33 mempertimbangkan situasi dan pengertian isi wacana termasuk ungkapan dan
referensi yang ada. Di samping itu, perlu juga diperhatikan cara penulis menuangkan ide-idenya dan hubungan antarkalimat dalam wacana itu,sehingga pembaca dapat
memahami kata-kata atau kiasan yang digunakan Rahmanto,198 :28. Rumini berpendapat 1997:44 bahwa kriteria yang digunakan sama-sama
bahasa, namun kepentingannya berbeda maka aspek-aspek penilaiannya pun berbeda. Untuk kepentingan ini sastra perlu dilihat apakah bahasa yang digunakan tidak terlalu
mudah, terlalu sukar atau mengandung kata-kata yang berasosiasi jorok. Oleh karena itu perlu diadakan pemilihan yang mempertimbangkan bahasa.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria memilih materi pembelajaran sastra dari sudut bahasa itu tidak terlalu sukar tetapi juga tidak terlalu
mudah, sebab tidak akan menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Di samping itu tidak mengandung kata-kata yang berasosiasi jorok, sedangkan cara memilih materi
pembelajaran sastra dari sudut bahasa adalah dengan mempertimbangkan sasaran siswa yang akan mempelajari materi tersebut, tingkat kemampuan berbahasa siswa,
tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2.6.2 Psikologi Siswa
Pemilihan materi pembelajaran sastra dari sudut psikologi penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan secara psikologis anak memiliki fase-fase
perkembangan yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan kemampuan mengapresiasi.
34 Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologi
ini hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologi
ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap:daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan
problem yang dihadapi.Rumini,1997:43-45 Pengelompokan berdasarkan tahap-tahap perkembangan psikologis yang
disajikan sebagai berikut : 1.
Tahap Pengkhayal usia 8 – 9 tahun Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh
dengan berbagai fantasi kekanakan. Cerita yang cocok untuk anak usia 8-9 tahun, misalnya: Superman, Spiderman,
Power Ranger, dan sebagainya. Untuk cerita versi Indonesia misalnya:si Entong. 2. Tahap Romantik usia 10 – 12 tahun
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tetapi pada tahap ini
anak telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.
Cerita yang cocok untuk anak usia 10-12 tahun, misalnya: Kisah Bawang Merah dan Bawang Putih, Cinderela, Puteri Salju, dan sebagainya.
3. Tahap Realistik usia 13 – 16 tahun Pada tahap ini anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat
berminat pada realitas atau benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha
35 mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami
masalah-masalah dalam kehidupan nyata. Cerita yang cocok untuk anak usia 13-16 tahun, misalnya: cerita yang terdapat
dalam sinetron yang diputar di stasiun televisi swasta, misalnya: Mentari, Suci, dan sebagainya.
4. Tahap Generalisasi usia 16 tahun ke atas Pada tahap ini anak tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja, tetapi berminat
untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis fenomena mereka berusaha menemukan dan meneruskan
serta merumuskan penyebab utama fenomena itu yang terkadang mengarah pemikiran fantasi untuk menemukan keputusan-keputusan moral. Karya sastra
yang terpilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis umumnya pada suatu kelas. Tentu saja tidak semua siswa dalam satu kelas
mempunyai tahapan psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa dalam kelas itu.
Cerita yang cocok untuk anak usia 16 tahun ke atas, misalnya: cerita yang terdapat dalam sinetron yang diputar di stasiun televisi swasta misalnya: Kasih,
Cahaya, Cinta Indah dan sebagainya.
2.6.3 Latar Belakang Budaya Siswa