Penjelasan Informed Consent Dilakukan Secara Jujur Penjelasan Rencana Tindakan Operasi yang Akan Dilakukan

pilihannya secara rasional, sebagai wujud penghormatan terhadap hak azasinya untuk menentukan nasibnya sendiri. Walaupun pilihan pasien salah, dokter harus menghormatinya dan berusaha menjelaskannya dengan sebenarnya menurut pengetahuan dan keterampilan professional dokter tersebut agar pasien benar-benar mengerti tentang akibat yang akan muncul apabila pilihannya tidak sesuai dengan anjuran dokter. Dalam memberikan informasi kepada pasien, dokter hendaknya menyadari bahwa kurangnya pengetahuan pasien tentang kesehatan dan rasa takut terhadap penyakitnya serta latar belakang keyakinannya, adat istiadat, sosial ekonomi pasien, akan sangat mempengaruhi persetujuan yang akan diberikannya.

5.1.7. Penjelasan Informed Consent Dilakukan Secara Jujur

Dalam transaksi terapeutik, hubungan hukum antara dokter dan pasien memiliki beberapa azas hukum. Menurut Komalawati 1999 yang dikutip oleh Wardhani tahun 2009, salah satunya adalah azas kejujuran. Azas ini merupakan dasar dari terlaksananya penyampaian informasi yang benar, baik oleh pasien maupun dokter di dalam berkomunikasi. Kejujuran dalam menyampaikan informasi akan sangat membantu dalam proses penyembuhan pasien. Kebenaran informasi ini terkait erat dengan hak setiap manusia untuk mengetahui kebenaran. Pada penelitian, semua dokter mengatakan informasi yang diberikan adalah informasi yang sejujur-jujurnya sesuai pemahaman dokter. Dokter menerangkan secara jujur tentang hal-hal pokok saja yang perlu diketahui oleh pasien atau keluarga, untuk menghindari kesalahpemahaman dari pasien apabila dokter terlalu Universitas Sumatera Utara detail memberikan penjelasan. Hal inilah yang menjadi persoalan, sementara suatu kewajiban dokter secarajujur menginformasikan hasil pemeriksaan, penyakit, serta langkah-langkah pengobatan yang akan dilakukannya tentu dengan cara-cara yang bijaksana. 5.2. Pasien

5.2.1. Penjelasan Rencana Tindakan Operasi yang Akan Dilakukan

Dari hasil wawancara yang dilakukan, mengenai penjelasan rencana tindakan operasi dilakukan oleh dokter yang marawat pasien, namun dijumpai keraguan bahkan ketidaktahuan pasien didalam menjawab ulang pertanyaan mengenai resiko, alternatif lain, yang sudah dijelaskan oleh dokter. Hal ini sangat disayangkan sekali, karena pasien atau keluarga belum benar-benar mengerti tentang keadaan penyakit dan tindakannya, namun karena rasa percaya saja kepada keputusan atau anjuran dokter, sehingga mereka menerima apa yang menjadi perintah dokter. Hal ini bisa menjadi masalah apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan keluarga menjawab mereka sebetulnya kurang mengerti atas penjelasan yang sudah diberikan, namun mengikuti saja saran dari dokter. Dalam hal ini, sebenarnya dokter wajib menanyakan ulang kepada pasien atau keluarga tentang hal-hal yang masih perlu diketahui oleh pasien, karena sudah merupakan hak pasien untuk menerima penjelasan tentang informasi penyakit. Menurut Jacobalis tahun 2005, pasien pada dasarnya menaruh rasa percaya pada keahlian dan kemampuan dokter, Universitas Sumatera Utara atas dasar rasa percaya inilah hendaknya justru membuat dokter lebih memegang amanah yang diberikan pasien kepadanya. Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter superior-inferior, sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi pasien. Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara tidak superior-inferior sangat diperlukan agar pasien maudapat menceritakan sakitkeluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu Universitas Sumatera Utara mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang masalah Ali, dkk, 2006.

5.2.2. Pemahaman Penjelasan Informed Consent