Analisis Wacana Kritis URAIAN TEORITIS

Universitas Sumatera Utara lebih besar terhadap pengaruh kehadiran kepentingan dan jejaring kekuasaan dalam proses produksi dan reproduksi makna suatu wacana. Baik sebagai subjek maupun objek praktik wacana, individu tidak terbebas dari kepentingan ideologik dan jejaring kekuasaan. Meskipun ada banyak ranting aliran variance dalam paradigma ini, semuanya memandang bahwa bahasa bukan merupakan medium yang netral dari ideologi, kepentingan dan jejaring kekuasaan. Karena itu, analisis wacana kritis perlu dikembangkan dan digunakan sebagai piranti untuk membongkar kepentingan, ideologi, dan praktik kuasa dalam kegiatan berbahasa dan berwacana. Dua di antara sejumlah ranting aliran analisis wacana kritis yang belakangan sangat dikenal adalah buah karya Norman Fairclough dan Teun van Dijk.18 Dibanding sejumlah karya lain, buah pikiran van Dijk dinilai lebih jernih dalam merinci struktur, komponen dan unsur-unsur wacana. Karena itu, model analisis wacana kritis ini pula terkesan mendapat tempat tersendiri di kalangan analis wacana kritis.

2.3 Analisis Wacana Kritis

Kata kritis critical dalam CDA membawa konsekuensi yang tidak ringan. Pengertian kritis di sini bukan untuk diartikan secara negatif sebagai menentang atau memperlihatkan keburukan-keburukan dari subjek yang diperiksa semata. Kata kritis menurut Wodak hendaknya dimaknai sebagai sikap tidak menggeneralisir persoalan melainkan memperlihatkan kompleksitasnya; menentang penciutan, penyempitan atau penyederhanaan, dogmatisme dan dikotomi. Kata kritis juga mengandung makna refleksi diri melalui proses, dan membuat struktur relasi kekuasaan dan ideologi yang pada mulanya tampak keruh, kabur dan tak jelas menjadi terang. Kritis juga bermakna skeptis dan terbuka pada pikiran-pikiran alternatifAnalisis wacana kritis menggunakan pandangan kritis yang melihat suatu wacana bukan dari kebenaranketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran. Analisis wacana pada paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan Universitas Sumatera Utara dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. bahasa di sini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu, dengan situsi, intuisi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa menampilkan efek ideologi : ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Media bukan saluran yang bebas dan netral tetapi justru dipengaruhi dan digunakan oleh kekuatan ekonomi, politik, dan sosial di dalam masyarakat. media adalah saluran yang digunakan oleh kelompok tertentu untuk menyebarluaskan kekuasaannya di dalam masyarakat. teks berita diproduksi dan direproduksi sedemikian rupa sehingga menghasilkan pemaknaan tertentu. Dengan kata lain, teks dan pembaca mempunyai peranan yang sama besar dalam proses pemaknaan. Hubungan ini menghasilkan suatu tata nilai yang lebih besar dan kompleks di mana ideologi bekerja. Teun Van Dijk memberi definisi analisis wacana kritis sebagai berikut, Critical discourse analysis CDA is a type of discourse analytical research that primarily studies the way social power abuse, dominance, and inequality are enacted, reproduced, and resisted by text and talk in the social and political context. With such dissident research, critical discourse analysts take explicit position, and thus want to understand, expose, and ultimately resist social inequality. Universitas Sumatera Utara Dari paparan di atas tampak bahwa agenda utama CDA adalah mengungkap bagaimana kekuasaan, dominasi dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks tertulis maupun perbincangan dalam konteks sosial dan politis. Dengan demikian CDA mengambil posisi non-konformis atau melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan ketidakadilan sosial. Fairclough dan Wodak mengidentifikasi karakteristik CDA sebagai berikut, 1. Memberi perhatian pada masalah-masalah sosial; 2. Percaya bahwa relasi kekuasaan bersifat diskursif, atau mengada dalam wacana; 3. Percaya bahwa wacana berperan dalam pembentukan masyarakat dan budaya; 4. Percaya bahwa wacana berperan dalam membangun ideologi; 5. Percaya bahwa wacana bersifat historis; 6. Memediasikan hubungan antara teks dan masyarakat siosial ; 7. Bersifat interpretatif dan eksplanatif; 8. Percaya bahwa wacana merupakan suatu bentuk aksi sosial. Sekalipun berangkat dari basis yang sama, yakni linguistik, tetapi karena mendapat pengaruh dan paradigma yang berbeda, Analisis Wacana Kritis memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dengan Analisis Wacana AWDA. Pengaruh yang kuat dari Faucault menjadikan AWKCDA tertarik untuk melihat fenomena sosial, politik dan kultural yang mengejawantah dalam bahasa. Jørgensen and Phillips, menyebut bahwa CDA adalah pendekatan konstruktivis sosial yang meyakini bahwa representasi dunia bersifat linguistis diskursif, makna bersifat historis dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial .15 Itulah mengapa CDA bersifat intermultidisiplin, dan persentuhannya dengan ilmu sosial, politik dan budaya tidak terelakkan. Dengan demikian peneliti CDA dituntut untuk membuka diri terhadap prinsip-prinsip yang dikukuhi oleh disiplin ilmu yang lain. Dalam banyak literatur, CDA bahkan sering disebut sebagai metode analisa yang mempertemukan ilmu bahasa linguistik dan susastra, sosial, politik dan budaya. Universitas Sumatera Utara Berikut ini karakterisrik penting dari analisis wacana kritis yang diambil dari tulisan Teun A. van Dijk, Fairclough dan Wodak : 1. Tindakan Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan action. Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau berbicara dengan dirinya sendiri. Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubunga dengan orang lain. Dengan pemahaman semacam ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran. 2. Konteks Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi, dimengeti, dan dianalsisi pada suatu konteks tertentu. Titik tolak dari analisi wacana disini, bahasa tidak dapat dimengerti sebagai mekanisme internal dari linguistik semata, bukan suatu objek yang diisolasi dalam ruang tertutup. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini, dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. Wacana tidak dianggap sebagai wilayah yang konstan, terjadi di mana saja, dalam situasi apa saja. Wacana dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak hal berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan dalam analisis. Universitas Sumatera Utara 3. Historis Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa menentang Soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya. 4. Kekuasaan Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya. Di sini, setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakaan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. analisis wacana kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang taua kelompok lain lewat wacana. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain berrtindak sesuai dengan yang diinginkan. Kenapa hanya bisa dilakukan oleh kelompok dominan ? karena menurut Van Dijk, mereka lebih mempunyai akses dibandingkan dengan Universitas Sumatera Utara kelompok yang tidak dominan. Kelompok dominan lebih mempunyai akses seperti pengetahuan, uang, dan pendidikan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dominan. 5. Ideologi Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan,, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi tertentu. Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideology dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak abash dan benar Van Dijk, 1997 : 25. Ideologi dari kelompok dominan hanya akan efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran.

2.3 Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk