hydrophila, S. agalactiae dan gabungan keduanya hydrophila dan S. agalactiae hydrophila dan S. agalactiae pada ikan Tilapia

29 Gambar 5 Gerakan renang berputar whirling ikan Nila yang terinfeksi Streptococcosis. Pergerakan ikan dilihat dari gambar ke-1 berturut-turut sampai gambar ke-18. 1 8 17 16 1 5 14 13 1 2 11 10 9 8 7 5 4 3 2 1 6 30 Gambar 6 Organ dalam ikan Nila yang terserang ko-infeksi MAS dan Streptococcosis. a ikan sehat, b ikan terserang kronis, c ikan terserang akut. Gambaran organ dalam ikan yang terkena ko-infeksi kronis dengan kejadian kematian setelah lebih dari 5 hari pascainfeksi, terlihat berupa perubahan warna ginjal, limpa, hati, dan jantung menjadi berwarna pucat, dan terdapat asites berupa cairan berwarna kekuningan pada rongga perut. Gambaran organ dalam ikan yang terinfeksi akut dengan kejadian kematian ikan pada hari ke-1 sampai hari ke-2 pascainfeksi terlihat adanya warna merah kehitaman pada semua organ dalam ikan, dan cairan empedu lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan yang sehat Gambar 6. Virulensi dari bakteri patogen dapat menimbulkan gejala klinis yang nampak pada inang terinfeksi. Ibrahem et al. 2008 mengemukakan bahwa gejala klinis dari ikan Nila yang terinfeksi MAS ditandai dengan adanya septisemia, asites, luka, cacat tulang, eksoptalmi dan nekrosis otot. Ikan pada kondisi posmortem ditemukan adanya luka fokal pada parenchym organ hati, limpa, dan ginjal, serta terdapat cairan yang mengisi rongga abdominal. Hasil isolasi dan identifikasi didapat jenis bakteri A. hydrophila dari organ intestinal ikan yang sakit maupun ikan yang sudah sehat, hal ini dapat terjadi pada kondisi invasi c b a 31 penyakit maupun kondisi MAS yang akut dengan adanya lokalisasi koloni bakteri A. hydrophila yang teridentifikasi dari jaringan hematopoetik. Bakteri S. agalactiae menyebabkan penyakit septisemia pada ikan Nila, merusak organ otak, ginjal, usus, dan organ lainnya. Penyakit ini biasanya ditandai dengan gejala anoreksia, eksoptalmi, asites dan gerakan renang tak menentu. Percobaan infeksi buatan pada ikan mullet dan seabream menggunakan isolat S. agalactiae dari otak ikan Nila O. niloticus L. menyebabkan kematian 100 dan 90, dengan masa pascainfeksi selama 7 hari, hal ini menandakan bahwa S. agalactiae bersifat virulen yang menyebabkan penyakit epizootik Evans et al. 2002. 3 Waktu Pematangan dan Uji Kultur bersama di Media Cair dan Media Agar Penghitungan koloni bakteri pada media agar dari kepadatan tanam awal sebanyak 10 2 cfumL diperoleh hasil bahwa kepadatan bakteri pada media TSA dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila adalah 10 13 cfumL, 10 14 cfumL, dan 10 14 cfumL, sedangkan S. agalactiae adalah 10 8 cfumL, 10 10 cfumL, dan 10 12 cfumL. Kepadatan bakteri pada media BHIA dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila adalah 10 12 cfumL, 10 13 cfumL, dan 10 13 cfumL, sedangkan S. agalactiae adalah 10 8 cfumL, 10 11 cfumL, dan 10 13 cfumL. Penghitungan koloni bakteri pada media broth dari kepadatan tanam awal sebanyak 10 2 cfumL diperoleh hasil bahwa kepadatan bakteri pada media TSB dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila adalah 10 12 cfumL, 10 11 cfumL, dan 10 10 cfumL, sedangkan S. agalactiae adalah 10 8 cfumL, 10 10 cfumL, dan 10 12 cfumL. Kepadatan bakteri pada media BHI dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila adalah 10 12 cfumL, 10 12 cfumL, dan 10 10 cfumL, sedangkan S. agalactiae adalah 10 6 cfumL, 10 9 cfumL, dan 10 11 cfumL. 32 Gambar 7 Pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media agar. a dan media cair, b dengan kepadatan tanam awal 1 koloni. Karakter waktu pematangan bakteri A. hydrophila akan mencapai puncak pertumbuhan pada 24 jam masa inkubasi. Karakter waktu pematangan bakteri S. agalactiae akan mencapai puncak pertumbuhan pada 72 jam masa inkubasi Gambar 7. Gambar 8 Uji kultur bersama bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media agar BHIA dengan masa inkubasi 48 jam. Kepadatan bakteri ketika ditumbuhkan dalam media cair secara terpisah diperoleh hasil untuk A. hydrophila 10 12 cfumL dan S. agalactiae 10 8 cfumL, hasil ini tidak jauh berbeda ketika kedua bakteri ini ditumbuhkan dalam media cair secara bersamaan, yaitu untuk kepadatan di media TSB : A. hydrophila 10 11 cfumL dan S. agalactiae 10 7 cfumL, sedangkan di media BHI : A. hydrophila 2 4 6 8 10 12 14 16 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam k ep ad atan b ak ter i lo g cf u m L waktu pengamatan jam A. hydrophila di TSA A. hydrophila di BHIA S. agalactiae di BHIA S. agalactiae di TSA 2 4 6 8 10 12 14 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam k ep ad atan b ak ter i lo g cf u m L waktu pengamatan jam A. hydrophila di TSB A. hydrophila di BHI S. agalactiae di BHI S. agalactiae di TSB b a 33 10 12 cfumL dan S. agalactiae 10 6 cfumL. Kepadatan A. hydrophila yang lebih dominan ketika ditumbuhkan bersamaan disebabkan bakteri ini memiliki kemampuan tumbuh dalam media lebih cepat dibandingkan dengan S. agalactiae. Gambar 9 Uji kultur bersama bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media cair dengan masa inkubasi 24 jam. A. hydrophila, S. agalactiae. Hasil uji kultur bersama bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media agar Gambar 8 maupun media cair Gambar 9 menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri dapat tumbuh bersinergi. Kultur bersama pada media agar tidak menghasilkan zona hambat antar isolat, kedua isolat mampu tumbuh bersama dalam media cair, dan tidak menunjukkan aktifitas anti mikrobial. Karakter pertumbuhan bakteri yang bersinergi ini, diduga karena kedua jenis bakteri tidak memiliki enzim yang dapat menghambat pertumbuhan satu sama lain dan tidak saling berkompetisi dalam perebutan media untuk tumbuh. 4 Sensitifitas Terhadap Antibiotik Bakteri A. hydrophila isolat AHL0905-2 bersifat resisten terhadap Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Metisilin, dan Ampisilin; bersifat intermediet terhadap Eritromisin, Nalidixic acid, Furazolidon, dan Gentamisin; bersifat rentan terhadap Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Strain A. hydrophila yang berbeda dapat menentukan perbedaan karakter terhadap beberapa antibiotik, seperti yang dikemukakan oleh Angka 1997 bahwa hasil uji terhadap beberapa isolat bakteri 2 4 6 8 10 12 14 A. hydrophila + S. agalactiae pada TSB A. hydrophila + S. agalactiae pada BHI A. hydrophila pada BHI S. agalactiae pada TSB k ep ad atan b ak ter i lo g cf u m L bakteri uji dalam media 34 A. hydrophila terhadap beberapa antibiotik menunjukkan bahwa berturut-turut bersifat resisten; intermediet; sensitif terhadap antibiotik Oksitetrasiklin 12; 22,9; 65,1, Oxolinic acid 9,6; 6,9; 84,4, Eritromisin 28,9; 10,8; 60,3, Streptomisin 10,8; 15,7; 73,5, Kloramfenikol 28,9; 14,5; 56,6, dan potensial Sulfonamid 20,5; 7,2; 72,3. Bakteri S. agalactiae isolat N 14 G bersifat resisten terhadap Nalidixic acid dan Furazolidon, intermediet terhadap Gentamisin, dan bersifat rentan terhadap Eritromisin, Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Metisilin, dan Ampisilin Tabel 2. Hasil uji sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh Hardi 2011, bakteri S. agalactiae bersifat resisten terhadap Metisilin, Tetrasiklin, Klindamisin, dan Gentamisin; bersifat rentan terhadap Kloramfenikol, Sefalotin, dan Ampisilin; serta bersifat intermediet terhadap Eritromisin. Perbedaan sensitifitas terhadap antibiotik dapat terjadi karena adanya perbedaan strain dari bakteri S. agalactiae. Antibiotik yang dapat menanggulangi bakteri A. hydrophila adalah Tetrasiklin dan Kloramfenikol, sedangkan untuk menanggulangi S. agalactiae adalah Eritromisin, Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Metisilin, dan Ampisilin. Antibiotik yang dapat menanggulangi kejadian ko-infeksi dari kedua jenis bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae adalah dengan menggunakan antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol Tabel 2. Hasil sensitifitas terhadap antibiotik menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri penyebab MAS dan Streptococcosis sebenarnya masih dapat ditanggulangi dengan perlakuan antibiotik. Antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri ini adalah termasuk dari jenis antibiotik yang sudah dilarang penggunaannya dan masuk dalam kriteria obat keras menurut Komisi Obat Indonesia KOI, maka perlu dilakukan upaya pencegahan melalui imunostimulasi menggunakan imunostimulan maupun vaksin. Hasil uji sensitifitas terhadap antibiotik menunjukkan bahwa A. hydrophila bersifat resisten terhadap Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Metisilin, dan Ampisilin. Bakteri S. agalactiae bersifat resisten terhadap Nalidixic acid dan Furazolidon. Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel 35 mikroorganisme oleh antibiotika. Sifat resistensi dapat dipengaruhi oleh faktor non-genetik yaitu keadaan bakteri pada stadium istirahat, sehingga bakteri tidak peka terhadap antibiotik. Resistensi karena faktor non-genetik yang umumnya terjadi karena perubahan pada pertahanan tubuh bakteri itu sendiri atau perubahan struktur bakteri sehingga tidak sesuai lagi sebagai target antibiotik. Resistensi yang dipengaruhi faktor genetik yaitu suatu keadaan mikroorganisme yang semula peka terhadap suatu antibiotik pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak peka atau memerlukan konsentrasi yang lebih besar. Perubahan ini terjadi karena gen bakteri mendapatkan elemen genetik yang terbawa sifat resistensi. Perubahan genetik dapat ditransfer atau dipindahkan dari satu spesies bakteri ke spesies lainnya melalui berbagai mekanisme Shome Shome 1999. Tabel 2 Sensitifitas terhadap beberapa jenis antibiotik No Dosis g Nama Antibiotik Zona bening pada isolat bakteri mm Keterangan

A. hydrophila S. agalactiae

A. hydrophila S. agalactiae

1 15 Eritromisin 12 33 intermediet rentan 2 30 Nalidixic acid 20 - intermediet resisten 3 30 Novobiosin - 25 resisten rentan 4 2 Klindamisin - 31 resisten rentan 5 30 Sefalotin - 40 resisten rentan 6 30 Tetrasiklin 22 32 rentan rentan 7 100 Furazolidon 11 - intermediet resisten 8 30 Kloramfenikol 25 30 rentan rentan 9 10 Gentamisin 15 11 intermediet intermediet 10 5 Metisilin - 25 resisten rentan 11 10 Ampisilin - 31 resisten rentan 5 Gambaran Histopatologi Ikan Nila Terserang Ko-infeksi MAS dan Streptococcosis Hasil pengamatan histopatologi organ otak menunjukkan suatu kongesti pada daerah optic tectume di mesensefalon yang merupakan bagian otak terbesar pada ikan yang berfungsi untuk mengontrol sensor dan pergerakan mata, dan ada perdarahan hemorrhage pada mauthner cell yang terdapat pada metensefalon dan mielensefalon dengan fungsinya sebagai pengatur gerak reflek dari saraf otot C-start behavior. Diantara tubuli ginjal terdapat suatu infiltrasi limfosit dan ada 36 sel yang nekrosis sehingga membentuk deformasi sel. Pada organ limpa terdapat melano macrofag centre MMC yang bersifat multifokal Gambar 10. Hasil pengamatan histopatologi dibandingkan dengan kontrol organ yang sehat dari Atlas Fish Histology Takashima Hibiya 1995. Gambar 10 Histopatologi kerusakan organ dari ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila+S. agalactiae dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin H dan E. a otak bagian cerebellum, b otak bagian mesencephalon, c-d limpa, dan e-f ginjal. p perdarahan, n nekrosa, mmc melano macrofag centre, i inflamasi, d degenerasi, g granuloma. Kerusakan pada optic tectum akan menimbulkan perubahan penampakan dari mata ikan, baik itu berupa mata menonjol maupun adanya disorientasi dari bola mata. Kerusakan pada metensefalon dan mielensefalon akan mengakibatkan b a d n d c p mmc d g f e i 37 gerakan ikan yang tak terkontrol yaitu berupa pergerakan memutar dan adanya deformasi bentuk tubuh menyerupai huruf C. Hasil histopatologi terbagi ke dalam dua pola karakter luka. Pola pertama, luka yang fokal yaitu kerusakan sel yang terjadi hanya pada satu sel, luka yang mild dengan kerusakan minor tidak sampai merubah bentuk sel, dan terlihat adanya inflamasi dan granuloma. Granuloma berisi kumpulan sel-sel yang rusak, yang diselubungi oleh kapsul tebal dari kumpulan makrofag. Pusat makrofag dan melanomakrofag juga teramati banyak menyelubungi granuloma. Pola kedua, luka yang multifokal dengan kerusakan sel yang terjadi pada beberapa sel secara mengelompok, luka parah acute, nekrotik, luka inflamasi yang melibatkan leukosit, makrofag, fibrin dan sel granular eosinophilik. Kedua pola luka biasanya teramati ada pada bagian otak dan mata Hernandez et al. 2009. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Mekasime terjadinya kerusakan jaringan karena adanya sitokin yang menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi Smith 1977. Simpulan dan Saran Simpulan hasil penelitian ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae penyebab infeksi MAS dan Streptococcosis dengan meneliti keberadaan, daya tumbuh secara in-vitro, sensitifitas terhadap beberapa antibiotik, dan gambaran histopatologi organ adalah : 1. Keberadaan ikan Nila terserang A. hydrophila di KJA Cirata adalah 100, yang terserang ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae adalah 20 dari populasi disetiap karamba. 2. Infeksi bakteri A. hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS dengan gejala klinis terdapat keputihan pada mata, perdarahan dan borok pada tubuh. 3. Infeksi bakteri S. agalactiae menyebabkan penyakit Streptococcosis dengan gejala eksoptalmi pada mata, gerakan renang berputar whirling dan membentuk huruf C. 38 4. Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae dapat tumbuh bersinergi pada media inokulasi buatan. 5. Waktu pematangan dalam media cair maupun media padat untuk bakteri A. hydrophila adalah 24 jam, sedangkan bakteri S. agalactiae adalah 72 jam. 6. Ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae dapat ditanggulagi menggunakan antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol rentan atau Gentamisin, Eritromisin, dan Novobiosin rentan-intermediet. 7. Hasil histopatologi organ ginjal, otak, dan limpa memperlihatkan dua pola karakter luka. Pola pertama, luka yang fokal sampai terlihat adanya inflamasi dan perdarahan. Pola kedua, luka yang multifokal, luka parah acute, nekrotik, dan luka inflamasi yang mengakibatkan deformasi sel-sel organ. Karakter dari kedua jenis bakteri ini dapat dijadikan pertimbangan awal dalam langkah pencegahan maupun pengobatan yang akan dilakukan, sehingga strategi penanggulangan penyakit ini dapat optimal dilakukan dan tepat guna. 39 PATOGENESIS KO-INFEKSI Aeromonas hydrophila DAN Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus Abstrak Karakteristik hasil ko-infeksi buatan dari bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae dapat dilihat dengan menggunaan parameter gambaran hematologi dan pola kematian ikan. Pengujian ko-infeksi melalui injeksi pada ikan Nila ukuran 15±0,5 g menggunakan dosis mematikan LD 100 dan dosis mematikan LD 50 menyebabkan kematian bervariasi antara 20-90 dalam waktu 1-12 hari masa inkubasi. Bakteri A. hydrophila lebih mematikan untuk ikan Nila pada dosis LD 100 . Pola kematian yang terjadi menunjukkan bahwa infeksi MAS bersifat akut dan kronis, sedangkan infeksi Streptococcosis bersifat sub-akut. Perubahan pertahanan non spesifik ikan terhadap infeksi patogen dilihat dengan mengamati level hematokrit, neutrofil, limfosit, monosit, dan indeks fagositik darah ikan Nila yang diambil dari arteri caudalis pada hari ke-3, ke-6, ke-9, ke-12, dan ke-15 setelah infeksi. Hasil analisis perubahan level hematokrit dan limfosit lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, level neutrofil lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, dan level monosit dan indeks fagositik fluktuatif selama masa perlakuan memperlihatkan adanya homeostasi gambaran darah ikan terhadap serangan infeksi antigen. Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, ko-infeksi, hematologi Abstract Characteristic of co-infection from A. hydrophila and S. agalactiae were assessed by analyzing hematological parameters and pattern of death. Nile Tilapia Oreochromis Niloticus sized 15 g were infected by intraperitoneal injection with A. hydrophila and S. agalactiae using LD 100 and LD 50 dose. Mortality of fish was 20-90 in day one until day twelve post infections. The mortality patterns of Nile Tilapias showed sub-acute infection to Streptococcocis, acute and chronic infections to Motile Aeromonas Septicemia. Bacterium A. hydrophila more virulent for Nile Tilapias at lethal dose LD 100 compared to S. agalactiae, this matter was anticipated caused by endotoksin A. hydrophila had the character of toxic lethal. The different administration co-infection stimulated hematological responsse in Nile Tilapia post-infection. Infected fish groups presented higher hematocrit, number of neutrophils, number of lymphocytes, number of monocytes, and phagocytic ability on 3, 6, 9, 12, and 15 days after infection than the non-infected group . The result of this study suggested that there was a homeostatic balances on hematological response during co-infection . Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, co-infection, haematology 40 Pendahuluan Motile Aeromonas Septicemia MAS adalah infeksi A. hydrophila komplek yang mengakibatkan hemoragik septisemia pada beberapa spesies ikan budidaya maupun spesies ikan di alam. Tiga spesies penyebab penyakit MAS adalah dari jenis A. hydrophila, A. sobria, A. caviae, jenis bakteri strain A. hydrophila merupakan predominan patogen pada ikan. Aeromonas juga merupakan spesies oportunis dan merupakan penyebab infeksi sekunder. Wabah MAS biasanya terjadi apabila ada stresor lingkungan, infeksi parasit dan perubahan fisiologis tubuh yang mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap serangan infeksi Aeromonas Toranzo et al. 2009. Infeksi streptokokal menjadi aspek infeksi baru dalam kegiatan akuakultur. Bakteri S. agalactiae awalnya menyerang ikan rainbow trout Salmo gardnieri dan Nila di Israel. Ikan Nila yang terinfeksi streptokokal menunjukkan gejala adanya kerusakan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala yang spesifik yaitu gerakan renang berputar whirling dan eksoptalmi Kohler 2007. Tahun 2008 S. agalactiae berhasil diisolasi dari ikan Nila pada sistem budidaya di Indonesia oleh Lusiasti et al. 2008, sehingga menjadi perhatian utama dalam kegiatan riset untuk melihat aspek epidemiologi dan penanggulangannya. Hasil uji pertumbuhan bakteri pada media cair maupun media padat menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri ini dapat tumbuh bersinergi tidak saling menghambat, akan tetapi kemampuan tumbuh antigen dalam tubuh ikan secara langsung belum diketahui. Pengaruh infeksi bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae terhadap gambaran hematologi dan kematian ikan dapat dilihat dengan melakukan uji kerentanan ikan Nila terhadap kedua jenis penyakit ini, yang dilakukan secara in-vitro untuk melihat kompetisi antigen dan ko-infeksi dari kedua jenis bakteri penyebab penyakit. Bahan dan Metode 1 Uji Patogenesis Uji patogenesis bakteri A. hydrophila, S. agalactiae dan gabungan keduanya pada ikan Nila O. niloticus dilakukan dengan cara injeksi intra 41 peritoneal IP bakteri A. hydrophila LD 100 10 12 cfumL dan LD 50 10 7 cfumL Sugiani et al. 2010 dan S. agalactiae LD 100 10 8 cfumL dan LD 50 10 3 cfumL Taukhid Purwaningsih 2011 0,1 mLekor untuk melihat dampak infeksi bakteri pada ikan Nila. Ikan dipelihara selama 1-14 hari untuk melihat gambaran darah dan kematian ikan. Tabel 3 Perlakuan infeksi LD 100 Perlakuan Tipe bakteri dan media tumbuh Lama inkubasi jam Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Aeromonas hydrophila TSB Aeromonas hydrophila TSB Aeromonas hydrophila TSB Streptococcus agalactiae BHI Streptococcus agalactiae BHI Streptococcus agalactiae BHI A. hydrophila+S. agalactiae TSB A. hydrophila+S. agalactiae TSB A. hydrophila+S. agalactiae TSB Aeromonas hydrophila TSA Aeromonas hydrophila TSA Aeromonas hydrophila TSA Streptococcus agalactiae BHIA Streptococcus agalactiae BHIA Streptococcus agalactiae BHIA A. hydrophila+S. agalactiae BHI A. hydrophila+S. agalactiae BHI A. hydrophila+S. agalactiae BHI TSB BHI 24 48 72 24 48 72 24 48 72 24 48 72 24 48 72 24 48 72 - - A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 Kontrol Kontrol Sediaan bakteri bakteri A. hydrophila diinkubasi pada media TSA dan TSB selama 24, 48, dan 72 jam pada suhu 28 o C, sedangkan S. agalactiae diinkubasi pada media BHIA dan BHI broth selama 24, 48, dan 72 jam pada suhu 28 o C Tabel 3. Inokulan dari media agar sebanyak 1 cawan petri dipanen ke dalam 10 mL salin 0,845, kemudian dari masing-masing sediaan dilakukan pengenceran seri untuk mendapatkan dosis yang diharapkan. Perlakuan infeksi LD 50 menggunakan isolat bakteri dari media tumbuh dengan lama waktu inkubasi yang menimbulkan kematian terbanyak serta waktu 42 tersingkat pada hasil perlakuan LD 100 , dengan rincian kode untuk masing-masing inokulan bakteri sebagaimana tertera pada Tabel 3 dan 4. Tabel 4 Perlakuan infeksi LD 50 Perlakuan Tipe bakteri Perbandingan volume bakteri Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A1 + B1 A1 + B1 A1 + B1 A1 + B1 A1 + B1 D1 + E3 D1 + E3 D1 + E3 D1 + E3 D1 + E3 Tryptic Soy Broth Brain Heart Infusion 50 : 50 75 : 25 25 : 75 0 : 100 100 : 0 50 : 50 75 : 25 25 : 75 0 : 100 100 : 0 - - A B C D1 D2 E F G H1 H2 Kontrol Kontrol A. hydrophila dalam TSB dengan masa inkubasi 24 jam A1, S. agalactiae dalam BHI dengan masa inkubasi 24 jam B1, A. hydrophila dalam TSA dengan masa inkubasi 24