Profil Suhu Mempelajari Pengaruh Pemanasan Terhadap Mutu Keju Olahan

dalam Zehren Nusbaum 2000. Formula yang digunakan dalam penelitian ini telah memberikan hasil emulsi yang halus pada semua perlakuan pemanasan, sehingga semua sampel tidak meleleh pada saat diuji. Warna keju olahan yang dipakai dalam penelitian ini didapat dari warna yang sudah terdapat pada bahan baku keju cheddar dan disesuaikan dengan penambahan pewarna annatto. Pada semua perlakuan pemanasan, warna yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Semua memberikan hasil tingkat warna kuning. Demikian juga pH, pada semua perlakuan pemanasan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti Tabel 1. Dalam uji kekerasan secara organoleptik, skor kekerasan yang digunakan adalah sama dengan yang digunakan pada penelitian lanjutan, yaitu skala nilai 1 – 10. Dari hasil penelitian pendahuluan tersebut, ternyata faktor mutu yang paling terpengaruh oleh suhu pemasakan adalah kekerasan. Selanjutnya, pada penelitian utama akan dilakukan pengamatan pada pengaruh suhu pemanasan terhadap tingkat kekerasan keju.

B. Profil Suhu

Hasil pengamatan profil suhu pada masing-masing suhu pemanasan dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan hasil pengamatan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 9. Peningkatan suhu produk berlangsung secara cukup singkat karena pemanasan dilakukan dengan menggunakan uap kulinari yang diinjeksi secara langsung. Meskipun demikian, pada saat suhu mencapai sekitar 60 o C waktu peningkatan suhuya lebih lama. Ini disebabkan oleh terjadinya pelelehan keju untuk mencapai emulsifikasi yang baik. Pada suhu tersebut terjadi pertukaran ion kalsium dengan ion sodium yang membentuk sodium kaseinat yang mudah larut air sehingga dapat berfungsi sebagai pengemulsi Berger et al. 2002 Kecepatan penurunan suhu dalam produk dapat bervariasi sesuai dengan tipe produk yang akan dibuat. Menurut Zehren dan Nusbaum 2000, suhu dan aliran udara harus diatur agar setiap kemasan keju dapat mencapai suhu di bawah 37,78 o C dalam 24 jam. Thomas dan Hyde dalam Zehren dan Nusbaum 2000, menyarankan bahwa pendinginan keju olahan jangan terlalu lama dan suhu di bagian tengah keju sudah mencapai suhu penyimpanan dalam waktu 12 jam. Tabel 2. Hasil pengamatan perubahan suhu selama proses pemanasan dan pendinginan dalam proses produksi keju olahan. Proses Waktu Menit Suhu 80 o C Suhu 85 o C Suhu 90 o C Min Maks Min Maks Min Maks Perub ahan s uhu selama pemanasan 0.00 43 44 39 45 38 44 0.17 43 44 39 45 38 44 0.33 43 44 41 52 40 47 0.50 44 48 43 52 42 52 0.67 48 50 47 52 48 53 0.83 55 57 55 57 54 58 1.00 58 61 57 63 59 64 1.17 60 68 58 69 62 65 1.33 61 68 64 69 64 65 1.50 64 68 65 69 65 66 1.67 65 75 66 69 66 67 1.83 66 76 67 69 67 68 2.00 68 78 68 72 68 72 2.17 72 79 72 75 72 74 2.33 78 79 74 78 76 78 2.50 80 81 79 81 79 81 2.67 82 83 83 84 2.83 85 86 86 87 3.00 88 89 3.17 90 90 P erub ahan suhu selama pendinginan 30.00 56,6 75,9 60,9 79,9 59,3 84,3 60.00 53,4 68,8 47,2 76,8 58,5 79,0 90.00 45,1 63,5 44,6 69,1 47,8 68,7 120.00 40,8 59,7 43,1 65,6 46,1 64,5 150.00 40,5 56,3 43,0 58,7 41,3 60,5 180.00 38,7 54,0 41,1 56,7 35,4 59,7 210.00 37,5 52,5 40,1 55,1 31,8 57,7 240.00 37,1 50,9 36,1 53,1 30,7 56,3 270.00 34,5 49,9 27,1 52,5 25,9 54,5 300.00 30,9 49,6 26,7 51,7 23,7 52,7 330.00 28,7 48,6 23,2 50,1 24,1 50,7 360.00 25,7 47,7 22,5 49,0 23,1 49,5 Dalam pengamatan, pada suhu 80 o C pemanasan yang berbeda diperoleh penurunan suhu yang berbeda-beda walaupun perlakuan pendinginannya sama. Ini dapat disebabkan dari proses pengisian yang menggunakan pompa saniter. Produk mengalami pengocokan dalam pompa sehingga produk yang keluar di awal pengisian lebih tinggi suhunya dibanding produk yang keluar di akhir pengisian. Profil suhu hasil pengamatan tersebut dapat dilihat secara grafik pada Gambar 2, 3, dan 4. Pada Gambar 2 dapat dilihat pada Gambar 2A adalah profil suhu pada saat pemanasan hingga mencapai suhu 80 o C. Untuk mencapai suhu tersebut diperlukan waktu 2,5 menit 150 detik, sedangkan pada saat pendinginan selama 6 jam suhu yang dicapai berkisar antara 25,7 – 47,7 o C. Gambar 3 menunjukkan profil suhu pada pemanasan 85 o C. Pada Gambar 3A menunjukkan profil suhu pada saat pemanasan hingga 85 o C yang dicapai dalam waktu 2,83 menit atau 170 detik. Seteleh pendinginan selama 6 jam suhu yang dicapai berkisar antara 22,5 – 49,0 o C. Gambar 4 menunjukkan profil suhu pada pemanasan 90 o C. Terlihat pada Gambar 4A profil pada saat pemanasan hingga suhu 90 o C yang dicapai dalam waktu 3,17 menit atau 190 detik. Profil suhu penurunannya setelah 6 jam menunjukkan suhu yang berkisar antara 23,1 – 49,5 o C. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 50 100 150 200 250 300 350 400 Waktu menit S uhu d e ra ja t C Min Max Gambar 2A 20 40 60 80 100 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Waktu menit Su hu d er aj at C Gambar 2. Profil suhu minimal dan maksimal pada pemanasan 80 o C dan pendinginannya. Gambar 2A adalah profil suhu minimal dan maksimal pada saat pemanasan saja. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 50 100 150 200 250 300 350 400 Waktu menit S u h u d er a jat C Min Max Gambar 3A 20 40 60 80 100 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Waktu menit S u h u d er aj at C Gambar 3. Profil suhu minimal dan maksimal pada pemanasan 85 o C dan pendinginannya. Gambar 3A adalah profil suhu minimal dan maksimal pada saat pemanasan saja. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 50 100 150 200 250 300 350 400 Waktu menit S uhu de ra ja t C Min Max Gambar 4A 20 40 60 80 100 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 Waktu menit S uhu d e ra ja t C Gambar 4. Profil suhu minimal dan maksimal pada pemanasan 90 o C dan pendinginannya. Gambar 4A adalah profil suhu minimal dan maksimal pada saat pemanasan saja. C . Hubungan F heating dengan Kekerasan Setelah mengamati profil suhunya, maka dilakukan perhitungan nilai F pada saat pemanasan yang diberi simbol F heating , yaitu nilai F yang dihitung pada tiap-tiap pengamatan suhu. Hasil F heating ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 10, 11, dan 12. Hasil perhitungan F heating perhitungan F pada saat pemanasan minimal dan maksimal serta hubungannya dengan kekerasan yang diukur dengan menggunakan penetrometer obyektif maupun organoleptis subyektif dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai F heating terendah adalah 0,078 menit 4,69 detik yang diperoleh pada pemanasan 80 o C. Pada keju olahan pemanasan minimal yang diwajibkan adalah 150 o F 65,5 o C selama tidak kurang dari 30 detik FDA, 21 CFR, Part 133, sedangkan menurut International Codex Alimentarius Standards pemanasannya harus dilakukan pada suhu 70 o C selama 30 detik atau ekivalen dari kombinasi waktu dan suhu lainnya. Nilai F yang didapatkan dari persyaratan tersebut masing-masing adalah 0,34 detik dan 0,95 detik untuk suhu referensi = 85 o C dan z = 10 o C. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 14. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil pemanasan sudah memenuhi persyaratan minimal pemanasan. Tabel 3 menunjukkan perbedaan hasil perhitungan F heating dan tingkat kekerasan pada masing-masing perlakuan suhu berbeda. Meningkatnya suhu akan meningkatkan pula kekerasan keju. Hal tersebut dapat terlihat dari kecenderungan nilai kekerasan minimal, maksimal, maupun rata-ratanya. Analisis ragam dari setiap perlakuan suhu terhadap hasil perhitungan F heating dan kekerasan dapat dilihat pada Tabel 4. Perbedaan suhu pemasakan ternyata memberikan pengaruh yang nyata P0,01 terhadap nilai F heating , kekerasan dengan penetrometer, maupun kekerasan organoleptik. Hal ini menunjukkan perlu pemilihan suhu tertentu untuk mendapatkan kekerasan yang sesuai. Selanjutnya, hubungan antara F heating dengan kekerasan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Tabel 3. Hasil perhitungan F heating minimal dan maksimal pada masing-masing perlakuan suhu pemanasan dan tingkat kekerasannya. Suhu F heating menit Kekerasan penetrometercm Kekerasan Organoleptikskor o C Min Maks Rata- rata Min Maks Rata- rata Min Maks Rata- rata 80 0,078 0,199 0,121 11,1 21,1 16,80 1,0 2,6 1,13 85 0,263 0,330 0,296 8,4 16,2 12,00 2,2 8,2 5,25 90 0,995 1,213 1,127 9,0 14,1 11,10 4,2 9,0 7,40 Tabel 4. Analisis ragam perlakuan suhu terhadap hasil perhitungan F heating dan kekerasan keju. Suhu o C Jumlah sampel Rerata F heating menit Fhit Rerata Kekerasan Penetrometer cm Fhit Rerata Kekerasan Organoleptik skor Fhit 80 75 0,121 7991,91 16,80 217,08 1,13 704,15 85 75 0,296 12,00 5,25 90 75 1,127 11,10 7,40 Keterangan : = P 0,01 Hubungan F heating terhadap kekerasan penetrometer menunjukkan R 2 = 0,37, sedangkan hubungan F heating terhadap kekerasan organoleptik memberikan nilai R 2 = 0,66. Keduanya menunjukkan bahwa semakin besar nilai F heating , maka akan menunjukkan tingkat kekerasan yang semakin tinggi. 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Fheating menit Ke k e ra s a n c m Gambar 5. Grafik hubungan antara F heating terhadap Kekerasan penetrometer Hubungan F heating terhadap kekerasan organoleptik lebih tinggi dibanding terhadap kekerasan penetrometer. Ini dapat terjadi karena pada metode pengukuran kekerasan yang menggunakan penetrometer keju yang diukur juga memberikan gaya gesek terhadap jarum. Selain dihambat oleh kekerasan produk, jarum juga terhambat oleh gaya geseknya terhadap keju yang ditembusnya. Pada Gambar 5 dapat dilihat data dari masing-masing perlakuan suhu mengelompok dengan kecenderungan menurun angka kekerasannya pada saat nilai F heating meningkat, sedangkan pada Gambar 6 kecenderungan nilai skor kekerasan meningkat pada saat nilai F heating meningkat. Untuk perlakuan pemanasan 80 o C nilai F heating berkisar antara 0,078 – 0,199 menit, untuk perlakuan pemanasan 85 o C nilai F heating berkisar antara 0,263 – 0,330 menit, dan untuk perlakuan pemanasan 90 o C nilai F heating berkisar antara 0,995 – 1,213 menit. Tingkat kekerasan penetrometer pada perlakuan pemanasan 80 o C berkisar pada 11,1 -21,1 cm, pada perlakuan pemanasan 85 o C berkisar antara 8,4 – 16,2 cm, dan pada perlakuan pemanasan 90 o C berkisara antara 9,0 – 14,1 cm. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Fheating menit S k o r Ke ke ra sa n Gambar 6. Grafik hubungan antara F heating dengan Skor Kekerasan secara organoleptik Selanjutnya, skor kekerasan secara organoleptik pada pemanasan 80 o C berkisar antara 1,0 – 2,6 yang berarti tidak ada yang memenuhi standar perusahaan yaitu minimal 7, sedangkan pada pemanasan 85 o C berkisar antara 2,2 – 8,2, dan pada pemanasan 90 o C berkisar antara 4,2 – 9,0. D . Hubungan F total dengan Kekerasan Tabel 5 menunjukkan perbedaan hasil perhitungan F total dan tingkat kekerasan pada masing-masing perlakuan suhu cenderung berbeda. Meningkatnya suhu akan meningkatkan pula kekerasan keju. Hal tersebut dapat terlihat dari kecenderungan nilai kekerasan minimal, maksimal, maupun rata-ratanya. Analisis ragam dari setiap perlakuan suhu terhadap hasil perhitungan F total dan kekerasan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5. Hasil perhitungan F total minimal dan maksimal pada masing-masing perlakuan suhu pemanasan dan tingkat kekerasannya Suhu F total menit Kekerasan Penetrometer cm Kekerasan Organoleptikskor o C Min Maks Rata- rata Min Maks Rata- rata Min Maks Rata- rata 80 4,63 9,84 6,41 11,1 21,1 16,80 1,0 2,6 1,13 85 14,07 27,44 16,87 8,4 16,2 12,00 2,2 8,2 5,25 90 43,73 72,98 48,65 9,0 14,1 11,10 4,2 9,0 7,40 Tabel 6. Analisis ragam perlakuan suhu terhadap hasil perhitungan F total dan kekerasan keju. Suhu o C Jumlah sampel Rerata F total menit Fhit Rerata Kekerasan Penetrometer cm Fhit Rerata Kekerasan Organoleptik skor Fhit 80 75 6,41 2.282,80 16,80 217,08 1,13 704,15 85 75 16,87 12,00 5,25 90 75 48,65 11,10 7,40 Keterangan : = P 0,01 Hubungan F total terhadap kekerasan penetrometer menunjukkan nilai R 2 = 0,43, sedangkan hubungan F total terhadap kekerasan organoleptik memberikan nilai R 2 = 0,69. Keduanya menunjukkan bahwa semakin besar nilai F total , maka akan menunjukkan tingkat kekerasan yang semakin tinggi. Hubungan F total terhadap kekerasan organoleptik lebih tinggi dibanding terhadap kekerasan penetrometer. Seperti yang terjadi pada hubungan F heating terhadap kekerasan keju, ini dapat terjadi karena pada metode pengukuran kekerasan yang menggunakan penetrometer keju yang diukur juga memberikan gaya gesek terhadap jarum. Selain dihambat oleh kekerasan produk, jarum juga terhambat oleh gaya geseknya terhadap keju yang ditembusnya. Perbedaan suhu pemasakan ternyata juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai F total , kekerasan dengan penetrometer, maupun kekerasan organoleptik. Hal ini menunjukkan perlu pemilihan suhu tertentu untuk mendapatkan kekerasan yang sesuai. Gambar 7 dan 8 berikut ini menunjukan hubungan F total terhadap kekerasan. 5 10 15 20 25 10 20 30 40 50 60 70 80 Ftotal menit Ke k e ra s a n c m Gambar 7. Hubungan antara F total dengan kekerasan penetrometer. Pada Gambar 7 dapat dilihat data dari masing-masing perlakuan suhu mengelompok dengan kecenderungan menurun angka kekerasannya pada saat nilai F total meningkat, sedangkan pada Gambar 8 kecenderungan nilai skor kekerasan meningkat pada saat nilai F total meningkat. Untuk perlakuan pemanasan 80 o C nilai F total berkisar antara 4,63 – 9,84 menit, untuk perlakuan pemanasan 85 o C nilai F total berkisar antara 14,07 – 27,44 menit, dan untuk perlakuan pemanasan 90 o C nilai F total berkisar antara 43,73 – 72,98 menit. Tingkat kekerasan penetrometer pada perlakuan pemanasan 80 o C berkisar pada 11,1 -21,1 cm, pada perlakuan pemanasan 85 o C berkisar antara 8,4 – 16,2 cm, dan pada perlakuan pemanasan 90 o C berkisar antara 9,0 – 14,1 cm. Skor kekerasan secara organoleptik pada pemanasan 80 o C berkisar antara 1,0 – 2,6, pada pemanasan 85 o C berkisar antara 2,2 – 8,2, dan pada pemanasan 90 o C berkisar antara 4,2 – 9,0. Mengingat standar skor kekerasan organoleptik yang digunakan perusahaan adalah minimal 7,0, maka suhu 85 o C dan 90 o C dapat dipilih sebagai perlakuan yang memadai. Menurut Palumbo 1972, suhu pemanasan dapat mempengaruhi kekerasan keju. Keju yang dipanaskan pada suhu 71 o C lebih keras dibandingkan 65 o C. Meskipun suhunya berbeda, ternyata kecenderungannya sama yakni pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi menghasilkan keju yang lebih keras. Berger et al. 2002, menyarankan secara umum keju olahan yang berbentuk blok cukup dipanaskan pada suhu 80 - 85 o C. 2 4 6 8 10 12 10 20 30 40 50 60 70 80 Ftotal menit S k o r K e ke ra sa n Gambar 8. Hubungan antara F total dengan kekerasan organoleptik. Untuk mendapatkan kekerasan yang memadai, maka nilai F total yang dipilih cenderung yang lebih tinggi. Hal tersebut bisa didapatkan dengan melakukan pendinginan secara lambat sehingga F total diharapkan lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan saran Berger et al. 2002, yang menyebutkan untuk keju blok lebih baik didinginkan secara lambat untuk mendapatkan keju yang lebih keras. Secara umum, hubungan F total terhadap kekerasan, baik dengan penetrometer maupun organoleptis, menunjukkan nilai R 2 yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hubungan F heating terhadap kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa total perlakuan panas perlu diperhitungkan, bukan hanya perlakuan suhu saja.

E. Hubungan F