Pemberian Informed Consent secara Mendetail

seperti contoh di atas membuat masyarakat menjadi “lebih pintar” dan lebih cepat memberikan persetujuan daripada menerima informasi lebih rinci dari dokter. Pola ini perlu di ubah agar tidak menjadi kebiasaan bagi dokter dan juga pasien itu sendiri. Karena walaupun operasi tersebut sangat sering terjadi, hendaknya dokter harus tetap memberikan penjelasan yang rinci tentang penyakit pasien dan pasien pun harus mendengarkan penjelasan dari dokter agar terjadi satu pemahaman yang sejalan tentang penyakit tersebut.

5.1.2. Pemberian Informed Consent secara Mendetail

Dalam dunia kesehatan, informasi merupakan hak azasi pasien karena berdasarkan informasi tersebut pasien dapat mengambil keputusan tentang suatu tindakan medis yang dilakukan terhadap dirinya. Di pihak lain, memberikan informasi secara benar kepada pasien merupakan kewajiban pokok seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Selain berkaitan dengan masalah hukum, informasi ini juga berkaitan dengan masalah etika, moral, serta norma-norma yang berlaku dalam masyrakat. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat 1 sampai ayat 3 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, sehingga apabila terjadi sengketa dikemudian hari akan didapatkan bukti tertulis yang kuat bahwa telah dilakukan persetujuan sebelum dilakukan tindakan medis. Pengamatan di lapangan yang sering terjadi, para dokter spesialis memang melakukan informed consent, namun penjelasan yang diberikan sangat terbatas, dengan alasan tingkat pemahaman pasien yang berbeda-beda membuat hal itu tidak Universitas Sumatera Utara dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Keterbatasan pemahaman pasien ataupun keluarga dalam memahami penjelasan medis yang harus diberikan berbanding lurus dengan waktu yang tidak sedikit, apabila setiap pasien harus diberikan keterangan yang selengkap-lengkapnya. Sementara di dalam memberikan informed consent, ada beberapa hal yang harus dijelaskan, yaitu : 1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran 2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan 3. Alternatif tindakan lain dan risikonya 4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi 5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Hanafiah dan Amir, 2012. Dokter yang hendak melakukan operasi sering melupakan beberapa hal yang paling mendasar tersebut di atas. Kedatangan pasien visite yang mendadak dan keinginan pasien untuk segera mendapat tindakan, dianggap dokter sebagai pernyataan setuju saja tanpa perlu penjelasan sebagai pertimbangan bagi pasien untuk mengambil keputusan. Bahkan tak jarang terjadi atas komunikasi antara perawat dengan dokter dalam melaporkan konsul pasien, dokter menganjurkan perawat untuk mempersiapkan pasien untuk tindakan operasi walaupun dokter belum melihat secara langsung kondisi pasien itu sendiri. Kejadian seperti ini sering terjadi di lapangan. Diawali dengan laporan perawat atas pemeriksaan awal dari dokter jaga yang memeriksa pasien, dokter konsulan menganggap laporan tersebut benar, sehingga kerap dokter menganjurkan Universitas Sumatera Utara pasien untuk segera di operasi hanya melalui sarana komunikasi. Ketika dokter memerintahkan pasien yang sudah dipersiapkan untuk operasi diantar ke ruang operasi dan dokter memeriksa di ruang persiapan, ternyata pasien tersebut tidak ada indikasi untuk operasi, dan pasien akhirnya batal operasi. Peristiwa ini membuat kecewa pihak pasien dan keluarga, dan hal ini sangat disayangkan, karena akan menjadi penilaian kurang baikbagi dokter itu sendiri dan Rumah Sakit yang menaunginya. Sebaiknya dokter tetap melakukan visite kepada pasien yang dikonsulkan, melakukan pemeriksaan, dan memberikan keputusan apakah perlu tindakan medis terhadap pasien, kemudian barulah mempersiapkan pasien untuk suatu tindakan bedah. Untuk meminta keputusan setuju dari pasien, dokter sering meminta persetujuan pada saat visite dan terkesan membuat pasien harus segera membuat keputusan. Permintaan dokter untuk segera membuat keputusan, bagi pasien dan keluarga menjadi beban tekanan untuk segera memberi jawaban yang biasanya diakhiri dengan persetujuan pasien dan keluarga, dengan pertimbangan dokter pasti lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh pasien. Hal ini patutnya menjadi pertimbangan bagi dokter dalam memberikan waktu yang cukup bagi pasien dan keluarga untuk mengambil keputusan. Universitas Sumatera Utara

5.1.3. Pelaksana Penjelasan Informed Consent dan Penandatanganan Informed