
Adalah suatu cara untuk mengakhiri perjanjian dengan cara memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang antara kreditur dan debitur. Terjadinya
perjumpaan hutang tersebut menurut Pasal 1242 KUHPerdata terjadi “demi hukum” artinya terjadi secara otomatis tanpa sepengetahuan kreditur dan debitur tersebut.
Namun dalam penerapan di lapangan kompensasi yang terjadi demi hukum jarang terjadi, melainkan harus di dahului pembicaraan dan kesepakatan antara kreditur dan
debitur untuk terjadi kompensasi itu. Adanya pendahuluan pembicaraan untuk mengarah terjadinya kompensasi itu untuk menghindarkan konflik di antara kreditur
dan debitur. Dalam dunia bisnis hubungan antara kreditur dan debitur tentu harus di jaga demi kelangsungan hubungan bisnis. Namun jika telah terjadi wanprestasi dalam
pelaksanaan perjanjian perjumpaan atau kompensasi dapat terjadi demi hukum artinya kreditur dan debitur dapat memperlakukan kompensasi.
Untuk dapat dilakukan perjumpaan utang atau kompensasi, dalam Pasal 1427 KUHPerdata memberikan syarat-syarat yang harus di penuhi yaitu :
a kedua utang harus sama-sama mengenai uang atau barang yang dapat di
habiskan dari jenis dan kwalitas yang sama. b
kedua utang seketika dapat di tetapkan besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat di tagih. Kalau yang satu dapat di tagih sekarang sedangkan
utang lainnya baru dapat di tagih satu bulan yang akan datang maka kedua utang itu tidak dapat di perjumpakan.
Dalam perkembangannya, untuk menyelesaikan kredit macet kreditur dan debitur dapat melakukan perjumpaan hutang antara hutang dengan jaminan, bukan
Universitas Sumatera Utara
hutang dengan hutang saja. Caranya debitur menyerahkan jaminannya kepada krediturbank dan Bank menghapuskan hutangnya, dan hutang dinyatakan lunas.
Perjumpaan hutang atau kompensasi seperti ini di sebut dengan set off. 5.
Pencampuran Hutang Percampuran hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur bersatu
pada satu orang, maka demi hukum atau otomatis suatu pecampuran utang terjadi dan perjanjian menjadi hapus atau berakhir. Contoh terjadinya pernikahan antara kreditur
dan debitur dan ada persatuan harta perkawinan, maka terjadi percampuran hutang. 6.
Pembebasan Hutang Adalah perbuatan hukum yang dilakukan kreditur dengan menyatakan secara
tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitur. Ini berarti kreditur melepaskan haknya dan tidak mnenghendaki lagi pemenuhan perjanjian yang di
adakan, debitur di bebaskan dari prestasi yang sebenarnya harus dilakukan. Secara tegas artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada debitur bahwa
kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak membayar lagi hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak.
Undang-Undang tidak mengatur bagaimana prosedur terjadinya pembebasan hutang, sehingga di serahkan kepada kreditur yang memiliki hak untuk membebaskan
hutang sepanjang tidak merugikan hak debitur. Berkaitan dengan pembebasan hutang ini dalam Pasal 1442 KUHPerdata menentukan bahwa :
a Pembebasan hutang yang di berikan kepada debitur utama akan
membebaskan pula para penanggungnya. b
Pembebasan yang di berikan kepada penangggung hutang tidak membebaskan debitur utama.
Universitas Sumatera Utara
c Pembebasan yang di berikan kepada salah seorang penanggung hutang,
tidak membebakan penanggung hutang lainnya. d
Musnahnya barang yang terhutang
Apabila barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi di perdagangkan, sehingga barang itu tidak di ketahui lagi apakah barang
itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan debitur dan sebelum debitur lalai mnyerahkan
barangnya kepada kreditur. Bahkan seandainya debitur lalai menyerahkan barangnya, maka debitur di bebaskan dari pemenuhan perjanjian jika debitur dapat membuktikan
musnahnya atau hilagnya barang itu di sebabkan kejadian di luar kekuasaannya atau di sebabkan keadaan memaksa.
Dalam hal debitur di bebaskan untuk memenuhi perjanjian yang di sebabkan peristiwa musnahnya atau hilangnya barang, namum jika debitur mempunyai hak-hak
berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang, misalnya hak asuransi atas barang tersebut maka debitur di wajibkan menyerahkan kepada kreditur.
7. Pembatalan Perjanjian
Bila salah satu pihak akan membatalkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
a Secara aktif mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Negeri.
b Secara pasif artinya menunggu pihak lawan dalam perjanjian mengajukan
gugatan di Pengadilan Negeri, dan di muka Pengadilan Negeri melakukan jawaban atau gugatan balik yang mengajukan kelemahan dan kekurangan
dalam perjanjian agar perjanjian di batalkan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat mengajukan gugatan pembatalan secara aktif dalam Pasal 134 KUHPerdata memberikan batas waktu 5lima tahun yang mulai berlaku :
a Dalam hal belum dewasa maka di hitung sejak hari kedewasaan.
b Dalam hal di bawah pengampuan di hitung sejak hari pencabutan
pengampuan. c
Dalam hal kekhilafan atau penipuan di hitung sejak hari di ketahuinya kekhilafan atau penipuan itu.
Sedangkan untuk pembatalan secara pasif tidak ada batas waktunya. Bila syarat objektif tidak di penuhi maka perjanjian itu batal demi hukum
artinya perjanjian itu sejak semula di anggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang di lahirkan. Karena sejak semula di anggap tidak pernah ada perjanjian
maka tidak ada perjanjian yang di hapus. Meskipun syarat-syarat subjektif dan syarat-syarat objektif dalam perjanjian
telah di penuhi, perjanjian juga dapat di batalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi. Menurut Woeker Ordonantie
stb 1938 No.524 hakim berkuasa untuk membatalkan perjanjian jika isi perjanjian membebankan kewajiban yang tidak seimbang atau membebankan kewajiban yang
lebih besar pada satu pihak dan menguntungkan pihak yang lainnya yang di sebabkan karena kebodohan, kurang pengalaman, atau dalam keadaan memaksa dari salah satu
pihak. Akibat hukum suatu perjanjian di batalkan karena syarat subjektif dan syarat
objektif dalam perjanjian tidak di penuhi atau karena di batalkan salah satu pihak karena wanprestasi yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1 Hak dan kewajiban para pihak kembali kepada keadaan semula seperti
sebelum adanya perjanjian. 2
Para pihak harus mengembalikan hak-hak yang telah di nikmati, misalnya debitur yang telah menerima uang pinjaman maka debitur segera
mengembalikan sebesar uang yang di terimanya. Pembeli yang telah menerima barangnya segera mengembalikan barangnya.
8. Berlakunya Suatu Syarat Batal
Untuk menjelaskan berlakunya syarat batal ini kita perlu mengingat kembali tentang perikatan bersyarat. Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang lahirnya
atau berakhirnya di gantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa itu masih belum tentu terjadi.
Suatu perikatan yang lahirnya di gantungkan dengan terjadinya suatu peristiwa di namakan perikatan dengan syarat tangguh. Perikatan yang sudah ada
yang berakhirnya di gantungkan kepada terjadinya suatu peristiwa di namakan perikatan dengan syarat batal. Misalnya seseorang menyewakan rumahnya kepada
orang lain, dengan syarat apabila si pemilik rumah tadi telah kembali dari tugasnya di luar negeri maka perjanjian sewa menyewa tersebut menjadi batal di karenakan si
pemilik rumah akan menempati kembali rumahnya itu. Apabila syarat batal di penuhi maka akan menghentikan perjanjian itu dan
membawa kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian, akibatnya semua pihak dalam perjanjian itu harus mengembalikan kedalam keadaan
semula.
Universitas Sumatera Utara
9. Daluwarsa atau Lewatnya Waktu
Lewatnya waktu atau di sebut kadaluwarsa merupakan salah satu syarat untuk mengakhiri atau menghapus perjanjian atau untuk memperoleh sesuatu. Di dalam
Pasal 1946 KUHPerdata menjelakan bahwa lewat waktu atau kadaluwarsa adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau di bebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang di tentukan oleh Undang- Undang.
Daluwarsa dapat di bedakan menjadi dua yaitu daluwarsa atau lewat waktu untuk memperoleh hak milik suatu barang di namakan daluwarsa acquisitive.
Sedangkan daluwarsa untuk di bebaskan dari suatu kewajiban perjanjian di sebut dengan daluwarsa extinctive. Ketentuan batas waktu daluwarsa selama tiga puluh
tahun lebih di atur dalam Pasal 1967 KUHPerdata yang menegaskan bahwa segala tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perseorangan
hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30tiga puluh tahun itu tidak ada usaha mempertunjukkan suatu atas hak lagi, pula tidak di ajukan terhadapnya suatu
tangkisan yang di dasarkan kepada itikadnya yang buruk.
D. Perjanjian Kredit Bank