BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pabrik keju olahan PT Dairygold Indonesia, Cikarang Jawa Barat dan Laboratorium Jasa Analisa Pangan Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Mei 2006.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa bahan baku keju olahan yaitu : keju cheddar, pengemulsi, garam, kalium sorbat, nisin, pewarna
annatto, dan air. Bahan-bahan tersebut adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan keju olahan jenis “Favourite” yang diproduksi oleh perusahaan.
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat produksi dan laboratorium yang telah tersedia di lokasi perusahaan yang digunakan dalam produksi produk tersebut terutama
yaitu : ketel masak, mesin pengisi, penutup seal kemasan, pH meter, dan oven. Selain itu juga digunakan alat pengukur tekstur penetrometer yang digunakan di
Laboratorium Jasa Analisa Pangan Institut Pertanian Bogor.
C. Pelaksanaan Penelitian 1.
Penelitian Pendahuluan
Pada awal pendahuluan, pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan terhadap mutu produk jadi, yaitu kekerasan, tingkat
pelelehan, warna, dan pH. Suhu pemanasan yang digunakan adalah 70
o
C, 75
o
C, 80
o
C, 85
o
C, dan 90
o
C. Untuk menguji pH digunakan alat pH meter, sedangkan karakter mutu
lainnya diuji secara organoleptik untuk memilih faktor yang paling dipengaruhi oleh perlakuan suhu pemanasan.
Evaluasi terhadap tingkat kekerasan, tingkat pelelehan, dan warna produk akhir secara organoleptik dilakukan oleh penilai terlatih dari
perusahaan. Skor untuk tingkat kekerasan sama dengan skor yang digunakan
pada standar perusahaan yaitu skala 1 – 10. Skor 1 untuk keju yang paling lembek, dan skor 10 untuk keju yang paling keras.
Sampel yang akan diuji tingkat pelelehannya disiapkan dengan memotong keju hingga berbentuk silinder diameter 35 mm dengan ketebalan 5
mm. Sampel tersebut diletakkan dalam cawan petri yang tertutup dan dipanaskan dalam oven dengan suhu 180
o
C selama 10 menit. Cara ini adalah modifikasi dari uji Schreiber. Kondisi pelelehan dinilai secara visual untuk
menetapkan tingkat pelelehan yang dinyatakan dengan deskripsi sebagai berikut :
TM = Tidak meleleh TM 1 = Meleleh sedikit
TM 2 = Meleleh banyak Penilaian warna keju dilakukan secara visual dengan langsung melihat
sampel yang tersedia. Hasilnya dinyatakan dengan deskripsi kurang kuning, agak kuning, kuning, kuning agak tua, dan kuning tua.
2. Penelitian Utama a. Proses Pembuatan Keju Olahan
Proses pembuatan keju olahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan proses standar yang telah ditetapkan
perusahaan. Tahapan pembuatannya adalah seperti pada Gambar 1. Keju cheddar yang digunakan sebagai bahan baku disiapkan
dengan dipotong-potong menjadi berukuran lebih kecil. Bahan ini lalu ditimbang sesuai formula yang telah ditetapkan. Persiapan bahan
tambahan pangan yang digunakan yaitu pengemulsi, garam, kalium sorbat, nisin, pewarna annatto, dan air dilakukan dengan menimbang
masing-masing bahan sesuai formula.
Keju Cheddar Bahan tambahan pangan
Persiapan alu foil+ pengemulsi, garam, kalium sorbat,
karton pewarna annatto, air
Pemotongan Penimbangan
Penimbangan
Pemasakan Suhu 80
o
C, 85
o
C , 90
o
Cwaktu 2,5 – 3,17 menit Pengamatan suhu setiap 10 detik
Pengisian Pengepresan panas alu foil
Penutupan kemasan karton Pendinginan
Pengamatan suhu setiap 30 menit
Pengujian keju cheddar olahan Kekerasan dengan penetrometer + organoleptik
Gambar 1. Skema proses pembuatan keju olahan yang digunakan dalam penelitian.
Bahan baku keju cheddar dan bahan tambahan pangan yang digunakan dicampur dalam ketel pemasakan dan dipanaskan hingga
mencapai suhu perlakuan yang digunakan yaitu 80
o
C, 85
o
C, dan 90
o
C. Selanjutnya produk dipindahkan ke bagian pengisian dengan
memompanya dari bagian pemasakan ke corong pengisian melalui pipa penghubung. Pengisian dilakukan dengan memasukkan produk ke
dalam kemasan pembungkus aluminium yang telah disiapkan. Setelah diisi, kemasan aluminium ditutup rapat dengan pres panas dan kemasan
karton ditutup. Dalam kemasan karton, produk didinginkan dan diamati penurunan suhunya dengan mencatat suhu setiap 30 menit hingga 6
jam.
b. Pengamatan Profil Suhu
Penelitian utama dilakukan untuk mempelajari profil suhu pada beberapa suhu pemanasan yang dipilih dari hasil pengamatan pada
penelitian pendahuluan, yaitu 80
o
C, 85
o
C, dan 90
o
C. Setiap perlakuan suhu dilakukan sebanyak 5 batch dan dari setiap batch diperoleh 15
pak. Pada tahap pemanasan, suhu produk diamati setiap 10 detik
hingga mencapai suhu pemanasan yang diberikan. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer yang berada pada ketel
masak. Termokopelnya telah terpasang di bagian bawah ketel masak tersebut.
Pada tahap pendinginan, pengamatan suhu dilakukan setiap 30 menit selama 6 jam. Pengukuran suhu produk dilakukan dengan
menggunakan termometer yang termokopelnya langsung dimasukkan ke dalam produk di bagian tengah.
c. Perhitungan Nilai F
Panas yang diterima produk ditentukan dengan menghitung nilai F pada suhu pemanasan yang digunakan dengan nilai z = 10
o
C dan suhu
referensi = 85
o
C. Perhitungan panas dilakukan dengan pendekatan rumus pada metode umum menurut Ball 1923 sebagai berikut :
∫
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡
−
=
t z
Tref t
T
dt F
. 10
Keterangan : F = jumlah waktu menit pada suhu t yang diperlukan untuk
membunuh sejumlah mikroba Tt = suhu proses yang digunakan
Tref = suhu referensi z = perubahan suhu yang dibutuhkan untuk menurunkan jumlah
mikroba sebesar 1 siklus logaritma Prosedur perhitungan nilai F dilakukan dengan metode
trapesium, yaitu dengan terlebih dahulu mengkonversi nilai lethal rate dari data suhu yang diperoleh Kusnandar et al. 2006 Nilai lethal rate
dihitung dengan menggunakan persamaan :
LR = 10
T-Trefz
Keterangan : LR = nilai lethal rate, yaitu kontribusi pemanasan pada suhu
tertentu dalam membunuh mikroba dibandingkan dengan suhu referensi
T = suhu yang digunakan Tref = suhu referensi
z = perubahan suhu yang dibutuhkan untuk menurunkan jumlah mikroba sebesar 1 siklus log
Setelah diperoleh nilai LR maka dilanjutkan dengan menghitung nilai letalitas pada setiap selang waktu pemanasan. Nilai letalitas
dihitung dengan menggunakan persamaan : L
=
1 2
LR
1
+ LR
2
x dt Keterangan :
L = nilai letalitas, yaitu waktu pemanasan pada suhu standar yang ekuivalen dengan suhu pemanasan 1 menit pada suhu
T LR
1
= nilai lethal rate pada waktu ke 1 LR
2
= nilai lethal rate pada waktu ke 2 dt = selang waktu antara LR
1
dan LR
2
Untuk menghitung nilai F, maka nilai letalitas dari setiap waktu pengamatan dijumlahkan. Nilai F yang dihitung pada saat pemanasan
saja diberi simbol F
heating
, sedangkan nilai F yang dihitung pada saat pemanasan dan pendinginan diberi simbol F
total
. Untuk F pada saat pendinginan saja adalah F
cooling
yang merupakan selisih antara F
total
dan F
heating.
Nilai F dihitung dengan menggunakan persamaan : F =
Σ L Keterangan :
F = nilai pemanasan dalam satuan waktu pada suhu Tref dan z tertentu
L = nilai letalitas, yaitu waktu pemanasan pada suhu standar yang ekuivalen dengan suhu pemanasan 1 menit pada suhu T
d. Uji Kekerasan Secara Organoleptik
Evaluasi terhadap tingkat kekerasan produk akhir secara organoleptik dengan penilaian subyektif dilakukan oleh tim terlatih dari
perusahaan. Jumlah penilai ada 5 orang yang skornya dihitung rata–rata untuk setiap sampel yang dinilai. Skor yang digunakan adalah angka 1
hingga 10 dengan tingkat kekerasan paling rendah adalah 1 dan paling tinggi adalah 10. Deskripsi skor tersebut adalah sebagai berikut :
Skor 1 = Paling lembek sekali Skor 2 = Lembek sekali tidak plastis spraedable
Skor 3 = Lembek sekali Skor 4 = Lembek
Skor 5 = Lembek seperti karet rubbery Skor 6 = Lembek seperti per springy
Skor 7 = Cukup Keras Skor 8 = Keras
Skor 9 = Keras sekali Skor 10 = Paling keras
e. Uji Kekerasan Dengan Penetrometer
Uji kekerasan dengan menggunakan penetrometer dilakukan di laboratorium jasa IPB untuk mendapatkan penilaian yang obyektif.
Pada alat penetrometer yang digunakan dalam uji kekerasan keju, digunakan beban sebesar 50 gram dengan waktu penetrasi 10 detik pada
setiap pengujian. Satuan nilai yang digunakan adalah cm yang menunjukkan kedalaman jarum yang masuk ke dalam sampel. Semakin
besar nilainya maka kekerasan produk semakin rendah Faridah et al. 2006.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian pendahuluan
Dari hasil pengamatan selama penelitian pendahuluan, ternyata perlakuan pemanasan dengan suhu 70
o
C dan 75
o
C memberikan hasil skor kekerasan yang terendah sedangkan pada suhu 80
o
C menghasilkan skor kekerasan yang lebih keras dan yang memberikan hasil paling keras adalah suhu 85
o
C dan 90
o
C. Oleh karena itu, yang dipilih untuk digunakan pada penelitian utama adalah pemanasan dengan suhu 80
o
C, 85
o
C, dan 90
o
C Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh suhu pemasakan terhadap beberapa faktor mutu keju olahan pada
pengamatan penelitian pendahuluan. Faktor
Mutu Suhu pemanasan
o
C 70 75 80 85 90
Kekerasan Skor
1 1 2 7 7 Pelelehan
mm TM TM TM TM TM
Warna Kuning kuning kuning kuning Kuning pH 5,71 5,71 5,70 5,72 5,70
Keterangan : TM = Tidak meleleh Uji tingkat pelelehan keju ternyata menunjukkan bahwa pada semua perlakuan
suhu pemanasan, keju olahan yang dihasilkan tidak dapat meleleh. Keju olahan dengan emulsi yang halus akan menghasilkan tingkat pelelehan yang tidak baik.
Demikian pula sebaliknya yang emulsinya kasar memberikan hasil tingkat pelelehan yang lebih baik. Hal tersebut terjadi karena pembentukan emulsi yang halus akan
mengurangi jumlah lemak yang menyatu. Dengan pengaruh pemanasan dan pengadukan, protein yang berinteraksi dengan bahan pengemulsi menghasilkan
jaringan protein keju yang seragam dan termodifikasi sehingga hanya mempunyai sedikit ikatan yang lemah. Oleh karena itu, dalam keju olahan yang demikian akan
terjadi penyebaran tekanan yang lebih merata dan akan menghasilkan kekerasan dan elastisitas yang lebih tinggi tapi tingkat pelelehan yang buruk Rayan 1980, diacu
dalam Zehren Nusbaum 2000. Formula yang digunakan dalam penelitian ini telah memberikan hasil emulsi yang halus pada semua perlakuan pemanasan, sehingga
semua sampel tidak meleleh pada saat diuji. Warna keju olahan yang dipakai dalam penelitian ini didapat dari warna yang
sudah terdapat pada bahan baku keju cheddar dan disesuaikan dengan penambahan pewarna annatto. Pada semua perlakuan pemanasan, warna yang dihasilkan tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti. Semua memberikan hasil tingkat warna kuning. Demikian juga pH, pada semua perlakuan pemanasan tidak menunjukkan perbedaan
yang berarti Tabel 1. Dalam uji kekerasan secara organoleptik, skor kekerasan yang digunakan
adalah sama dengan yang digunakan pada penelitian lanjutan, yaitu skala nilai 1 – 10. Dari hasil penelitian pendahuluan tersebut, ternyata faktor mutu yang paling
terpengaruh oleh suhu pemasakan adalah kekerasan. Selanjutnya, pada penelitian utama akan dilakukan pengamatan pada pengaruh suhu pemanasan terhadap tingkat
kekerasan keju.
B. Profil Suhu