BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK
E-COMMERCE
A.
Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Konsumen dalam e-commerce memiliki resiko yang lebih besar dari pada penjual atau merchant-nya. Atau dengan kata lain hak-hak konsumen dalam
transaksi e-commerce lebih rentan untuk dilanggar. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari e-commerce sendiri, yakni dalam e-commerce tidak terjadi
pertemuan secara fisik antara konsumen dengan penjualnya yang kemudian dapat
menimbulkan berbagai permasalahan.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa e-commerce menimbulkan berbagai permasalahan, maka dalam pembahasan berikut akan dijabarkan berbagai
permasalahan yang penting seputar e-commerce dan pengaturan permasalahan tersebut menurut UUPK, UU ITE dan juga KUH Perdata. Permasalahan tersebut
sebagai berikut :
1. Privasi
Privasi adalah claim of individuals, groups, or institution to determine for themselves when, how, and what extent information about them is communicated
to others.
39
39
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.159.
Pengertian privasi tidak sama dengan kerahasiaan Confidentiality,
Universitas Sumatera Utara
privasi merupakan konsep yang lebih luas dari sekedar kerahasiaan yang meliputi hak untuk bebas dari gangguan, hak untuk tetap mandiri, hak untuk dibiarkan
sendiri, hak untuk mengontrol peredaran dari informasi tentang seseorang dan dalam hal apa saja informasi tersebut harus diperoleh dan digunakan.
40
Pada umumnya ada tiga aspek dari privasi, yaitu:
41
a. privasi mengenai pribadi seseorang;
b. privasi dari data seseorang; dan
c. privasi atas komunikasi seseorang.
Permasalahan yang muncul dalam e-commerce adalah pelanggaran terhadap privasi dari data tentang seseorang atau dengan kata lain disebut “data
pribadi”, pelanggaran ini biasanya dalam bentuk penyalahgunaan informasi- informasi yang dikumpulkan atas anggota-anggota suatu organisasilembaga atau
atas pelanggan-pelanggan dari suatu perusahaan. Pengumpulan data pribadi konsumen dalam transaksi e-commerce
dilakukan melalui media-media berikut : a.
Cookies Cookies adalah suatu aplikasi kecil yang ditempatkan dalam hard drive
seseorang ketika mengunjungi suatu websitesitus, cookies ini dapat mengumpulkan informasi mengenai nomor kartu kredit, situs-situs yang
dikunjungi, alamat e-mail, minat maupun pola belanja. Informasi tersebut digunakan untuk melacak kunjungankunjungan ke suatu situs serta untuk
mengetahui apa yang disukai atau tidak disukai oleh seorang pengunjung tentang
40
Ibid, hal.162.
41
Ibid, hal.160.
Universitas Sumatera Utara
situs tersebut. Apabila informasi-informasi yang dikumpulkan oleh cookies digabungkan, maka akan dapat mengidentifikasi seorang individu secara spesifik.
b. Pendaftaran Online Online Registration
Kebanyakan situs-situs yang melakukan penjualan barangjasa mengharuskan pengunjungkonsumen melakukan registrasi terlebih dahulu
sebelum dapat melakukan transaksi jual beli atau memanfaatkan fitur lengkap dari suatu situs.
42
42
Contoh situs yang mengharuskan registrasi adalah bhineka.com, ebay.com, amazon.com.
Form registrasi dari suatu situs mewajibkan pengunjung untuk mengisi informasi-informasi pribadi seperti nama, alamat e-mail, alamat dan kota
tempat tinggal, user name dan password, jenis kelamin, tanggal lahir, penghasilan, pekerjaan. Bahkan ada beberapa situs yang mewajibkan konsumen untuk
memasukkan nomor kartu kreditnya. Jika hal-hal diatas tidak dilengkapi, maka konsekuensinya adalah pengunjungkonsumen tidak dapat menikmati fitur
lengkap dari suatu situs atau konsumen tidak dapat melakukan transaksi jual beli. Permasalahannya adalah, konsumen tidak mengetahui penggunaan dari data
pribadinya, terlebih lagi terhadap informasi-informasi sensitif seperti nama, alamat dan nomor kartu kredit yang apabila disalahgunakan dapat membahayakan
dan merugikan pemilik informasi tersebut. UU ITE sudah memberikan perlindungan terhadap data pribadi seseorang,
hal ini diatur dalam pasal 26. Dalam ayat 1 disebutkan bahwa: “kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan”.
Universitas Sumatera Utara
Cakupan dari pengertian data pribadi yang dianut oleh Pasal 26 ayat 1 dapat ditemui dalam penjelasannya, yakni :
a Hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam
gangguan. b
Hak untuk berkomunkasi dengan orang lain tanpa tindakan mematamatai. c
Hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Perlindungan hukum terhadap data pribadi oleh Pasal 26 UU ITE sudah cukup memadai, selain karena cakupan pengertian data pribadi yang dianut cukup
luas, juga memberikan hak mengajukan gugatan kepada orang yang dirugikan atas penggunaan data pribadi orang yang bersangkutan UU ITE Pasal 26 ayat 2.
2. Klausula Baku
Dalam dunia usaha, terdapat klausula baku perjanjian baku yang menempatkan posisi tidak seimbang antara pelaku usaha dan konsumen, yang
pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang merugikan salah satu pihak yang dalam hal ini konsumen. UUPK tidak merumuskan pengertian perjanjian baku
tapi menggunakan istilah klausula baku yang menurut Pasal 1 ayat 10 UUPK dirumuskan sebagai berikut :
“Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh
pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”
Universitas Sumatera Utara
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyatakan;
43
Dalam e-commerce, penggunaan klausula baku adalah hal yang mutlak. Karena dalam e-commerce para pihak tidak berinteraksi secara langsung
melainkan berinteraksi menggunakan media elektronik, salah satunya adalah internet. Saat konsumen hendak membeli suatu barang pada suatu website, maka
penjualmerchant akan menyodorkan suatu perjanjian term and condition yang berisikan mengenai persyaratan-persyaratan seperti layaknya perjanjian jual beli
pada umumnya. Perjanjian term and condition inilah yang dapat dikategorikan sebagai klausula baku, karena isi dari perjanjian tersebut ditetapkan secara sepihak
“UUPK tidak melarang pelaku usaha untuk membuat klausula baku atas setiap dokumen danatau perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan
atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku dan atau klausul baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat 1,
serta tidak “berbentuk” sebagaimana dilarang dalam pasal 18 ayat 2 UUPK tersebut”.
Tujuan penggunaan klausula baku dalam kegiatan bisnis sebenarnya adalah untuk menghemat waktu dalam setiap kegiatan jual beli, amat tidak efisien
apabila setiap terjadi transaksi jual beli antara pihak penjual dan pembeli mereka membicarakan mengenai isi kontrak jual beli. Oleh karena itu dalam suatu kontrak
standard dicantumkan klausul-klausul yang umumnya digunakan dalam kontrak jual beli.
43
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
oleh penjualmerchant. Disini pihak konsumen tidak bisa memprotes isi dari pada perjanjian, karena dalam website yang menampilkan perjanjian tersebut tidak
mempunyai opsi pilihan untuk merubah perjanjian. Disini konsumen hanya mempunyai dua pilihan yakni menerima atau membatalkan pesanan.
Dalam UUPK penggunaan klausula baku pada prinsipnya tidak dilarang, namun yang perlu dikhawatirkan adalah pencantuman klausula eksonerasi
exemption clause dalam perjanjian tersebut. Klausula eksonerasi adalah klausula yang mengandung kondisi membatasi, atau bahkan menghapus sama sekali
tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak produsenpenyalur produk penjual.
44
1 Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila :
UUPK sendiri memberikan persyaratan mengenai pencantuman klausula baku yang diatur dalam pasal 18 UUPK, yakni sebagai
berikut :
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen. c.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh
konsumen.
44
Shidarta, op.cit, h.147.
Universitas Sumatera Utara
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran. e.
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi manfaat harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya. h.
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. 3
Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
4 Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
undang-undang ini. Walaupun UUPK secara jelas mengatur mengenai tata cara pembuatan
klausula baku, namun dalam praktek masih terjadi penyimpangan terlebih lagi dalam e-commerce dimana segala kegiatan transaksi dilakukan dengan proses
“klik” tanpa adanya proses tawar-menawar. Klausula eksenorasi dalam e- commerce banyak terdapat dalam hal :
a. Pilihan hukum choice of law
Klausula mengenai pilihan hukum pada umumnya terjadi pada e- commerce yang bersifat lintas batas Negara. Pilihan hukum menyangkut hukum
negara mana yang akan digunakan bila terjadi sengketa, dalam hal ini sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang berkedudukan di luar negeri.
UUPK memiliki kelemahan, yakni tidak dapat menjangkau pelaku usaha yang berkedudukan di luar negeri. Hal ini terlihat dalam rumusan Pasal 1 butir 3
UUPK yang menyatakan : “Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Berdasarkan pengertian pelaku usaha di atas maka ruang lingkup dari UUPK hanyalah pelaku usaha yang bergerak di dalam wilayah hukum Republik
Indonesia. UU ITE sudah mengatur perihal mengenai pilihan hukum yakni
Universitas Sumatera Utara
dicantumkan dalam Pasal 18 ayat 2 dimana disebutkan bahwa para pihak mempunyai kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi
elektronik internasional yang dibuatnya, namun UU ITE tidak mengatur perihal mengenai klausula baku sebagaimana diatur oleh UUPK, sehingga mau tidak mau
konsumen tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh pelaku usaha. Contoh penggunaan klausul baku tentang pilihan hukum terdapat dalam
EULA End User License Agreement yang dikeluarkan oleh amazon.com yang berbunyi “bahwa segala transaksi yang terjadi dengan amazon.com berlaku the
laws of state of Washington.”
45
Walaupun Pasal 18 ayat 2 UU ITE mempunyai kelemahan sebagaimana disebutkan diatas, namun terdapat ketentuan internasional yang dapat digunakan
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dalam e-commerce internasional. Ketentuan tersebut terdapat dalam Konvensi Roma 1980 Pasal 5
ayat 2 yang menegaskan bahwa: Dengan demikian konsumen yang berasal dari
negara manapun yang melakukan transaksi dengan amazon.com tunduk pada hukum negara bagian Washington. Hal ini tentu memberatkan konsumen karena
apabila ia dirugikan oleh pelaku usaha, maka ia harus mengajukan gugatannya ke negara bagian Washington dan hal ini tentu memakan biaya yang tidak sedikit.
Seharusnya UU ITE sebagai dasar hukum transaksi e-commerce yang telah menjangkau transaksi e-commerce internasional mencantumkan mengenai perihal
pilihan hukum ini, karena ketentuan pasal 18 ayat 2 UU ITE ini tidak memberikan perlindungan kepada konsumen.
45
www.amazon.com, bahan diakses pada tanggal 4 mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
“dalam kontrak bisnis-konsumen, pilihan hukum yang dibuat di dalam kontrak tidak dapat menghilangkan hak-hak konsumen atas perlindungan konsumen dari
Negara tempat ia memiliki kediaman tetap”. Sejalan dengan ketentuan yang terkandung dalam konvensi roma 1980
tersebut, berlaku asas bahwa hukum yang dipilih para pihak dalam kontrak tidak dapat mengesampingkan kaidah-kaidah memaksa mandatory laws dari Negara
yang meiliki closest connection dengan kontrak.
46
b. Pembagian resiko yang tidak berimbang
Dengan adanya ketentuan ini, walaupun pihak konsumen menggugat pelaku usaha di Negara lain, konsumen
tersebut tetap mendapatkan hak-haknya sebagai konsumen sebagaimana diberikan oleh UUPK.
Pembagian resiko yang tidak berimbang banyak terjadi dalam e- commerce, khususnya dalam transaksi pembayaran. Biasanya konsumen harus
terlebih dahulu membayar secara penuh menggunakan kartu kredit atau transfer antar bank atas barang yang dibeli, barulah pesanannya akan diproses oleh pelaku
usaha atau penjual. Hal ini tentu berisiko tinggi karena membuka peluang terlambatnya pengiriman barang yang dipesan, isi dan mutu barang tidak sesuai
dengan pesanan atau bahkan barang sama sekali tidak sampai di tangan konsumen. Klausula baku mengenai pembagian resiko ini banyak digunakan
dengan alas an melindungi pelaku usaha dari konsumen yang tidak bertanggung jawab, namun di sisi lain klausula ini dapat merugikan kepentingan konsumen
karena jaminan bahwa pesanan akan diproses setelah pembayaran hanya berasal
46
Edmon Makarim, opcit, h. 379
Universitas Sumatera Utara
dari pelaku usaha saja. Dalam Pasal 16 UUPK, terdapat pengaturan mengenai kewajiban pelaku usaha untuk memenuhi janji dalam hal menawarkan barang atau
jasa melalui pesanan, dimana disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang untuk: 1
Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan.
2 Tidak menepati janji atas suatu pelayanan atau prestasi.
Dengan adanya Pasal 16 ini, maka pelaksanaan janji yang diberikan oleh pelaku usaha dapat lebih terjamin. Selain jaminan yang diberikan oleh Pasal 16,
faktor kepercayaan juga berlaku disini karena kepercayaan merupakan dasar dari e-commerce.
3. Otensitas Subjek Hukum
Otensitas sama artinya dengan autentik, autentik menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia artinya dapat dipercaya, asli atau sah.
47
a. Kecakapan para pihak
Masalah otensitas para subyek hukum dalam e-commerce menjadi isu yang penting untuk dibahas karena
menyangkut keabsahan perjanjian yang dibuat melalui e-commerce. Isu yang menyangkut otensitas adalah :
Dasar hukum bagi perjanjian di Indonesia diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal 1320 ini terdapat 4 syarat untuk sahnya suatu
perjanjian yakni : 1
Kesepakatan para pihak,
47
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai pustaka, Jakarta, 1976, h. 65.
Universitas Sumatera Utara
2 Kecakapan,
3 Suatu hal tertentu
4 Suatu sebab yang halal
Syarat 1 dan 2 disebut syarat subyektif karena menyangkut individu yang membuat perjanjian, sedangkan syarat 3 dan 4 merupakan syarat obyektif. Tidak
terpenuhinya salah satu syarat diatas dalam suatu perjanjian akan menimbulkan dampak hukum yang berbeda tergantung syarat mana yang tidak dipenuhi.
Apabila syarat 1 dan 2 tidak dipenuhi maka akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan apabila syarat 3 dan 4 yang tidak dipenuhi
maka akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Pada asasnya semua orang cakap untuk membuat perikatanperjanjian,
kecuali jika ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Menurut undang- undang, orang yang tak cakap adalah mereka yang belum dewasa genap berusia
21 tahun atau mereka yang belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah dan mereka yang di bawah pengampuan gila, dungu, mata gelap, lemah akal dan
pemboros.
48
48
Abdulkadir Muhammad, op . cit , h. 250.
Namun dalam e-commerce sangat sulit untuk menentukan seseorang yang melakukan transaksi telah dewasa atau tidak berada di bawah pengampuan
karena proses penawaran dan penerimaan tidak dilakukan secara fisik melainkan melalui suatu media elektronik yang rawan penipuan. Dalam e-commerce, sering
terjadi dimana konsumen yang belum dewasa melakukan pembelian dan pesanan tersebut diproses oleh penjualnya walaupun penjual mengetahui bahwa konsumen
tersebut belum dewasa, ini terlihat dalam forum jual beli classyfield.chip.co.id
Universitas Sumatera Utara
dimana 30 dari pembeli dalam forum tersebut adalah anak-anak usia 15-20 tahun.
49
b. Dilakukan oleh subyek hukum yang cakap atau yang berwenang
mewakilinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan
Informasi dan Transaksi Elektronik RPP ITE, hal ini telah mendapat pengaturan. Dalam Pasal 2 RPP ITE diatur mengenai syarat sahnya suatu transaksi elektronik,
syarat tersebut adalah :
c. Obyek transaksi tidak boleh bertentangan dengan UU
d. Dilakukan dengan kontrak elektronik
e. Dilaksanakan dengan sistem elektronik yang disepakati.
Berdasarkan persyaratan diatas maka jelas bahwa apabila syarat kecakapan tidak dipenuhi maka transaksi elektronik tersebut tidak sah tidak memiliki
kekuatan hukum sehingga berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Kemudian dalam Pasal 3 RPP ITE disebutkan mengenai
kewajiban penyelenggara transaksi elektronik untuk melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian identitas dan kewenangan konsumen yang
melakukan transaksi elektronik dengan berbagai metode yang dimungkinkan. Dengan adanya pengaturan sebagaimana disebutkan diatas, maka jelas
bahwa untuk melakukan transaksi elektronik harus memenuhi syarat kecakapan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
49
http:forum.chip.co.idchip-classifieds118515-opini-pembeli-anda-adalahanak. htmlpost2063158, bahan diakses tanggal 1 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
4. Validitas subyek hukum
Validitas dalam e-commerce adalah hal yang sangat penting, pengertian validitas ini adalah sejauh mana kebenaran akan keberadaan suatu subyek
hukum.
50
a. Dengan pencantuman alamat
Konsep validitas dalam e-commerce menjadi penting karena dapat mencegah terjadinya penipuan, untuk mengetahui kemana ganti rugi harus
diajukan dan menambah kepercayaan konsumen untuk berbelanja. Dalam e- commerce banyak cara yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk menunjukkan
validitasnya misalnya :
Biasanya website e-commerce mencantumkan alamatnya di website mereka dengan tujuan untuk memberitahu kepada calon konsumen mereka bahwa
mereka betul-betul ada, sehingga konsumen merasa aman untuk berbelanja di website tersebut. Selain itu, dengan dicantumkannya alamat penjual maka pembeli
mengetahui kemana harus mengajukan ganti rugi apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang dibeli atau apabila barang tidak sampai ke tangan
konsumen. b.
Mencantumkan logo perusahaan Pencantuman logo perusahaan dalam suatu website, menandakan bahwa
website tersebut benar-benar ada, karena sudah diotorisasi oleh CA Certification Authority.
c. Feed back dari pelanggan.
50
http:violetatniyamani.blogspot.com200709teori-validitas.html, bahan diakses tanggal 5 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
Ini adalah salah satu bentuk validitas yang paling sederhana namun tingkat validitasnya hampir sempurna. Feed back ini diberikan oleh pelanggan yang
merasa puas dengan pelayanan, kecepatan pengiriman barang yang dipesan dan kualitas barang yang dibeli dari suatu website, feed back yang menyatakan
kepuasaan pelanggan terhadap suatu website dalam dunia internet dikenal dengan istilah positive feed back. Semakin banyak konsumen yang puas terhadap suatu
website e-commerce, semakin tinggi reputasi dan validitas website tersebut, sehingga calon pelanggan akan semakin yakin akan pelayanan website tersebut.
Sistem ini sangat bagus, karena pelaku usaha dituntut untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dalam e-commerce, apabila suatu website
menerima feed back yang buruknegatif dari pelanggannya maka dapat dipastikan bahwa website tersebut akan sepi oleh pembeli.
Validitas erat kaitannya dengan CA Certification Authority, namun dalam UU ITE tidak menggunakan istilah CA tapi menggunakan istilah “lembaga
sertifikasi keandalan”, dimana dalam Pasal 1 angka 11 diartikan sebagai lembaga independent yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan dan diawasi
oleh pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam e-commerce. Salah satu tugas CA adalah melakukan verifikasi,
pemeriksaan dan pembuktian identitas pengguna dan pelanggan atau dengan kata lain CA bertugas untuk memastikan dan menjamin kebenaran keberadaan
pengguna dan pelanggan sehingga terjamin otentisitasnya. Yang dimaksud dengan pengguna dan pelanggan adalah para pihak yang terlibat dalam transaksi e-
commerce.
Universitas Sumatera Utara
Peranan CA untuk menjamin otentisitas para pihak yang terlibat dalam e- commerce adalah untuk mencegah penipuan-penipuan yang sering terjadi dalam
transaksi e-commerce seperti ”phising”. Phising sering diartikan sebagai suatu cara untuk memancing seseorang ke halaman tertentu. phising tidak jarang
digunakan oleh para pelaku kriminal untuk memancing seseorang agar mendatangi alamat web melalui e-mail, salah satu tujuannya adalah untuk
menjebol informasi yang sangat pribadi dari sang penerima email, seperti password, nomor kartu kredit, dan lain-lain dengan cara mengirimkan informasi
yang seakan-akan dari penerima e-mail mendapatkan pesan dari sebuah situs, lalu mengundangnya untuk mendatangi sebuah situs palsu. Situs palsu dibuat
sedemikian rupa yang penampilannya mirip dengan situs aslinya, lalu ketika korban mengisikan password maka pada saat itulah penjahat ini mengetahui
password korban. Penggunaan situs palsu ini disebut juga dengan istilah pharming.
51
Selain mengatur tentang CA, UU ITE secara implisit mengatur kejahatan mengenai phising yakni tercantum dalam Pasal 35, dimana disebutkan bahwa
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan
informasi elektronik danatau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik tersebut dianggap seolah-olah otentik”, dimana pelanggaran terhadap
Bila suatu situs e-commerce menggunakan jasa CA, maka otentisitas dari situs tersebut akan terjamin, sehingga konsumen dapat bertransaksi dengan
lebih aman.
51
http:www.total.or.idinfo.php?kk=phising, bahan diakses tanggal 15 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 35 ini dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun danatau denda paling banyak 12 miliar rupiah Pasal 51 ayat 1.
Namun UU ITE tidak mewajibkan suatu situs e-commerce untuk menggunakan jasa CA, ini terlihat dalam Pasal 10 ayat 1 dimana disebutkan
“Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi keandalan” garis bawah dari penulis. Dari
rumusan pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa pelaku usaha tidak diwajibkan untuk menggunakan jasa CA, sehingga tidak semua situs e-commerce dijamin
otentisitasnya oleh CA. Seharusnya UU ITE mewajibkan sertifikasi setiap situs e- commerce untuk memberikan perlindungan bagi konsumen dari penipuan.
5. Obyek E-Commerce
Yang menjadi obyek e-commerce adalah barang atau jasa yang diperjual belikan oleh pelaku usaha kepada setiap orang yang membeli barang dan jasa
melalui e-commerce. Namun tidak semua barang atau jasa dapat diperjualbelikan dalam e-commerce. UU ITE dan UUPK tidak mengatur mengenai syarat-syarat
barang atau jasa yang diperbolehkan untuk diperjualbelikan dalam e-commerce, namun dengan melihat ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata terdapat ketentuan yang
mengatur mengenai barang-barang yang boleh untuk diperdagangkan yakni :
52
1 Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan, baik yang ada sekarang
maupun yang akan ada.
52
Mariam Darus Badrulzaman et al, op.cit, h. 169.
Universitas Sumatera Utara
2 Tidak bertentangan dengan undang-undang dan ketertiban umum.
Apabila kedua hal tersebut diatas dilanggar, maka perjanjian jual beli dalam transaksi barang dinyatakan batal demi hukum.
UUPK tidak mengatur mengenai persyaratan tentang barang atau jasa yang boleh diperdagangkan, melainkan hanya mengatur mengenai perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha dalam memasarkan barang atau jasa BAB IV UUPK Pasal 8-17. Namun dari ketentuan yang tercantum dalam bab IV tersebut, dapat
dijadikan acuan mengenai barang atau jasa yang boleh untuk diperdagangkan. Dalam Pasal 8 ayat 1, disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang untuk
mengedarkan barang atau jasa yang : a.
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang diyatakan dalam label atau etiket barang. c.
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau jasa tersebut.
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses, pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label , etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barangjasa tersebut. g.
Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut.
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label. i.
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasangdibuat.
j. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan dalam ayat 2 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
Dalam ayat 3 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar, dengan
atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. Selain Pasal 8, terdapat juga Pasal lain yang dapat dijadikan acuan mengenai barang-barang yang
diperbolehkan dalam transaksi e-commerce yakni terdapat dalam : a.
Pasal 9 melarang melakukan manipulasi produk atau jasa. b.
Pasal 10 melarang memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan.
Universitas Sumatera Utara
c. Pasal 11 mengatur mengenai barang-barang yang dijual secara lelang atau
obral. d.
Pasal 13 dan 14 mengatur mengenai perihal pemberian hadiah terhadap barangjasa yang dibeli.
e. Pasal 16 mengatur tentang keharusan pelaku usaha untuk menepati janji dalam
hal pembelian barang dibeli melalui pesanan. Hal ini banyak terjadi dalam transaksi e-commerce dimana pembeli membeli barang dengan cara memesan.
f. Pasal 17 mengatur secara khusus tentang periklanan
Walaupun UU ITE tidak mengatur mengenai kriteria barang yang boleh diperdagangkan dalam transaksi e-commerce, namun UU ITE mewajibkan pelaku
usaha untuk menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan produk yang ditawarkan Pasal 9 dan melarang penyebaran berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
Pasal 28 ayat 1.
6.
Tanggung Jawab Para Pihak
Transaksi e-commerce dilakukan oleh pihak yang terkait, walaupun pihakpihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain melainkan
berhubungan melalui media internet. Dalam e-commerce, pihak-pihak yang terkait tersebut antara lain :
53
a. Penjual atau merchant yang menawarkan sebuah produk melalui Internet\
sebagai pelaku usaha.
53
Edmon Makarim, op . cit , h. 65.
Universitas Sumatera Utara
b. Pembeli yaitu setiap orang tidak dilarang oleh undang-undang, yang menerima
penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual.
c. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual
atau pelaku usahamerchant, karena transaksi jual beli dilakukan secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka
berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini yaitu Bank.
d. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses Internet.
Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut di atas, masing-masing memiliki hak dan kewajiban, penjualpelaku usahamerchant
merupakan pihak yang menawarkan produk melalui Internet, oleh karena itu penjual bertanggung jawab memberikan informasi secara benar dan jujur atas
produk yang ditawarkan kepada pembeli atau konsumen UU ITE Pasal 9. Di samping itu, penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh
undang-undang maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak rusak atau
mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan UUPK Pasal 8. Penjual juga bertanggung
jawab atas pengiriman produk atau jasa yang telah dibeli oleh seorang konsumen. Dengan demikian, transaksi jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi
siapa pun yang membelinya. Di sisi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembelikonsumen atas harga
Universitas Sumatera Utara
barang yang dijualnya dan juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan pembelikonsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan
transaksi jual beli elektronik ini. Jadi, pembeli berkewajiban untuk membayar sejumlah harga atas produk atau jasa yang telah dipesannya pada penjual tersebut.
Seorang pembeli memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disampaikan
antara penjual dan pembeli tersebut, selain itu mengisi data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Di sisi lain, pembelikonsumen
berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang yang akan dibelinya itu. Pembeli juga berhak mendapat perlindungan hukum atas perbuatan
penjualpelaku usaha yang ber’itikad tidak baik. Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik,
berkewajiban dan bertanggung jawab sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual produk itu karena mungkin saja
pembelikonsumen yang berkeinginan membeli produk dari penjual melalui Internet yang letaknya berada saling berjauhan sehingga pembeli termaksud harus
mengunakan fasilitas Bank untuk melakukan pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan proses pentransferan dari rekening
pembeli kepada rekening penjual acount to acount. Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik,
dalam hal ini provider memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk dapat melakukan
transaksi jual beli secara elektronik melalui media Internet dengan penjualan yang
Universitas Sumatera Utara
menawarkan produk lewat Internet tersebut, dalam hal ini terdapat kerja sama antara penjualpelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui
Internet ini. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan hubungan hukum yang
dilakukan dengan memadukan jaringan network dari sistem yang informasi berbasis computer dengan sistem komunikasi yang berdasarkan jaringan dan jasa
tekomunikasi. Hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak hanya terjadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga
terjadi pada pihak-pihak dibawah ini:
54
a. Business to business, merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan
dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan perorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah
saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerja sama antara perusahaan itu.
b. Costumer to costumer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antar
individu dengan individu yang akan saling menjual barang. c.
Custumer to business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antar individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya.
d. Costumer to goverment, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antar
individu dengan pemerintah, misalnya, dalam pembayaran pajak. Dengan demikian, pihak-pihak yang dapat terlibat dalam satu transaksi
jual beli secara elektronik, tidak hanya antara individu dengan individu tetapi juga
54
Edmon Makarim, op . cit , h. 75.
Universitas Sumatera Utara
dengan sebuah perusahaan, perusahaan dengan perusahaan atau bahkan antara individu dengan pemerintah, dengan syarat bahwa para pihak termasuk secara
perdata telah memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini hubungan hukum jual beli.
55
Pada dasarnya proses transaksi jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda dengan jual beli biasa, sebagai berikut:
56
a. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website
pada Internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan strorefront yang berisi catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang
memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan jual beli melalui took online
ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu.
b. Penawaran dalam sebuah website biasanya menampikan barang-barang yang
ditawarkan, harga, nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termasuk menu produk lain yang
berhubungan. Penawaran melalui Internet terjadi apabila pihak lain yang mengunakan media Internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha
yang melakukan penawaran, oleh karena itu apabila seseorang tidak menggunakan media Internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang
menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian, penawaran melalui media Internet hanya dapat terjadi
55
Edmon Makarim, loc . cit .
56
Edmon Makarim, Op . cit , h. 82.
Universitas Sumatera Utara
apabila seseorang membuka situs yang menampikan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
c. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila
penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerima dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan sebuah e-mail tersebut
yang ditujukan untuk seluruh rakyat yang membuka website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha.
Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan
barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara elektronik khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang
ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka
barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon pembelikonsumen merasa yakin akan pilihannya, selanjutnya pembelikonsumen akan memasuki
tahap pembayaran. d.
Pembayaran dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui fasilitas Internet namun tetap bertumpu pada system
keuangan nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara pembayaran adalah sebagai berikut:
1 Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan
intitusi finansial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau deposit uangnya dari account masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
2 Pembayaran dua pihak tanpa perantara, yang dapat dilakukan
langsung antar kedua pihak tanpa perantaraan mengunakan uang nasionalnya.
3 Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya merupakan
proses pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode pembayaran yang dapat digunakan antara lain: sistem
pembayaran melalui kartu kredit online serta sistem pembayaran check in line. Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda,
maka pembayaran dapat dilakukan melalui cash account to account atau pengalihan dari rekening pembeli pada rekening penjual.
berdasarkan kemajuan teknologi, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual
dalam penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual beli secara elektronik ini sulit untuk dilakukan secara langsung, karena adanya
perbedaan lokasi antar penjual dengan pembeli, dimungkinkan untuk dilakukan.
e. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas
barang yang telah ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya barang
yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antar penjual dan
pembeli.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan di atas yang telah menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya
dapat dilakukan secara konvensional, dimana antara penjual dengan pembeli saling bertemu secara lansung, namun dapat juga hanya melalui media Internet,
sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk saling
bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli.
Pasal 15 UU ITE menjelaskan bahwa sistem penyelenggaraan informasi dan transaksi elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi
sebagaimana mestinya. penyelenggaraan sistem elektronik bertanggung jawab atas sistem yang diselenggarakannya. Pasal 16 UUITE menjelaskan bahwa
sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap penyelenggaraan system elektronik wajib mengoperasikan sistem elektronik
secara minimum, yang harus dapat dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik adalah:
i. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem elektronik yang telah berlangsung; ii.
Dapat melindungi otentifikasi, integritas, rahasia, ketersediaan, dan akses dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan system elektronik
tersebut; iii.
Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
Universitas Sumatera Utara
iv. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk dengan bahasa, informasi,
atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
v. Memiliki fitur untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk tersebut secara berkelanjutan;
Dalam Pasal 9 UUITE dijelaskan bahwa “pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elekronik harus menyediakan informasi yang dilengkap dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Dalam Pasal 10 ayat 1 UUITE dijelaskan bahwa “setiap pelaku usaha yang
menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh lembaga Sertifikasi keandalan”. Dalam Pasal 10 ayat 2 UUITE menyebutkan “ketentuan
mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan pemerintah”.
Terkait dengan tanggung jawab seseorang mengenai tanda tangan elektronik maka dalam Pasal 12 ayat 1 UU ITE disebutkan bahwa “setiap orang
yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang digunakannya”. Dalam Pasal 12
ayat 2 UU ITE dijelaskan bahwa “pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurang-kurangnya meliputi ;
i. Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak ;
Universitas Sumatera Utara
ii. Penanda tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk
menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan tanda tangan elektronik ;
iii. Penanda tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
dianjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik jika ; iv.
Penanda tangan mengetahui bahwa data pembuatan tanda tangan elektronik telah di bobol; atau
v. Keadaan yang diketahui oleh penada tangan dapat menimbulkan resiko
yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembentukan tanda tangan elektronik.
vi. Dalam hal sertifikasi digunakan untuk mendukung tanda tangan
elektronik, penanda tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan sertifikasi elektronik tersebut.
Pasal 12 ayat 3 UUITE juga menjelaskan bahwa “setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul. Artinya setiap orang bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul akibat
pelanggaran yang dilakukan terhadap pemberian pengamanan atas tanda tangan elektronik tersebut.
B.
Bentuk-Bentuk Kerugian Konsumen dalam E-Commerce
Transaksi melalui internet memberikan kemudahan, kenyamanan dan kecepatan dalam setiap transaksi yang dilakukan hal inilah yang mendorong
Universitas Sumatera Utara
pesatnya pertumbuhan e-commerce di Indonesia. Namun terlepas dari kebaikan e- commerce, tidak menutup kemungkinan timbulnya kerugian terhadap pihak
konsumen. Kerugian yang diderita konsumen dapat berupa : 1. Wanprestasi
Transaksi e-commerce merupakan perjanjian jual beli sebagaimana yang dimaksud oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Karena merupakan suatu
perjanjian maka melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi, yaitu kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu
perjanjian. Adanya prestasi memungkinkan terjadinya wanprestasi atau tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak kepada para pihak. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual merupakan kerugian bagi pihak konsumen. Bentuk-bentuk dari pada wanprestasi
yang dilakukan oleh pelaku usaha ini antara lain :
57
a.
Tidak Melakukan Apa Yang Disanggupi Akan Dilakukan
Dalam transaksi e-commerce, penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli dan kewajiban untuk
menanggung kenikmatan tenteram dan menanggung cacat-cacat tersembunyi. Jika penjual tidak melaksanakan kedua kewajibannya tersebut, penjual dapat dikatakan
wanprestasi. Contohnya saja toko online kakilima.com yang menawarkan cakes kue ulang tahun. Kaki lima menjanjikan untuk mengantar pesanan pembeli
dalam waktu satu minggu setelah pesanan diterima. Apabila pembeli memesan
57
M. Arsyad Sanusi, E- commerce: hukum dan solusinya, PT Mizan Grafika Sarana, Jakarta, 2007, h. 34.
Universitas Sumatera Utara
kue ulang tahun tersebut tanggal 12 juni 2010, seharusnya cakes atau kue ulang tahun tersebut sampai di tempat pembeli pada tanggal 19 juni 2010. Akan tetapi,
ternyata penjual tidak dapat melaksanakan kewajibannya tersebut, ia tidak mengirimkan kue tersebut sehingga dengan demikian penjual telah melakukan
wanprestasi.
58
b.
Melaksanakan Apa Yang Dijanjikan Tetapi Terlambat
Situs-situs e-commerce di Indonesia, jarang memberikan informasi mengenai perhitungan durasi waktu pengiriman, hal ini berbeda dengan Situs e-
commerce besar seperti amazon.com dan playasia.com yang selalu mencantumkan perkiraan durasi waktu pengiriman barang.Melaksanakan apa
yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
Contoh atau aplikasi dari wanprestasi ini adalah pembeli membeli sebuah hardware komputer pada forum jual beli kaskus.us Menurut gambar dan dekripsi
barang yang terdapat di iklan tersebut menyatakan bahwa perlengkapan dari hardware tersebut sangat lengkap walaupun hardware tersebut adalah barang
bekas. Perlengkapan yang ada menurut iklan tersebut adalah hardware, Cd driver, buku manual operasi, kabel power dan sebuah bonus cd game. Akan tetapi setelah
sampai di tempat pembeli, bonus cd game tidak disertakan sebagaimana yang tertera dalam iklan. Dengan demikian, jelas sekali bahwa penjual telah melakukan
wanprestasi karena melaksanakan prestasinya dengan tidak sebagai mana
mestinya.
58
http:www.mediakonsumen.comArtikel1732.html, diakses pada tanggal 10 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk kerugian model ini sebenarnya sama dengan bentuk kerugian pada nomor “a”. jika barang yang dipesan datang terlambat, tetapi tetap dapat
dipergunakan, hal ini dapat digolongkan sebagai prestasi yang terlambat. Sebaliknya jika prestasinya tidak dapat digunakan lagi, digolongkan sebagai tidak
melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.
c.
Melakukan Sesuatu Yang Menurut Perjanjian Tidak Boleh Dilakukan
Contoh aplikasi kerugian jenis ini adalah penyebaran informasi pribadi konsumen yang dilakukan oleh penjual. Informasi yang disebarkan oleh penjual
tersebut dapat berasal dari form registrasi yang diisi oleh konsumen sendiri dan cookies yang berasal dari situs penjual. Penyebaran terhadap informasi pribadi
ini tentu akan akan merugikan konsumen, terlebih lagi terhadap informasi sensitif seperti nomor kartu kredit.
4. Kerugian yang timbul akibat cyber crimes
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia cyber terdapat berbagai jenis
kejahatan yang dapat merugikan konsumen. Kegiatan transaksi e-commerce yang
semakin meningkat pesat menarik minat para penjahat cyber. Kejahatan dalam dunia cyber sering disebut dengan cyber crimes. Jenis-jenis dari e-crime adalah
sebagai berikut :
59
a.
Penipuan financial menggunakan media komputer atau media digital
59
Abdul Wahid dan Mohhamad Labib, Kejahatan Mayantara cyber crime, Refika Aditama, Malang, 2005. hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
b. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital, data-data milik orang lain, dan
jaringan komunikasi data.
c.
Pencurian informasi pribadi seseorang maupun organisasi tertentu.
d. Penetrasi terhadap sistem komputer dan jaringan sehingga menyebabkan
privasi terganggu atau gangguan pada fungsi komputer yang digunakan
denial of service.
e. Para pengguna internal sebuah organisasi melakukan akses-akses ke server
tertentu atau ke internet yang tidak diijinkan oleh peraturan organisasi.
f. Menyebarkan virus, worm, backdoor, trojan pada perangkat komputer sebuah
organisasi yang mengakibatkan terbukanya aksesakses bagi orang-orang yang
tidak berhak.
Kesemua jenis cyber crime tersebut menimbulkan kerugian yang amat besar bagi korbannya, sebab data yang dicuri pada umumnya adalah data yang
sensitif seperti nomor kartu kredit, nama korban, username atau password dan lain-lain.
C.
Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Oleh Konsumen Apabila Terjadi Kerugian Dalam E-Commerce
Upaya hukum adalah keseluruhan upaya-upaya guna menyelesaikan suatu
masalah hukum. Dalam E-commerce terdapat dua macam upaya hukum yakni : 1. Upaya hukum preventif
Upaya hukum preventif dapat diartikan sebagai segala upaya yang dilakukan guna mencegah terjadinya suatu peristiwa atau keadaan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
diinginkan. Dalam transaksi e-commerce, keadaan yang tidak diinginkan ini adalah terjadinya kerugian, khususnya kerugian pada pihak konsumen. Upaya
preventif perlu untuk diterapkan mengingat penyelesaian sengketa e-commerce relatif sulit, memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaiannya dan tidak
jarang memerlukan biaya yang tinggi. Sebagai contoh dua orang Hongkong dan Austraia memerlukan waktu 5 bulan untuk mendapatkan refund pembayaran
kembali atas barang yang dibeli. Maka dari itu, sengketa e-commerce sebisa mungkin harus dicegah. Dalam usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kerugian
langkah-langkah yang dapat ditempuh, yakni :
a.
Pembinaan Konsumen
Pembinaan konsumen terdapat dalam Pasal 29 ayat 1 UUPK dimana disebutkan bahwa:
“Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”.
Kemudian dalam ayat 4 disebutkan bahwa pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen bertujuan untuk :
1 Terciptanya iklim usaha dan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dengan
konsumen.
2
Berkembangnya lembaga konsumen swadaya masyarakat.
3 Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Pembinaan terhadap konsumen bertujuan agar konsumen mengetahui hak haknya sebagai konsumen dan mendorong pelaku usaha agar berusaha secara
sehat. Dalam era Informasi Teknologi IT seperti saat ini, pembinaan konsumen harus ditingkatkan mengingat bahwa edukasi adalah pertahanan terbaik untuk
mengatasi cybercrime, karena ancaman pelanggaran terhadap hak-hak konsumen tidak hanya berasal dari pelaku usaha saja tapi bisa juga datang dari pihak ketiga
melalui kejahatan-kejahatan internet cyber crimes. Hal-hal yang perlu diberikan
dalam edukasi terhadap konsumen adalah :
1 hak, kewajiban dan tanggung jawab seluruh pihak terkait. Baik konsumen,
pelaku usaha, maupun bank dalam hal transaksi menggunakan kartu kredit
2
Pentingnya menjaga keamanan password seperti misalnya :
a merahasiakan dan tidak memberitahukan PINPassword kepada siapapun
termasuk kepada petugas penyelenggara b
Menggunakan PinPassword yang tidak mudah ditebak c
melakukan perubahan PINPassword secara berkala d
tidak mencatat PINPassword dalam bentuk fisik e
Pin untuk satu produk hendaknya berbeda dengan produk lainnya. 3
Edukasi mengenai berbagai modus cyber crime
Pembinaan konsumen oleh pemerintah dilakukan oleh menterimenteri teknis terkait UUPK Pasal 29 ayat 2. Namun dalam praktek, peranan pemerintah
dalam melakukan edukasipembinaan terhadap konsumen belum begitu maksimal, hal ini dapat dilihat dari rendahnya kesadaran konsumen mengenai hak-hak yang
Universitas Sumatera Utara
dimilikinya dan masih rendahnya keberanian konsumen untuk menuntut pelaku
usaha.
b. Pengawasan dan Perlindungan Oleh Pemerintah Maupun Badan Yang Terkait.
Kewajiban pemerintah untuk melakukan pengawasan dan perlindungan tercantum dalam UU ITE Pasal 40 ayat 2 dan UUPK Pasal 30 ayat 1, dimana
dalam Pasal 40 ayat 2 UU ITE disebutkan bahwa “Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”. Perlindungan
oleh pemerintah terlihat dalam ayat 3, 4, dan 5 dimana apabila disimpulkan bahwa Instansi yang memiliki data elektronik yang strategis wajib membuat cadangan
back up terhadap data elektronik tersebut dengan tujuan untuk kepentingan perlindungan data apabila terjadi kerusakan, kehilangan atau serangan terhadap
data elektronik tersebut. Pengawasan yang dilakukan pemerintah sudah terlaksana, hal ini terlihat dalam :
1 Dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang memblokir konten-konten internet
yang mengandung unsur pornografi dan konten yang berbau SARA implementasi Pasal 40 ayat 2 UU ITE.
60
60
Salah satu contoh implementasi Pasal 40 ayat 2 UU ITE yang sudah dilakukan oleh pemerintah adalah pemblokiran website-website porno dan menghapusmemblokir website-website yang
menampilkanmenyediakan film fitna, dimana film tersebut mengandung muatan SARA.
Universitas Sumatera Utara
2 Pengawasan terhadap bank yang memiliki data elektronik yang strategis
dilakukan oleh Bank Indonesia implementasi Pasal 40 ayat 3, 4, dan 5 UU ITE.
Kemudian dalam Pasal 30 ayat 1 UUPK disebutkan bahwa “Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta
penerapan ketentuan peraturan Perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat”. Pelaksanaan terhadap ketentuan ini lebih banyak dilakukan oleh lembaga
swadaya masyarakat misalnya oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. Hal ini disebabkan karena rendahnya kinerja badan pemerintah yang
bergerak dalam perlindungan konsumen, mulai dari kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada konsumen.
2.
Upaya hukum represif
Upaya hukum represif adalah upaya hukum yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan hukum yang sudah terjadi. Upaya hukum ini
digunakan apabila telah terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen. Menurut UUPK salah satu hak konsumen adalah mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut UUPK Pasal 4 huruf e. Selain itu, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan kompensasi,
ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan UUPK Pasal 7 butir f.
Dalam transaksi e-commerce, banyak hal yang bias menimbulkan suatu sengketa
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana disebutkan diatas yang dapat menurunkan rasa kepercayaan konsumen terhadap sistem e-commerce, sehingga diperlukan suatu mekanisme
penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien.
Transaksi e-commerce dapat bersifat internasional maupun bersifat nasional. Tranasksi e-commerce yang bersifat internasional artinya transaksi dapat
dilakukan dengan melintasi batas suatu negara, hal ini sesuai dengan karakteristik e-commerce yang bersifat borderless. Oleh karena itu, pembahasan dalam sub bab
ini dibagi menjadi dua yakni upaya hukum dalam hal transaksi terjadi secara
internasional dan transaksi yang terjadi dalam wilayah Indonesia.
3.
Upaya hukum dalam hal transaksi e-commerce bersifat Internasional
Masalah yang muncul dalam hal terjadi sengketa pada transaksi e- commerce yang bersifat internasional adalah menentukan hukumpengadilan
mana yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa.
61
61
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Dultom, Cyber Law : aspek hukum teknologi informasi,Refika Aditama, Bandung, 2005, Hal.167.
Dalam UU ITE, pengaturan mengenai transaksi e-commerce yang bersifat internasional terdapat
dalam Pasal 18. Menurut pasal 18 ayat 2 UU ITE para pihak berwenang untuk menentukan hukum yang berlaku bagi transaksi e-commerce yang dilakukannya,
maka dalam hal ini para pihak sebaiknya menentukan hukum mana yang berlaku apa bila terjadi sengketa di kemudian hari choice of law. Dalam menentukan
Universitas Sumatera Utara
pilihan hukum, ada batasanbatasan dan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yakni sebagai berikut :
62
a.
Partijautonomie
Menurut prinsip ini, para pihak merupakan pihak yang paling berhak menentukan hukum yang hendak mereka pilih dan berlaku sebagai dasar
penyelesaian sengketa sekiranya timbul suatu sengketa dari kontrak transaksi yang dibuat. Prinsip ini merupakan prinsip yang telah secara umum dan tertulis diakui
oleh sebagian besar Negara, seperti eropa, eropa timur, Negara-negara asia afrika,
termasuk Indonesia.
b.
Bonafide
Menurut prinsip ini, suatu pilihan hukum harus didasarkan itikad baik, yaitu semata-mata untuk tujuan kepastian, perlindungan yang adil, dan jaminan
yang lebih pasti bagi pelaksanaan akibat-akibat transaksi.
c.
Real Connection
Beberapa sistem hukum mensyaratkan keharusan adanya hubungan nyata antara hukum yang dipilih dengan peristiwa hukum yang hendak
ditundukkandidasarkan kepada hukum yang dipilih.
d.
Larangan Penyelundupan Hukum
Pihak-pihak yang diberi kebebasan untuk melakukan pilihan hukum, hendaknya tidak menggunakan kebebasan itu untuk tujuan kesewenangwenangan
demi keuntungan sendiri.
62
Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000, hal.70-71.
Universitas Sumatera Utara
e.
Ketertiban Umum
Suatu pilihan hukum tidak boleh bertentangan dengan sendi-sendi asasi hukum dan masyarakat, hukum para hakim yang akan mengadili sengketa bahwa
ketertiban umum merupakan pembatas pertama kemauan seseorang dalam
melakukan pilihan hukum.
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa kebebasan para pihak dalam melakukan pilihan hukum bukanlah tanpa batas tapi harus memperhatikan prinsip
dan batasan sebagaimana diuraikan diatas. Namun ada kalanya para pihak tidak mencantumkan klausula pilihan hukum dalam kontrak elektronik yang dibuatnya
maka berdasarkan Pasal 18 ayat 3 hukum yang berlaku bagi para pihak ditentukan berdasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional HPI. Dalam HPI
terdapat teori-teori untuk menentukan hukum mana yang berlaku bagi suatu kontrak internasional, teori tersebut adalah :
63
a. Teori Lex loci contractus, hukum yang berlaku adalah hukum tempat dimana
kontrak dibuat. Teori ini merupakan teori klasik yang tidak mudah diterapkan dalam praktek pembentukan kontrak internasional modern sebab pihak-pihak
yang berkontrak tidak selalu hadir bertatap muka membentuk kontrak di satu tempat contract between absent person. Dapat saja mereka berkontrak
melalui telepon atau sarana-sarana lainnya. Alternatif yang tersedia bagi kelemahan teori ini adalah pertama, teori post box dan kedua, teori
penerimaan. Menurut teori post box, hukum yang berlaku adalah hukum tempat post box di mana pihak yang menerima penawaran offer itu
63
Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia Jilid III bagian 2 Buku ke-8, Alumni, Bandung, 1998,h. 8-16.
Universitas Sumatera Utara
memasukkan surat pemberitahuan penerimaan atas tawaran itu. Sementara itu, menurut teori penerimaan, hukum yang berlaku adalah hukum tempat di
mana pihak penawar menerima menerima surat pernyataan penerimaan
penawaran dari pihak yang menerima tawaran.
b. Teori Lex loci solutionis, hukum yang berlaku adalah hukum tempat dimana
perjanjian dilaksanakan, bukan di mana tempat kontraknya ditandatangani. Kesulitan utama kontrak ini adalah, jika kontrak itu harus dilaksanakan tidak
di satu tempat, seperti kasus kontrak jual beli yang melibatkan pihak-pihak penjual dan pembeli yang berada di Negara berbeda, dan dengan system
hukum yang berbeda pula.
c. Teori the proper law of contract, hukum yang berlaku adalah hukum Negara
yang paling wajar berlaku bagi kontrak itu, yaitu dengan cara mencari titik
berat center of gravity atau titik taut yang paling erat dengan kontrak itu.
d. Teori the most characteristic connection, hukum yang berlaku adalah hukum
dari pihak yang melakukan prestasi yang paling karakteristik. Kelebihan teori ini adalah bahwa dengan teori ini dapat dihindari beberapa kesulitan, seperti
keharusan untuk mengadakan kualifikasi lex loci contractus atau lex loci solutionis, di samping itu juga dijanjikan kepastian hukum secara lebih awal
oleh teori ini.
Selain para pihak dapat menentukan hukum yang berlaku, para pihak juga dapat secara langsung menunjuk forum pengadilan, arbitrase, dan lembaga
penyelesaian sengketa lainnya yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka Pasal 18 ayat 4. Untuk menyelesaikan sengketa e-commerce
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat internasional, sebaiknya menggunakan mekanisme ADR Alternative Dispute Resolution. Alasannya adalah bahwa dengan menggunakan
ADR maka para pihak tidak perlu dipusingkan dengan perbedaan sistem hukum, budaya dan bahasa.
64
Dasar hukum ADR di Indonesia adalah Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UU
Arbitrase. Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan e-commerce sepenuhnya bersifat online oleh karena itu sudah sewajarnya apabila penyelesaian
sengketanyapun dilakukan secara online, mengingat bahwa para pihak berkedudukan dinegara yang berbeda yang tentunya bila penyelesaian sengketa
dilakukan dengan pertemuan secara fisik akan memakan waktu dan biaya yang banyak. Di Amerika bermunculan situs-situs untuk menyelesaikan permasalahan
ecommerce secara online seperti Cybersettle.com, E-Resolutions.com, iCourthouse, dan Online Mediators.
65
64
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Dultom, opcit, Hal. 177.
65
Edmon Makarim, op.cit, h. 180.
Pelaksanaan penyelesaian sengketa e- commerce di Indonesia belum sepenuhnya bersifat online, namun UU Arbitrase
memberikan kemungkinan penyelesaian sengketa secara online dengan menggunakan e-mail, hal ini tercantum dalam ketentuan Pasal 4 ayat 3 UU
No.30 tahun 1999 yakni “Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram,
faksimil, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi kainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak.” huruf miring dari penulis.
Dengan diperbolehkannya penggunaan e-mail untuk menyelesaikan sengketa,
Universitas Sumatera Utara
maka para pihak dapat menyelesaiakan sengketanya secara online tanpa harus bertemu satu sama lain.
4.
Upaya hukum bagi transaksi e-commerce yang terjadi di Indonesia
a.
Non Litigasi
Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan di selenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi danatau
mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yang diderita oleh konsumen Pasal 47 UUPK. Penyelesaian sengketa
konsumen melalui jalur non litigasi digunakan untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, dalam Pasal 45 ayat 4 UUPK disebutkan bahwa “jika telah
dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa”. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui Lembaga
Swadaya Masyarakat YLKI, Direktorat Perlindungan Konsumen Disperindag, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dan pelaku usaha sendiri.
66
YLKI merupakan lembaga swadaya masyarakat yang diakui oleh pemerintah yang dapat berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen
UUPK Pasal 44 ayat 1 dan 2. YLKI menyediakan sarana dengan bentuk pengaduan terhadap transaksi yang bermasalah yaitu dengan membuka pengaduan
Masing-masing badan ini memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam
menyelesaikan perkara yang ada.
66
Edmon Makarim, op . cit , h. 404.
Universitas Sumatera Utara
dari empat saluran yang ada yaitu telepon, surat, dengan datang langsung ke kantor YLKI, dan email.
67
Dari sisi pemerintah melalui Direktorat Perlindungan Konsumen Disperindag, upaya konsumen yang dapat dilakukan hampir sama dengan YLKI,
yaitu melakukan pengaduan disertai dengan bukti kejadian. Perbedaannya adalah pada saat pemanggilan pelaku usaha untuk dimintai keterangan perihal masalah
yang ada. Apabila ditemukan adanya hak-hak konsumen yang dilanggar, pihak pelaku usaha dapat dengan cepat merespons dan mematuhi ketentuan yang telah
digariskan oleh Direktorat tersebut. Hal ini terkait dengan ancaman pencabutan Adapun sistem yang digunakan adalah pertama, sistem
full up atau secara tertulis. Bentuk pengaduan yang dilakukan oleh konsumen harus dalam bentuk tertulis dengan disertai bukti-bukti yang cukup dan identitas
konsumen yang bersangkutan. Misalnya dalam kasus kegagalan pembayaran melalui ATM maka konsumen dapat melampirkan “slip” tanda pembayaran dalam
aduannya. Kemudian YLKI akan mempelajari berkas perkara tersebut, selanjutnya YLKI akan melayangkan surat kepada pelaku usaha untuk dimintai
keterangannya. Pihak YLKI kemudian melakukan surat-menyurat apabila pihak konsumen tidak puas atas tanggapan dari pelaku usaha, dan YLKI juga dapat
mengundang kedua belah pihak yang bermasalah untuk didengar pendapatnya. Disini YLKI bertindak sebagai mediator. Sistem kedua yakni sistem non-full up,
dalam sistem ini YLKI akan memberikan konsultasi dan saran-saran yang dapat dilakukan konsumen, jika konsumen merasa yakin dan perlu kasusnya untuk
ditindaklanjuti, maka dapat dilakukan sistem full up.
67
http:www.mediakonsumen.comKategori11.html, bahan diakses tanggal 15 januari 2009.
Universitas Sumatera Utara
izin usaha yang dikeluarkan oleh Disperindag. Terapi ini ampuh untuk menindaklanjuti permasalahan konsumen yang mengemuka. Mekanisme
pengaduan melalui lembaga pemerintah ini masih jarang dilakukan konsumen karena ketidaktahuan terhadap bentuk penyaluran pengaduan yang tenyata
disediakan oleh Disperindag.
68
BPSK merupakan badan bentukan pemerintah yang tugas utamanya adalah melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
melalui mediasi, arbitrase atau konsiliasi. Penyelesaian masalah sengketa konsumen melalui badan ini sangat murah, cepat, sederhana dan tidak berbelit-
belit.
69
Kemudian, dari sisi pelaku usaha, umumnya pengaduan yang ada dapat berasal dari saluran telepon, surat, dan e-mail yang diterima oleh customer
Konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa datang ke badan ini dan mengisi formulir pengaduan, nantinya BPSK akan mengundang para pihak
yang bersengketa untuk melakukan pertemuan pra-sidang. BPSK berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan yang
diadukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Dalam penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi konsumen sebaiknya memilih menggunakan arbitrase,
sebab hasil putusan arbitrase mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum layaknya putusan pengadilan. Jangka waktu penyelesaian sengketa oleh
BPSK adalah 21 hari sejak pengaduan diterima Pasal 55 UUPK dan pelaku usaha dalam waktu paling lambat 7 hari sejak menerima putusan dari BPSK wajib
melaksanakan putusan tersebut.
68
Edmon Makarim, Op . cit , h. 405.
69
Happy Susanto, op . cit , h. 78.
Universitas Sumatera Utara
service. Akan tetapi, terkadang penyaluran pengaduan melalui pelaku usaha tidak
dapat memuaskan konsumen.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa jalur-jalur penyelesaian sengketa yang tersedia telah memberikan jalan bagi konsumen untuk menegakkan hak-haknya
yang dilanggar oleh pelaku usaha. Hal ini seharusnya dapat menimbulkan kesadaran bagi konsumen untuk lebih berani mengadukan permsalahannya,
dimana dalam praktek konsumen masih enggan untuk melaporkan pelanggaran terhadap hak-haknya.
b. Litigasi
Dasar hukum untuk mengajukan gugatan di pengadilan terdapat dalam Pasal 38 ayat 1 UU ITE dan Pasal 45 ayat 1 UUPK. Dalam Pasal 38 ayat 1 UU
ITE disebutkan bahwa: “Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik danatau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian”. Sedangkan gugatan yang diajukan berupa gugatan
perdata Pasal 39 ayat 1.
Sedangkan dalam Pasal 45 ayat 1 UUPK disebutkan bahwa: “Setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”.
Universitas Sumatera Utara
Dengan diakuinya alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 UU ITE maka
alat-alat bukti yang dapat digunakan oleh konsumen di pengadilan adalah :
1
Bukti transfer atau bukti pembayaran.
2
SMS atau e-mail yang menyatakan kesepakatan untuk melakukan pembelian.
3
Nama, alamat, nomor telepon, dan nomor rekening pelaku usaha.
Pihak-pihak yang boleh mengajukan gugatan ke pengadilan dalam
sengketa konsumen menurut pasal 46 UUPK adalah :
1
Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya
2
Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama
3 Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang tujuan didirikannya
lembaga ini adalah untuk kepentingan konsumen.
4
Pemerintah atau instansi terkait
Yang perlu diperhatikan konsumen dalam mengajukan gugatan ke
pengadilan dalam sengketa konsumen adalah :
1 Setiap bentuk kerugian yang dialami oleh konsumen bisa diajukan ke
pengadilan dengan tidak memandang besar kecilnya kerugian yang diderita, hal ini diizinkan dengan memperhatikan hal-hal berikut :
70
1 Kepentingan dari pihak penggugat konsumen tidak dapat diukur
semata-mata dari nilai uang kerugiannya,
70
Janus Sidubalok, op . cit , h.148.
Universitas Sumatera Utara
2 Keyakinan bahwa pintu keadilan seharusnya terbuka bagi siapa saja,
termasuk para konsumen kecil dan miskin, dan 3
Untuk menjaga intregitas badan-badan peradilan. 4
bahwa pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, hal ini karena UUPK menganut asas
pertanggungan jawab produk product liability sebagaimana diatur dalam Pasal 19 juncto Pasal 28 UUPK.
71
Ini berbeda dengan teori beban pembuktian pada acara biasa, dimana beban pembuktian merupakan
tanggung jawab penggugat konsumen untuk membuktikan adanya unsur kesalahan. Dengan adanya prinsip product liability ini, maka
konsumen yang mengajukan gugatan kepada pelaku usaha cukup menunjukkan bahwa produk yang diterima dari pelaku usaha telah
mengalami kerusakan pada saat diserahkan oleh pelaku usaha dan kerusakan tersebut menimbulkan kerugian atau kecelakaan bagi si
konsumen.
72
Dengan berlakunya prinsip hukum bahwa setiap orang yang melakukan suatu akibat kerugian bagi orang lain, harus memikul tanggung jawab yang
diperbuatnya. Maka dalam hal ini konsumen dapat mengajukan tuntutan berupa kompensasiganti rugi kepada pelaku usaha, kompensasi tersebut menurut Pasal
19 ayat 2 UUPK meliputi pengembalian sejumlah uang, penggantian barang atau
71
http:digilib.itb.ac.idgdl.php?mod=browseop=readid=jiptumm-gdl-s1-2002-dewi-5881- e- commerceq=Usaha, bahan diakses tanggal 15 januari 2009.
72
N.H.T Siahaan, op . cit , h, 17.
Universitas Sumatera Utara
jasa sejenis atau yang setara, perawatan kesehatan, dan pemberian santunan sesuai
ketentuan perundang-undangan. Berdasakan uraian diatas, terlihat bahwa penyelesaian sengketa konsumen
melalui jalur litigasi tidak serumit yang dibayangkan oleh konsumen pada umumnya. Karena dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan,
pihak yang dibebani untuk membuktikan ada atau tidaknya unsur kesalahan
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN