3. Adanya hal tertentu yang dijadikan perjanjian. 4. Adanya sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh peraturan
perundang-undangan serta merupakan sebab yang masuk akal untuk dipenuhi Ta’adi, 2013.
2.7.3. Persetujuan
Inti dari persetujuan adalah persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa yang
berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa di atas 21 tahun atau sudah menikah dan dalam keadaan sehat mental.
Dalam banyak informed consent yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin
berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien sehingga beban demikian di ambil alih oleh kelurga pasien atau atas alasan lain.
Menurut Pasal 4 ayat 1 UU. 290 Tahun 2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran, untuk pasien di bawah usia 21 tahun, dan pasien gangguan jiwa, yang
menandatangani adalah orangtuawalikeluarga terdekat, atau induk semang. Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga
terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.
Sama dengan yang diatur dalam permenkes tentang informed consent ini, The Medical Defence Union dalam bukunya Medico Legal Issues in Clinical Practice,
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa ada 5 syarat yang harus dipenuhi untuk sah-nya informed consent yaitu :
1. Diberikan secara bebas 2. Diberikan oleh orang-orang yang sanggup membuat perjanjian
3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan, sehingga pasien dapat memahami tindakan itu perlu dilakukan
4. Mengenai sesuatu hal yang khas 5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama Hanafiah dan Amir, 2012
2.7.4. Penolakan
Seperti dikemukakan pada bagian awal, tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medik yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demukian,
kalangan dokter maupun kalangan kesehatan lainnya, harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Ini
disebut sebagai Informed Refusal. Tidak ada hak dokter yang dapat memaksa pasien mengikuti anjurannya,
walaupun dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau kematian pada pasien. Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatife tindakan yang
diperlukan, untuk keamanan dikemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran
tindakan medik yang diperlukan. Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dan pasien, pernyataan penolakan
pasien atau keluarga ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian, apa yang terjadi di belakang hari, tidak menjadi tanggungjawab dokter atau rumah sakit lagi Hanafiah dan Amir, 2012.
2.7.5. Rekam Medis