Tipe Resiliensi EkosistemEkologi Rancang bangun model pengelolaan terumbu karang berbasis resiliensi eko sosio system (kasus di Teluk Kotania Provinsi Maluku)

utama ilmu ekologi dan kemudian dipakai menginterpretasikan resiliensi sebagai waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke keadaan semula setelah adanya gangguan yang dinamakan engineering resilience Holling 1996. Resiliensi ini berfokus pada tingkah laku mendekati ekuilibrium stabil dan laju dimana sistem mendekati kondisi tetap steady state setelah perubahan, yaitu kecepatan kembali ke titik ekuilibrium. Resiliensi diestimasi dari jumlah waktu yang dibutuhkan untuk merubah kerusakan ke fraksi tertentu dari kondisi awal. Sebagai catatan, hal di atas hanya dapat diaplikasikan pada sistem linier atau pada sistem non-linier yang memiliki kondisi mendekati ekuilibrium stabil dimana dalam hal ini aproksimasi linier masih dimungkinkan Ludwig et al 1997. Pandangan ekuilibrium tunggal secara substansial telah mewarnai pengelolaan sumberdaya dan lingkungan kontemporer dengan tujuan untuk mengontrol aliran sumberdaya secara optimal. Interpretasi ini digunakan dalam banyak studi ekologis seperti pada studi pemulihan atau waktu yang dibutuhkan kembali ke keadaan semula recovery bagi dominasi karang setelah terjadinya pemutihan.

2. Tipe Resiliensi EkosistemEkologi

Pemulihan dipengaruhi oleh frekuensi dan tingkatan gangguan serta oleh heterogenitas spasial dari sistem ekologis. Adanya gangguan dan heterogenitas spasial menyebabkan arah pemulihan recovery trajectory menjadi unik dan kompleksitas sistem yang dikombinasikan dengan efek gabungan dapat menyebabkan arah pemulihan hampir tidak mungkin untuk diprediksi Paine et al 1998. Dengan demikian penggunaan konsep pemulihan dalam sistem yang kompleks dan adaptif mulai ditinggalkan dan digantikan dengan konsep pembaruan, regenerasi, dan reorganisasi setelah adanya gangguan Bellwood et al 2004, serta penggunaan istilah `rejim` atau `atraktor` sebagai pengganti dari istilah kondisi stabil atau ekuilibrium, karena istilah sebelumnya tidak mempertimbangkan faktor dinamika Carpenter 2004. Bila sebuah sistem dapat mereorganisasi dirinya yaitu merubah keadaan dari satu domain stabil ke domain stabil lainnya, maka ukuran dinamika ekosistem yang lebih relevan digunakan adalah resiliensi ekologi, yaitu ukuran jumlah perubahan atau gangguan yang diperlukan untuk merubah sistem. Perubahan ini dipengaruhi oleh seperangkat proses dan struktur yang saling menguatkan dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Definisi ini berfokus pada persintensi, kemampuan adaptif, variabilitas dan ketidakpastian yang kesemuanya merupakan atribut dari perspektif evolusi dan pembangunan, yang juga sejalan dengan sifat keberlanjutan. Batasan ini ditekankan pada kondisi yang jauh dari keadaan seimbang, dimana ketidakstabilan dapat membalik keadaan sebuah sistem ke rejim keadaan lainnya yaitu domain yang stabil. Dalam konteks ini resiliensi diukur berdasarkan besaran gangguan yang mampu diserap hingga suatu batas dimana sistem tersebut merubah strukturnya melalui pengubahan variabel dan proses yang mengontrolnya. Tipe resiliensi seperti ini disebut Resiliensi Ekologi. Gambar 4. Laju perbaikan dari sebuah kerusakan menuju stabilitas baru yang bergantung pada resiliensi dan resistensi Sumber: Holling 1973 Resiliensi ekologi lahir dari aplikasi teori matematika dan ekologi sumberdaya pada tingkatan ekosistem, misalnya pada dinamika pengelolaan sistem air tawar, hutan, perikanan, dan padang rumput. Esensi perbedaan kedua aspek stabilitas tersebut yaitu pada pemeliharaan efisiensi fungsi pada resiliensi engineering dengan pemeliharaan eksistensi fungsi pada resiliensi ekologi. Ludwig et al 1997 menyusun dasar matematis untuk membedakan antara perspektif engineering resilience dengan ecologicalecosystem resilience. Selain itu terdapat pula tipe resiliensi dalam sistem sosial yang akan menambah kapasitas manusia untuk mengantisipasi dan merencanakan masa depan, dimana dalam sistem “manusia-alam” resilensi ini disebut sebagai kapasitas adaptif. Pemahaman mengenai sistem kompleks digunakan sebagai penghubung antara ilmu sosial dan ilmu biofisik, dan menjadi penopang beberapa pendekatan terpadu seperti ilmu ekologi-ekonomi dan ilmu keberlanjutan.

3. Tipe Resiliensi Ekologi-Sosial