Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reproduksi Karang Lunak

Gambar 6. Perkembangan spermatogenesis Dendronephthya gigantea. A. Berbagai macam tahap spermatogenesis dalam satu polip. B. Sperma dengan spermatogonia dalam gastrodermis. C. Sperma tahap 2 yang terhubung pada mesenteri dengan pedikel. D. Sperma tahap 4 yang mengandung spermatozoa dengan ekor dalam jumlah besar Hwang dan Song, 2007. Keterangan : Skala 100 μm g gastrodermis, m mesenteri, pc rongga polip, pd pedikel, s1 sperma tahap 1, s2 sperma tahap 2, s3 sperma tahap 3, s4 sperma tahap 4, sg spermatogonia, st kumpulan sperma berekor.

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reproduksi Karang Lunak

Reproduksi karang lunak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi reproduksi adalah umur dan ukuran koloni dan faktor genetik seperti jam biologis Benayahu dan Loya 1984; Coma et al., 1995 dalam Simpson, 2008. Di dalam suatu spesies, ukuran koloni merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan kematangan reproduktif. Contohnya, karang lunak Alcyonacean, Lobophytum crassum tidak reproduktif ketika ukuran koloninya lebih kecil dari 18 cm Yamazato et al., 1981, sedangkan Heteroxenia fucenscens tidak akan mencapai kematangan reproduksi apabila volume koloninya belum mencapai 10 cm 3 Achituv dan Benayahu, 1990 Faktor eksternal yang mempengaruhi reproduksi karang lunak antara lain suhu, fase bulan, siklus pasang surut, arus dan ketersediaan makanan. Variasi dari berbagai faktor lingkungan diketahui berpengaruh terhadap siklus reproduksi invertebrata laut diantaranya suhu, salinitas, makanan, cahaya bulan, siklus pasang surut, dan siklus penyinaran harian Harrison dan Wallace, 1990. Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan karang lunak. Distribusi global karang keras maupun lunak yang bersimbiosis dengan zooxanthellae umumnya terdapat pada daerah perairan yang hangat dikarenakan toleransi suhu alga simbiosisnya yang terbatas Fabricius dan Alderslade, 2001. Biasanya karang dapat tumbuh pada suhu 18 o C sampai 36 o C dan pertumbuhan optimum terjadi di perairan dengan suhu rata-rata 26 o C sampai 28 o C. Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme organisme. Efek perubahan suhu pada karang dapat menyebabkan berkurangnya tingkat reproduksi, turunnya respon makan, banyak mengeluarkan lendir dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang. Pengaruh fase bulan terhadap gametogenesis dan pengeluaran gamet terdapat pada banyak spesies karang walaupun tidak diketahui pengaruhnya diakibatkan oleh penyinaran cahaya bulan, pasang surut atau faktor-faktor yang terkait. Pada karang lunak di perairan dangkal, terjadinya spawning bertepatan dengan fase bulan, yaitu pelepasan gamet terjadi pada saat atau mendekati bulan purnama, sekitar bulan baru bahkan pada saat fase bulan tiga per empat Simpson, 2008. Adanya persamaan waktu dalam pengeluaran gamet ke kolom perairan pada saat surut di wilayah barat dan timur Australia mengindikasikan bahwa pengeluaran gamet dipengaruhi oleh pola pasang surut yang mengikuti fase bulan purnama. Pola pasang surut dapat menjadi faktor penting untuk menentukan periode reproduksi yang tepat dan karang menggunakan penyinaran cahaya bulan sebagai kondisi lingkungan untuk memperkirakan pasang surut Babcock et al., 1986 dalam Harrison dan Wallace, 1990. Perairan yang berarus atau berombak memiliki pertumbuhan karang yang baik dibanding dengan karang yang hidup di perairan yang tidak berarus atau bergelombang. Hal ini disebabkan pada perairan yang berarus memungkinkan karang untuk memperoleh asupan oksigen yang cukup, mendapatkan sumber nutrien dan plankton sebagai sumber makanan bagi koloni karang serta menghalangi terjadinya pengendapan sedimen pada koloni Nybakken, 1992. Gametogenesis dan spawning yang terjadi pada kurang lunak sangat dipengaruhi oleh periode ketersediaan makanan. Pada Alcyonium digitatum Hartnoll, 1975 perkembangan gametogenesis terjadi pada awal musim semi dan musim panas ketika sumber makanan planktonik melimpah. Variasi dari adanya gangguan dan tekanan dari lingkungan dapat memicu terjadinya pengeluaran planula maupun pengguguran gamet atau planula dalam karang Harrison dan Wallace, 1990.

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Februari - September 2009 dan Oktober 2010 - Desember 2010. Sampel karang lunak Lobophytum strictum diperoleh dari rak fragmentasi buatan yang berada di Area Perlindungan Laut pada koordinat 05 o 44’03,7” LS dan 106 o 36’42,5” BT dan daerah tubir laut di selatan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Pembuatan dan pengamatan preparat histologis dari sampel dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 7. Peta lokasi penelitian di perairan Pulau Pramuka 18