52.3 16,1 X Peran Kapasitas Petani Dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani Kasus Petani Sayuran Dan Padi Di Kabupaten Malang Dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur

Tabel 26. Sebaran dan Rataan Skor Petani Sayuran dan Petani Padi menurut Sifat Inovasi Sebaran Petani Sayuran Padi T o t a l Mlg Psr Mlg Psr Sayuran Padi Sifat Inovasi Kategori n=95 n=82n=80 n=85 n= 177 n= 165 Sangat rendah 8.4 11.0 26.3 27.1 9.6 26.7 Rendah 49.5 70.7 50.0 43.5 59.3 46.7 Tinggi 34.7 14.6 21.3 20.0 25.4 20.6 X 3.1 Tingkat Keuntungan Ekonomi Inovasi Sangat tinggi 7.4 3.7 2.5 9.4 5.6 6.1 Sangat rendah 10.5 20.7 13.8 0.0 15.3 6.7 Rendah 36.8 54.9 50.0 43.5 45.2 46.7 Tinggi 26.3 13.4 23.8 47.1 20.3 35.8 X 3.2 Kesesuaian inovasi dengan petani Sangat tinggi 26.3 11.0 12.5 9.4 19.2 10.9 Sangat rumit 5.3 13.4 23.8 24.7 9.0 24.2 Rumit 23.2 36.6 45.0 27.1 29.4 35.8 Mudah 40.0 41.5 21.3 30.6 40.7 26.1 X 3.3 Kerumitan penggunaan inovasi Sangat mudah 31.5 8.5 10.0 17.6 20.9 13.9 Sangat sulit 6.3 4.9 15.0 32.9 5.6 24.2 Sulit 37.9 52.4 48.8 41.2 44.6 44.8 Mudah 33.7 32.4 25.0 20.0 33.5 22.5 X 3.4 Kemudahan mencoba inovasi Sangat mudah 22.1 10.3 11.2 5.9 15.3 8.5 Sangat sulit 6.3 7.3 8.8 10.6 6.8 9.7 Sulit 18.9 41.5 27.5 32.9 29.4 30.3 Mudah 40.0 35.4 43.8 25.9 37.9 34.5 X 3.5 Kemudahan pengamatan penerapan inovasi Sangat mudah 34.7 15.9 20.0 30.6 26.0 25.5 Rataan Skor Sayuran Padi T o t a l 1 Selang Skor 0-100 Mlg Psr Mlg Psr Sayuran Padi Perbedaan X 3.1 Tingkat Keuntungan Ekonomi Inovasi 74.6 56.9 47.9 45.8 66.4 46.8 19,6 X 3.2 Kesesuaian inovasi dengan petani 72.7 53.6 48.1 42.5 63.8 45.2 18,6 X 3.3 Kerumitan penggunaan inovasi 72.4 63.9 47.1 57.3

68.4 52.3 16,1 X

3.4 Kemudahan mencoba inovasi 71.1 67.7 44.1 43.8 69.5 43.9 15,6 X 3.5 Kemudahan pengamatan penerapan inovasi 72.4 58.9 65.9 65.8 66.2 65.9 0,3 tn Total rataan skor 72.6 60.2 50.6 51.1 66.8 50.8 16,0 Keterangan 1: berbeda sangat nyata pada α=0,01 dan tn tidak berbeda nyata Mlg: Malang dan Psr: Pasuruan Koordinator penyuluh Kecamatan Sumberpucung mengemukakan bahwa petani padi sekarang kalau berinteraksi dengan penyuluh PPL yang sering ditanyakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani bukan teknologi produksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa para petani telah kritis terhadap kehadiran inovasi dari luar dan sifat kritis petani tersebut harus dijadikan pijakan untuk merancang inovasi di masa datang. Tingkat kesesuaian inovasi dengan kondisi usahatani yang dijalankan petani sayuran dan petani padi menunjukkan perbedaan nyata. Rata-rata tingkat kesesuaian inovasi untuk usahatani sayuran tinggi sedangkan usahatani padi rendah. Rendahnya kesesuaian inovasi pada usahatani padi terkait dengan kesesuaian inoivasi dengan pengalaman yang dirasakan petani sebelumnya dan kebutuhan petani. Pengalaman dan kebutuhan petani padi tidak hanya semata berorientasi kepada hasil tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan yaitu pendapatan yang memadai. Kesesuaian inovasi yang tersedia untuk petani padi banyak yang bersifat teknis dan berorientasi kepada peningkatan produksi, sedangkan pada saat panen hampir dapat dipastikan harga turun. Inovasi yang tersedia bagi usahatani padi tampak masih dominan dengan pertimbangan teknis sedang pertimbangan sosial budaya banyak terabaikan. Kesesuaian inovasi menurut Crouch dan Chamala 1981 dapat dipilah menjadi dua yaitu kesesuaian teknis terkait dengan lingkungan fisik dan kesesuaian lingkungan sosial budaya. Menurut seorang Kontak Tani di Kecamatan Sumber- pucung mengungkapkan bahwa: Inovasi usahatani padi sekarang kebanyakan bersifat teknis yang sulit dilaksanakan di lapang, contohnya seperti pupuk organik kandang yang membutuhkan sampai 5 ton per ha untuk meningkatkan kesuburan dan mengurangi pupuk an-organik. Apa mungkin dilaksanakan? Selain sulit membawanya ke lahan, apa mungkin dapat dimasalkan? coba Bapak pikir di desa Sumberpucung ini ada 148 ha sawah berarti butuh sekitar 740 ton pupuk kandang, terus mau ngambil pupuk kandang dari mana? Terkadang hanya teori saja. Hal serupa juga diungkapkan Ibu salah satu anggota Kelompok Tani Desa Wrati Pasuruan dan seorang Bapak dari Kelompok Tani desa Sengreng Malang yang mengungkapkan bahwa: Sistem Tanam Jajar Legowo yang cukup menjanjikan untuk peningkatan produksi padi tetapi sulit diadopsi petani karena tenaga tanam sekarang sudah sistem borongan yang sangat ketat dengan waktu, molor sehari saja tanam akan mengakibatkan molor semua waktu tanam sebagai akibatnya akan semua. Belum lagi kalau dijual juga dinilai sama dengan cara tanam biasa karena sistem penjualan di sini adalah tebasan. Memang dengan peningkatan jumlah bibit akan meningkatkan produksi tetapi kalau dihitung secara teliti ngjlimet malah pendapatan kami berkurang karena tenaga upah tanam tambah. Kesesuaian inovasi untuk usahatani sayuran menunjukkan lebih baik dibanding padi. Inovasi yang banyak tersedia terutama jenis bibit dan pestisida. Jenis bibit baru sayuran sering ditawarkan oleh pedagang termasuk juga menampung hasil produksinya. Hanya saja seringkali petani sayuran terjebak pada pedagang yang sebetulnya memberi pinjaman tetapi pada saat panen harga sering dipermainkan pedagang tersebut. Inovasi dalam bentuk pengendalian hama penyakit hanya sering juga mendapat dari pedagang walaupun cukup mahal harganya. Seorang petani sayuran Desa Ngabab Pujon mengungkapkan bahwa: Walaupun harga pestisida yang ditawarkan pedagang tersebut relatif tinggi harganya terpaksa saya beli karena dibutuhkan untuk kepentingan perasaan saya agar lebih tenang dalam berusahatani. Teknologi PHT yang sering disosialisakan itu hanya berlaku ketika serangan hama penyakit kecil, kalau sudah banyak serangan hama dan penyakit bisa tidak panen saya, terus siapa yang nanggung ? Dari beberapa kasus tersebut tampak bahwa tingkat kesuaian inovasi pada usahatani padi tergolong masih rendah dan relatif sedikit jenis inovasi yang tersedia. Kondisi tersebut juga menggambarkan bahwa inovasi yang sesuai pada usahatani sayuran lebih beragaman sehingga banyak pilihan dibanding inovasi yang ada pada padi. Keragaman lebih tinggi inovasi pada usahatani sayuran karena sering ada penawaran produk-produk baru pedagang ataupun perusahaan sedangkan pada usahatani relatif sedikit. Tingkat kerumitan inovasi pada usahatani sayuran dan usahatani padi menunjukkan perbedaan nyata. Walaupun rata-rata mencapai kategori tinggi, tetapi pada usahatani padi masih berada pada batas bawah kategori tinggi. Hal ini mengandung makna bahwa inovasi yang diterapkan pada usahatani sayuran memiliki tingkat kerumitan lebih tinggi dibandingkan dengan yang diterapkan pada usahatani padi. Lebih dari 61 persen responden petani sayuran telah menggunakan inovasi dengan kategori tinggi hingga sangat tinggi, sedangkan pada petani padi mencapai 40 persen. Hal ini mengandung makna bahwa petani sayuran memiliki kemampuan lebih tinggi dibanding petani padi dalam hal menerapkan inovasi. Petani sayuran di Kabupaten Malang yang menggunakan inovasi dengan tingkat kerumitan tinggi hingga sangat tinggi mencapai 71,6 persen, sedangkan petani sayuran di Kabupaten Pasuruan mencapai 50 persen. Hal sebaliknya terjadi pada petani padi, yakni tingkat kerumitan inovasi tinggi hingga sangat tinggi yang digunakan petani padi di Kabupaten Malang lebih rendah yaitu 31,3 persen dibanding petani padi di Kabupaten Pasuruan mencapai 48,2 persen. Hal ini mengandung makna bahwa petani padi banyak menerapkan inovasi yang relatif mudah sederhana sehingga penyebaran inovasi yang tergolong rumit lebih cepat berkembang pada petani sayuran. Sebagai akibatnya adalah usahatani sayuran tampak lebih maju dibanding usahatani padi. Penggunaan inovasi petani sayuran lebih rumit dibanding petani padi, hal ini tampak dari intensitas pengamatan terhadap jenis tanaman yang di lahan. Petani sayuran dapat dipastikan hampir tiap hari mengamati perkembangan tanaman terutama jenis tanaman sayuran daun dan buah seperti Kubis, Bawang daun, tomat dan cabelombok. Seorang petani sayuran di Desa Kayu kebek Pasuruan setiap pagi harus melihat tanamannya karena untuk memantau hama dan penyakit tanaman. Sejumlah petani sayuran lain juga mengungkapkan bahwa: Saya lebih baik tiap hari melihat tanaman daripada mengeluarkan biaya lebih tinggimahal untuk membeli obat-obatan. Penyakit tanaman sayuran lebih cepat menyerang terutama yang disebabkan oleh virus dan jamur. Dengan memantau setiap hari biaya obat dapat ditekan sampai 30 persen. Kalau cuma ulat relatif mudah dengan mengambil telur-telur yang terletakpada tangkai daun maupun buah, yang penting jangan sampai menetas. Biaya obat kalau dihitung sangat tinggi dibanding biaya yang lain. Ketersediaan inovasi tanaman padi yang rumit menurut petani karena kurang mempertimbangkan kondisi di lapang seperti pengendalian tikus dengan memberi umpan racun maupun penghembusan asap melalui lubang tikus. Tikus merupakan hama yang dapat mengetahui bila temannya memakan umpan racun mati akibatnya tikus yang lain membiarkan umpan racun tersebut. Demikian pula lubang sebagai sarang memiliki banyak cabang lubang sehingga sewaktu-waktu dapat dengan leluasa bersembunyi pada lubang yang lain. Oleh karena itu inovasi yang menurut petani rumit tersebut kurang mempertimbangkan kondisi lapangan. Bagi sebagian besar seperti diungkapkan oleh salah seorang petani: untuk mengendalikan tikus cukup dengan mencampur racun tikus tersebut dengan bekas oli motor kemudian dioleskan disekitar lubang sarang tikus sehingga saat tikus lewat campuran racun tersebut menempel pada kaki dan pada saat sarang lubang kaki ataupun badan tikus yang tertempel campuran oli dan racun tersebut akan dibersihkan dengan cara dijilat. Sebagai akibatnya tikus tersebut makan racun dan mati dalam lubang tersebut. Dengan demikian petani tidak perlu mencari bangkai tikus dan menguburnya. Inovasi yang didapat petani tersebut tampak lebih sederhana tetaoi lebih efektif dalam mengendalikan hama tikus. Sifat kerumitan inovasi yang terjadi menggambarkan 1 masih tertanam- nya bagi pembuat atau perakit teknologi tidak melibatkan pengetahuan petani farmers indegenues dan 2 perencanaan teknologi masih mengacu pada program top down. Sifat kemudahan inovasi untuk dicoba oleh petani, menentukan untuk dapat diterima dan berkembangnya suatu inovasi. Rata-rata tingkat kemudahan inovasi untuk dicoba pada usahatani sayuran dan usahatani padi menunjukkan perbedaan nyata. Rata-rata kemudahan mencoba inovasi pada usahatani sayuran tinggi sedang usahatani padi rendah. Sebagian besar tingkat kemudahan inovasi pada usahatani padi memiliki kategori rendah 79 persen. Hal ini memberikan arti bahwa inovasi yang tersedia sulit untuk dicoba sesuai dengan kondisi petani padi. Baik petani padi di Kabupaten Malang maupun petani padi di Kabupaten Pasuruan menunjukkan tingkat kemudahan mencoba inovasi rendah Tabel 26. Rendahnya tingkat kemudahan mencoba inovasi karena petani padi rata-rata tidak cukup memiliki sumberdaya lain yang disyaratkan dari inovasi tersebut terutama pengusaan aset ekonomi rendah skor 46,8. Inovasi umur bibit muda umur bibit 5 – 7 hari dengan satu bibit perlubang mudah dicoba pada skala kecil plot, tetapi untuk menerapkan pada skala lebih luas seperti luasan 0,25 ha banyak mengalami kesulitan di samping biaya tanam tidak sebanding dengan harga pembelian benih dan hasil produksi yang dicapai relatif sama. Dari Tabel 26 tampak bahwa rata-rata petani sayuran dalam mencoba inovasi antara kategori sangat rendah hingga rendah dibanding kategori tinggi hingga sangat tinggi tidak menunjukkan nilai presentase hampir sama besarnya. Namun demikian petani sayuran di Kabupaten Malang menunjukkan persentase lebih besar dibanding petani sayuran di Kabupaten Pasuruan. Hal ini memberikan suatu gambaran bahwa petani sayuran di Kabupaten Malang memiliki tingkat kemauan untuk mencoba inovasi lebih tinggi. Kemauan untuk mencoba inovasi oleh petani sayuran di Kabupaten Malang karena inovasi yang ada memiliki kesesuaian dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki petani terutama penguasaan aset ekonomi tinggi skor 74,6 sedangkan petani sayuran di Kabupaten Pasuruan berkategori tinggi tetapi berada pada batas bawah dengan nilai skor 56,9. Tingkat kemudahan pengamatan dan kemudahan untuk dikomunikasikan kepada petani lain termasuk tinggi dan menunjukkan tidak berbeda nyata antara usahatani sayuran dengan usahatani padi. Hal ini mengandung makna bahwa penerapan inovasi relatif mudah untuk diamati dan dikomunikasikan kepada petani lain bagi petani sayuran dan petani padi. Kemudahan pengataman penerapan inovasi memudahkan kepada petani lain untuk lebih cepat mengetahui dan dengan mudah pula untuk mencontoh. Proses difusi perkembangan inovasi pada petani tampak mengikuti model homofili. Hal ini karena usahatani sayuran termasuk beresiko tinggi antara lain ditunjukkan dari tingkat ketergantungan harga dan pendapatan petani kepada pasar, sehingga secara rasional petani sayuran dalam menerapkan inovasi cenderung mengikuti petani lain yang sepadan sumberdaya yang dikuasai. Demikian pula perkembangan difusi inovasi pada petani padi tampak cenderung berpola sama walaupun lebih lambat dibanding pada petani sayuran karena keterbatasan pengetahuan pendidikan, keberanian mengambil resiko lebih rendah dan dukungan tokoh masyarakat lebih rendah. Aksesibilitas informasi Aksesibilitas informasi petani ditelusuri melalui 1 sumber informasi, 2 tingkat kesesuaian informasi yang diperoleh, 3 macam informasi yang diperoleh dan 4 tingkat kredibilitas pemberi informasi. Rata-rata akses informasi petani sayuran lebih tinggi dibandingkan petani padi Tabel 27. Terdapat perbedaan sangat nyata antara usahatani sayuran dan usahatani padi dalam akses informasi kecuali sumber informasi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa akses informasi yang dilakukan petani cukup mendukung terutama untuk petani sayuran sedangkan pada petani padi tampak masih terbatas. Sumber informasi yang diperoleh petani sayuran dan petani padi tampak tidak ada perbedaan nyata. Walaupun rata-rata skor menunjukkan tinggi tetapi masih berada pada kisaran batas bawah dari rentang skor tinggi. Hal ini memberikan gambaran bahwa untuk memperoleh sumber informasi sesuai kebutuhan masih tersedia terbatas sehingga masih perlu ditingkatkan dari aspek kuantitas maupun kualitas. Sumber informasi yang sering digunakan petani sayuran dan petani padi dalam melakukan kegiatan usahatani terdiri dari 1 orang tua petani yang bersangkutan, 2 pedagang, 3 sesama petani dan 4 petugas pertanian. Sumber informasi petani sayuran dan petani padi walaupun sama untuk mendapatkan informasi, tetapi berbeda dalam hal intensitas dari masing-masing sumber informasi tersebut. Berdasarkan intensitas dari sumber informasi yang diakses, petani sayuran mendapatkan akses informasi tertinggi dari pedagang baik pedagang sarana produksi input maupun pedagang sebagai pembelipenampung hasil. Tabel 27. Sebaran dan Rataan Skor Petani Responden terhadap Aksesbilitas Informasi Sebaran Petani Responden Sayuran Padi T o t a l Mlg Psr Mlg Psr Sayuran Padi Indikator Aksesbilitas Informasi Kategori n=95 n=82 n=80 n=85 n=177 n=165 Sangat Sedikit 13.7 13.4 12.5 11.8 13.6 12.1 Sedikit 37.9 41.5 31.3 40.0 39.5 35.8 Banyak 32.6 37.8 36.3 34.1 35.0 35.2 X 5.1 Sumber Informasi yang diperoleh Sangat banyak 15.8 7.3 20.0 14.1 11.9 17.0 Sangat Rendah 8.4 9.8 5.0 8.2 9.0 6.7 Rendah 35.8 29.3 48.7 40.0 32.8 44.2 Tinggi 30.5 47.6 38.8 38.8 38.4 38.8 X 5.2 Tingkat Kesesuaian Informasi Sangat tinggi 25.3 25.6 7.5 12.9 25.4 10.3 Sangat Sedikit 4.2 8.6 11.3 20.0 6.2 15.8 Sedikit 36.8 40.2 31.3 29.3 38.4 30.3 Banyak 33.7 34.1 31.3 28.2 33.9 29.7 X 5.3 Macam Informasi yang diperoleh Sangat banyak 25.3 17.1 26.1 23.5 21.5 24.2 Sangat Rendah 8.4 13.4 7.5 15.3 10.7 11.5 Rendah 30.5 35.4 46.3 48.2 32.8 47.3 Tinggi 33.7 30.5 41.3 29.4 32.2 35.2 X 5.4 Tingkat Kredibilitas Pemberi Informasi Sangat tinggi 27.4 20.7 5.0 7.1 24.3 6.1 Rataan Skor Sayuran Padi T o t a l 1 Selang Skor 0-100 Mlg Psr Mlg Psr Sayuran Padi Perbedaan X 5.1 Sumber Informasi yang diperoleh 67.1 57.9 63.9 59.7

62.9 61.6 1,3