Uji sterilitas vaksin Sterility test Uji kadar formalin vaksin

63 97 kDa 66 kDa 45 kDa 30 kDa 20,1 kDa 14,4 kDa 97 kDa 66 kDa 45 kDa 30 kDa 20,1 kDa 14,4 kDa M 1 2 3 4 Gambar 21 SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Aeromonas hydrophila AHL0905- 2 M Marker 1 broth A. hydrophila 2 sel utuh A. hydrophila 3 ECP A. hydrophila 4 crude supernatan A. hydrophila. M 1 2 3 4 Gambar 22 SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Streptococcus agalactiae N 14 G M Marker 1 broth S. agalactiae 2 crude supernatan S. agalactiae 3 sel utuh S. agalactiae 4 ECP S. agalactiae. Gambar 21 menunjukkan pita protein untuk sediaan sel utuh A. hydrophila yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3 terdapat 14 pita yaitu 119,57; 94,39; 82,76; 72,57; 58,81; 45,22; 40,71; 32,99; 26,73; 22,83; 19,00; 17,10; 15,00; dan 12,81 kDa. Sediaan ECP terdapat 2 pita yaitu 55,80 dan 17,10 kDa. Sediaan crude supernatan terdapat 3 pita yaitu 94,39; 55,80 dan 17,10 kDa. Sediaan broth yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3 terdapat 7 pita yaitu 136,36; 119,57; 87,23; 55,80; 25,36; 19,00; dan 14,61 kDa Tabel 8. Penghitungan berat molekul protein A. hydrophila hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 6. 64 Gambar 22 menunjukkan pita protein untuk sediaan sel utuh S. agalactiae yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3 terdapat 10 pita yaitu 111,86; 83,42; 79,09; 58,98; 54,45; 43,99; 23,20; 18,74; 17,77; dan 15,97 kDa. Sediaan ECP terdapat 2 pita yaitu 83,42 dan 21,99 kDa. Sediaan crude supernatan terdapat 3 pita yaitu 83,42; 58,98; dan 21,99 kDa. Sediaan broth terdapat 4 pita yaitu 111,86; 79,09; 23,20; dan 18,74 kDa Tabel 8. Penghitungan berat molekul protein S. agalactiae hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 6. Karakterisasi protein

A. hydrophila

menggunakan SDS-PAGE menunjukkan bahwa jumlah pita protein terbanyak berturut-turut terdapat pada sel utuh, broth, crude supernatan, dan ECP. Thomas et al. 2009 menggunakan 4 jenis pita protein untuk mengkarakterisasi A. hydrophila yaitu 19,5 kDa, 25,36 kDa, 29 kDa and 65,6 kDa. Jika dibandingkan dengan hasil SDS-PAGE terhadap A. hydrophila isolat AHL0905-2 maka hanya identik dengan 1 pita yaitu 25,36 kDa, dan mendekati pita pada19,5 kDa yaitu 19,0 kDa. Tabel 8 Karakter berat molekul protein hasil SDS-PAGE bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3 Vaksin Sediaan BM Kd A. hydrophila Sel utuh 119,57; 94,39; 82,76; 72,57; 58,81; 45,22; 40,71; 32,99; 26,73; 22,83; 19,00; 17,10; 15,00; 12,81 ECP 55,80; 17,10 Crude Supernatan 94,39; 55,80; 17,10 Broth 136,36; 119,57; 87,23; 55,80; 25,36; 19,00; 14,61 S. agalactiae Sel utuh 111,86; 83,42; 79,09; 58,98; 54,45; 43,99; 34,61; 23,20; 17,77; 15,97 ECP 83,42; 21,99 Crude Supernatan 83,42; 58,98; 21,99 Broth 111,86; 79,09; 23,20; 18,74 Preparasi sediaan vaksin dengan menggunakan formalin ternyata dapat mempengaruhi profil protein. Sediaan vaksin sel utuh memiliki jumlah profil protein yang lebih banyak dibandingkan dengan sediaan ECP, crude supernatan, maupun broth. Formaldehid dapat membantu membentuk ikatan metilen yang akan mempengaruhi respons sel-T terhadap data paralel protein yang terdiri dari 65 asam amino modifikasi seperti N-glikosilasi, alkilasi, dan iodinasi sehingga dapat mempengaruhi presentasi antigen oleh sel-T. Penggunaan formaldehid juga dapat mendegradasi secara parsial protein FHA forkhead-associated , merubah sensitifitas protein pada aktifitas protease, adanya purifikasi digesti tripsin dan dapat mendegenerasi fragmen protein menjadi ukuran yang lain Tommaso et al. 1994. Pasnik et al. 2005 melakukan uji karakterisasi protein S. agalactiae menggunakan SDS-PAGE di mana terdapat dua pita 47 dan 75 kDa dan predominan pita 54 kDa dan 55 kDa pada sediaan segar satu hari setelah inaktifasi dengan bufer formalin 3, sedangkan sediaan vaksin yang telah disimpan selama 1 tahun pada suhu 4 o C hanya terdeteksi pita 47, 54, dan 55 kDa. Proses penyimpanan dan lama waktu penyimpanan dapat merubah profil protein dari sediaan vaksin serta dapat menurunkan tingkat proteksi terhadap kelangsungan hidupnya hanya 29. Simpulan dan Saran Simpulan dari kegiatan preparasi sediaan vaksin dengan metode inaktifasi berbeda adalah : 1. Sediaan vaksin bivalen hasil inaktifasi dengan bufer formalin 3 aman digunakan untuk pemberian secara injeksi intra peritoneal pada ikan Nila O. niloticus. 2. Jumlah pita protein vaksin A. hydrophila dan S. agalactiae sediaan sel utuh lebih banyak dibandingkan dengan pita protein sediaan vaksin ECP, broth, dan crude supernatan. Sediaan vaksin yang telah dibuat perlu diuji lebih lanjut untuk melihat tingkat efektifitasnya pada ikan dengan menganalisis efek vaksin tersebut terhadap respons imun dari ikan Nila. 66 HEMATOLOGI DAN RESPONS IMUN IKAN NILA Oreochromis niloticus YANG DIIMUNISASI DENGAN VAKSIN MONOVALEN DAN BIVALEN : Aeromonas hydrophila DAN Streptococcus agalactiae Abstrak Respons imun terhadap campuran sel utuh dan ekstraselular antigen Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae dievaluasi sebagai ukuran keberhasilan peningkatan respons antibodi ikan Nila setelah divaksin dengan vaksin monovalen dan bivalen. Analisis hematologi dan respons imun dalam aktifitas bakterisidal serum dapat dijadikan komponen untuk melihat viabilitas patogen dalam inang yang ditunjukkan melalui aktifitas respiratory burst, lisosim, komplemen, dan antibodi. Ikan Nila 15±0,5 g divaksin dengan vaksin monovalen A. hydrophila, monovalen S. agalactiae, bivalen sel utuh, bivalen ECP, bivalen sel utuh+ECP, bivalen crude supernatan, bivalen broth, dan kontrol. Parameter imun diukur setiap minggu selama 3 minggu pemeliharaan setelah vaksinasi. Titer antibodi terdeteksi setelah satu minggu pemeliharaan pascavaksinasi, nilai titer antar vaksin bivalen dengan vaksin monovalen dan kontrol berbeda nyata P0,05. Vaksin monovalen dapat meningkatkan respons imun spesifik dan non spesifik lebih baik jika dibandingkan dengan vaksin bivalen untuk proteksi homolog. Sedangkan untuk proteksi terhadap bakteri heterolog vaksin bivalen sel utuh dan sel utuh+ECP memberikan respons imun spesifik maupun non spesifik terbaik jika dibandingkan dengan vaksin monovalen A. hydrophila maupun vaksin monovalen S. agalactiae. Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, vaksin monovalen, vaksin bivalen, respons imun Abstract The humoral immune responsse to mixed whole cell antigens and extracellular product of Aeromonas hydrophila and Streptococcus agalactiae, the common Gram negative and Gram positive bacterial pathogens associated with diseases of Motile Aeromonads Septicemia and Streptococcocis in Nile Tilapia were evaluated for their efficacy in triggering antibody responsses. The Nile Tilapia were either immunized with antigens from single bacterial strain A. hydrophila and S. agalactiae or a combination of all two. An antibody and humoral immune response was detected at the 1 st week post immunization that rose significantly p0.05 at the 3 th week post immunization in all the immunized groups. Similarly, there were significant difference p0.05 in the humoral immune response between groups immunized with single and mixed bacterial antigens. The monovalent vaccine could enhance immune responsse specific and non specific better than the bivalent vaccine from bacterial homolog. Otherwise, the protection from heterologous bacteria, the bivalent vaccine provided the best specific and non specific immune respons compared with monovalent vaccine. Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, monovalent vaccine, bivalent vaccine, immune responsse 67 Pendahuluan Keberhasilan pemberian vaksinasi pada ikan dapat dilihat menggunakan faktor imunologi yang dapat membuktikan keamanan dan tingkat proteksinya. Vaksin yang ideal harus dapat bertahan dalam jaringan inang lebih lama untuk membentuk perlindungan terhadap antigen sehingga tidak terjadi sakit. Analisis imunologi dalam aktifitas bakterisidal serum dapat dijadikan komponen untuk melihat viabilitas patogen dalam inang yang ditunjukkan melalui aktifitas respiratory burst, lisosim, antibodi, dan komplemen Ellis 2001. Stimulasi respons imun non spesifik dapat meningkatkan kemampuan ikan melindungi diri terhadap serangan patogen, namun dengan adanya antibodi spesifik akan lebih baik lagi dalam meningkatkan kemampuan proteksinya. Tingkat proteksi ini tergantung dari reaksi silang antar komponen antigen yang akan digunakan sebagai kandidat vaksin, yang bertujuan untuk meningkatkan tanggap kebal terhadap antigen homolog Gudding et al. 1999. Kemampuan peningkatan respons imun ikan setelah vaksinasi dapat dijadikan acuan keberhasilan peningkatan tanggap kebal. Vaksinasi dapat menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi yang akan membantu dalam perlindungan terhadap antigen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran hematologi dari ikan Nila yang diberi vaksin terhadap respons antigen homolog yang masuk. Keberhasilan reaksi respons imun dari ikan yang telah vaksinasi dalam mengeliminasi serangan antigen diperlukan kerjasama antara respons imun spesifik dan respons imun non spesifik. Beberapa parameter yang dilihat pada penelitian ini merupakan gambaran respons imun non spesifik yang diamati dari darah ikan setelah vaksinasi dengan vaksin bivalen. Bahan dan Metode Ikan Nila pada perlakuan vaksin diinjeksi secara intra peritoneal sebanyak 0,1 mLikan dengan sediaan monovalen A. hydrophila, monovalen S. agalactiae, bivalen sel utuh, bivalen ECP, bivalen sel utuh+ECP, bivalen crude supernatan, 68 dan bivalen broth. Ikan Nila kontrol diinjeksi dengan TSB, BHI, salin 0,845, dan kontrol tanpa injeksi. Ikan dipelihara selama 21 hari Li et al. 2006, setiap 3 hari gambaran hematologi diamati dengan beberapa parameter yang dilihat sebagai berikut : 1 Gambaran Hematologi Darah diambil secara intra muscular dari caudal vein ikan menggunakan syring yang telah diberi heparin sebagai antikoagulan, darah disimpan pada suhu 15 o C. kemudian diukur kadar haemoglobin menurut metode Sahli Wedenmeyer Yasutake 1977, kadar hematokrit menurut metode Anderson dan Siwicki 1995. 2 Indek Fagositosis Aktifitas fagositosis dievaluasi menggunakan metode Zhang et al. 2008 dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 100 µL suspensi Staphylococcus aureus kepadatan 10 7 cfumL dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, ditambahkan 200 µL darah dengan heparin dan dihomogenkan menggunakan vortex, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 30 o C. 1 mL salin ditambahkan ke dalam tabung dan dihomogenkan. Solusi homogenat disentrifus dengan 3.000 g selama 5 menit, 1 mL supernatan diambil kemudian dibuang, sisa solusi dihomogenkan kembali. Diambil satu tetes homogenat, dibuat preparat ulas di atas slide glass. Preparat difiksasi dengan metanol selama 2-3 menit, kemudian dicuci dengan akuades, preparat dikeringanginkan, tahap akhir preparasi diwarnai dengan pewarna giemsa. Preparat diamati di bawah mikroskop. Persen Fagositosis PP dan Indek Fagositosis IP dihitung menggunakan rumus: PP =N 1 100x100 IP = N 2 100 Keterangan : N 1 N 2 : total jumlah fagosit yang memakan engulf bakteri secara acak dari 100 fagosit yang terhitung. : total jumlah bakteri yang dimakan oleh fagosit dari 100 fagosit yang terhitung. 69 3 Uji Respiratory Burst Metode NBT-Assay Produksi oksigen radikal dari fagositosis dalam darah dapat dilihat dengan pewarnaan nitroblue tetrazolium NBT seperti yang dilakukan Anderson dan Siwicki 1995. 0,1 mL sampel darah dengan heparin diletakkan pada tabung efendorf dan ditambahkan 0,1 mL 0,2 NBT, suspensi NBT- sel darah diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Kemudian 0,05 mL sampel suspensi NBT-sel darah dipindahkan ke dalam tabung gelas yang berisi 1 mL N,N- dimethylformamide solution DMS. Suspensi disentrifus selama 5 menit pada 3.000 g. Supernatan dipisahkan, dimasukkan dalam tabung kuvet dan dibaca menggunakan spektrofotometer. NBT akan direduksi oleh formazan pada reaksi dengan radikal oksigen yang diproduksi dari neutrofil dan monosit. Analisis produksi radikal oksigen dengan menggunakan NBT dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm. 4 Aktifitas Lisosim Aktifitas lisosim diuji menggunakan lyso-plate assay menurut Lie et al. 1989 dan Gassent et al. 2004 dengan melihat zona lisis dari bakteri Micrococcus lysodeikticus. Metode ini dilakukan dengan membuat sumur 2 mm pada media agar cawan yang berisi bakteri M. lysodeikticus 50 mgmL, setiap sumur diisi plasma darah sebagai serum uji kemudian diberi bufer fosfat 5 L 14,04 gL KH 2 PO4; 5,2 gL Na 2 HPO 4 , pH 6,2. Cawan diinkubasikan pada 25 o C selama 20 jam, untuk pembentukan zona lisis. 5 Aktifitas Komplemen Aktifitas komplemen Complement consumption assay dilakukan menggunakan metode Vivas et al. 2005 yang dimodifikasi. Sebanyak 200 µ L serum ikan dan 200 µL suspensi bakteri A. hydrophila 10