Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Harian Sinar Indonesia Baru

(1)

PEMBERITAAN KONFLIK BASUKI TJAHAJA PURNAMA

DENGAN DPRD DKI JAKARTA DI HARIAN SINAR

INDONESIA BARU

SKRIPSI

EVA CRISTHORA

110904056

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PEMBERITAAN KONFLIK BASUKI TJAHAJA PURNAMA

DENGAN DPRD DKI JAKARTA DI HARIAN SINAR

INDONESIA BARU

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

EVA CRISTHORA

110904056

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Eva Cristhora

NIM : 110904056 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Harian Sinar Indonesia Baru.

Medan, 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Syafruddin Pohan M.Si Ph.D Dra. Fatma Wardy Lubis, MA NIP. 196710021994031002 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Eva Cristhora

NIM : 110904056

Tanda Tangan :


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh: Nama : Eva Cristhora NIM : 110904056 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Harian Sinar Indonesia Baru.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ……….………(………)

Penguji : ……….(………)

Penguji Utama : ……….(………)

Ditetapkan di : Medan


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena kasih dan berkatnya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Harian Sinar Indonesia Baru.” Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama proses pengerjaan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang berperan penting dalam hal membantu menyelesaikan skripsi ini. Penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Sardinus Tondang yang selalu menginspirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Beliau memberikan motivasi yang besar bagi penulis sejak tahap pengajuan judul hingga selesainya skripsi ini. Penulis dengan berbangga hati menyampaikan rasa syukur dan kekaguman atas beliau karena telah menjadi sebuah keajaiban yang nyata di dunia di atas kesempurnaan yang Tuhan anugerahkan padanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Remida Siburian yang juga selalu memberikan dukungan kepada penulis. Dengan kesabaran dan dukungan yang beliau berikan, penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan atas kasih saying yang penulis terima sellama hidupnya. Penulis juga berterima kasih kepada saudara Steven Austin Tondang dan Rayven Austin Tondang yang juga memberikan dukungan moril serta menjadi motivasi bagi penulis. Semoga dengan penyelesaian skripsi ini, penulis dapat berbalik menjadi motivasi bagi kalian berdua.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan, motivasi, saran dan kritik membangun dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:


(7)

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekertaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

4. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan berupa materi kepada penulis dalam usaha menyelesaikan skripsi ini. Merupakan suatu penghargaan bagi penulis dapat dibimbing serta diberikan arahan selama proses pengerjaan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku dosen penasihat akademik penulis selama perkuliahan.

6. Seluruh Staff Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU baik pengajar maupun pegawai yang ikut membantu melalui dukungan dalam proses administrasi, moril atau sekedar berbagi cerita kepada penulis.

7. Semua sahabat-sahabat Ilmu Komunikasi 2011 yakni Ria, Ella, Tabitha, Elsa, Ivana, David, Neni, Sondang, Nakkok dan seluruh teman–teman satu jurusan yang telah banyak memberikan pengalaman-pengalaman berkesan selama penulis menempuh pendidikan di bangku kuliah. Pengalaman-pengalaman tersebut tentunya menjadikan penulis semakin mengenal lingkungan pergaulannya dan semakin mengenali diri sendiri.

8. Dua orang teman baik penulis yang telah banyak memberikan dukungan selama di bangku kuliah baik saat pengerjaan skripsi maupun kuliah sehari-hari yakni Yolanda dan Beni. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kebersamaan yang telah dihabiskan bersama baik dalam hal urusan kuliah maupun urusan pribadi. Terima kasih sudah memberikan banyak motiivasi dan kekuatan batin kepada penulis. Kiranya pertemanan ini tetap berlanjut hingga di masa yang mendatang.

9. Kepada teman-teman satu sekolah di SMA Budi Mulia Pematangsiantar terkhusus untuk Riwike, Jeremia Ade, Daniel Basanas, dan keluarga besar


(8)

ALBUM MEDAN yang telah menjadi teman baik dan keluarga bagi penulis. Terima kasih atas semua hari-hari yang kita lewati bersama selama ini. Terima kasih sudah menjadi pengisi lembaran hidup penulis dengan berbagai suka-duka serta hal-hal konyol yang tidak akan bisa penulis lupakan.

10.Sahabat–sahabat kebanggaan penulis yang bahkan sudah penulis anggap sebagai keluarga sendiri yakni Chatrin, Yohanna, Nia, Sara, dan Roma. Terima kasih sudah menjadi wanita-wanita kuat yang selalu mendukung di segala kondisi, yang selalu ada kapan pun penulis butuhkan. Terima kasih sudah menjadi sahabat yang membanggakan selama satu dekade lebih. Kalian adalah salah satu hadiah terindah yang penulis terima di dalam hidup. Semoga kita tetap dan akan selalu menyayangi di atas kekurangan dan kelebihan kita masing-masing hingga rambut yang sudah berkali di cat berwarna berubah menjadi sepenuhnya putih dan adanya kerutan di sana sini saat kita tertawa menggelegar. Tetaplah menjadi wanita-wanita ku yang berkelas. Ketahui lah, aku sangat mencintai kalian.

11.Terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada teman satu kamar penulis yang sangat membanggakan yakni Irene. Terima kasih atas segala bantuan yang diberikan baik secara moral maupun material. Terima kasih sudah menjadi teman satu kamar yang penulis impikan. Penulis merasa sangat beruntung bisa mendapat jodoh satu kamar dengan Irene. Di atas segala tawa dan tangis yang pernah kita lewati bersama, kiranya jodoh kita tidak hanya bertahan selama dua tahun ini saja melainkan seumur hidup. 12.Penulis mengucapkan terima kasih kepada sahabat sekaligus partner hidup

penulis saat ini (dan semoga seterusnya), yakni Echo Daniel Simatupang. Terima kasih sudah menemani penulis dalam pengerjaan skripsi ini hingga akhir dan juga telah menjadi sahabat berbagi cerita sehari-hari. Semoga kiranya kita berdua tetap menjadi partner yang saling menguatkan dan hubungan yang kita jalani semakin membawa kita ke dalam pribadi terbaik yang kita miliki. Terima kasih sudah memilih dan kembali.


(9)

13.Semua pihak–pihak yang banyak membantu selama proses pengerjaan skripsi ini yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu. Yakinlah bahwa masing–masing dari kalian sudah diberikan bonus poin di surga nantinya.

Penulis juga menghaturkan maaf atas semua kesalahan dan kekurangan yang telah penulis buat selama penulisan skripsi ini, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Akhir kata penulis mengharapkan semoga saja skripsi ini berguna bagi orang yang membacanya.

Medan, 2015

Penulis Eva Cristhora


(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Eva Cristhora NIM : 110904056 Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan. Menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Hrian Sinar Indonesia

Baru” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti

Non Eksklusif di Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmediakan/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta)

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : 2015

Yang Menyatakan


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Hrian Sinar Indonesia Baru. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian analisis wacana dengan memakai model penelitian Teun A. Van Dijk dalam keseluruhan analisis sebagai kajian teori komunikasi. Penelitian ini memakai paradigma kritis sebagai pendekatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Penelitian ini berjudul Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Hrian Sinar Indonesia Baru. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian analisis wacana dengan memakai model penelitian Teun A. Van Dijk dalam keseluruhan analisis sebagai kajian teori komunikasi. Penelitian ini memakai paradigma kritis sebagai pendekatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Untuk mengetahui bagaimana pihak Sinar Indonesia Baru menyajikan berita tentang konflik antara Basuki Tjahaja Purnama dengan pihak DPRD DKI Jakarta terkait APBD DKI Jakarta. Subjek penelitian ini adalah teks berita pemberitaan konflik Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD DKI Jakarta di harian SInar Indonesia Baru pada tanggal 27 Februari 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak Sinar Indonesia Baru tidak memihak salah satu pun dalam pemberitaan mengenai kedua belah pihak. Pihak Sinar Indonesia Baru bahkan seolah ingin mengadu kedua belah pihak di mata pembaca dengan mencitrakan sosok Ahok sebagai sosok yang berbicara kasar ketika sedang emosi. Mengingat dia adalah Gubernur DKI Jakarta, tentunya citra tersebut dapat membuat pandangan masyarakat terhadapnya menjadi negative. Selain itu pihak Sinar Indonesia BAru juga tidak memberikan ruang pembelaan bagi pihak DPRD dalam pemberitaannya. Pihak Sinar Indonesia Baru hanya menampilkan pernyataan Basuki yang menunjukkan penyelewengan dana dalam APBD DKI Jakarta untuk tahun 2015.

Kata Kunci:


(12)

ABSTRACT

This study titled Conflict Coverage Tjahaja Basuki Purnama With Jakarta Parliament in Hrian Sinar Indonesia Baru. This study focuses on the study of discourse analysis using a research model Teun A. Van Dijk in the overall analysis as the study of communication theory. The study used as a critical paradigm approach. The purpose of this study was to determine the research titled Conflict Coverage Tjahaja Basuki Purnama By DPRD DKI Jakarta in Indonesia Sinar Baru Hrian. This study focuses on the study of discourse analysis using a research model Teun A. Van Dijk in the overall analysis as the study of communication theory. The study used as a critical paradigm approach. The purpose of this study was to determine To determine how the Sinar Indonesia Baru provides news about the conflict between Tjahaja Basuki Purnama with the Jakarta DPRD DKI Jakarta related budget. The subjects were reporting news text Tjahaja Basuki Purnama conflict with Jakarta Parliament in Sinar Indonesia Baru daily on February 27, 2015. The results showed that the Indonesian Sinar Baru impartially one was in the news on both sides. Indonesian Sinar Baru party wants to complain even as both sides in the eyes of the reader to portray the figure Ahok as someone who spoke harshly while emotions. Considering he was the Governor of Jakarta, of course, that image can create public opinion against him be negative. In addition, the Sinar Indonesia Baru also does not provide space for the defense of the Parliament in its message. Indonesian Sinar Baru parties only show Basuki statement showing the misappropriation of funds in the city budget fo 2015.

Keword:


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Paradigma ... 8

2.2 Analisis Wacana ………... 11

2.3 Analisis Wacana Kritis ... 13

2.4 Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk ... 18

2.5 Komunikasi Massa ... 2.4.1 Agenda Setting ... 28

2.5 Surat Kabar ... 35

2.6 Pers ... 37


(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 47

3.2 Objek Penelitian ... 48

3.3 Subjek Penelitian ... 3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sinar Indonesia Baru ... 51

4.2 Analisis Teks ... 4.2.1 Analisis Teks Berita Sinar Indonesia Baru ... 52

4.2.2 Analisis Kognisi Sosial ... 71

4.2.3 Analisis Konteks Sosial ... 74

4.3 Pembahasan ...78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 82


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Skema Penelitian dan Metode Van Dijk 22

2.2 Struktur Teks Van Dijk 23

2.3 Elemen Wacana van Dijk 24 2.4 Skema/Model Kognisi Sosial van Dijk 27 2.5 Konsep Tanggung Jawab Sosial Media 42 2.6 Kelebihan dan Kekurangan SRT 43

4.1 Analisis Isi Berita 70


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Hrian Sinar Indonesia Baru. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian analisis wacana dengan memakai model penelitian Teun A. Van Dijk dalam keseluruhan analisis sebagai kajian teori komunikasi. Penelitian ini memakai paradigma kritis sebagai pendekatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Penelitian ini berjudul Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Hrian Sinar Indonesia Baru. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian analisis wacana dengan memakai model penelitian Teun A. Van Dijk dalam keseluruhan analisis sebagai kajian teori komunikasi. Penelitian ini memakai paradigma kritis sebagai pendekatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Untuk mengetahui bagaimana pihak Sinar Indonesia Baru menyajikan berita tentang konflik antara Basuki Tjahaja Purnama dengan pihak DPRD DKI Jakarta terkait APBD DKI Jakarta. Subjek penelitian ini adalah teks berita pemberitaan konflik Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD DKI Jakarta di harian SInar Indonesia Baru pada tanggal 27 Februari 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak Sinar Indonesia Baru tidak memihak salah satu pun dalam pemberitaan mengenai kedua belah pihak. Pihak Sinar Indonesia Baru bahkan seolah ingin mengadu kedua belah pihak di mata pembaca dengan mencitrakan sosok Ahok sebagai sosok yang berbicara kasar ketika sedang emosi. Mengingat dia adalah Gubernur DKI Jakarta, tentunya citra tersebut dapat membuat pandangan masyarakat terhadapnya menjadi negative. Selain itu pihak Sinar Indonesia BAru juga tidak memberikan ruang pembelaan bagi pihak DPRD dalam pemberitaannya. Pihak Sinar Indonesia Baru hanya menampilkan pernyataan Basuki yang menunjukkan penyelewengan dana dalam APBD DKI Jakarta untuk tahun 2015.

Kata Kunci:


(19)

ABSTRACT

This study titled Conflict Coverage Tjahaja Basuki Purnama With Jakarta Parliament in Hrian Sinar Indonesia Baru. This study focuses on the study of discourse analysis using a research model Teun A. Van Dijk in the overall analysis as the study of communication theory. The study used as a critical paradigm approach. The purpose of this study was to determine the research titled Conflict Coverage Tjahaja Basuki Purnama By DPRD DKI Jakarta in Indonesia Sinar Baru Hrian. This study focuses on the study of discourse analysis using a research model Teun A. Van Dijk in the overall analysis as the study of communication theory. The study used as a critical paradigm approach. The purpose of this study was to determine To determine how the Sinar Indonesia Baru provides news about the conflict between Tjahaja Basuki Purnama with the Jakarta DPRD DKI Jakarta related budget. The subjects were reporting news text Tjahaja Basuki Purnama conflict with Jakarta Parliament in Sinar Indonesia Baru daily on February 27, 2015. The results showed that the Indonesian Sinar Baru impartially one was in the news on both sides. Indonesian Sinar Baru party wants to complain even as both sides in the eyes of the reader to portray the figure Ahok as someone who spoke harshly while emotions. Considering he was the Governor of Jakarta, of course, that image can create public opinion against him be negative. In addition, the Sinar Indonesia Baru also does not provide space for the defense of the Parliament in its message. Indonesian Sinar Baru parties only show Basuki statement showing the misappropriation of funds in the city budget fo 2015.

Keword:


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Konteks Masalah

Indonesia memiliki beberapa tokoh masyarakat yang menjadi agenda publik. Salah satunya yakni Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Begitu banyak berita mengenai Ahok yang selalu diangkat oleh media. Berita mengenai Ahok juga hampir setiap hari diberitakan.Posisi Ahok yang rentan terhadap kritik menjadikannya sebagai bahan empuk untuk dipublikasi. Ahok sebelumnya merupakan wakil gubernur DKI Jakarta mendampingi Jokowi. Akan tetapi setelah menjabat sebagai Gubernur selama dua tahun, Jokowi akhirnya diutus oleh Megawati untuk maju menjadi calon Presiden dari partai PDI Perjuangan yang ternyata memenangkan Pemilu Legislatif.

Ahok sering terlibat dalam berbagai masalah ketika sudah menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Salah satunya yang sangat gencar diberitakan saat ini yakni konflik Ahok dengan DPRD DKI Jakarta mengenai masalah APBD yang berujung pada hak angket yang digunakan oleh pihak DPRD atas Ahok.Pihak DPRD menggunakan hak angket tersebut atas ketidaksetujuan pada sikap Ahok yang membuat keputusan sendiri atas anggaran yang telah disetujui dengan DPRD sebelumnya.

Hal tersebut bermula ketika Ahok menyerahkan anggaran untuk APBD kota Jakarta kepada Kementrian Dalam Negeri (kemendagri) yang tidak sesuai dengan anggaran yang telah disepakati sebelumnya dalam rapat paripurna dengan anggota DPRD DKI pada tanggal 27 Januari 2015. Ahok menyatakan bahwa dalam anggaran tersebut banyak dana yang tidak sesuai dan tidak jelas, diantaranya dana tambahan untuk dinas pendidikan DKI dan berbagai keperluan pendidikan untuk beberapa sekolah di DKI Jakarta. Total untuk dana yang dicantumkan dalam anggaran tersebut mencapai Rp. 105.876 miliar dan hal tersebut belum termasuk dalam keperluan dinas yang lain yang apabila ditotalkan mencapai Rp. 12, 1 triliun.


(21)

Hal tersebut lah yang mendasari Ahok mengubah anggaran yang dirasa tidak sesuai dan menyerahkannya langsung kepada kemendagri.Selagi menunggu hasil keputusan kemendagri mengenai anggaran tersebut, konflik antara Ahok dan DPRD DKI terus berlanjut.Pihak dari DPRD DKI mulai menyerang Ahok dari berbagai pernyataan yang menentang Ahok dan menyatakan ketidaksukaan pada sikap Ahok yang dinilai melakukan pelanggaran eksekutif. Selanjutnya saat ini pihak mereka menyatakan sudah siap untuk melakukan hak angket atas Ahok diantaranya, panitia hak angket berhak melakukan penyelidikan terkait kebijakan eksekutif yang diduga melanggar sejumlah peraturan. Keputusan akhir dalam penyelidikan bisa berujung pada pelaporan kepada aparat hukum terkait temuan unsur pidana dalam kebijakan eksekutif.Opsi kedua dalam penggunaan hak angket ini adalah pemberhentian jabatan gubernur yang sekarang dipegang oleh Ahok. Aturan induk tentang proses penyusunan APBD ada di PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) APBD. Lebih detail lagi diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman PKD (Pengelolaan Keuangan Daerah) APBD. Untuk APBD 2015 secara khusus diatur juga dalam Permendagri No. 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2015. Proses penyusunan APBD yang melibatkan DPRD dimulai dari pengajuan KUA-PPAS oleh Pemda kepada DPRD.

KUA atau Kebijakan Umum Anggaran memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan Pemda. Di dalam KUA juga ada proyeksi pendapatan, alokasi belanja, sumber dan penggunaan pembiayaan beserta asumsi makro nya. PPAS atau Platform Penggunaan Anggaran Sementara memuat rancangan program prioritas. PPAS juga berisi patokan batas maksimal anggaran yang diberikan untuk SKPD.

Hasil pembahasan KUA-PPAS antara Pemda dan DPRD dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman. Jadi kalo ada tabel yang berisi mata anggaran dari hasil KUA-PPAS, itu baru nota kesepahaman, bukan APBD final yang disetujui. Masih mungkin terjadi perubahan nilai maupun jenis kegiatan, termasuk penghilangan kegiatan. Indikatornya adalah kesesuaian dengan isu strategis


(22)

daerah dan/atau ada kebutuhan mendesak untuk program tersebut. Kesepakatan KUA-PPAS ini menjadi landasan Pemda membuat RKA-SKPD untuk diajukan ke DPRD dalam bentuk Raperda APBD.

Menurut Public Expenditure Management, dari sisi akuntabilitas, nota kesepahaman KUA-PPAS menjadi dasar pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Dari sisi disiplin anggaran, KUA-PPAS dikunci untuk disiplin anggaran yang menyeluruh. Dari sisi efisiensi teknis, KUA-PPAS memudahkan Pemda menyusun RKA-SKPD. Jadi KUA-PPAS bukan APBD yang disahkan, tapi hanya produk antara untuk memperlancar penyusunan APBD.

Selanjutnya pembahasan dan penetapan Raperda APBD dilakukan bersama Pemda melalui TPAD dengan Badan Anggaran (Bangar) DPRD. Raperda APBD yang sudah disetujui bersama Gubernur dan DPRD dalam Sidang Paripurna, disampaikan ke Mendagri untuk dievaluasi. Penyampaian RAPBD ke Mendagri harus disertai diantaranya dengan persetujuan bersama antara Pemda dan DPRD tentang Ranperda APBD.

Jika ada perbaikan/penyempurnaan dari hasil evaluasi Mendagri, dilakukan bersama Gubernur dengan Panitia Anggaran (Pangar) DPRD. Hasil perbaikan juga harus ditetapkan oleh Pimpinan DPRD dan menjadi dasar penetapan Perda APBD tahun yang bersangkutan. Jadi, DPRD memang banyak dilibatkan dalam setiap proses penyusunan APBD mulai dari tahap penyampaian KUA-PPAS. Soal E-Budgeting, yang utama adalah sebagai alat untuk mendukung terlaksananya Transparansi Anggaran, bukan cuma alat kontrol Gubernur terhadap anggaran APBD. Agar publik mengetahui proses, penetapan dan alokasi anggaran Pemda. Sehingga, harusnya yang dimunculkan di sistem E-Budgetting adalah APBD yang sudah ditetapkan Pemda bersama Dewan dan disetujui oleh Mendagri.


(23)

Ahok menyatakan akan terus pada pendiriannya akan anggaran tersebut dan berani bertanggungjawab akan langkah yang telah diambilnya. Ahok bahkan secara terang terangan akan mempertaruhkan jabatannya sebagai gubernur atas hal tersebut. Baginya, ia lebih baik mundur sebagai gubernur DKI Jakarta daripada harus menyetujui anggaran dari APBD DKI dan menjaga hubungan yang baik dengan DPRD DKI.

Konflik antara Ahok dan DPRD DKI tersebut tentunya dapat dengan mudah mencuri perhatian masyarakat. Hal tersebut menyangkut kehidupan masyarakat luas terutama untuk daerah DKI Jakarta, akan tetapi tidak hanya warga DKI Jakarta saja yang menyumbangkan pendapat terkait konflik kedua belah pihak. Konflik Ahok dan DPRD DKI juga diperdebatkan melalui situs jejaring sosial Facebook dan Twitter. Masyarakat yang mendukung Ahok beramai-ramai menggunakan tagar “Save Ahok” yang berhasil menduduki puncak trending topik

Indonesia di situs jejaring sosial Twitter.

(m.tribunnews.com/techno/2015/02/27/tagar-saveahok-rajai-trending-topic-twitter).

Setiap media massa memiliki latar belakang tersendiri, baik dalam isi dan pengemasan beritanya, maupun dalam tampilan serta tujuan dasarnya. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan yang berbeda-beda dari masing-masing media massa. Baik yang bermotif politik, ekonomi, agama, dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Bambang Harimukti bahwa media massa adalah sekumpulan banyak organisasi dan manusia dengan segala kepentingannya yang beragam, bahkan termasuk yang saling bertentangan (Septiawan, 2005). Untuk itu, setiap media massa yang menyajikan berita mengenai konflik Ahok dan DPRD DKI ini juga mengemas berita tersebut sesuai dengan kepentingan mereka karena tentunya dalam setiap pemberitaan di media, setiap pihak memiliki tujuan pemberitaan masing-masing.

Akibat adanya berbagai kepentingan oleh setiap pihak yang memiliki kuasa atas media maka muncullah sebuah anggapan bahwa fakta yang disampaikan bukanlah fakta yang objektif, melainkan fakta yang telah direkonstruksi oleh


(24)

dengan harapan bahwa berita yang dikemas sedemikian rupa dapat dipercaya dan mempengaruhi pemikiran masyarakat agar sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, media sering ditempatkan sebagai salah satu variable determinan. Bahkan media terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial dan politik. Dalam konteks media massa sebagai institusi informasi, Karl Deutsch

menyebutnya sebagai “urat nadi pemerintah” (the nerves of government)). Hanya mereka yang mempunyai akses kepada informasi yang bakal menguasai percaturan kekuasaan (Sobur, 2004 : 31).

Konstruksi realitas politik yang dibentuk oleh sebuah media pertama-tama dipengaruhi oleh kehidupan sistem politik dimana media massa menjadi salah satu subsistemnya. Walaupun demikian, media massa memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi sistem politik sehingga hubungan antara keduanya ditandai oleh dua hal. Pertama, bentuk dan kebijakan politik sebuah negara menentukan pola operasi media massa di negara itu, mulai dari kepemilikan, tampilan isi, hingga pengawasannya.Kedua, media massa sering menjadi media komunikasi politik terutama oleh penguasa. Setiap kepentingan politik sedapat mungkin memakai media massa untuk melancarkan kepentingan politiknya.

Surat kabar Sinar Indonesia Baru (SIB) adalah salah satu surat kabar nasional yang berpusat di Medan, Sumatera Utara. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Syafruddin Pohan M.Si, Ph.D yang merupakan seorang dosen Ilmu Komunikasi di fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara pada tanggal 13 Maret 2015, SIB adalah surat kabar yang konsisten dalam memberitakan suatu wacana terutama yang berkaitan dengan agenda publik. Setiap wacana yang disajikan dalam kolom beritanya, selalu diperbaharui dalam artian setiap wacana yang dimuat akan dibahas sampai tuntas. Kita tentunya sering melihat di beberapa media yang beritanya dimuat secara besar-besaran kemudian dalam beberapa waktu wacana tersebut menghilang dan digantikan oleh agenda publik yang baru.


(25)

Berbeda halnya dengan surat kabar SIB. Pihak surat kabar ini menggunakan prinsip kontinuitas pemberitaan wacananya sampai tuntas. Hal ini lah yang mendasari peneliti menggunakan media SIB dalam penelitian untuk menganalisis wacana Ahok yang berkonflik dengan pihak DPRD DKI di harian SIB.

Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana sosok dan posisi Ahok disajikan dalam pemberitaan di harian SIB terkait dengan masalah APBD DKI Jakarta dengan pihak DPRD.

1.2Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah di atas maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana harian Sinar Indonesia Baru (SIB) menyajikan berita mengenai konflik antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta terkait APBD untuk tahun 2015 ?

2. Bagaimana harian Sinar Indonesia Baru memaknai pemberitaan konflik antara Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD DKI Jakarta ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pihak Sinar Indonesia Baru menyajikan berita tentang konflik antara Basuki Tjahaja Purnama dengan pihak DPRD DKI Jakarta terkait APBD DKI Jakarta.

2. Untuk mengetahui bagaimana media Sinar Indonesia Baru memaknai pemberitaan konflik antara Basuki Tjahaja Purnama dengan pihak DPRD DKI Jakarta terkait APBD DKI Jakarta.


(26)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu ;

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang penyajian berita oleh media massa

2. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya referensi bahan penelitian serta menjadi bahan bacaan yang berguan di lingkungan FISIP USU khusunya Departemen Ilmu

Komunikasi.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca tentang pemberitaan di media massa.


(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Paradigma

Ilmu Sosial merupakan suatu “multi paradigm science,” tidak seperti ilmu alam fisika, dalam ilmu sosial berbagai paradigma bisa tampil bersama-sama dalam satu era. Sejauh ini telah dilakukan pengelompokan teori-teori sosial ke dalam paradigm yang menghasilkan criteria yang beragam dari beberapa ilmuan sosial. Salah satunya adalah pengelompokan yang dilakukan oleh Guba dan Lincoln (1994). Teori-teori sosial dikelompokkan ke dalam tipologi yang mencakup empat paradigma dengan implikasi metodologi tersendiri yaitu, positivism, post positivism, critical paradigm, dan constructivisme. Sejumlah ilmuwan sosial menggabungkan positivism edan post positivisme menjadi classical paradigm karena dalam prakteknya implikasi metodologi keduanya tidak jauh berbeda. Berdasarkan tipologi tersebut, teori-teori dan penelitian ilmiah dalam komunikasi dibagi atas 3, yakni :

1. Classical Paradigm yang mencakup Positivisme dan Post Positivisme 2. Critical Paradigm

3. Constructivisme Paradigm

Sejumlah hal mendasar yang membedakan ketiga paradigma di atas antara lain konsepsi tentang ilmu-ilmu sosial, asumsi-asumsi tentang masyarakat, manusia, realitas sosial, keberpihakan moral, dan juga komitmen terhadap hal-hal tertentu.

Teori kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang kurag sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Analisis teori kritis tidak dipusatkan pada kebenaran/ ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada konstruktivisme. Analisis kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya,


(28)

karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. bahasa komunikasi tiak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses komunikasi: batasan-batasan apa yang diperkenankan, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan.

Teori kritis dapat dianggap sama dengan paradigm konstruktivisme dengan alasan sebagai berikut:

1. Teori kritis meyakini bahwa ilmu pengetahuan itu dikonstruksi atas dasar kepentingan manusiawi.

2. Dalam praksis penelitian (dari pemilihan masalah untuk penelitian, instrument dan metode analisis yang digunakan. Interpretasi, kesimpulan dan rekomendasi) dibuat sangat bergantung pada nilai-nilai peneliti.

3. Standar penelitian ilmiah bukan ditentukan oleh prinsip verifikasi atau falsifikasi melainkan didasarkan konteks sosial historis serta kerangka pemikiran yang digunakan ilmuwan.

Aliran teori kritis ini sebenarnya tidak dapat dkatakan sebagai suatu paradigm, tetapi lebih tepat disebut ideologically oriented inquiry, yaitu suatu wacana atau cara pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis terhadap paham tertentu. Ideologi ini meliputi: Nep-Marxisme, Materialisme, Feminisme, Freireisme, partisipatory inquiry, dan paham-paham yang setara (Denzin dan Guba, 2001:41).

Lebih jauh, Denzin dan Guba (2001) menyebutkan dilihat dari sisi ontologism, paham perspektif ini sama dengan post-positivisme yang menilai objek atau realitas secara kritis (critical realism), yang tidak dapat dilihat secara benar oleh pengamatan manusia. Karena itu, untuk mengatai masalah ini, secara metodologis paham ini mengajukan metode dialog dengan transformasi untuk menemukan kebenaran realitas yang hakiki. Secara epistimologis, hubungan


(29)

antara pengamat dengan realitas yang menjadi objek merupakan suatu hal yang tidak bia dipisahkan. Karena itu, aliran ini lebih menekankan pada konsep subjektivitas dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan, karena nilai-nilai yang dianut oleh subjek atau pengamat ikut campur dalam menentukan kebenaran tentang suatu hal.

Paradigma kritis dipengaruhi oleh ide dan gagasan Marxis yang melihat masyarakat sebagai suatu sistem kelas dimana kelas/kelompok yang dominan melakukan dominasi terhadap kelompok yang tidak dominan. Media adalah salah satu bagian dari system dominasi yang dijadikan kelompok dominan sebagai alat untuk memanipulasi dan mengukuhkan kehadirannya sembari memarjinalkan kelompok yang tidak dominan (Eriyanto, 2001 : 22-23).

Perkembangan paradigma kritis tidak dapat dipisahkan dari pemikiran sekolah Frankfurt yang tumbuh di Jerman pada masa berlangsungnya propaganda besar-besaran yang dilakukan oleh Hitler. Pada masa tersebut media dipenuhi dengan prasangka, retorika, dan propaganda. Media menjadi sarana pemerintah untuk mengontrol publik dan mengobarkan semangat perang. Pemikiran kritis yang lahir dari sekolah Frankfurt memendang adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol proses komunikasi. Media adalah sarana dimana kelompok dominan mengontrol bahkan memarjinalkan kelompok yang tidak dominan dengan menguasai dan mengontrol media (Eriyanto, 2001 : 23-24).

Stuart Hall kemudian mengembangkan pemikiran dari mazhab Frankfurt dengan menekankan ideologi sebagai bagian yang penting dalam studi media. Menurut hal, media memang memainkan peranan penting dalam pembentukan konsensus di dalam masyarakat. tetapi media tidak secara sederhana dipandang sebagai refleksi dari konsensus . Konsensus terbentuk melalui proses yang kompleks dan melibatkan legitimasi dari kekuatan-kekuatan sosial dlam masyarakat.


(30)

Kalangan pluralis memandang realitas sebagai sesuatu yang terbentuk secara alamiah, tetapi bagi Hall, realitas diproduksi oleh representasi dari kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat melalui sarana media sebagai bentuk dari pertarungan kekuasaan untuk memapankan nilai-nilai kelompok dominan. Dalam proses pembentukan realitas tersebut, Hall menjadikan bahasa dan politik penandaan sebagai titik perhatiannya. Bahasa dipandang sebagai arena

pertarungan sosial dan bentuk pendefinisian realitas. Sedangkan politik penandaan adalah bagaimana praktik sosial dalam membentuk, mengontrol, dan membentuk makna.

2.2Analisis Wacana

Analisis wacana, dalam arti paling sederhana adalah kajian terhadap satuanbahasa di atas kalimat. Lazimnya, perluasan arti istilah ini dikaitkan dengan kontekslebih luas yang mempengaruhi makna rangkaian ungkapan secara keseluruhan. Paraanalis wacana mengkaji bagian lebih besar bahasa ketika mereka saling bertautan.Beberapa analis wacana mempertimbangkan konteks yang lebih luas lagi untukmemahami bagaimana konteks itu mempengaruhi makna kalimat.Sebagai pendekatan analitik yang sedang berkembang (in status ascendi),analisis wacana tidak hanya mengemuka dalam kajian bahasa, tetapi juga dalamberbagai lapangan kajian lain.

Kalau dalam linguistik, analisis wacana menunjukpada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat yang memusatkan perhatian padaaras lebih tinggi dari hubungan ketata-bahasaan (grammatical), dalam sosiologi,analisis wacana menunjuk pada kajian hubugan konteks sosial dengan pemakaianbahasa. Kalau dalam psikologi sosial, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadapstruktur dan bentuk percakapan atau wawancara, dalam ilmu politik, analisis wacanamenunjuk pada kajian terhadap praktik pemakaian bahasa dan tali-temalinya dengankekuasaan. Tampak jelas, digunakan dalam lapangan kajian apa pun, istilah analisis wacana niscaya menyertakan telaah bahasa dalam pemakaian.Seperti dialami oleh semua cabang kajian dalam ilmu-ilmu kemanusiaan(human sciences), pendekatan analisis wacana juga terpilah berdasarkan paradigmakajian (paradigm of inquiry) yang mendasarinya. Secara umum ada tiga paradigmakajian yang berkembang dan saling bersaing dalam


(31)

ilmu-ilmu kemanusiaan. Masing-masingadalah analisis wacana positivisme (positivist discourse analysis), analisis wacana interpretivisme (interpretivist discourse analysis), dan analisis wacanakritisisme (critical discourse analysis). Bersandar pada paradigma positivisme, bahasa dilihat sebagai jembatan antaramanusia dengan objek di luar dirinya. Terkait dengan analisis wacana, para penelitibahasa tidak perlu mengetahui makna-makna atau nilai subjektif yang mendasarisuatu pernyataan. Analisis wacana positivistik memperhatikan dan mengutamakanpemenuhan seperangkat kaidah sintaksis dan semantik. Kebenaran semantik dan ketepatan sintaksis menjadi takaran utama dalam aliran ini. Karena itu, analisis wacana positivistik diarahkan pada penggambaran tata-aturan kalimat dan paragraph beserta kepaduan makna yang diasumsikan berlaku umum.

Kohesi dan koherensi menjadi tolok-ukur utama dalam setiap analisis wacana positivistik Penganjur paradigma interpretivisme menolak pemisahan manusia sebagaisubjek dengan objek. Bahasa tidak dapat dipahami terkecuali dengan memperhatikansubjek pelakunya. Subjek manusia diyakini mampu mengendalikan maksud-maksudtertentu dalam tindak berwacana. Karena itu, setiap pernyataan pada hakikatnya adalah tindak penciptaan makna. Dalam perspektif ini pula berkembang teori tindak- tutur, serta keberlakuan kaidah-kaidah kejasama dalam percakapan.

Analisis wacana dimaksudkan untuk mengungkap maksud-maksud dan makna-makna tertentudari subjek. Dalam perspektif ini, bila berkehendak memahami suatu wacana, makatidak ada jalan masuk lain kecuali pengkaji mampu mengembangkan empati terhadap subjek pelaku wacana. Penganjur paradigma kritisisme menilai bahwa baik paradigma positivisme maupun paradigma interpretivisme tidak peka terhadap proses produksi dan reproduksi makna.

Kedua paradigma tersebut mengabaikan kehadiran unsur kekuasaan dan kepentingan dalam setiap praktik berwacana. Karena itu, alih-alih mengkaji ketepatan tata-bahasa menurut tradisi positivisme atau proses penafsiran sebagaimana tradisi interpretivisme, paradigma kritisisme justru memberi bobot


(32)

lebih besar terhadap pengaruh kehadiran kepentingan dan jejaring kekuasaan dalam proses produksi dan reproduksi makna suatu wacana. Baik sebagai subjek maupun objek praktik wacana, individu tidak terbebas dari kepentingan ideologik dan jejaring kekuasaan.

Meskipun ada banyak ranting aliran (variance) dalam paradigma ini, semuanya memandang bahwa bahasa bukan merupakan medium yang netral dari ideologi, kepentingan dan jejaring kekuasaan. Karena itu, analisis wacana kritis perlu dikembangkan dan digunakan sebagai piranti untuk membongkar kepentingan, ideologi, dan praktik kuasa dalam kegiatan berbahasa dan berwacana. Dua di antara sejumlah ranting aliran analisis wacana kritis yang belakangan sangat dikenal adalah buah karya Norman Fairclough dan Teun van Dijk.18 Dibanding sejumlah karya lain, buah pikiran van Dijk dinilai lebih jernih dalam merinci struktur, komponen dan unsur-unsur wacana. Karena itu, model analisis wacana kritis ini pula terkesan mendapat tempat tersendiri di kalangan analis wacana kritis.

2.3 Analisis Wacana Kritis

Kata kritis (critical) dalam CDA membawa konsekuensi yang tidak ringan. Pengertian kritis di sini bukan untuk diartikan secara negatif sebagai menentang atau memperlihatkan keburukan-keburukan dari subjek yang diperiksa semata. Kata kritis menurut Wodak hendaknya dimaknai sebagai sikap tidak menggeneralisir persoalan melainkan memperlihatkan kompleksitasnya; menentang penciutan, penyempitan atau penyederhanaan, dogmatisme dan dikotomi. Kata kritis juga mengandung makna refleksi diri melalui proses, dan membuat struktur relasi kekuasaan dan ideologi yang pada mulanya tampak keruh, kabur dan tak jelas menjadi terang. Kritis juga bermakna skeptis dan terbuka pada pikiran-pikiran alternatifAnalisis wacana kritis menggunakan pandangan kritis yang melihat suatu wacana bukan dari kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran. Analisis wacana pada paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan


(33)

dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. bahasa di sini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu, dengan situsi, intuisi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa menampilkan efek ideologi : ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan.

Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Media bukan saluran yang bebas dan netral tetapi justru dipengaruhi dan digunakan oleh kekuatan ekonomi, politik, dan sosial di dalam masyarakat. media adalah saluran yang digunakan oleh kelompok tertentu untuk menyebarluaskan kekuasaannya di dalam masyarakat. teks berita diproduksi dan direproduksi sedemikian rupa sehingga menghasilkan pemaknaan tertentu. Dengan kata lain, teks dan pembaca mempunyai peranan yang sama besar dalam proses pemaknaan. Hubungan ini menghasilkan suatu tata nilai yang lebih besar dan kompleks di mana ideologi bekerja.

Teun Van Dijk memberi definisi analisis wacana kritis sebagai berikut,

Critical discourse analysis (CDA) is a type of discourse analytical research that primarily studies the way social power abuse, dominance, and inequality are enacted, reproduced, and resisted by text and talk in the social and political context. With such dissident research, critical discourse analysts take explicit position, and thus want to understand, expose, and ultimately resist social inequality.


(34)

Dari paparan di atas tampak bahwa agenda utama CDA adalah mengungkap bagaimana kekuasaan, dominasi dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks tertulis maupun perbincangan dalam konteks sosial dan politis. Dengan demikian CDA mengambil posisi non-konformis atau melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan ketidakadilan sosial.

Fairclough dan Wodak mengidentifikasi karakteristik CDA sebagai berikut, 1. Memberi perhatian pada masalah-masalah sosial;

2. Percaya bahwa relasi kekuasaan bersifat diskursif, atau mengada dalam wacana;

3. Percaya bahwa wacana berperan dalam pembentukan masyarakat dan budaya;

4. Percaya bahwa wacana berperan dalam membangun ideologi; 5. Percaya bahwa wacana bersifat historis;

6. Memediasikan hubungan antara teks dan masyarakat siosial ; 7. Bersifat interpretatif dan eksplanatif;

8. Percaya bahwa wacana merupakan suatu bentuk aksi sosial.

Sekalipun berangkat dari basis yang sama, yakni linguistik, tetapi karena mendapat pengaruh dan paradigma yang berbeda, Analisis Wacana Kritis memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dengan Analisis Wacana (AW/DA). Pengaruh yang kuat dari Faucault menjadikan AWK/CDA tertarik untuk melihat fenomena sosial, politik dan kultural yang mengejawantah dalam bahasa. Jørgensen and Phillips, menyebut bahwa CDA adalah pendekatan konstruktivis sosial yang meyakini bahwa representasi dunia bersifat linguistis diskursif, makna bersifat historis dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial .15 Itulah mengapa CDA bersifat inter/multidisiplin, dan persentuhannya dengan ilmu sosial, politik dan budaya tidak terelakkan. Dengan demikian peneliti CDA dituntut untuk membuka diri terhadap prinsip-prinsip yang dikukuhi oleh disiplin ilmu yang lain. Dalam banyak literatur, CDA bahkan sering disebut sebagai metode analisa yang mempertemukan ilmu bahasa (linguistik dan susastra), sosial, politik dan budaya.


(35)

Berikut ini karakterisrik penting dari analisis wacana kritis yang diambil dari tulisan Teun A. van Dijk, Fairclough dan Wodak :

1. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau berbicara dengan dirinya sendiri. Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubunga dengan orang lain. Dengan pemahaman semacam ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi, dimengeti, dan dianalsisi pada suatu konteks tertentu. Titik tolak dari analisi wacana disini, bahasa tidak dapat dimengerti sebagai mekanisme internal dari linguistik semata, bukan suatu objek yang diisolasi dalam ruang tertutup. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini, dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa.

Wacana tidak dianggap sebagai wilayah yang konstan, terjadi di mana saja, dalam situasi apa saja. Wacana dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak hal berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan dalam analisis.


(36)

3. Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa menentang Soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.

4. Kekuasaan

Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya. Di sini, setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakaan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. analisis wacana kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang taua kelompok lain lewat wacana. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain berrtindak sesuai dengan yang diinginkan. Kenapa hanya bisa dilakukan oleh kelompok dominan ? karena menurut Van Dijk, mereka lebih mempunyai akses dibandingkan dengan


(37)

kelompok yang tidak dominan. Kelompok dominan lebih mempunyai akses seperti pengetahuan, uang, dan pendidikan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dominan.

5. Ideologi

Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan,, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi tertentu. Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideology dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak abash dan benar (Van Dijk, 1997 : 25). Ideologi dari kelompok dominan hanya akan efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran.

2.3 Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk

Model analisis wacana yang dipakai oleh van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis. Model

yang dipakai oleh van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Menurut

van Dijk, penelitisn atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analsis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini juga harus dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Teks bukan sesuatu yang datang dari langit, bukan juga suatu ruang hampa yang mandiri. Akan tetapi, teks dibentuk dalam suatu praktek diskursus, suatu prkatek wacana.


(38)

Titik perhatian van Dijk terutama pada studi mengenai rasialisme. Dari berbagai kasus, dengan ribuan berita, van dijk terutama menganalisis bagaimana wacana media turut memperkuat rasialisme yang ada dalam masyarakat. Banyak sekali rasialisme yang diwujudkan dan diekspresikan melalui teks. Berbagai masalah tersebut lah yang coba digambarkan dalam model van Dijk. Oleh karena itu, van Dijk tidak mengeksklusi modelnya semata-mata dengan menganalisis teks semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.

Dalam analisis wacana ada tiga hal penting yang mempengarui produksi maupun analisis wacana yakni: ideologi, pengetahuan dan wacana. Ideologi mempengaruhi produksi wacana. Tidak ada wacana yang benar-benar netral atau steril dari ideologi penutur atau pembuatnya. Ideologi adalah sistem kepercayaan baik kepercayaan kolektif masyarakat maupun skemata kelompok yang khas, yang tersusun dari berbagai kategori yang mencerminkan identitas, struktur sosial, dan posisi kelompok. Ideologi merupakan basis sikap sosial. Pengetahuan adalah kepercayaan yang dibuktikan dengan benar (dijustifikasi). Kepercayaan menjadi pengetahuan apabila dimiliki oleh kelompok yang bersangkutan. Dalam kondisi tertentu terdapat pengetahuan yang belum menjadi idiologi sekalipun dimiliki secara kolektif oleh suatu kelompok. Pengetahuan semacam itu dalam analisis wacana disebut common ground.

Dalam produksi wacana, struktur pengetahuan akan mempengaruhi dan mengontrol semantik dan perangkat wacana yang lain. Oleh karena pengetahuan tersebut tidak hanya berkaitan dengan penutur, tetapi berkaitan pengetahuan lain yang dimiliki pendengar, pembaca atau partisipan; maka diperlukan suatu model mental yang komplek tentang situasi pengetahuan lain dari peristiwa komunikatif yang disebut konteks. Oleh Van Dijk wacana digambarkan memiliki tiga demensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis wacana adalah menggabungkan ketiga demensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada tingkat kognisi sosial


(39)

dipelajari proses produksi berita yang melibatkan kognisi individu penulis berita. Aspek ketiga adalah mempelajari bangunan wacana yang berkembang di masyarakat.

1. Teks

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa strukstur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Yang pertama, struktur makro, yakni makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks. Kedua, superstruktur yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Ketiga, struktur mikro yakni makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.

2. Kognisi Sosial

Dalam pandangan van Dijk wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahsa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita. Karena pada dasarnya setiap teks dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa.

3. Analisis Sosial

Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk memanfaatkan dan mengambil analisis linguistic tentang kosakata, kalimat, proposisi, dan paragraf untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks. Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagimana suatu teks diproduksi oleh individu/kelompok pembuat teks. Cara memandang atau melihat suatu realitas


(40)

sosial itu yang melahirkan teks tertentu. Analisis sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana.

Model dari analisis van Dijk tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1

Sumber : (Eriyanto, 2009 : 225)

Skema penelitian dan metode yang biasa dilakukan dalam kerangka van Dijk adalah sebagai berikut.

Konteks

Kognisi Sosial Teks


(41)

Tabel 2.1

Skema Penelitian dan Metode Van Dijk

STRUKTUR METODE

METODE Teks

Menganalisis bagaimana strategi wacana yang digunakan untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk

memarjinalkan suatu kelompok, gagasan atau peristiwa tertentu.

Critical linguistic

Kognisi Sosial

Manganalisis bagaimana kognisi penulis dalam memahami seseorang atau suatu peristiwa yang akan ditulis.

Wawancara Mendalam

Analisis Sosial

Menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses reproduksi dan reproduksi sesorang atau peristiwa digambarkan.

Studi pustaka, penelusuran sejarah dan wawancara


(42)

Kerangka Analisis Van Dijk

A.Dimensi Teks

Van Dijk membuat kerangka analisis wacana yang dapat digunakan, untuk melihat suatau wacana yang terdiri dari berbagai tingkatan atau struktur dari teks. Van Dijk membaginya ke dalam tiga tingkatan, yaitu ;

Tabel 2.2 Struktur Teks Van Dijk

Struktur Makro Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks

Superstruktur Kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.

Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pemilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.


(43)

Sedangkan struktur atau elemen yang dikemukakan van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.3

Elemen Wacana Van Dijk Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen

Struktur Makro TEMATIK

Tema apa yang

dikedepankan dalam suatu berita

Topik

Superstruktur SKEMATIK

Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh

Skema atau Alur

Struktur Mikro SEMANTIK

Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal, dengan member detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi sisi lain.

Latar, Detil, maksud, Praanggapan,

Nominalisasi

Struktur Mikro SINTAKSIS

Bagaimana kalimat (bentuk susunan) yang dipilih

Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti

Struktur Mikro STILISTIK

Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita

Leksikon

Struktur Mikro RETORIS

Bagaimana dan dengan cara apa penekanan

Grafis, Metafora, Ekspresi


(44)

Berbagai elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Untuk memperoleh gambaran dari elemen-elemen yang harus diamati tersebut, berikut adalah penjelasan singkatnya, yaitu :

a. Tematik (Tema/Topik)

Elemen ini menunjuk pada gambaran umum dari teks, disebut juga sebagai gagasan inti atau ringkasan. Topic menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Topic menunjukkan konsep yang dominan, sentral, dan yang paling penting dalam berita.

b. Skematik (Skema atau Alur)

Teks pada umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur menunjukkan bagian-bagian dalam teks yang disusun dan diurutkan hingga membentuk kesatuan arti. Menurut van Dijk, makna yang terpenting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topic tertentu yang ingin disampaikan dengan urutan tertentu.

c. Semantik (Latar, Detil, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi)

Semantik dalam skema van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, antarproposisi, yang membangun makna tertentu dari suatu teks. Analisis wacana memusatkan perhatian pada dimensi teks, seperti makna yang eksplisit maupun implisit.

Latar teks merupakan elemen yang berguna untuk membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh wartawan. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana makna teks itu hendak dibawa.

Elemen detil berhubungan dengan kontrol informasi dari yang ingin ditampilkan oleh wartawan. Detil ini adalah strategi dari wartawan untuk menampilkan bagian mana yang harus diungkapkan secara detil lengkap dan panjang, dan bagian mana yang diuraikan dengan detil sedikit.


(45)

Detil hampir mirip dengan elemen maksud, kalau detil itumengekspresikan secara implisit sedangkan maksud yaitu secara eksplisit atau jelas atas maksud pengungkapan informasi dari wartawan.

Praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna dari suatu teks. Dengan cara menampilkan narasumber yang dapat memberikan premis yang dipercaya kebenarannya.

d. Sintaksis (Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti)

Ramlan (Pateda 1994:85) mengatakan, “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan

frase… dalam sintaksis terdapat bentuk kalimat, koherensi dan kata ganti. Dimana ketiga hal tersebut untuk memanipulasi politik dalm menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negatif, dengan cara penggunaan sintaksis (kalimat).

e. Stilistik (Leksikon)

Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas

berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Seperti kata „meninggal‟ yang memiliki

kata lain seperti wafat, mati, dan lain-lain. f. Retoris (Grafis, Metafora, Ekspresi)

Retoris ini mempunyai daya persuasif, dan berhubungan dengan bagaimana pesan ini ingin disampaikan kepada khalayak. Grafis, penggunaan kata-kata yang metafora, serta ekspresi dalam teks tertulis adalah untuk meyakinkan kepada pembaca atas peristiwa yang dikonstruksi oleh wartawan.


(46)

B. Dimensi Kognisi Sosial

Dalam kerangka analisi van Dijk, intinya kognisi sosial yaitu kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Karena, setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa. Di sini, wartawan tidak dianggap sebagai individu yang memiliki beragam nilai, pengalaman, dan pengaruh ideologi yang didapat dari kehidupannya.

Peristiwa dipahami berdasarkan skema atau model. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup cara pandang terhadap manusia, peranan sosial, dan peristiwa.

Ada beberapa skema/model yang dapat digunakan dalam analsis kognisi sosial penulis, digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.4

Skema/Model Kognisi Sosial Van Dijk Skema Person (Person Schemas)

Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang lain

Skema Diri ( Self Schemas)

Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang.

Skema Peran (Role Schema)

Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi seseorang dalam masyarakat.

Skema Peristiwa (Event Schema)

Skema ini yang paling sering dipakai, karena setiap peristiwa selalu ditafsirkan dan dimaknai dengan skema tertentu.


(47)

C. Dimensi Konteks Sosial

Dimensi ketiga dari analisis van Dijk ini adalah konteks sosial, yaitu bagaimana wacana komunikasi diproduksi dalam masyarakat. Titik pentingnya adalah untuk menunjukkan bagaimana makna dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut van Dijk, ada dua poin penting yakni, praktik kekuasaan (power) dan akses (access).

Praktik kekuasaaan didefenisikan sebagai kepemilikan oleh suatu kelompok atau anggota untuk mengontrol kelompok atau anggota lainnya. Hal ini disebut dengan dominasi, karena praktik seperti ini dapat memengaruhi di mana letak atau konteks sosial dari pemberitaan tersebut. Kedua, akses dalam mempengaruhi wacana. Akses ini maksudnya adalah bagaimana kaum mayoritas memiliki akses yang lebih besar dibandingkan kaum minoritas. Makanya, kaum mayoritas lebih punya akses kepada media dalam memegaruhi wacana.

2.4 Komunikasi Massa 2.4.1 Agenda Setting

Hubungan kuat antara berita yang disampaikan dengan isu-isu penting yang dinilai penting oleh publik merupakan salah satu jenis efek media massa yang paling populer yang dinamakan dengan Agenda Setting. Istilah „Agenda Setting‟ diciptakan oleh mc. Combs dan Shaw (1972, 1993), untuk menggambarkan fenomena yang telah lama diketahui dan diteliti dalam konteks kampanye pemilu. Ide intinya adalah bahwa media berita mengindikasikan kepada publik apa yang menjadi isu utama hari ini dan hal ini tercermin dalam apa yang dipersepsikan publik sebagai isu utama. Sebagaimana yang disebutkan oleh

Trenaman dan Mc.Quail (1961:178), „bukti yang ada secara kuat menyatakan

bahwa orang-orang berpikir mengenai apa yang dikatakan kepada mereka, tetapi dalam tingkatan manapun mereka tidak memikirkan apa yang dikatakan kepada mereka.”


(48)

Bukti yang dikumpulkan saat itu dan banyak lagi setelahnya terdiri atas data yang menunjukkan hubungan antara susunan kepentingan yang diberikan oleh

media terhadap “isu” dan susunan kepentingan yang dilekatkan kepada isu yang

sama oleh politikus dan publik. Dearing dan Rogers (1996) mendefinisikan proses

ini sebagai “persaingan yang terus menerus diantar isu-isu protagonis untuk mendapatkan perhatian dari pekerja media, publik, dan elite pembuat kebijakan‟.

Lazarsfeld et all. (1994) merujuk hal ini sebagai kekuatan untuk membentuk „isu‟.

Politikus mencoba meyakinkan pemilih bahwa isu yang paling penting adalah mereka yang paling dekat diidentifikasikan. Ini adalah bagian yang esensial dari dukungan dan upaya mempengaruhi opini publik. sebagai sebuah hipotesis, agenda/setting nampaknya terhindar dari kesimpulan umum bahwa kampanye persuasif tidak berefek atau hanya berefek sedikit sekali.

Agenda setting terjadi karena media massa sebagai penjaga gawang informasi (gatekeeper) harus selektif dalam menyampaikan berita. Media harus melakukan pemilihan mengenai apa yang harus dilaporkan dan bagaimana melaporkannya. Apa yag diketahui publik tentang suatu keadaan pada waktu tertentu sebagian besar ditentukan oleh proses penyaringan dan pemilihan berita yang dilakukan media massa.

Dalam hal ini agenda setting dapat dibagi ke dalam dua tingkatan (level). Agenda setting level pertama adalah membangin isu umum yang dinilai penting, dan level kedua adalah menentukan bagian-bagian atau aspek-aspek dari isu umum tersebut yang dianggap penting. Level kedua adalah sama pentingnya dengan level pertama. Level kedua penting karena memberitahu kita bagaimana cara membingkai isu atau melakukan framing terhadap isu, yang akan menjadi agenda media dan juga agenda publik. Misal, media mengemukakan bahwa pemilu yang demokratis sebagai hal yang penting (level pertama), tetapi media juga menyatakan bahwa tingkat kemiskinan menyebabkan masyarakat mudah terjebak praktik politik uang (money politic), dalam hal ini media membingkai isu mengenai bagaimana mencapai pemilu yang demokratis (level kedua).


(49)

Dearing dan Rogers (1996) menawarkan beberapa generalisasi mengenai agenda setting. Salah satunya adalah media yang berbeda cenderung setuju atas kepentingan relatif dari seperangkat isu. Kedua, agenda media tidak begitu sesuai dengan indikator “dunia nyata.” Karena yang penting bukanlah signifikansi absolut dari suatu isu tetapi kekuatan yang relatif dari kekuasaan dan masyarakat

yang mencoba mendefinisikan dan mempromosikan suatu isu. Terakhir, “posisi

isu dalam agenda media secara penting menentukan bahwa isu itu penting dalam

agenda publik” (1996:192).

Menarik untuk dicatat bahwa meskipun fakta bahwa agenda setting merupakan inti dari penelitian mengenai efek komunikasi politik, efek itu sendiri

cenderung dinilai sebagai efek “periferi” dalam kaitannya dengan model ELM karena muncul dari petunjuk sampingan yang diberikan oleh penyajian (Perse,2001;100). Hal ini tidak membuat efek semacam itu menjadi kurang penting karena mereka berkontribusi untuk membentuk persepsi publik akan realitas politik dan sosial. Satu kondisi yang umum untuk agenda setting adalah bahwa media massa yang berbeda cenderung berbagi seperangkat prioritas berita yang sama. Kondisi ini ditantang dengan tersedianya banyak layanan berita daring yang baru, ditambah kesempatan yang lebih besar dari “pengguna berita” untuk mencari berita menurut agenda pribadi masing-masing.

Ketika diadakan penelitian tentang pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1968 ditemukan hubungan yang tinggi antara penekanan berita dengan bagaimana berita itu dinilai tingkatannya oleh pemilih. Meningkatnya nilai penting suatu topik berita pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai topik tersebut bagi khalayaknya.

Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan bahwa media (khususnya media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita piker, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk


(50)

tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus kita dukung.

Dengan kata lain, agenda media akan menjadi agenda masyarakatnya. Jika agenda media adalah pemberitaan tentang operasi pemulihan keamanan di Aceh untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM), agenda atau pembicaraan masyarakat juga sama seperti yang diagendakan media tersebut. Hal ini berarti, jika pemberitaan media massa tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kontroversial, yang menjadi bahan pembicaraan masyarakat tentang kenaikan harga BBM itu.

Agenda media juga bisa sengaja dimunculkan. Sekedar contoh adalah kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang melibatkan mantan pejabat orde baru (Orba) sudah banyak dilupakan. Secara tiba-tiba media massa mengekspos keterlibatan KKN seorang mantan pejabat Orba. Kemudian, berita itu menjadi perhatian utama media massa, baik dimunculkan di Headline (halaman muka), maupun dikupas beberapa saat. Agenda yang dilakukan media massa ini akhirnya akan menjadi agenda pembicaraan masyarakat, meskipun kasusnya sudah lama dilupakan. Semakin gencar media massa memberitakan, semakin hangat dan ramai topik itu dibicarakan masyarakat.

Dalam kasus lain, jika media massa selalu mengarahkan untuk mendukung tokoh politik tertentu, bukan tidak mustahil khalayak akan ikut terpengaruh mendukung tokoh tertentu yang didukung media massa tersebut. Jika media mendukung kemerdekaan Timor-Timor (lepas dari Indonesia), sangat mungkin masyarakat akan mendukung gerakan kemerdekaan Timor-Timor.

Coba anda perhatikan hal-hal yang kita anggap penting untuk dibicarakan dalam pertemuan pribadi. Hal-hal itu pulalah yang menjadi pusat perhatian media. Memang, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada peristiwa penting yang dapat terjadi tanpa liputan media massa. Jika memang media tidak meliputnya, hal itu berarti tidak penting. Sebenarnya, media mengarahkan kita untuk memusatkan


(51)

perhatian pada subjek tertentu yang diberitakan media. Ini artinya, media massa menentukan agenda kita.

Mengikuti pendapat Chaffee dan Berger (1997) ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan untuk memperjelas teori ini.

1. Teori itu mempunyai kekuatan penjelas untuk menerangkan mengapa orang sama-sama menganggap penting suatu isu.

2. Teori itu mempunyai kekuatan memprediksi sebab memprediksi bahwa jika orang-orang mengekspos pada suatu media yang sama, mereka akan merasa isu yang sama tersebut penting.

3. Teori itu dapat dibuktikan salah jika orang-orang tidak mengekspos media yang sama maka mereka tidak akan mempunyai kesamaan bahwa isu media itu penting.

Sementara itu, Stephen W. Litteljohn (1992) pernah mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam tiga bagian sebagai berikut.

1. Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada waktu pertama kali. 2. Agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau berinteraksi dengan

agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu memengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya. 3. Agenda publik memengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda

kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu.

Dengan demikian, agenda setting ini memprediksikan bahwa agenda media memengaruhi agenda publik, sementara agenda publik sendiri akhirnya memengaruhi agenda kebijakan.


(52)

Untuk memperjelas ketiga agenda (agenda media, agenda khalayak dan agenda kebijakan) dalam teori agenda setting ini, ada beberapa dimensi yang berkaitan, seperti yang dikemukakan oleh Mannheim (Severin dan Tankard Jr, 1992) sebagai berikut.

1. Agenda Media terdiri atas dimensi-dimensi berikut

a. Visibility (visibilitas), yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita. b. Audience salience (tingkat menonjol bagi khalayak), yakni relevansi

isi berita dengan kebutuhan khalayak.

c. Valence (valensi), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.

2. Agenda Kahalayak terdiri atas dimensi-dimensi berikut.

a. Familiarity (keakraban), yakni derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu.

b. Personal salience (penonjolan pribadi), yakni relevansi kepentingan individu dengan cirri pribadi.

c. Favorability (kesenangan), yakni pertimbangan antara senang dengan tidak senang akan topik berita.

3. Agenda Kebijakan terdiri atas dimensi-dimensi berikut.

a. Support (dukungan), yakni kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu

b. Likelihood of action (kemungkinan kegiatan), yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan.

c. Freedom of action (kebebasan bertindak), yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.

Kekuatan media dalam membentuk agenda publik sebagian bergantung pada hubungan media yang bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hunbungan yang dekat dengan kelompok elite masyarakat maka kelompok tersebut akan memengaruhi agenda media dana pada gilirannya juga akan memengaruhi agenda publik. Pada umumnya pendukung teori kritis percaya bahwa media dapat menjadi, atau biasanya menjadi, instrumen ideologyi dominan


(53)

di masyarakat, dan bila hal ini terjadi, maka ideologi dominan itu akan memengaruhi agenda publik.

Dalam hal ini terdapat empat tipe hubungan kekuasaan (power relations) antara media massa dengan sumber-sumber kekuasaan di luar media, khusunya pemerintah/penguasa, yaitu :

1. High-power source, high-power media

Tipe pertama adalah hubungan yang disebut dengan “sumber kekuasaan luar besar, kekuasaan media besar.” Misalnya terdapat hubungan yang dekat antara para pejabat publik dengan para pengelola atau pemilik media massa. Dalam tipe hubungan ini terdapat scenario sebagai berikut : jika keduanya bekerjasama maka terjadi hubungan yang saling menguntungkan diantara keduanya yang akan memberikan pengaruh sangat besar terhadap agenda publik. Sebaliknya, jika terjadi pertentangan diantara keduanya, maka kedua belah pihak akan saling bersaing untuk memengaruhi agenda publik.

2. High-power source, low power media

Yakni sumber kekuasaan luar besar, dengan kekuasaan media kecil. Di sini, sumber kekuasaan luar kemungkinan akan melakukan kooptasi terhadap media yaitu menggunakan media untuk mencapai tujuannya. Hal ini dapat terjadi, misalnya ketika politisi atau partai politik membeli waktu tayang (airtime) media penyiaran dengan memasang iklan politik atau menjadi sponsor terhadap suatu program, atau misalnya, ketika seorang presiden memberikan kesempatan kepada media tertentu untuk melakukan wawancara khusus.

3. Lower-power source, high-power media

Tipe ketiga adalah hubungan antara “sumber kekuasaan luar kecil, kekuasaan

media besar.” Dalam hal ini, media bersangkutan sendirilah yang menentukan apa yang menjadi agendanya. Media dapat mengabaikan atau tidak memberitakan, atau mengurangi intensitas pemberitaan, terhadap perisiwa-peristiwa tertentu yang mungkin penting bagi masyarakat.


(54)

4. Low-power souce, low power media

Tipe keempat merupakan tipe hubungan “sumber kekuasaan luar kecil”

dengan “kekuasaan media kecil.” Dalam tipe hubungan keempat ini, agenda

publik akan ditentukan oleh peristiwa itu sendiri dan bukan ditentukan oleh pemilik media atau para pemimpin politik.

2.5Surat Kabar

Media tidak hanya sekedar penyebar informasi. Media memiliki sejumlah tanggung jawab ikut aktif melibatkan diri dalam interaksi sosial dan kadangkala menunjukkan arah atau memimpin, serta berperanserta dalam menciptakan hubungan dan integrasi. Dalam masyarakat, media bergerak dengan ditandai oleh adanya penyebaran kekuasaan, yang diberikan kepada individu, kelompok, dan kelas sosial secara tidak merata.

McQuail (1989), menyebutkan media seringkali dipandang sebagai alat kekuasaan yang efektif karenakemampuannya untuk melakukan salah satu atau lebih dari beberapa hal seperti : menarik dan mengarahkan perhatian, membujuk pendapat dan anggapan, mempengaruhi pilihan sikap, memberikan status dan legitimasi, mendefinisikan dan membentuk persepsi realitas. Salah satu media yang sering digunakan dalam membentuk persepsi realitas sebagaimana disebutkan di atas adalah surat kabar. Surat kabar telah lama dipergunakan untuk penyebaran informasi. Sejalan dengan berjalannya waktu, surat kabar tidak hanya berfungsi sebagai alat informasi saja, tetapi banyak fungsi yang dapat diberikan oleh surat kabar. Suwardi (1993) menjelaskan bahwa fungsi-fungsi dari surat kabar adalah sebagai berikut :

a) Fungsi menyiarkan informasi, berbagai informasi dengan cepat dan akurat dapat disampaikan oleh surat kabar. Pembaca menjadi pembeli ataupun berlangganan surat kabar karena ingin mengetahui informasi apa yang terjadi di berbagai tempat di dunia.

b) Fungsi mendidik, surat kabar secara tidak langsung memberikan fungsi pendidikan pada pembacanya. Ini bisa dilihat dari materi isi seperti artikel, feature dan juga tajuk. Materi isi tersebut disamping memberikan


(1)

Universitas Sumatera Utara Sumber lain :

www.m.suara.com/news/2015/02/27/konflik-ahok-vs-dprd-dki-jakarta (diakses pada 7 Maret 2015)

www.ceritamedan.com/2013/10/harian-sib-medan-hariannya-orang-medan.html (diakses pada 12 Maret 2015)

http://jurnal.kominfo.go.id/index.php/pekommas/article/view/142/131 (diakses pada 16 Maret 2015)

http://www.polines.ac.id/ragam/index_files/jurnalragam/ppr6_des13.pdf (diakses pada 20 Maret 2015)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3781/komunikasi-herutomo.pdf;jsessionid=5FA10C8FBFAF33EF56D21E5E71E70711?sequence= 1 (diakses pada 20 Maret 2015)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20909/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada 25 M https://www.scibd.com/doc/101635354/Skripsi-Bab-I-Bab-5 (diakses pada 1 Juli

2015)

https://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/upload/analisis_berita_gubernur (diakses pada 25 uni 2015)

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1306/1/TIA%20AGNE S%20ASTUTI-FDK.PDF (diakses pada 25 Juni 2015)

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/459/jbptunikompp-gdl-budiyanton-22917-5-unikom_b-i.pdf (diakses pada 26 Juni 2015)

http://iwanyuliyanto.co/2015/03/01/ahok-vs-dprd-dan-jungkir-balik-nalar-publik/ (diakses pada 5 Juli 2015)


(2)

(3)

(4)

(5)

Universitas Sumatera Utara BIODATA PENELITI

I. Data Pribadi

Nama : Eva Cristhora

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Pinang, 21 Juli 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Katolik Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan Pisang, No. 21 Pematangsiantar Email : evacristhora@gmail.com

II. Pendidikan

1999 – 2005 : SD RK Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar 2005 – 2008 : SMP RK Cinta RAkayat 1 Pematangsiantar 2008 – 2011 : SMA RK Budi Mulia Pematangsiantar

2011 - Sekarang : Universitas Sumatera Utara Jurusan Ilmu Komunikasi

III.Organisasi

20011 - sekarang : Alumni Budi Mulia Pematangsiantar-Medan

IV.Pengalaman Kerja

 Peserta Praktek Kerja Lapangan di Telkom Pematangsiantar pada bagian Customer Service dan OC3 selama bulan Juni-Juli 2014.

V. Prestasi

 Penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara tahun 2012


(6)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NAMA : Eva Cristhora

NIM : 110904056

Pembimbing : Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, PhD.

NO. TANGGAL

PERTEMUAN PEMBAHASAN

PARAF PEMBIMBING 1. 20 Maret 2015 ACC Seminar Proposal

2. 27 Maret 2015 Seminar Proposal 3. 10 April 2015 Diskusi Bab I, II, III 4. 22 Mei 2015 Penyerahan Bab I, II, III 5. 20 Juni 2015 Penyerahan Bab IV 6. 2 Juli 2015 Penyerahan Bab V 7. 9 Juli 2015 Revisi Pembahasan 9. 11 juli 2015 ACC Meja Hijau

Catatan :