Karakteristik Pribadi Petani
Karakteristik pribadi petani sayuran dan petani padi menunjukkan perbedaan nyata. Indikator karakteristik pribadi petani yang antara lain ditunjukkan oleh
tingkat pendidikan formal, umur petani hingga saat penelitian, pengalaman dalam menjalankan usahatani, tingkat kosmopolitan dan keberanian dalam mengambil
resiko juga menunjukkan perbedaan sangat nyata Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran Petani dan Rataan Skor Karakteristik Pribadi Petani Sayuran dan Petani Padi Responden
Sebaran Petani Sayuran
Padi T o t a l
Mlg Psr Mlg Psr Sayuran
Padi
Karakteristik Pribadi
Petani Kategori
n=95 n=82 n=80 n=85 n=177
n=165
SD 26,3 73,2
61,2 58,8
48,0 60,0
SLTP 30,5 17,1
12,5 24,7
24,3 18,8 SLTA 30,5
6,0 26,3
16,5 19,2 21,2
X
4.1
Tingkat Pendidikan
Formal Perg. tinggi
12,7 3,7
0,0 0,0
8,5 0,0
31 thn 8,4
11,0 2,5
3,5 9,6
3,0 31-40 thn
45,3 15,9
25,0 29,4
31,6 27,3
41-50 thn 28,4
26,8 33,8
42,3 27,7
38,2
X
4.2
Umur 50 thn
17,9 46,3
38,7 24,8
31,1 31,5
10 thn 10,5
14,6 6,3
3,5 12,4
4,9 10-20 thn
61,1 30,5
40,0 38,8
48,9 39,4
21-30 thn 20,0
36,6 37,5
47,1 27,7
42,4
X
4.3
Pengalaman berusahatani
30 thn 8,4
18,3 16,2
10,6 13,0
13,3 Sngt. Rendah
8.4 12.2
13.8 14.1
10.2 13.9
Rendah 34.7 48.8
38.8 40.0
41.2 39.4 Tinggi 45.3
35.4 32.5
35.3 40.7 33.9
X
4.4
Tingkat kosmopolitan
Sangat tinggi 11.6
3.7 15.0
10.6 7.9
12.7 Sngt Rendah
8.4 8.5
8.8 12.9
8.5 10.9
Rendah 25.3 32.9
33.8 38.8
28.8 36.4 Tinggi 44.2
48.8 47.5
34.1 46.3 40.6
X
4.5
Keberanian mengambil
resiko Sangat tinggi
22.1 9.8
10.0 14.1
16.4 12.1
Rataan TahunSkor
Sayuran Padi T o t a l
1
Selang Skor 0-100
Mlg Psr Mlg Psr Sayuran
Padi Perbedaan
X
4.1
Tingkat Pendidikan Formal
10.2 6.9
7.9 7.1
8.7 7.5 1,2
X
4.2
Umur 41.3
46.9 47.5
46.9 43.9 47.2
3,3
X
4.3
Pengalaman berusahatani 16.1
22.6 22.6
23.0 19.1
22.8 3,7
X
4.4
Tingkat kosmopolitan 66.4
62.9 63.0
57.8 64.8 60.3
4,5
X
4.5
K. mengambil resiko 68.6
61.3 63.4
56.0 65.3 59.6
5,7
Keterangan 1: berbeda sangat nyata pada α=0,01.
Mlg: Malang dan Psr: Pasuruan
Seluruh responden baik petani sayuran maupun petani padi telah berstatus berkeluarga. Rata-rata lama pendidikan responden tergolong masih rendah yaitu
mencapai 8 tahun setingkat SLTP belum tamat. Tingkat pendidikan non-formal seperti pelatihan maupun kursus-kursus selama tiga tahun terakhir sangat minim.
Dari hasil pengumpulan data langsung kepada petani responden menunjukkan dalam kurun waktu satu tahun ada satu pertemuan dengan aparat pertanian PPL,
KUD maupun Pamong desa yang memberikan informasi secara umum dan akhir- akhir ini selalu membicarakan kelangkaan pupuk urea. Oleh karena jumlah
responden yang sangat sedikit, maka status pendidikan non-formal tidak diikutkan dalam analisis penelitian ini.
Sebagian besar 60 persen tingkat pendidikan formal petani padi hingga tingkat SD, sedang petani sayuran mencapai 48 persen. Tingkat pendidikan tidak
tamat SD masih ditemukan pada petani padi di Kabupaten Pasuruan. Tingkat pendidikan tertinggi petani sayuran mencapai perguruan tinggi Diploma dan
Sarjana sejumlah 15 petani 8,5 persen sedangkan petani padi mencapai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA. Tingkat pendidikan petani sayuran di
Kabupaten Malang lebih tinggi presentasenya dibanding dengan petani sayuran di Kabupaten Pasuruan.
Dari rataan tingkat pendidikan formal petani baik pada sayuran maupun padi tampak masih kurang mendukung dan belum sesuai dengan wajib belajar 9 tahun
bagi warga negara Indonesia. Tingkat pendidikan petani sayuran yang tinggi karena sebagian besar petani sayuran percaya bahwa usahatani sayuran masih
dapat memberi harapan untuk meningkatkan dan memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan para petani sayuran masih memberikan kesempatan bagi putranya yang
berminat untuk melanjutkan usahatani sayuran. Hal ini karena sejumlah bukti petani sayuran memiliki tingkat hidup relatif baik yang ditunjukkan dengan
kondisi rumah maupun sarana lainnya seperti kendaraan dan kepemilikan perabot rumah tangga.
Lain halnya dengan petani padi, sebagian besar kurang berminat dan menyarankan bagi putranya agar usahatani padi sebagai kegiatan sambilan
terutama bagi petani yang memiliki penguasaan lahan sempit. Oleh karena itu bagi putra petani yang berpendidikan SLTA lebih berminat bekerja pada industri
baik yang ada di Kabupaten Malang maupun Kabupaten Pasuruan. Kondisi tersebut mengandung makna bahwa usahatani padi masih kurang memberi
keuntungan dan pendapatan bagi kebutuhan rumah tangga petani. Kisaran umur petani responden adalah 23 tahun hingga 64 tahun. Umur
petani termuda ditemukan pada petani sayuran dan yang memiliki umur paling tua dijumpai pada petani padi. Umur petani responden antara petani sayuran dengan
petani padi menunjukkan perbedaan nyata dengan rata-rata 45,5 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa umur petani masih pada kisaran umur produktif. Kisaran
umur petani yang lebih besar dari 50 tahun baik pada petani sayuran maupun pada petani padi mencapai 31 persen.
Umur produktif paling besar jumlah persentasenya ditemukan pada petani sayuran di Kabupaten Malang yaitu sebanyak 82 persen, sebaliknya petani padi
sebagian besar berumur di atas 50 tahun. Hal ini memberi gambaran bahwa petani padi dalam melakukan usahatani lebih statis dan kurang memberikan kesempatan
bagi generasi yang lebih muda putranya. Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor penting bagi petani
untuk menjalankan kegiatan usahatani. Ada kecenderungan bahwa semakin banyak belajar dari pengalaman pribadi maupun petani lain yang berhasil tampak
semakin lama dalam menjalankan kegiatan usahataninya. Pengalaman berusahatani dalam penelitian dilacak dari periode waktu lamanya dalam
menjalan kegiatan usahatani dan kemampuan petani dalam menyesuaikan merubah jenis tanaman sesuai dengan kebutuhan dan alasan utama
menguntungkan menjalankan usahatani. Pengalaman berusahatani petani sayuran dibanding petani padi
menunjukkan perbedaan nyata. Rata-rata pengalaman berusahatani petani padi lebih lama dibanding petani sayuran Tabel
18. Pengalaman berusahatani dengan persentase terbesar ditunjukkan petani sayuran di Kabupaten Malang berkisar
antara 10 hingga 20 tahun, sedangkan untuk petani padi di Kabupaten Pasuruan berkisar antara 21 hingga 30 tahun. Berdasarkan Tabel 18 tersebut menunjukkan
bahwa pengalaman berusahatani petani sayuran yang lebih pendek dibanding petani karena terkait dengan umur yaitu rata-rata umur petani padi lebih tua
dibanding petani sayuran. Tingkat kosmopolitan dicirikan dengan intensitaskekerapan petani dalam
bergaul dengan masyarakatseseorang di luar lingkungan yang melingkupinya, tingkat keaktifan petani dalam mencari informasi di luar lingkungannya dan
tingkat pemanfaatan media cetak dan elektronik yang berhubungan dengan usaha- tani yang dijalankan. Bagi petani yang memiliki tingkat kosmopolitan yang tinggi
akan cepat mengadopsi suatu inovasi mencoba informasi sehingga akan lebih cepat dapat menikmati manfaat suatu inovasi seperti yang telah dinikmati orang-
orang lain di luar sistem sosialnya Mardikanto, 1993. Tingkat kosmopolitan petani sayuran dibanding petani padi menunjukkan
perbedaan nyata dan rata-rata skor 62,6 yang termasuk pada kisaran kategori tinggi Tabel 18. Petani sayuran yang memiliki tingkat kosmopolitan kategori
tinggi hingga sangat tinggi mencapai 51,5 persen dan menunjukkan lebih besar dibanding petani padi yang mencapai 44 persen.
Tingkat kosmopolitan petani sayuran lebih tinggi karena petani sayuran lebih banyak berhubungan berinteraksi dengan para pedagang sarana produksi
input maupun pedagang penampung hasil produksi baik yang berada di Kota Batu maupun Malang, sedangkan petani padi memiliki intensitas hubungan
dengan pedagang terbatas di lingkungan desakecamatan tempat petani tersebut tinggal. Selain itu karena sayuran merupakan komoditas perdagangan sedang padi
tergolong komoditas subsisten, sehingga menuntut petani sayuran lebih kosmopolit dibanding petani padi. Hasil penelitian ini tampak sejalan dengan
yang ditemukan Puspadi 2002 di Provinsi Jawa Timur bahwa petani hortikultura melon sebagai komoditas perdagangan menunjukkan lebih kosmopolit
dibanding petani padi. Hubungan pendidikan petani dengan tingkat kosmopolitan menunjukkan
perbedaan nyata. Semakin tinggi pendidikan petani tampak semakin kosmopolit terutama tampak pada petani sayuran. Berdasarkan Tabel 19 tampak bahwa
tingkat pendidikan petani SD baik pada petani padi maupun petani sayuran
memiliki jumlah persentasi tingkat kosmopolitan rendah lebih besar dibanding tingkat kosmopolitan tinggi. Petani sayuran yang berpendidikan SLTA sebagian
besar memiliki tingkat kosmopolit tinggi hingga sangat tinggi hal sebaliknya terjadi pada petani padi.
Dari hasil uji Chi-square yang disajikan pada Tabel 19 tampak bahwa tingkat pendidikan berhubungan nyata dengan kekosmopolitan baik pada petani
sayuran maupun petani padi. Pendidikan tinggi SLTA pada petani sayuran memiliki tingkat kosmopolitan tinggi hingga sangat tinggi sebesar 18,1 persen,
sedangkan pada petani padi menunjukkan persentase lebih kecil yaitu 12,7 persen.
Tabel 19. Sebaran Tingkat Kosmopolitan menurut Pendidikan Petani
Tingkat Pendidikan Petani Padi
1
Petani Sayuran
2
Tingkat Kosmopolita
n
SD SLTP SLTA
Total SD SLTP
SLTA P.tinggi
Total
Sangat Rendah 13.9 1.8
1.8 17.6
13.6 2.8