59 tinggi tingkatannya dari piutang-piutang kreditur preferent yang lain. Tagihan-
tagihan terhadap Negara dan badan hukum publik, termasuk juga sebagai piutang- piutang yang diistimewakan dan yang harus lebih didahulukan atau diutamakan
dalam pembayarannya dari piutang-piutang kreditur yang preferent sekalipun.
146
Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap krediturnya.
147
Hak yang didahulukan adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
148
Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan
danatau likuidasi pemberi fidusia.
149
Apabila atas Benda yang sama menjadi obyek Jaminan Fidusia lebih dari 1 satu perjanjian Jaminan Fidusia,maka hak
yang didahulukan diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
150
D. Perjanjian fidusia dalam perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
151
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
152
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.
153
146
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 83-84.
147
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Pasal 27 ayat 1.
148
Ibid, Pasal 27 ayat 2.
149
Ibid, Pasal 27 ayat 3.
150
Ibid, Pasal 28.
151
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 1.
152
Ibid, Pasal 2.
153
Ibid, Pasal 3.
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
60 ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat
banyak.
154
Menurut jenisnya, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
155
Usaha perbankan pada dasarnya merupakan suatu usaha simpan pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya
apakah perseorangan ataukah badan hukum rechs person. Jika melihat definisi bank seperti yang dimaksud dalam Undang-undang perbankan di atas maka akan
muncul kesan bahwa bank tersebut berbentuk usaha perseorangan jika tidak melihat persyaratan lebih lanjut tentang pendirian bank.
156
Sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan dan kondisi ekonomi. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk dapat menguntungkan nasabah yang benar-
benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C
157
1. Character Watak, kepribadian
, mengenai formula 5 C dapat diuraikan sebagai berikut:
Watak atau character adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan
jelek. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko.
158
Karakter lebih banyak menyangkut tanggungjawab moral calon debitur dalam upaya untuk membayar kembali jumlah pokok pinjamannya.
159
154
Ibid, Pasal 4.
155
Ibid, Pasal 5.
156
Budi Untung, Op.Cit, hal. 13.
157
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta : Rajawali Pers, 2013, hal. 173.
158
Sutarno, Op.Cit, hal. 93.
159
RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 17.
Calon nasabah debitor memilik watak, moral dan sifat-sifat pribadi yang baik.
61 Penilaian karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas
dan kemauan dari calon nasabah debitor untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya.
160
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang- orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini
tercermin dari latar belakang nasabah baik latar belakang pekerjaan, maupun bersifat pribadi.
161
Tidak berlaku bahwa semua orang yang punya kemampuan membayar, juga punya itikad baik untuk mengembalikan seluruh utangnya.
162
2. Capacity kemampuan
Capacity atau kapasitas berhubungan langsung dengan karakter nasabah berkaitan dengan kemampuan nasabah untuk melunasi utangnya, ataupun
untuk mencicil angsuran kreditnya.
163
seorang debitur yang mempunyai karakter atau watak baik selalu akan memikirkan mengenai pembayaran
kembali hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitur harus dimiliki kemampuan yang memadai
yang berasal dari pendapatan pribadi jika debitur perorangan atau pendapatan perusahaan bila debitur berbentuk badan usaha.
164
160
Hermansyah, Op.Cit, hal. 64.
161
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Op.Cit, hal. 173.
162
Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, Bandung : Kaifa, 2011, hal. 19.
163
RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 18.
164
Sutarno, Op.Cit, hal. 93.
Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitor untuk mengelola kegiatan usahanya
dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia
62 mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah
ditentukan.
165
3. Capital Modal
Capital atau modal menyangkut kondisi keuangan nasabah secara riil dan tidak terlepas hanya kepada net worth equity. Di dalam hal ini modal adalah
kemampuan dari nasabah secara nyata dan memiliki unit pengukur yaitu uang serta berujud.
166
seorang atau badan usaha yang akan menjalankan atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan usahanya.
167
Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit.
168
4. Collateral Jaminan,agunan
Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
169
Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika
dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjamin jaminan
itu.
170
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman back up atas risiko yang mungkin terjadi atas
wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari.
171
165
Hermansyah, Op.Cit, hal. 64.
166
RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 18.
167
Sutarno, Op.Cit, hal. 93.
168
Hermansyah, Op.Cit, hal. 65.
169
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hal. 98.
170
Sutarno, Op.Cit, hal. 94.
171
Hermansyah, Op.Cit, hal. 65.
Jaminan juga harus
63 diteliti keabsahaannya, sehingga tidak terjadi suatu masalah, maka jaminan
yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
172
5. Condition of economy kondisi ekonomi
Dalam menilai kredit seharunya dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sektor masing-masing serta prospek usaha dari
sektor yang ia jalankan.
173
Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi
hutangnya. Kondisi ekonomi Negara yang buruk pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada
kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.
174
Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang
baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
175
Jaminan pemberian kredit, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan,
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Berdasarkan lima faktor penilaian di atas yang dilakukan bank, maka
faktor terpenting yang berfungsi sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah jaminan kredit.
176
Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan
kesanggupan seseorang untuk menangung pembayaran kembali suatu utang.
177
172
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Op.Cit, hal. 173.
173
Kasmir, Op.Cit, hal. 96.
174
Sutarno, Op.Cit, hal. 94.
175
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Op.Cit, hal 174.
176
RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 50.
177
Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda dan Djuhaepah T. Marala, Op.Cit, hal. 88.
64 Keberadaan jaminan kredit collateral merupakan persyaratan guna
memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Pada prinsipnya suatu penyaluran kredit tidak selalu harus dengan jaminan kredit, sebab jenis usaha dan
peluang bisnis yang dimiliki debitur pada dasarnya sudah merupakan jaminan atas prospek usaha itu sendiri. Hanya saja, jika suatu kredit dilepas tanpa agunan maka
kredit itu akan memiliki risiko yang sangat besar karena jika investasi yang dibiayai mengalami kegagalan atau tidak sesuai dengan perhitungan semula. Jika
hal ini terjadi maka bank akan dirugikan sebab dana yang disalurkan berpeluang untuk tidak dapat dikembalikan. Itu berarti kredit tersebut macet tanpa ada asset
nasabah yang dapat digunakan untuk menutup kredit yang tidak terbayar. Lain halnya jika ada agunan. Bank akan dapat menarik kembali dana yang
disalurkannya dengan memanfaatkan jaminan tersebut. Masalah collateral dapat menjadi pelik jika tidak disikapi dengan seksama.
178
Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu objek yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus
dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya antara lain dengan memerhatikan aspek hukum yang
terkait termasuk aspek hukum jaminan.
179
Fidusia sebagai jaminan, diberikan dalam bentuk perjanjian.
180
178
Budi Untung, Op.Cit, hal. 57.
179
M. Bahsan, Op.Cit, hal. 70.
180
Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal. 32.
Perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau
menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu
65 perbuatan hukum adalah perjanjian orang-orang yang melakukan tindakan hukum
disebut pihak-pihak.
181
Perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji
untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
182
Perjanjian merupakan peristiwa hukum dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan
atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu dan dilakukan secara tertulis.
183
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan. Namun lama
kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak. Perjanjian jaminan fidusia merupakan
perjanjian yang lahir dan tidak terpisahkan dari perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit. Hal ini memberikan bukti bahwa perjanjian jaminan fidusia
tidak mungkin ada tanpa didahului oleh suatu perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok atau perjanjian induknya. Perjanjian
fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam UJF berlaku bukan hanya untuk keperluan yang berkaitan dengan perjanjian kredit di lingkungan perbankan, tetapi
181
Herlien Budiono, Ajaran Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Cetakan Ketiga, Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 2011, hal. 3.
182
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2011, hal. 4.
183
Faisal Santiago, Op.Cit, hal. 19.
66 juga mencakup perjanjian kreditpinjaman di lingkungan lembaga pembiayaan
lainnya.
184
Adapun isi perjanjian fidusia yang ditetapkan undang-undang fidusia memuat hal-hal sebagai berikut:
185
1. Identitas para pihak
Identitas para pihak yang mengadakan perjanjian fidusia harus sama dengan identitas para pihak perjanjian utang piutang, karena orang-orangnya sama
persis. Hanya saja istilahnya berbeda. Pada perjanjian utang piutang para pihaknya krediturnya dengan debitur, sedangkan pada perjanjian fidusia
penyebutan para pihaknya adalah pemberi dan penerima fidusia. 2.
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia Data perjanjian pokok dimasukkan dalam perjanjian fidusia, karena untuk
mengetahui landasan hokum pembentukannya karena perjanjian fidusia baru dibentuk setelah ada perjanjian utang piutang.
3. Objek jaminan fidusia
Didalam perjanjian fidusia juga harus dicantumkan tentang barang yang menjadi objek jaminan fidusia. Dalam perjanjian fidusia tidak cukup kalau
hanya mencantumkan secara lengkap identitas barang yang menjadi objeknya.
4. Nilai Penjaminan
Nilai penjaminan adalah besarnya nilai yang digunakan untuk pembayaran utang. Barang jaminan yang nilainya lebih besar daripada nilai utang akan
184
Dian Fadilla, “Jaminan Fidusia”, http:hukumperbankan.blogspot.com.html, diakses tanggal 10 Mei 2015.
185
Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 87-89.
67 lebih mudah untuk menentukan nilai penjaminan, utang nantinya akan dapat
terbayar lunas beserta biaya lain, dan sisanya dikembalikan kepada debitur. 5.
Nilai barang jaminan fidusia Nilai barang yang dijaminkan adalah besarnya nilai barang yang
sesungguhnya. Perlu ada penaksiran nilai barang jaminan yang dilakukan oleh juru taksir berdasarkan harga pasaran umum agar nilainya objektif. Nilai
barang yang dijaminkan perlu dimuat dalam perjanjian fidusia, karena akan dapat dibandingkan nilai dengan nilai penjaminannya.
Pembebanan jaminan fidusia yang didahului dengan janji untuk memberikan jaminan fidusia sebagai pelunasan atas hutang tertentu yang
dituangkan dalam akta jaminan fidusia. Akta jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris, hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1 UUJF,
bahwa; pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dalam akta jaminan
fidusia tersebut selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu jam pembuatan akta tersebut.
Perjanjian fidusia merupakan perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih
dalam penguasaan pemilik jaminan.Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor
Pendaftaran Fidusia.
68 Selain adanya perjanjian kredit perbankan atau pengakuan hutang tersebut,
hal-hal yang penting diketahui oleh legal officer dalam hal terjadinya fidusia adalah:
186
1. Penjanjian konsensuil, diantara kedua belah pihak pemberi dan penerima
fidusia mengadakan perjanjian yang isinya bahwa pemberi fidusiadebitur meminjam sejumlah uang dan berjanji ia akan menyerahkan hak miliknya
secara fidusia sebagai jaminan kepada krediturpenerima fidusia. 2.
Perjanjian kebendaan, diantara kedua belah pihak pemberi dan penerima fidusia mengadakan perjanjian penyerahan bendabarang fidusia secara
constitum possessorium. Penyerahan mana dilakukan oleh pemberi fidusiadebitur kepada penerima fidusiakreditur.
3. Perjanjian pinjam pakai, di antara kedua belah pihak pemberi dan penerima
fidusia diadakan perjanjian pinjam pakai. Biasanya dalam memberikan pinjaman utang, kreditur mencantumkan dalam
perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan utangnya.
187
Oleh karena itu perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan lainnya, yaitu bersifat acesoir, maka
perjanjian atau hak fidusia dapat hapus disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang mendahuluinya.
Kemudian, mengingat ketentuan mengenai seluk beluk fidusia belumtidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka mengenai hapusnya fidusia dapat
diatur sendiri oleh para pihak dalam perjanjian fidusia.
188
186
Budi Untung, Op.Cit, hal. 97.
187
Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal. 32.
188
Budi Untung, Op.Cit, hal. 99.
69
E. Kedudukan Kreditur Bank Penerima Fidusia dalam Hal