8. Teknik Pelukisan Fisik Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan kejiwaannya atau paling
tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Adapun contohnya yaitu bibir tipis menyaran pada sifat ceriwis dan bawel serta
rambut lurus menyaran pada sifat tidak mau mengalah. Dalam hal ini berkaitan dengan pandangan dan budaya masyarakat yang bersangkutan Nurgiyantoro
1994:210.
2.2.4 Fungsi Tokoh
Forster 1982:73:72 beranggapan bahwa tokoh bulat lebih tinggi nilainya daripada tokoh datar. Tokoh bulat dengan lika-liku wataknya lebih sulit
diciptakan daripada tokoh datar yang hanya satu segi dominannya yang ditonjolkan sepanjang cerita. Sesungguhnya penilaiannya tidak sederhana
demikian. Tokoh bulat memang lebih sukar direka daripada tokoh datar. Tokoh bulat lebih menyerupai pribadi yang hidup, dan kemiripan ini adalah salah satu
bentuk relevansi. Dengan kata lain, kekompleksan tokoh dapat membuat karya sastra itu mirip kehidupan yang sebenarnya. Akan tetapi, sifat cerita, fungsi tokoh
di dalam cerita, dan perkembangan zaman ikut menentukan bagaimana tokoh ditampilkan.
Cerita didaktis lebih terdukung oleh tokoh datar. Tokoh lataran, yaitu tokoh yang berfungsi sebagai bagian dari latar cerita. Lebih kena ditampilkan sebagai
tokoh datar. Jika ditampilkan sebagai tokoh bulat, akan mengalihkan perhatian dari tokoh sentral kepada tokoh lataran ini. Tokoh datar pun memberikan
sumbangan di dalam membangun cerita sehingga mirip dengan pengalaman hidup yang sebenarnya. Jelasnya, jika hidup ini dianggap suatu cerita, maka diri sendiri
adalah tokoh yang paling kompleks didalamnya. Seharusnya setiap individu mengenal diri sendiri luar dan dalam; orang lain hanya dikenal dari sisi luarnya.
Ada di antara orang lain itu yang dikenal baik sekali; misalnya, sahabat karib, suami, atau istri. Mengenal berbagai segi wataknya, mengenal kekompleksannya.
Sebaliknya, ada orang yang hanya dikenal secara sepintas saja, tidak sampai mengenali keseluruhan wataknya. Namun, tokoh seperti ini melengkapi tanggapan
tentang hidup ini. Jadi, tokoh seyogyanya diamati di dalam hubungannya dengan unsur cerita lainnya, dan di dalam hubungannya dengan cerita tersebut secara
keseluruhan. Penilaian terhadap tokoh datar dan tokoh bulat harus dilakukan dengan mempertimbangkan sumbangan tokoh itu terhadap cerita dan fungsi tokoh
di dalam cerita. Berpedoman pada pertimbangan tersebut, dapat lebih memahami peran dan
sumbangan tokoh yang absurd. Tokoh absurd ialah tokoh yang tidak memiliki kedirian yang khas Wahjudi 1984:44, tidak dapat dirujukkan kepada satu
identitas yang jelas Sudjiman 1991:22-23. Tokoh cerita, utama ataupun tambahan, sebagaimana dikemukakan, hadir
dihadapan pembaca tidak sekaligus menampakkan seluruh kediriannya, melainkan sedikit demi sedikit sejalan dengan kebutuhan dan perkembangan cerita. Pada
awal cerita, pembaca belum mengenal tokoh, namun sejalan dengan perkembangan cerita pula, pembaca akan semakin kenal dan akrap. Proses
pengenalan kedirian tokoh cerita secara lengkap biasanya tidak semudah yang
dibayangkan orang. Apalagi jika tokoh itu bersifat kompleks, sedang yang sederhana sekalipun juga dibutuhkan ketelitian dan kekritisan di pihak pembaca.
Untuk mengenali secara lebih baik tokoh-tokoh cerita, perlu diidentifikasi kedirian tokoh-tokoh secara cermat. Proses usaha identifikasi tersebut tampaknya
akan sejalan dengan usaha pengarang dalam mengembangkan tokoh. Di satu pihak pengarang berusaha cara penokohannya, di pihak lain pembaca berusaha
menafsirkan “siasat” pengarang tersebut. Artinya, ada kesamaan dalam hal berproses. Usaha pengidentifikasian yang dimaksud adalah melalui prinsip-prinsip
sebagai berikut.
1 Prinsip Pengulangan
Tokoh cerita yang belum dikenal, akan menjadi kenal dan akrap jika dapat menemukan dan mengidentifikasi adanya kesamaan sifat, sikap, watak, dan
tingkah laku pada bagian-bagian selanjutnya. Kesamaan itu mungkin saja dikemukakan dengan teknik lain, mungkin dengan teknik dialog, tindakan, arus
kesadaran, ataupun yang lain. Sifat kedirian seorang tokoh yang diulang-ulang biasanya untuk menekankan dan atau mengintensifkan sifat-sifat yang menonjol
sehingga pembaca dapat memahami dengan jelas. Prinsip pengulangan karenanya penting untuk mengembangkan dan mengungkapkan sifat kedirian tokoh cerita
Luxemburg dkk 1992:139. Teknik pengulangan ini dapat berupa penggunaan teknik ekspositori dan teknik dramatik, baik secara sendiri maupun keduanya
sekaligus.
2 Prinsip Pengumpulan
Keseluruhan kedirian tokoh diungkapkan sedikit demi sedikit dalam seluruh cerita. Usaha pengidentifikasian tokoh, dengan demikian dapat dilakukan dengan
mengumpulkan data-data kedirian yang “tercecer” diseluruh cerita tersebut, akhirnya diperoleh data yang lengkap. Pengumpulan data ini penting, sebab data-
data kedirian yang berserakan itu dapat digabungkan sehingga bersifat saling melengkapi dan menghasilkan gambaran yang padu tentang kedirian tokoh yang
bersangkutan Luxemburg dkk 1992:140. Jadi, jika dalam prinsip pengulangan kita mengumpulkan data-data yang berserakan namun mencerminkan kesamaan
sifat, dan prinsip pengumpulan data-data yang berbeda, khususnya terhadap tokoh kompleks, hal tersebut memang menunjukkan keberagaman sifat.
3 Prinsip Kemiripan dan Pertentangan
Identifikasi tokoh yang mempergunakan prinsip kemiripan dan pertentangan dilakukan dengan memperbandingkan antara seorang tokoh dengan tokoh lain
dari cerita fiksi yang bersangkutan. Seorang tokoh mungkin saja memiliki sifat kedirian yang mirip dengan tokoh lain, namun tentu saja ia juga memiliki
perbedaan-perbedaan. Adakalanya kedirian seorang tokoh baru tampak secara lebih jelas setelah berada dalam pertentangannya dengan tokoh lain. Sebelum
memperbandingkan masalah adanya kemiripan dan pertentangan antar tokoh, terlebih dahulu kita menyeleksi data-data kedirian masing-masing tokoh. Artinya,
sebelumnya kita haruslah telah mengidentifikasi perwatakan tokoh dengan mempergunakan prinsip pengulangan dan pengumpulan.hal itu disebabkan kita
tak perlu memperbandingkan semua data kedirian tokoh, melainkan terbatas pada
hal-hal yang memang mengandung unsur kemiripan dan pertentangan, sekaligus yang merupakan ciri-ciri menonjol.
Data-data kedirian tokoh yang diperbandingkan dengan tokoh lain dapat disajikan ke dalam bentuk tabel. Namun, perlu di ingat bahwa pertentangan tokoh
dalam sifat tertentu, misalnya sifat sumarah, pasrah, sentimentalis, tidaklah dalam pengertian yang ekstrem, positif, dan negatif. Biasanya pertentangan itu lebih
merupakan sesuatu yang menunjukkan kadar, gradasi, atau intensitas, sehingga tokoh yang satu boleh dikatakan, misalnya, lebih intensif daripada tokoh lain
dalam pemilikan sikap tertentu atau dalam hal menyikapi ciri tertentu. Oleh karena itu, jika mempergunakan alat penskalan sikap, pembuatan alat
observasi pertentangan itu haruslah yang menunjukkan tingkatan-tingkatan intensitas. Masing-masing tingkatan itu dapat diberi skor jadi, mirip dengan skala
Likert, misalnya skor 5-1 yang menunjukkan kutup yang paling intensif ke yang sebaliknya, atau 5-1 jika pertentangannya dibalik.
2.3 Kerangka Berpikir
Tokoh Panji digambarkan sebagai sosok seorang pahlawan yang mempunyai keberanian dalam peperangan untuk mempertahankan kerajaannya. Ia
merupakan seorang pemimpin perang yang tangguh dan rela berkorban demi umatnya. Panji digambarkan sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dan
memiliki kekuatan super dengan berbagai keajaiban. Hadirnya tokoh utama yang memiliki karakter unik dan kuat serta
mengalami konflik luar biasa, dapat menjadikan cerita yang dibawakannya