2.8 6.7 14.1 38.2 6.2 15.8 36.7 10.3 16.4 19.2 11.3 45.8 Peran Kapasitas Petani Dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani Kasus Petani Sayuran Dan Padi Di Kabupaten Malang Dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur

memiliki jumlah persentasi tingkat kosmopolitan rendah lebih besar dibanding tingkat kosmopolitan tinggi. Petani sayuran yang berpendidikan SLTA sebagian besar memiliki tingkat kosmopolit tinggi hingga sangat tinggi hal sebaliknya terjadi pada petani padi. Dari hasil uji Chi-square yang disajikan pada Tabel 19 tampak bahwa tingkat pendidikan berhubungan nyata dengan kekosmopolitan baik pada petani sayuran maupun petani padi. Pendidikan tinggi SLTA pada petani sayuran memiliki tingkat kosmopolitan tinggi hingga sangat tinggi sebesar 18,1 persen, sedangkan pada petani padi menunjukkan persentase lebih kecil yaitu 12,7 persen. Tabel 19. Sebaran Tingkat Kosmopolitan menurut Pendidikan Petani Tingkat Pendidikan Petani Padi 1 Petani Sayuran 2 Tingkat Kosmopolita n SD SLTP SLTA Total SD SLTP SLTA P.tinggi Total Sangat Rendah 13.9 1.8 1.8 17.6

13.6 2.8

0.0 0.0 16.4 Rendah 23.6

8.5 6.7

38.8 24.3

8.5 1.1

0.0 33.9 Tinggi

20.0 6.1

7.9 33.9 9.0

11.3 14.1

6.8 41.2

Sangat Tinggi 2.4 2.4 4.8 9.7 1.1 1.7

4.0 1.7

8.5 T o t a l 60.0 18.8 21.2 100.0 48.0 24.3 19.2 8.5 100.0 Keterangan : 1 Hasil uji Chi-square berbeda nyata =0,05. 2 Hasil uji Chi-square berbeda sangat nyata =0,01 Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan petani sayuran memiliki kontribusi pengaruh sangat nyata terhadap tingkat kosmopolitan, sedangkan pada petani padi memiliki pengaruh nyata. Petani yang berpendidikan tinggi mempunyai potensi untuk meningkatkan tingkat kosmopolitan yang lebih luas dengan memanfaatkan pendidikan yang dimilikinya. Temuan ini mendukung hasil yang dikemukakan oleh Haber dan Reichel 2006 bahwa pendidikan merupakan faktor prediktor yang baik untuk peningkatan kosmopolitan dalam penguatan hubungan jejaring usaha terutama bagi usaha yang beresiko. Hubungan antara umur petani dengan tingkat kosmopolitan menunjukkan hubungan yang sangat nyata pada petani padi sedangkan pada petani sayuran berhubungan nyata Tabel 20. Umur petani yang lebih mudah cenderung lebih Tabel 20. Sebaran Tingkat Kosmopolitan menurut Umur Petani Umur Petani Padi 1 Sayuran 2 Tingkat Kosmopolitan 31 31- 40 41-50 50 Total 31 31- 40 41-50 50 Total Sangat Rendah 0.0 1.8 7.3 8.5 17.6 2.8 4.5 2.3 2.3 11.9 Rendah

0.0 12.7 9.1

16.4 38.2

3.4 6.2

11.3 15.8 36.7

Tinggi

1.8 10.3 16.4

5.5 33.9

3.4 19.2

11.9 11.3 45.8

Sangat Tinggi 1.2 2.4 5.5 1.2 10.3 0.0 1.7 2.3 1.7 5.6 Total 3.0 27.3 38.2 31.5 100.0 9.6 31.6 27.7 31.1 100.0 Keterangan : 1 Hasil uji Chi-square berbeda sangat nyata =0,01. 2 Hasil uji Chi-square berbeda nyata =0,05. kosmopolit dibanding petani berumur lanjut tua. Umur petani padi kurang dari 31 tahun pada kisaran 27 hingga 30 tahun memiliki persentase tingkat kosmopolitan tinggi hingga sangat tinggi terkecil. Seiring dengan bertambahnya umur petani cenderung memperlihatkan penurunan tingkat kosmopolitansinya. Hal demikian tidak terjadi pada petani sayuran, seiring dengan bertambahnya umur petani cenderung lebih kosmopolit dan mengalami penurunan setelah petani berumur lebih dari 50 tahun. Hal ini karena pada usia yang lebih 50 tahun petani cenderung sudah mempunyai pengalaman yang cukup sehingga intensitas pergaulan juga mulai berkurang. Sebagian besar petani sayuran berumur lebih dari 50 tahun mengungkapkan bahwa tinggal memberi dukungan kepada petani sayuran yang berusia muda untuk mencari informasi lebih luas sehingga petani berusia lanjut tinggal berdiskusi tentang informasi yang diperolehnya tersebut. Lain halnya dengan petani padi yang cenderung menerima dan kurang aktif untuk memperluas tingkat kosmopolitansinya karena lebih mendahulukan selamat dari hasil usahatani yang dijalankan. Temuan ini tampak sejalan dengan yang dikemukakan Scott 1994 bahwa pada petani padi yang bersifat subsisten akan menerapkan dahulukan selamat safety first. Demikian pula hasil penelitian Puspadi 2002 menemukan bahwa petani yang berusia relatif muda cenderung memilih usahatani hortikultura sayuran, sedangkan petani berusia lanjut memiliki kecenderungan berusahatani tanaman pangan kebutuhan pangan. Petani dalam menjalankan usahatani tidak terlepas dari suatu resiko. Petani sebagai pengelola usahatani menghadapi berbagai resiko baik yang berupa resiko negatif maupun positif. Oleh karena itu petani dalam menjalankan usahatani semestinya memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan resiko usahatani. Tingkat keberanian dalam mengambil resiko ditelusuri melalui tingkat pemahaman tentang resiko dan tingkat kemampuan petani dalam melaksanakan usahatani yang mengandung resiko. Tingkat keberanian mengambil resiko antara petani sayuran dan petani padi menunjukkan perbedaan yang nyata. Keberanian petani sayuran dalam mengambil resiko menunjukkan lebih tinggi dibanding petani padi. Petani sayuran di Kabupaten Malang memiliki tingkat keberanian dalam mengambil resiko lebih besar dibanding petani sayuran di Kabupaten Pasuruan. Hal ini karena petani sayuran di Kabupaten Malang memiliki rataan tingkat pendidikan lebih tinggi tingkat SLTA sedang di Kabupaten Pasuruan berkisar tingkat SLTP. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keberanian dalam mengambil resiko menunjukkan hubungan yang sangat nyata Tabel 21. Tabel 21. Sebaran Tingkat Keberanian Mengambil Resiko menurut Tingkat Pendidikan Petani Tingkat Pendidikan Petani Padi 1 Petani Sayuran 2 Tingkat Keberanian Mengambil Resiko SD SLTP SLTA Total SD SLTP SLTA P.tinggi Total Sangat rendah 10.3 2.4 0.0