Sintaksis Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti Stilistik Leksikon Komunikasi Massa .1 Agenda Setting

Universitas Sumatera Utara Detil hampir mirip dengan elemen maksud, kalau detil itumengekspresikan secara implisit sedangkan maksud yaitu secara eksplisit atau jelas atas maksud pengungkapan informasi dari wartawan. Praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna dari suatu teks. Dengan cara menampilkan narasumber yang dapat memberikan premis yang dipercaya kebenarannya.

d. Sintaksis Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti

Ramlan Pateda 1994:85 mengatakan, “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase… dalam sintaksis terdapat bentuk kalimat, koherensi dan kata ganti. Dimana ketiga hal tersebut untuk memanipulasi politik dalm menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negatif, dengan cara penggunaan sintaksis kalimat.

e. Stilistik Leksikon

Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Seperti kata „meninggal‟ yang memiliki kata lain seperti wafat, mati, dan lain-lain.

f. Retoris Grafis, Metafora, Ekspresi

Retoris ini mempunyai daya persuasif, dan berhubungan dengan bagaimana pesan ini ingin disampaikan kepada khalayak. Grafis, penggunaan kata-kata yang metafora, serta ekspresi dalam teks tertulis adalah untuk meyakinkan kepada pembaca atas peristiwa yang dikonstruksi oleh wartawan. Universitas Sumatera Utara

B. Dimensi Kognisi Sosial

Dalam kerangka analisi van Dijk, intinya kognisi sosial yaitu kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Karena, setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa. Di sini, wartawan tidak dianggap sebagai individu yang memiliki beragam nilai, pengalaman, dan pengaruh ideologi yang didapat dari kehidupannya. Peristiwa dipahami berdasarkan skema atau model. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup cara pandang terhadap manusia, peranan sosial, dan peristiwa. Ada beberapa skemamodel yang dapat digunakan dalam analsis kognisi sosial penulis, digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.4 SkemaModel Kognisi Sosial Van Dijk Skema Person Person Schemas Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang lain Skema Diri Self Schemas Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang. Skema Peran Role Schema Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi seseorang dalam masyarakat. Skema Peristiwa Event Schema Skema ini yang paling sering dipakai, karena setiap peristiwa selalu ditafsirkan dan dimaknai dengan skema tertentu. Sumber : Eriyanto, 2009 : 272 Universitas Sumatera Utara

C. Dimensi Konteks Sosial

Dimensi ketiga dari analisis van Dijk ini adalah konteks sosial, yaitu bagaimana wacana komunikasi diproduksi dalam masyarakat. Titik pentingnya adalah untuk menunjukkan bagaimana makna dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut van Dijk, ada dua poin penting yakni, praktik kekuasaan power dan akses access. Praktik kekuasaaan didefenisikan sebagai kepemilikan oleh suatu kelompok atau anggota untuk mengontrol kelompok atau anggota lainnya. Hal ini disebut dengan dominasi, karena praktik seperti ini dapat memengaruhi di mana letak atau konteks sosial dari pemberitaan tersebut. Kedua, akses dalam mempengaruhi wacana. Akses ini maksudnya adalah bagaimana kaum mayoritas memiliki akses yang lebih besar dibandingkan kaum minoritas. Makanya, kaum mayoritas lebih punya akses kepada media dalam memegaruhi wacana. 2.4 Komunikasi Massa 2.4.1 Agenda Setting Hubungan kuat antara berita yang disampaikan dengan isu-isu penting yang dinilai penting oleh publik merupakan salah satu jenis efek media massa yang paling populer yang dinamakan dengan Agenda Setting. Istilah „Agenda Setting‟ diciptakan oleh mc. Combs dan Shaw 1972, 1993, untuk menggambarkan fenomena yang telah lama diketahui dan diteliti dalam konteks kampanye pemilu. Ide intinya adalah bahwa media berita mengindikasikan kepada publik apa yang menjadi isu utama hari ini dan hal ini tercermin dalam apa yang dipersepsikan publik sebagai isu utama. Sebagaimana yang disebutkan oleh Trenaman dan Mc.Quail 1961:178, „bukti yang ada secara kuat menyatakan bahwa orang-orang berpikir mengenai apa yang dikatakan kepada mereka, tetapi dalam tingkatan manapun mereka tidak memikirkan apa yang dikatakan kepada mereka .” Universitas Sumatera Utara Bukti yang dikumpulkan saat itu dan banyak lagi setelahnya terdiri atas data yang menunjukkan hubungan antara susunan kepentingan yang diberikan oleh media terhadap “isu” dan susunan kepentingan yang dilekatkan kepada isu yang sama oleh politikus dan publik. Dearing dan Rogers 1996 mendefinisikan proses ini sebagai “persaingan yang terus menerus diantar isu-isu protagonis untuk mendapatkan perhat ian dari pekerja media, publik, dan elite pembuat kebijakan‟. Lazarsfeld et all. 1994 merujuk hal ini sebagai kekuatan untuk membentuk „isu‟. Politikus mencoba meyakinkan pemilih bahwa isu yang paling penting adalah mereka yang paling dekat diidentifikasikan. Ini adalah bagian yang esensial dari dukungan dan upaya mempengaruhi opini publik. sebagai sebuah hipotesis, agendasetting nampaknya terhindar dari kesimpulan umum bahwa kampanye persuasif tidak berefek atau hanya berefek sedikit sekali. Agenda setting terjadi karena media massa sebagai penjaga gawang informasi gatekeeper harus selektif dalam menyampaikan berita. Media harus melakukan pemilihan mengenai apa yang harus dilaporkan dan bagaimana melaporkannya. Apa yag diketahui publik tentang suatu keadaan pada waktu tertentu sebagian besar ditentukan oleh proses penyaringan dan pemilihan berita yang dilakukan media massa. Dalam hal ini agenda setting dapat dibagi ke dalam dua tingkatan level. Agenda setting level pertama adalah membangin isu umum yang dinilai penting, dan level kedua adalah menentukan bagian-bagian atau aspek-aspek dari isu umum tersebut yang dianggap penting. Level kedua adalah sama pentingnya dengan level pertama. Level kedua penting karena memberitahu kita bagaimana cara membingkai isu atau melakukan framing terhadap isu, yang akan menjadi agenda media dan juga agenda publik. Misal, media mengemukakan bahwa pemilu yang demokratis sebagai hal yang penting level pertama, tetapi media juga menyatakan bahwa tingkat kemiskinan menyebabkan masyarakat mudah terjebak praktik politik uang money politic, dalam hal ini media membingkai isu mengenai bagaimana mencapai pemilu yang demokratis level kedua. Universitas Sumatera Utara Dearing dan Rogers 1996 menawarkan beberapa generalisasi mengenai agenda setting. Salah satunya adalah media yang berbeda cenderung setuju atas kepentingan relatif dari seperangkat isu. Kedua, agenda media tidak begitu sesuai dengan indik ator “dunia nyata.” Karena yang penting bukanlah signifikansi absolut dari suatu isu tetapi kekuatan yang relatif dari kekuasaan dan masyarakat yang mencoba mendefinisikan dan mempromosikan suatu isu. Terakhir, “posisi isu dalam agenda media secara penting menentukan bahwa isu itu penting dalam agenda publik” 1996:192. Menarik untuk dicatat bahwa meskipun fakta bahwa agenda setting merupakan inti dari penelitian mengenai efek komunikasi politik, efek itu sendiri cenderung dinilai sebagai efek “periferi” dalam kaitannya dengan model ELM karena muncul dari petunjuk sampingan yang diberikan oleh penyajian Perse,2001;100. Hal ini tidak membuat efek semacam itu menjadi kurang penting karena mereka berkontribusi untuk membentuk persepsi publik akan realitas politik dan sosial. Satu kondisi yang umum untuk agenda setting adalah bahwa media massa yang berbeda cenderung berbagi seperangkat prioritas berita yang sama. Kondisi ini ditantang dengan tersedianya banyak layanan berita daring yang baru, ditambah kesempatan yang leb ih besar dari “pengguna berita” untuk mencari berita menurut agenda pribadi masing-masing. Ketika diadakan penelitian tentang pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1968 ditemukan hubungan yang tinggi antara penekanan berita dengan bagaimana berita itu dinilai tingkatannya oleh pemilih. Meningkatnya nilai penting suatu topik berita pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai topik tersebut bagi khalayaknya. Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan bahwa media khususnya media berita tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita piker, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa Universitas Sumatera Utara tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus kita dukung. Dengan kata lain, agenda media akan menjadi agenda masyarakatnya. Jika agenda media adalah pemberitaan tentang operasi pemulihan keamanan di Aceh untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka GAM, agenda atau pembicaraan masyarakat juga sama seperti yang diagendakan media tersebut. Hal ini berarti, jika pemberitaan media massa tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang kontroversial, yang menjadi bahan pembicaraan masyarakat tentang kenaikan harga BBM itu. Agenda media juga bisa sengaja dimunculkan. Sekedar contoh adalah kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN yang melibatkan mantan pejabat orde baru Orba sudah banyak dilupakan. Secara tiba-tiba media massa mengekspos keterlibatan KKN seorang mantan pejabat Orba. Kemudian, berita itu menjadi perhatian utama media massa, baik dimunculkan di Headline halaman muka, maupun dikupas beberapa saat. Agenda yang dilakukan media massa ini akhirnya akan menjadi agenda pembicaraan masyarakat, meskipun kasusnya sudah lama dilupakan. Semakin gencar media massa memberitakan, semakin hangat dan ramai topik itu dibicarakan masyarakat. Dalam kasus lain, jika media massa selalu mengarahkan untuk mendukung tokoh politik tertentu, bukan tidak mustahil khalayak akan ikut terpengaruh mendukung tokoh tertentu yang didukung media massa tersebut. Jika media mendukung kemerdekaan Timor-Timor lepas dari Indonesia, sangat mungkin masyarakat akan mendukung gerakan kemerdekaan Timor-Timor. Coba anda perhatikan hal-hal yang kita anggap penting untuk dibicarakan dalam pertemuan pribadi. Hal-hal itu pulalah yang menjadi pusat perhatian media. Memang, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada peristiwa penting yang dapat terjadi tanpa liputan media massa. Jika memang media tidak meliputnya, hal itu berarti tidak penting. Sebenarnya, media mengarahkan kita untuk memusatkan Universitas Sumatera Utara perhatian pada subjek tertentu yang diberitakan media. Ini artinya, media massa menentukan agenda kita. Mengikuti pendapat Chaffee dan Berger 1997 ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan untuk memperjelas teori ini. 1. Teori itu mempunyai kekuatan penjelas untuk menerangkan mengapa orang sama-sama menganggap penting suatu isu. 2. Teori itu mempunyai kekuatan memprediksi sebab memprediksi bahwa jika orang-orang mengekspos pada suatu media yang sama, mereka akan merasa isu yang sama tersebut penting. 3. Teori itu dapat dibuktikan salah jika orang-orang tidak mengekspos media yang sama maka mereka tidak akan mempunyai kesamaan bahwa isu media itu penting. Sementara itu, Stephen W. Litteljohn 1992 pernah mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam tiga bagian sebagai berikut. 1. Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada waktu pertama kali. 2. Agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu memengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya. 3. Agenda publik memengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu. Dengan demikian, agenda setting ini memprediksikan bahwa agenda media memengaruhi agenda publik, sementara agenda publik sendiri akhirnya memengaruhi agenda kebijakan. Universitas Sumatera Utara Untuk memperjelas ketiga agenda agenda media, agenda khalayak dan agenda kebijakan dalam teori agenda setting ini, ada beberapa dimensi yang berkaitan, seperti yang dikemukakan oleh Mannheim Severin dan Tankard Jr, 1992 sebagai berikut. 1. Agenda Media terdiri atas dimensi-dimensi berikut a. Visibility visibilitas, yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita. b. Audience salience tingkat menonjol bagi khalayak, yakni relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak. c. Valence valensi, yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa. 2. Agenda Kahalayak terdiri atas dimensi-dimensi berikut. a. Familiarity keakraban, yakni derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu. b. Personal salience penonjolan pribadi, yakni relevansi kepentingan individu dengan cirri pribadi. c. Favorability kesenangan, yakni pertimbangan antara senang dengan tidak senang akan topik berita. 3. Agenda Kebijakan terdiri atas dimensi-dimensi berikut. a. Support dukungan, yakni kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu b. Likelihood of action kemungkinan kegiatan, yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan. c. Freedom of action kebebasan bertindak, yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah. Kekuatan media dalam membentuk agenda publik sebagian bergantung pada hubungan media yang bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hunbungan yang dekat dengan kelompok elite masyarakat maka kelompok tersebut akan memengaruhi agenda media dana pada gilirannya juga akan memengaruhi agenda publik. Pada umumnya pendukung teori kritis percaya bahwa media dapat menjadi, atau biasanya menjadi, instrumen ideologyi dominan Universitas Sumatera Utara di masyarakat, dan bila hal ini terjadi, maka ideologi dominan itu akan memengaruhi agenda publik. Dalam hal ini terdapat empat tipe hubungan kekuasaan power relations antara media massa dengan sumber-sumber kekuasaan di luar media, khusunya pemerintahpenguasa, yaitu : 1. High-power source, high-power media Tipe pertama adalah hubungan yang disebut dengan “sumber kekuasaan luar besar, kekuasa an media besar.” Misalnya terdapat hubungan yang dekat antara para pejabat publik dengan para pengelola atau pemilik media massa. Dalam tipe hubungan ini terdapat scenario sebagai berikut : jika keduanya bekerjasama maka terjadi hubungan yang saling menguntungkan diantara keduanya yang akan memberikan pengaruh sangat besar terhadap agenda publik. Sebaliknya, jika terjadi pertentangan diantara keduanya, maka kedua belah pihak akan saling bersaing untuk memengaruhi agenda publik. 2. High-power source, low power media Yakni sumber kekuasaan luar besar, dengan kekuasaan media kecil. Di sini, sumber kekuasaan luar kemungkinan akan melakukan kooptasi terhadap media yaitu menggunakan media untuk mencapai tujuannya. Hal ini dapat terjadi, misalnya ketika politisi atau partai politik membeli waktu tayang airtime media penyiaran dengan memasang iklan politik atau menjadi sponsor terhadap suatu program, atau misalnya, ketika seorang presiden memberikan kesempatan kepada media tertentu untuk melakukan wawancara khusus. 3. Lower-power source, high-power media Tipe ketiga adalah hubungan antara “sumber kekuasaan luar kecil, kekuasaan media besar.” Dalam hal ini, media bersangkutan sendirilah yang menentukan apa yang menjadi agendanya. Media dapat mengabaikan atau tidak memberitakan, atau mengurangi intensitas pemberitaan, terhadap perisiwa-peristiwa tertentu yang mungkin penting bagi masyarakat. Universitas Sumatera Utara 4. Low-power souce, low power media Tipe keempat merupakan tipe hubungan “sumber kekuasaan luar kecil” dengan “kekuasaan media kecil.” Dalam tipe hubungan keempat ini, agenda publik akan ditentukan oleh peristiwa itu sendiri dan bukan ditentukan oleh pemilik media atau para pemimpin politik.

2.5 Surat Kabar