4.4. Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat
Kawasan Teluk Kotania merupakan sebuah kawasan yang memiliki perkampungan pesisir yang tersebar baik pada pesisir daratan Pulau Seram
maupun pada pulau-pulau kecil yang berada di dalam Teluk. Terdapat 8 perkampungan yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
keberlanjutan ekosistem pesisir di Teluk Kotania, dengan demikian maka kondisi sosial dan budaya masyarakat di dalam kawasan ini juga sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh sumberdaya ekosistem yang terdapat di Teluk Kotania. Hal ini yang menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap tekanan lingkungan akibat
aktifitas masyarakat dalam memanfaatkan ekosistem yang ada. Beberapa pemukiman pesisir yang terdapat dalam kawasan Teluk Kotania yaitu; Pulau Osi,
Pohon Batu, Pelita Jaya, Resetlement, Kotania Atas, Kotania Bawah, Wael, dan Loupessi serta Taman Jaya. Jumlah penduduk di dalam kawasan Teluk Kotania
secara keseluruhan adalah 1217 KK dan 6381 jiwa, dengan konsentrasi tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Pulau Osi.
Pulau Osi merupakan pulau yang berpenghuni yang berada di wilayah administrasi Desa Eti Kecamatan Piru. Pulau ini memiliki beberapa pulau karang
yang saling terhubung oleh jembatan kayu yang dibuat masyarakat pada Tahun 2008 dengan lebar sekitar 2 meter dan panjang sekitar 1.5 Km. Jembatan kayu ini
melewati komunitas mangrove lebat yang menuju Pelija Jaya, jembatan inilah yang menghubungkan pulau ini dengan daratan Pulau Seram. Sebagian
masyarakat Pulau Osi dulunya dikenal sebagai nelayan penangkap ikan hiu untuk diambil siripnya, dengan wilayah tangkap perairan Papua, Maluku Utara,
Sulawesi bahkan ada yang sampai ke perairan Philipina. Namun belakangan kegiatan ini mulai ditinggalkan seiring makin ketatnya persaingan dan
penangkapan dengan menggunakan alat tangkap yang lebih modern yang dimiliki baik oleh nelayan lokal maupun nelayan asing. Jumlah penduduk Pulau Osi 191
KK dengan 895 jiwa. Pertumbuhan penduduk Pulau Osi relatif rendah, hal ini disebabkan karena pertumbuhan penduduk hanya disebabkan oleh faktor
kelahiran dan kematian, namun demikian Pulau ini memiliki tingkat kepadatan sangat tinggi karena ketersediaan lahan untuk pembangunan pemukiman sangat
terbatas dan luas wilayah yang sempit. Rata-rata pertumbuhan penduduk lima
tahun terakhir sebesar 0,5 dengan kepadatan penduduk sekitar 215 jiwaha. Seluruh masyarakat Pulau Osi memiliki mata pencaharian utama adalah nelayan
dengan pendapatan
rata-rata harian
berkisar antara
Rp.50.000,- sampai
Rp.100.000,-. Selain sebagai nelayan, beberapa nelayan juga memiliki mata pencaharian sampingan
sebagai pedagang bahan sembakokelontong dan
perlengkapan untuk melaut. Alat tangkap yang yang digunakan antara lain adalah jaring insang, bubu, panah ikan, kalawai, pancing dan jaring dasar. Jenis Ikan
yang dominan di tangkap adalah ikan kakap, ikan kerapu, lobster, sarlinya, lalosi, lema, dan beberapa ikan pelagis kecil dan ikan karang yang berasosiasi dengan
terumbu karang. Masyarakat sudah mulai menyadari terjadinya penurunan hasil tangkapan dari waktu ke waktu, sebagai akibat dari kondisi tangkap lebih dan
penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Untuk menjaga kelestarian biota laut, di perairan Pulau Osi diterapkan sasi yang dilakukan oleh Desa Eti, namun
beberapa tahun terakhir penerapan sasi tidak berjalan lagi, hal ini terjadi karena konflik kepentingan antar stakeholders khususnya tentang kewenangan dalam
pengelolaan perairan. Kegiatan budidaya rumput laut sudah dikembangkan beberapa tahun terakhir namun belum mendapat pembinaan dari instansi terkait.
Masyarakat juga sudah mulai mengembangkan 1 unit Kerambah Jaring Apung KJA dengan modal sendiri.
Kondisi lahan Pulau Osi yang sempit menyebabkan penggunaan lahan sangat terbatas bagi pembangunan perumahan atau infastruktur lain untuk
keperluan masyarakat. Kondisi seperti ini menyebabkan pembangunan perumahan penduduk sebagian besar dibangun di atas perairan dengan menggunakan tiang-
tiang pancang, baik dari kayu maupun beton. Pilihan membangun perumahan diatas perairan ini karena alasan kemudahan masyarakat untuk melakukan
aktifitas sebagai nelayan. Padatnya pemukiman di pulau ini, menyebabkan distribusi perumahan penduduk menyebar pada seluruh wilayah daratan pulau.
Daratan pulau ini di dominasi oleh pasir dan batu karang, sehingga pemanfaatan lahan darat umumnya digunakan untuk tanaman kelapa. Pulau ini, sekitar 95
dikelilingi oleh ekosistem terumbu karang, namun belum ada aturan yang ditetapkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat tentang pengelolaan
ekosistem terumbu karang, akibatnya aktifitas penambangan karang untuk bahan
bangunan masih sering dilakukan oleh masyarakat walaupun secara diam-diam. Hal ini tentu memperburuk kondisi ekosistem terumbu karang dan merupakan
salah satu faktor utama degradasi terumbu karang dengan skala yang tinggi di perairan Pulau Osi.
Beberapa perkampungan seperti Pohon Batu, Pelita Jaya, Resetlemen, Kotania Atas, Wael dan Loupessy serta Taman Jaya memiliki karakteristik yang
hampir sama yaitu memiliki mata pencaharian campuran mix bukan sebagai nelayan saja atau petani saja karena sebagian masyarakatnya memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan dan sebagian lagi sebagai petani dan pedagang, ada yang menjadikan mata pencaharian nelayan sebagai mata pencaharian sampingan
dan begitupun sebaliknya. Pada waktu-waktu tetentu masyarakat dapat melakukan aktifitas sebagai nelayan dan pada waktu yang lain mereka melakukan aktifitas
sebagai petani, pedagang atau yang lainnya. Dengan demikian, dari segi mata pencaharian utama masyarakat maka dapat di golongkan dalam tiga kelompok
yaitu nelayan, petani, campuran petani-nelayan, dan pedagangwiraswasta. Pohon Batu, Pelita Jaya, Kotania Bawah, Loupessy, Wael dan Taman Jaya
memiliki ekosistem mangrove yang tumbuh disepanjang pesisir pantai begitupun dengan ekosistem terumbu karang, namun terumbu karang mengalami tekanan
yang tinggi akibat aktifitas pemanfaatan oleh masyarakat, sehingga terumbu karang ditemukan dalam bentuk koloni-koloni kecil. Resetlemen dan Kotania
Atas merupakan perkampungan yang tidak terletak pada pesisir pantai, namun sebagian kecil masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan
sering beraktifitas di areal ekosistem terumbu karang di Teluk Kotania.
4.5. Penilaian Kondisi Ekosistem Terumbu Karang