22
II.3.3 ProstitusiPelacuran sebagai masalah sosial
Prostitusi atau pelacuran merupakan masalah sosial yang besar pengaruhnya bagi perkembangan moral. Pelacuran merupakan profesi yang sangat
tua usianya, setua umur kehidupan manusia. Pelacuran sebagai masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi dari sejarah kehidupan manusia
sampai sekarang, dan selalu ada sampai setiap tingkatan peradaban, perlu di tanggulangi dengan kesungguhan.
Di banyak negara pelacuran dilarang bahkan dikenakan hukuman, juga dianggap sebagai perbuatan hina oleh setiap anggota masyarakat. Akan tetapi,
sejak adanya masyarakat manusia pertama hingga dunia akan kiamat nanti mata pencaharian pelacuran akan tetap ada, sukar bahkan hampir tidak mungkin
diberantas dari muka bumi ini selama masih ada nafsu-nafsu seks, nafsu yang lepas kendali.
II.3.4 Akibat-akibat Pelacuran
Pelacuran menimbulkan berbagai masalah, yaitu menyangkut aspek medis, sosial ekonomi, dan moril.
1. Aspek medis
Sudah menjadi kenyataan umum bahwa pelacuran dapat mengakibatkan timbulnya penyakit kelamin seperti syphilis, gonorchea
bahkan HIVAIDS. Penularan penyakit kelamin akibat adanya WTS tersebut pengaruhnya sangat luas, yaitu tidak hanya menyerang laki-laki
dewasa tetapi bisa pada istri dan anak-anak bahkan menimbulkan abortus ataupun cacat jasmani dan rohani.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Aspek sosial ekonomi
Pengaruh adanya WTS pada aspek sosial ekonomi sangat besar, karena bisa melumpuhkan, menghancurkan atau merusak potensi bangsa, bahkan
menurut Loothorp dalam buku The rising tide of colour mensinyalir bahwa dengan adanya WTS timbul gejala-gejala lapisan terbawah di masyarakat
tidak dapat ikut serta dalam kemajuan, mereka dengan sendirinya akan mempunyai nasib yang sangat jelek sehingga mempengaruhi tujuan
masyarakat dalam mempertahankan nilai sosial seperti kerja sama atau kekompakan dan partisipasi pembangunan menjadi rusak
Simandjuntak.B, 1981. Selain pada aspek sosial, dampak adanya WTS menjadi beban ekonomi finansial, hal ini karena banyaknya penyakit
akibat pelacuran seperti tersebut diatas membebani keuangan negara, dimana dengan adanya berbagai penyakit tersebut pemerintah terpaksa
harus mengeluarkan uang atau penyediaan obat untuk mengatasi penyakit maupun kegiatan atau upaya-upaya seperti membangun sebuah panti untuk
rehabilitasi dan mencegah meluasnya permasalahan dan gejala-gejala lain yang berkaitan dengan dampak pelacuran.
3. Aspek Moril
Wanita tuna susila ataupun siapa saja yang melacurkan diri telah dicap mendapat sterotipe sebagai sosok yang tidak memiliki susila dan
tanggung jawab. Oleh karena itu, WTS sudah dikategorikan tidak mempunyai moril, salah satu contoh yaitu dari sikap persetubuhan dalam
pelacuran itu sendiri sangat didominasi dorongan seksual dan mengabaikan perpaduan jiwa yang didasari kasih sayang, dimana WTS
Universitas Sumatera Utara
24 merupakan objek pemuas seks laki-laki. Hal ini merupakan awal lahirnya
demoralisasi atau mengesampingkan norma mengabaikan value system masyarakat.
II.4 Sistem Pembinaan di Panti sebagai Pelayanan Sosial